Wednesday, August 21, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 34

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  34

(Tien Kumalasari)

 

"mBok, mas Galang sudah dalam perjalanan pulang, tolong disiapkan minum, dan juga untuk temnnya ya mbok," perintah Putri kepada simbok ketika Galang mengatakan sudah on the way.

"Baiklah jeng, temannya ada berapa ya jeng?" tanya simbok.

"Cuma satu mbok, dua sama mas Galang."

"Baik jeng. Saya siapkan sekarang."

"Sama tolong kalau-kalau mendengar Adhit menangis ya mbok, saya mau mandi dulu."

"Ya jeng, suami mau datang harus wangi," goda simbok.

"Ah, simbok.." Putri tersipu, dicubitnya simbok, lalu berjalan ke kamar mandi.

Simbok memanaskan sedikit air untuk  membuat teh bagi majikan dan tamunya yang akan datang.

Putri bersenandung kecil, sambil mengguyur tubuhnya. Alangkah segar air siang ini, dan Putri mengguyurnya ber kali-kali. Putri juga menyabun tubuhnya ber kali-kali. Benar kata simbok, suami mau datang, tubuhnya harus wangi. Putri tiba-tiba teringat pada ibunya yang di Solo. Setiap dua hari sekali ibunya selalu memandikan tubuhnya setelah memakai lulur. Hm.. itukah sebabnya bapak sangat mencitai ibuku? Bisik batin Putri. Memang ibunya selalu beraroma wangi, wangi yang sangat klasik, berbeda dengan wangi parfum mahal yang sering ibunya beli di toko. Dan itu lebih menyegarkan. Tiba-tiba Putri ingin menyuruh simbok untuk selalu membuatkan lulur bagi dirinya. Kan simbok juga yang selalu disuruh ibunya untuk memipis ramuan harum itu?

"mBook," teriak Putri dari dalam kamar mandi.

"Ya jeng..." simbok mendekat kepintu kamar mandi agar bisa mendengar apa perintah momongannya.

"Besok, simbok buatkan aku lulur ya?"

"Oh, iya jeng, bagus sekali, seperti keng ibu yang selalu mandi setelah membalur seluruh tubuhnya dengan lulur." 

"Bener ya mbok, tapi bahan-bahannya disini ada nggak ya?"

"Waduh, itu yang simbok nggak tau, ada daun kemuning, temugiring, akar wangi, klabet waron...aduh.. banyak jeng, besok kalau simbok kepasar mau nanya-nanya dulu."

"Ya mbok,"

Lalu Putri kembali membasuh tubuhnya dengan sabun dan mengguyurnya lagi. Tapi tiba-tiba didengarnya suara mobil didepan rumah.

"Waduh, kayaknya sudah pada datang," gumam Putri yang kemudian  buru-buru mengeringkan tubuhnya.

"Jeng, keng raka sudah rawuh tuh.."

"Iya.. iya.. sebentar.."

Dan memang benar, Galang sudah turun dari mobil, tapi Raharjo masih menerima telepone  dari Retno.

"Iya, baiklah, ini sudah sampai."

"Apa kata Retno Jo?"

"Waduh mas, mohon ma'af sekali.. aku nggak bisa mampir, harus langsung kembali kekantor."

"Waalaah Jo, gagal lagi berkenalan dengan isteriku. Ayo dong, sebentar saja, salaman lalu kembalilah ke kantor."

Raharjo turun, tapi dilihatnya yang muncul simbok.

"Silahkan masuk pak, jeng Putri baru mandi. "

"Waduh, baru mandi ?"

"Tuh mas, lain kali saja ya, takutnya pak Haris marah."

"Baiklah Jo, nggak apa-apa,"

"Salam saja untuk bu Galang ya mas."

Raharjo naik kembali kemobilnya dan membawanya keluar halaman.

Galang masuk kerumah setelah menghela nafas panjang. Simbok mengambil koper dari tangan Galang dan membawanya masuk.

