Friday, August 30, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 43

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  43

(Tien Kumalasari)

Hari itu bu Broto merasa senang sekali. Baru saja Putri mengiriminya video Adhitama, yang sedang bergerak gerak dan berusaha untuk tengkurap.. sambil berceloteh lucu. Rasa rindunya kepada cucunya tak tertahankan lagi. Diputarnya ber ulang-ulang video itu.

"Bapak, lihat, cucu kita ini.. belum tiga bulan sudah pengin tengkurap nih.. lihat pak.."

"Ada apa ta bu, cuma liat gambar saja kok berteriak teriak."

"Kesini pak, lihatlah, ini bukan sekedar gambar.. "

"Sebentar bu, ini badanku rasanya kok nggak enak ya," kata pak Broto tanpa beranjak dari duduknya di sofa.

Bu Brroto terkejut, dihampirinya suaminya, dipegangnya keningnya, badannya.

"Keringat dingin ya pak, bapak masuk angin ini. Ayo kekamar, ibu gosokin pakai minyak angin."

"Nggak bu, aku disini saja, ambil obat gosoknya, mau berjalan kekamar saja kok rasanya berat."

Bu Broto segera mengambil obat gosok di almari obat. Digosoknya seluruh badan suaminya sambil diijit pijit. 

"Bapak ganti baju saja dulu ini bajunya basah keringat. Kok bisa sampai begini ta pak, panggil dokter saja ya," kata bu Broto sambil berjalan kearah kamar, dan mengambil baju bersih yang kemudian dipakaikannya pada suaminya.

"Ibu panggil dokter ya."

"Nggak bu, cuma masuk angin saja, nanti juga sembuh."

"Jangan suka menyepelekan penyakit. Kalau orang tiba-tiba keluar keringat dingin seperti ini, pasti ada sesuatu, dan sesuatu itu yang tau kan hanya dokter."

"Sudah lah bu, diam saja, kepalaku bertambah pusing mendengar ibu ngomel tidak karuan."

Pak Broto mencari bantal yang ada di sofa itu lalu membaringkan tubuhnya disitu. Bo Broto mengambilkan segelas teh hangat, yang kemudian diangsurkannya pada suaminya.

"Ini teh hangat pak, diminum dulu."

"Nanti saja bu, aku cuma pengin tidur."

"Pindah kekamar saja pak, kan bisa lebih enak tidurnya."

Tapi pak Broto tak menjawab. Matanya terpejam. Bu Brroto sangat khawatir. Suaminya itu seorang pekerja keras. Selama ini badannya sehat-sehat saja, dan tak pernah mengeluhkan apapun. Ada dokter keluarga yang memeriksa kerumah setiap bulan, tapi selalu dikatakannya -bahwa pak Broto sehat-sehat saja. Sekarang, melihat suaminya seperti lemas tak berdaya, bu Broto menjadi sangat khawatir. Dipijit pijitnya kaki suaminya. Pak Broto tetap memejamkan matanya, mungkin tertidur. Bu Broto berdiri dan berjalan kearah telepone. Ia harus memanggil dokter supaya melihat keadaan suaminya.

Mereka hanya berdua saja dirumah besar itu. Baru saja pembantunya keluar. Sejak simbok pergi mengikuti Putri, bu Broto sudah berganti pembantu tiga kali. Semuanya tak tahan pada sikap pak Broto yang terlihat galak, dan selalu berbicara keras. Bu Broto bisa memaklumi, orang masih baru, pasti nggak akan tahan mendengar suara-suara keras suaminya. Hanya simbok yang bisa melayaninya, itupun kalau mendengar suara keras seringkali juga merasa takut. Hanya karena kemudian Putri lahir, dan simbok menjadi pamongnya, maka simbok menjadi sangat betah mengabdi. 

Sore ini melihat suaminya kesakitan, dan bu Broto lari kesana kemari mencari obat gosok, mengganti pakaian, kemudian harus menelpon dokter, baru terasa betapa beratnya hidup tanpa pembantu. 

***

Pagi itu Galang dan Raharjo dipanggil menghadap pak Haris. Tampak segar pak Haris, dan tanpa beban walau telah mengusir keponakannya dari perusahaan miliknya. Ia bersyukur mendapatkan karyawan2 yang walau masih baru tapi selalu cekatan dalam mengerjakan semua tugas-tugasnya.

"Galang Perkasa dan kamu Teguh Raharjo, ini surat pengangkatan kamu. Terimalah. Aku tak perlu menunggu tiga bulan untuk menentukan posisi yang tepat untuk kalian berdua. Perusahaan ini butuh tenaga-tenaga yang mumpuni seperti kalian, segera, karena aku juga sedang membenahi perusahaan cabangku yang lain. 

