Tuesday, October 1, 2019

DALAM BENING MATAMU 11

DALAM BENING MATAMU  11

(Tien Kumalasari)

Galang benar-benar kaget. Pernyataan Adhitama sungguh tak diduganya, membuatnya tak mampu ber kata-kata.

Sementara itu Mirna yang berada tak jauh dari sana merasa hatinya bagai di cabik-cabik. Pernyataan cinta Adhitya terdengar oleh telinganya, bagai sebuah palu godam dilabuhkan kedadanya. Namun telinganya terus menyimak.

"Bapaak.. bapak masih disitu?"

"Oh, apa le.. iya.. bapak mendengarnya.."

"Bagaimana menurut bapak?"

"Apanya yang bagaimana?"

"Bapak setuju bukan seandainya Adhit dan Dinda saling mencintai?"

"Tidak le...jangan.." kata Galang seperti perintih.

"Kenapa bapak?"

"Dinda itu terlalu muda untuk kamu, lebih baik carilah gadis lain saja, jangan Dinda ya ngger."

Adhitama terdiam, suara bapaknya seperti suara rintihan. Sungguh itu membuat batin Adhit teriris. Semuanya belum benar-benar terjadi, baru terbawa perasaan, mengapa bapak sudah menentang keras? Pikir Adhit. Ia baru merasa tertarik, baru merasa ada perasaan aneh yang belum pernah dirasakannya sebelumnya, dan Dinda juga belum tentu menyukai dirinya, tapi bapaknya seperti tidak suka.

"Kamu dengar le, jangan lanjutkan, dia bukan untuk kamu,"lanjut Galang dari seberang sana.

"Bapak...."

"Dengar dan jangan lanjutkan, anggap saja dia adik kamu."

Lalu Galang memutuskan pembicaraan itu. Membiarkan Adhitama tercenung dimejanya, masih memegangi gagng tilpun itu sampai terdengar suara berdenging dan membuat sakit telinganya, barulah Adhit  meletakkannya.

Mirna menangkap wajah ganteng itu kemudian tampak murung. Ada apa ya? Apakah bapaknya kurang suka? Gadis itu kan cantik, menawan. Tapi Mirna diam-diam bersyukur. Hmm bagaimana kalau Adhit nekat? Jaman sekarang banyak anak yang tidak patuh kepada orang tuanya dalam hal perjodohan. Aduhai... Mirna berperang melawan batinnya sendiri. Ia juga suka pada Adhitama, tapi ibunya melarang dirinya jatuh cnta. Tugasnya adalah membuatnya sengsara. 

"Mirna!"

Mirna terkejut, suara itu terdengar sangat keras, dan seperti memendam sesuatu yang membuatnya tidak suka.

Mirna mengangkat wajahnya, lalu dilihatnya Adhitama menunjuk kearah sebuah map yang tadi diserahkannya.

"Teliti kembali sebelum diserahkan ke saya."

Mirna berdiri dan berjalan kearah meja pak bosnya. Ia tau  pak bos ganteng itu belum membuka map itu, mengapa dikembalikannya padanya?

"Ini pak?"

"Iya.. teliti lagi baru diserahkan ke saya."

Suara itu terdengar tandas, berbeda dari biasanya. Mirna merasa bahwa pak bos sedang kesal. Ia tak menjawab apapun, dambilnya map itu lalu berjalan kembali ke mejanya, sementara Adhitama segera berdiri dan keluar dari ruangannya.

"Ya ampun pak bos ganteng, mengapa harus kecewa, kan ada saya?" bisik batin Mirna.

***

Hari masih siang tapi Galang sudah kembali dari kantornya. Putri yang masih membantu simbok menyiapkan masakan didapur terkejut melihat suaminya pulang dengan wajah kusut.

"Mas,  kok sudah pulang?"

"Memangnya kenapa kalau aku pulang agak siangan?"