Sebelum masuk kekamar dilihatnya Putri juga sudah selesai mandi, masih memakai handuk besaar yang dililitkannya ketubuhnya.

"Ada Raharjo diluar?"

"Nggak, tiba-tiba Retno menelpon bahwa Raharjo harus segera kembali kekantor."

Keduanya masuk kekamar. Wangi yang segar menusuk hidung Galang, mengusik perasaannya yang sesungguhnya sedang galau. Tiba-tiba Putri mendekat, Galang melupakan kejadian buruk yang dialaminya semalam. Dipeluknya Putri, yang menyambutnya dengan penuh kerinduan. Dibiarkannya handuk yang semula melilit tubuhnya terburai kelantai. Semua yang ditahannya selama setahun tertumpah siang hari itu, tanpa ampun. Alangkah indah nya hari ini, bisik Putri yang masih ada didalam dekapan Galang.

"Kamu harum sekali Putri.."

"Dan kamu mas, bau asem," goda Putri.

"Biarin, aku merasa tenang berada dirumah, didekatmu," bisik Galang. Ada kata-kata aneh yang terucap dan membuat Putri bertanya tanya.

"Memangnya selama pergi mas Galang merasa tidak tenang?"

Galang diam sesa'at, peristiwa semalam kembali melintas. Galang turun, mengambil baju ganti yang sudah disiapkan isterinya diatas bangku kecil.

"Mas.."

"Aku mandi dulu, malu.. isteringa wangi tapi aku bau asem.."

"Hmmh... sudah terlanjur." jawab Putri sambil bangkit dari tempat tidur dan mengambil kembali handuk yang masih terserak dilantai. Lalu diambilnya sepotong daster yang juga sudah disiapkannya tadi. dikenakannya daster itu, sambil dipandanginya Galang yang siap pergi kekamar mandi, dengan wajah malu. Galang memeluk isterinya erat-erat. Akankah semua kebahagiaan ini hilang ? Inilah bahagia, bukan kejadian semalam. Galang memeluknya erat, seakan tak akan pernah dilepaskannya.

"Maaas, aku nggak bisa nafas nih..," keluh Putri, tapi ia malah merebahkan kepalanya didada suaminya yang bidang. Galang mencium ubun-ubun Putri, dan mendekapnya lagi. Semua yang dilakukan Galang adalah untuk menghilangkan bayangan buruk semalam, tapi Putri menerimanya sebagai kerinduan Galang yang selama dua malam tidak ketemu. 

"Sudah mas, mandi sana.. dan simbok kan sudah menyiapkan minuman hangat untuk mas."

Galang mencium isterinya lagi lama sekali, baru ia melepaskannya dan keluar kamar menuju kamar mandi.

"Maas, handuknya ketinggalan," teriak Putri.

"Susulkan kemari..." teriak Galang yang sudah hampir sampai di kamar mandi, lalu kemudian menutup pintunya.

"Iih... mas bagaimana sih.."

Galang membuka pintu kamar mandi, menarik handuk yang dibawakan isterinya, sekaligus menarik tangan isterinya masuk kedalam baru ia mengunci lagi kamar mandi itu.

***

Pagi itu Galang sudah siap-siap untuk berangkat kekantor, Putri sambil menggendong Adhitama mengantarkannya sampai ke teras. 

"Mas, kemarin mas mengatakan merasa tenang dirumah, mas belum menjawab pertanyaanku, apa mas merasa tidak tenang selama bertugas?" tanya Putri karena masih merasakan bahwa ada kata-kata suaminya yang janggal.

"Oh ya, apa aku bilang begitu?"

"Mas Galang bagaimana sih?Kemarin bilang merasa tenang setelah sampai dirumah.."

"Apa itu aneh?"

"Kelihatan aneh, sepertinya mas nggak suka ketika melakukan perjalanan dan tugas itu."

"Kamu nih, ya pasti aku tenang berdekatan dengan anak isteri."

"Harusnya bukan itu kata-katanya, tenang diganti senang atau bahagia.. gitu kan? Tapi...."