Galang dan Raharjo duduk diam, hanya mendengarkan apa yang dikatakan pak Haris. 

"Satu yang paling aku pegang dari para karyawanku adalah kejujuran. Sekali saja berbuat yang menyumpang, silahkan minggir. Kamu tau, aku sudah tua, dan aku tak bisa melakukan semuanya sendirian. Tadinya aku mempercayakannya kepada keponakanku sendiri untuk memegang keuangan perusahaan. Tapi yah.. ternyata aku tak bisa memakainya. Retno, bagus, aku suka Retno, dia pintar, dan selalu bisa menangkap semua perintah-perintahku, dan teman-teman  keponakanku adalah kalian berdua, ternyata aku suka kerja kalian."

"Terimakasih atas kepercayaan yang bapak berikan," kata Galang dan Raharjo hampir bersamaan.

"Ada fasilitas-fasilitas perusahaan untuk kalian. Rumah, mobil. Oh ya, aku dengar kalian masih mengontrak ya? Segera pindah kerumah dinas, nanti akan segera ada yang mengurusnya.

"Tapi kami baru mengontrak selama kurang dari setahun, mungkin Raharjo juga begitu," kata Galang hati-hati, takut dikira menolak fasilitas perusahaan yang diberikan.

"Tidak apa-apa, segera pindah, rumah itu layak kok, lumayan besar, nanti sa'at istirahat kalian akan tau. Bukan berdekatan juga diantara kalian berdua, tapi kondisinya sama."

Galang dan Raharjo hanya mengucapkan terimakasih berkali-kali. Ini bukan masalah kedudukan, tapi masalah tanggung jawab. Mereka harus bekerja lebih keras.

"Baiklah, kalian boleh kembali. Tapi nanti dulu, masalah perayaan ulang tahun itu sudah kamu rencanakan Galang? Raharjo bisa membantu kan?"

"Pasti saya akan bantu mas Galang pak."

"Siapa yang akan menari? Kamu, Raharjo, sama... isteri kamu, Galang?"

"Ya pak, rencananya begitu."

"Baiklah, minggu depan akan ada panitia khusus untuk acara tersebut. Aku harap semua berjalan lancar."

"Siap pak," jawab Galang tandas.

"Sekaligus nanti akan aku umumkan kedudukan kalian kepada seluruh staf dan karyawan. Oke, kembalilah keruangan kalian."

Galang dan Raharjo keluar setelah mengucapkan terimakasih.

***

"Aku baru tau namamu Teguh Raharjo," kata Galang pada waktu makan siang bersama.

"Aku  juga baru tau mas Galang itu namanya Galang Perkasa. Gagah sekali, sesuai dengan orangnya," puji Raharjo.

"Aah, kamu Jo, apalah arti sebuah nama. Aku tahunya kamu ya Jo..Jo.. itu lebih manis, bukan?"

"Iya mas, siap. Tapi ini saya lagi bingung mas."

"Bingung kenapa Jo?"

"Kalau aku harus pindah kerumah dinas, dan katanya rumah itu lumayan besar, sementara aku kan cuma sendirian mas, tapi mau menolak ya nggak berani."

"Lha itu solusinya kan gampang ta Jo, cepatlah menikah. Aku bilang apa dari kemarin-kemarin."

"Lha itu mas, yang mau diajak menikah yang belum ada."

"Belum ada, atau belum berani melamar?"

"Mas Galang tuh..." kata Raharjo sambil menunduk. Terbayang olehnya wajah Putri, yang entah sekarang berada dimana. Alangkah bahagianya seandainya ia bisa memboyong Putri kerumah barunya. Pasti itu rumah yang pantas, apakah pak Broto masih mau menghinanya? Ah, tapi kan Putri sudah hilang bagai ditelan bumi, harusnya Raharjo melupakannya. Dan tampaknya ia mulai membayangkan Retno. Tapi ia ragu, maukah Retno menjadi isterinya? Walau pak Haris telah memberinya kedudukan yang tak pernah disangka-sangkanya, tapi  Raharjo masih tetap merasa rendah  diri. Apalagi Retno itu keponakan pak Haris. Merinding Raharjo membayangkannya.

Galang memandangi Raharjo dan tertawa lucu.

"Kamu itu setiap diajak bicara so'al pacar, apalagi isteri, pasti wajahmu terus berubah sendu. Sekarang Retno tidak ada, jawablah terus terang, apakah kamu suka sama Retno?"

"Kamu nggak usah malu mengakuinya Jo, jangan takut jatuh cinta." lanjut Galang.

"Aku takut mas, sungguh."

"Nanti aku akan bantu kamu mendekati Retno."

"Apa mas?"

"Sudaah, nggak usah tanya macam-macam. Atau... jangan-jangan kamu masih mencintai pacar lamamu itu Jo?"