Putri terkejut mendengar jawaban suaminya. Diambilnya minuman dingin dari dalam kulkas dan dituangkannya kedalam gelas, lalu dengan sebuah nampan kecil dihidangkannya minuman itu dimeja, dimana suaminya duduk disofa  sambil menyandarkan kepalanya.

"Ini mas, diminum dulu.."

Galang menegakkan tubuhnya, meraih minuman yang dihidangkan isterinya, diteguknya habis, membuat Putri geleng-geleng kepala.

"Ada aoa suamiku hari ini?" tanya Putri sambil mengelus tangannya.

"Pusing aku.."

"Kalau begitu ganti baju dan tiduran dulu, aku ambilkan obat ya."

"Nggak, bukan sembarang pusing ini.."

"So'al pekerjaan? Pak Haris marah?"

"Bukaaan...."

"Habis so'al apa dong.."

"Aku baru saja menelpon Adhit.."

"Oh, dia baik-baik saja kan?"

"Tidaak.."

"Apa maksudmu mas, Adhit sakit? Ayud ?" tanya Putri penuh khawatir..

"Bukaaan.."

"Habis apa dong mas.... iih, mas buat aku penasaran saja."

"Adhit bilang kalau dia jatuh cinta pada Dinda."

"Apaaa?"

"Itu yang dikatakannya, aku langsung menolaknya, melarangnya."

"Ya Tuhan...." keluh Putri yang kemudian berlinangan air mata.

Meluhat isterinya menangis, Galang sangat menyesal. Berita itu menyakiti hati isterinya, menguakkan kisah lama yang sesungguhnya teramat pahit.  Ia segera merengkuh isterinya dan dipeluknya erat kedadanya.

"Rahasia itu, hanya kita berdua yang tau kan mas?" isak Putri. Galang mengangguk.

"Ternyata derita itu masih berkelanjutan..."

"Putri, jangan sedih, aku kan sudah beejanji, bahwa apapun akan kita pikul ber sama-sama."

"Ini kan dosaku mas, kenapa mas harus ikut menanggungnya?"

"Aku ini suamimu, tentu saja aku harus ikut menanggungnya. Sudah, jangan sedih, kita harus mencari jalan untuk mencegahnya."

"Padahal Retno mengatakan bahwa Dinda akan kuliah di Solo, malah tinggal bersama Ayud dirumah ibu."

"Itulah susahnya. Kita juga tak bisa mengusirnya begitu saja."

"Kalau Dinda itu anak kita, mudah saja memindahkan dia agar kuliah di Jakarta saja misalnya, bukan di Solo, tapi kan dia anaknya Raharjo dan Retno."

"Lalu bagaimana ini, nggak ada yang bisa memecahkan persoalan ini kecuali kita berdua. Karena yang tau tentang rahasia ini hanya kita."

"Dan ibu yang di Solo."

"Oh ya, ibu.. apakah kita bisa minta tolong ibu?"

"Maksudnya mengusir Dinda?"

Putri menghela nafas, air mata masih menggenang dipelupuknya, dan Galang masih merangkulnya dengan kasih sayang.

Tapi jalan keluar yang diharapkannya belum juga ditemukan.

***

Malam itu Adhitama tampak murung. Ia belum juga keluar dari kamar, walau sa'at makan malam telah tiba, dan bu Broto mengharapkan semua cucunya makan ber sama-sama.

"Mas..." tiba-tiba Ayud menyeruak masuk.

"Kalau mau masuk ketuk pintu dulu dong.." gerutu Adhit yang masih berbaring tanpa mengangkat tubuhnya.

"Eh, tumben-tumbenan pintu nggak diketuk saja marah."

"Kamu tuh..." Adhit memiringkan tubuhnya ketika tiba-tiba Ayud ikut berbaring disampingnya.

"Ada apa mas? Sejak pulang dari kantor tadi, mas Adhit tampak murung."

"Nggak apa-apa, lagi nggak enak badan saja."