Raharjo terdiam. Masih cintakah ia pada Putri?

"Jo, jawab, aku yakin Retno juga ingin tau isi hatimu yang sebenarnya. Oke, aku rumah pertanyaannya, seandainya pada suatu hari nanti kamu ketemu kekasihmu itu, apakah kamu masih mau menerima cintanya?"

"Kalau dia masih mencintai aku,....."

"Kamu mau?"

Raharjo ragu-ragu, itu kan tak mungkin. Tapi kenapa ia masih selalu membayangkannya? Sampai kapan?

"Kamu akan terus menunggunya? Sampai kamu menjadi kakek-kakek?"

Raharjo terdiam. Dimanakah Putri, masihkah Putri mencintainya? Rasa yang tergulung hari dan masa, apakah masih utuh seperti dulu? Raharjo sendiri juga tak yakin, apakah dia masih mencintai Putri atau tidak. Tapi kalau tiba-tiba ketemu.. aduhai, Raharjo bingung menjawabnya. Padahal harapan itu telah pupus. 

"Jo, hadapilah kenyataan. Ada sa'atnya mencintai tidak harus memiliki bukan? Pandanglah jauh kedepan, kamu tidak bisa selamanya seperti ini. Ada gadis cantik yang setia menemani kamu, apakah itu tak bisa menggugah hati kamu?"

Raharjo tersenyum.

"Nggak mas, jangan dulu menuduh aku begitu, aku lagi bingung. Retno itu cantik, dan sangat perhatian sama aku. Tak mudah mendapatkan gadis seperti Retno, cuma saja kok aku takut ya mas."

"Kamu tuh, jawabanmu muter-muter nggak karuan Jo. Nanti aku bicara sama Retno saja, supaya kamu yakin, rasa hati Retno ke kamu itu seperti apa.

"Mas, jangan mas..."

" Sudah, sekarang bicara so'al lain saja. Bagaimana dengan tarian itu? Sudah siapkan tarian apa?"

"Sebentar mas, baru aku pikirkan."

"Atau mau bicara sama isteriku dulu? Barangkali dia punya ide?"

Tanpa menunggu jawaban Raharjo, Galang segera menelpone Putri.

"Ya mas, ada apa?" tanya Putri dari seberang sana.

"Mau bicara sama Raharjo?  Mungkin tentang tarian yang akan kalian peragakan.,"

"Nggak usah mas, aku terserah dia saja."

"Jo, terserah kamu, kamu sudah punya pilihan?" katanya kepada Raharjo.

"Kalau Karonsih bagaimana?"

"Sayang, Karonsih katanya.Bagsimana?"

"Ya aku terserah saja."

"Mau ngomong sendiri? Ngomong aja sayang, biar enak."

"Ah, nggak usah mas, pokoknya terserah dia saja."

Dan Putri menutup pembicaraan itu.

"Ya sudah Jo, terserah kamu, katanya."

***

Tapi nekatnya Galang, ketika Retno sedang sendirian, ia mengajaknya bicara tentang Raharjo.

"Ret, aku mau bicara."

"Ada apa mas? Sebentar lagi kita akan berangkat melihat rumah dinas itu, pak Haris sudah memerintahkan pak Bono untuk mengantarnya.

"Iya, kan belum, aku mau ngomong dulu sama kamu. Ma'af, agak pribadi, tapi aku ngomong demi sahabat. Sungguh, jangan tersinggung ya."

"Masalah apa nih? Serius amat?"

"Serius dong, aku mau tanya sama kamu, apa kamu cinta sama Raharjo?"

"Lho, mas Galang kok nanya itu..," kata Retno tersipu.

"Ma'af Ret, soalnya Raharjo selalu bilang takut mengutarakan isi hatinya ke kamu."

"Memangnya Raharjo suka sama aku?"

"Jangan begitu Ret, kamu pasti tau isi hatinya Raharjo."

"Mas, sekarang aku mau berterus terang sama mas Galang, aku suka sama Raharjo sudah sejak jaman kuliah dulu."

"Tuh kan..."

"Tunggu dulu mas, tapi aku nggak akan memaksa dia untuk mencintai aku, sungguh, aku hanya menunggu."

"Menunggu dia mengatakannya? Nanti aku bilang sama dia..."

"Bukan itu, aku tuh menunggu sampai Raharjo bisa melupakan kekasihnya. Dia masih belum sepenuhnya melupakan kok mas, jadi aku hanya menunggu, aku nggak akan marah dan kecewa seandainya dia bertemu lagi dengan orang yang dicintainya. Aku tak mau mengganggu. Kebahagiaan dia adalah kebahagiaan aku."

Alangkah mulia hati Retno.

***

besok lagi ya

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...