"Trus tadi nggak mau ikut jemput Dinda, mas suruh aku sendiri yang jemput. Ada apa? Mas marah sama Dinda?"

"Ya enggak lah, kenapa mas harus marah sama Dinda.."

"Jadi kenapa?"

"Nggak apa-apa.."

"Kalau begitu ayo bangun, eyang sudah menunggu di meja makan, bersama Dinda," kata Ayud sambil bangkit, lalu menarik tangan kakaknya.

"Iih.. manja amat... pakai harus dibangunin segala."

Adhitama bangkit, lalu melangkah mengikuti Ayud karena Ayud menarik lengannya tanpa mau melepaskannya.

"Ada apa ta le? Kamu sakit?" tanya bu Broto melihat Adhit tampak tak bersemangat."

"Engggak eyang,  cuma agak capek.." jawab Adhit yang kemudian duduk dikursi yang sudah disediakannya."

"Mas Adhit nggak sakit?" tanya Dinda yang sudah mencomot sepotong tahu yang dikunyahnya dengan nikmat.

"Enggak.. capek banget nih."

"Ya sudah, ayo kita makan, Adhit.. makan yang banyak dan minum vitamin supaya nggak kecapean. Itu ada macam-macam vitamin, Ayud yang membelikan untuk eyang."

"Dikerokin aja mas.. aku bisa lho ngerokin.." sahut Dinda bersemangat.

"Hm.. kamu? Nanti mas Adhit malah sebentar-sebentar bilang sakit karena kesenangan.."  kata Ayud sambil menyendok sayur kedalam piiringnya.

"Ayud itu paling bisa kalau mengejek kakaknya, tuh eyang..." kata Adhit sambil melirik kearah Dinda. Ada debar aneh yang merayapi hatinya. Mengapa aku ini, sementara bapak saja melarang aku jatuh cinta sama dia. tapi perasaan kok nggak bisa diajak kompromi ya. pikir Adhitama.

"Sudah, sedang makan nggak boleh bertengkar," sergah bu Broto sambil tersenyum.

Dinda mmengawasi Adhit yang tak bersemangat menyendok makanannya.

"Hei.. jangan kamu pandangi dia terus..  bisa jatuh cinta kamu nanti."

"Iih... mbak Ayud, ngomongnya itu terus...Dinda cuma kasihan sama mas Adhit, tampaknya lagi nggak bersemangat.

"Besok aku mau ke Jakarta," kata Adhit tiba-tiba.

"Apa ? Ke Jakarta ?"

"Aku kangen sama bapak."

"O, gitu, curang ya mas, mau pulang ke Jakarta nggak pas ada waktu luang, trus mas serahkan semua pekerjaan ke aku, begitu kan?"

"Ya iyalah... kamu kan sudah pintar."

"Mengapa tiba-tiba pengin pulang.." tanya bu Broto 

"Nggak apa-apa, cuma sebentar saja kok yang."

"Ya sudah, hati-hati, besok jam berapa?"

"Pagi-pagi yang... sebentar lagi mau pesen tiketnya."

"Lho, eyang nggak bisa nitip makanan buat bapak ibumu dong."

"Nggak apa-apa eyang, nanti Adhit belikan di bandara saja."

"Aku boleh ikut?" kata Dinda seenaknya.

"Eiitt...enak aja, nggak bisa.. kamu boleh ikut ke Jakarta nanti, sama aku," sahut Iyud 

Dinda memeletkan lidahnya.

Dan malam itu juga Adhitama memang memesan tiket pesawat untuk pergi besok paginya. Tak seorangpun tau, Adhit memesan pesawat ke Medan, bukan Jakarta.

***

besok lagi ya


1 comment:

  1. Asikk..ceritanya menarik...bikin penasaran dan selalu menunggu episode episode berikutnya..


    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 01

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  01 (Tien Kumalasari)   Seorang wanita cantik dengan pakaian anggun sedang duduk di sebuah kursi, di dalam ...