"Sayang, kamu itu suka mengupas kata demi kata yang mas ucapkan ya.Maksudnya kan juga itu. Sudah, mas berangkat dulu, Adhit, jaga ibu ya sayang.."

Galang mencium kening isterinya setelah Putri mencium tangannya. Lalu Galang mengecup pipi Adhitama. Si kecil ganteng itu tidak sedang tidur, mata beningnya berkejap kejap, bibirnya menyunggingkan senyum merekah. Mungkin ia tau bahwa Galang adalah pelindungnya yang sangat mencintainya. Gemas Galang memandanginya, lalu diciumnya berkali kali anak kesayangannya.

"Sudah mas, berangkat sana, nanti terlambat, jam segini biasanya jalanan sudah macet."

Galang sekali lagi mencium isterinya, lalu melangkah kearah mobilnya, diiringi lambaian tangan isterinya.

"Oh ya, aku belum sempat membongkar koperku kemarin," teriak Galang sebelum memasuki mobilnya.

"Ya, nanti aku yang bongkar mas, pasti banyak yang harus dicuci."

 Ketika Galang sudah berangkat, Putri meletakkan Adhitama di tempat tidurnya, agak ketengah, karena sekarang Adhitama sudah banyak geraknya. Putri sedang berfikir, sebaiknya mereka tidur dibawah saja untuk menghindari terjadi apa-apa mengingat si kecilnya sudah mulai besar. Nanti ia akan mengatakannya pada suaminya.

"Tidur dulu disitu ya sayang, ibu mau membongkar koper bawaannya bapak kemarin, pasti banyak pakaian kotor yang harus dicuci."

Adhitama tertawa sambil menggerak gerakkan kakinya. Pastinya ia ingin berkata, baiklah ibu, aku tungguin ibu disini... Putri tersenyum gemas melihat ulah anak gantengnya.

"Jeng, simbok mau kepasar dulu," tiba-tiba simbok datang sudah membawa keranjang belanjaan. 

"Oh ya mbok, itu uangnya sudah aku siapkan dimeja."

"Mau dimasakin apa hari ini jeng?"

"Terserah simbok saja, asal jangan lupa ada sambal terasi mbok."

"Baik jeng, sekalian simbok mau nanya-nanya, dimana bisa mendapatkan empon-empon, katanya jeng Putri ingin dibuatkan lulur."

"Ya mbok, tapi kalau susah ya nggak usah dipaksakan."

"Ya jeng, simbok berangkat dulu," kata simbok sambil mampir ketempat tidur untuk mencium pipi Adhitama.

Putri segara mengambil koper suaminya yang masih belum sempat dibukanya sejak kemarin. Semuanya pakaian kotor. Dalam hati Putri berfikir, apakah ada pakaian lain yang dia tidak mengenalnya didalam koper itu, seperti yang dikatakan Widi sebelum berangkat kemarin lusa. Tapi ia tidak menemukannya. Sikat, sabun, pasta gigi, handuk, masih yang dibawakannya. Tas kecil berisi obat, oh.. dimana minyak gosoknya, pasti dipakai, lalu ketinggalan dihotel. Baju-baju, kaos sport, celana dalam, masih bekal yang dibawakannya. Barangkali ada baju mahal yang diberikan Widi, tidak, Putri bersyukur, suaminya memegang cintanya dengan kokoh. 

Ketika semua pakaian selesai dikeluarkan, Putri terkejut menemukan botol air minum yang tinggal separo. Ya ampuun, mas Galang .. tinggal separo masih juga dibawa.. kenapa nggak dibuang saja.. pikir Putri.Kalau saja Putri tau, ada campuran obat yang masih tersisa di air minum itu, yang membuat malam terakhir Galang dihotel seperti sebuah neraka.

Ada keranjang sampah dikamar tidurnya, dan Putri membuang botol yang isinya tinggal separo itu ketempat sampah.

***

besok lagi ya

 

 

No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 03

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  03 (Tien Kumalasari)   Melihat wajah pak Truno yang tampak tidak bersahabat, hati Sutris menciut. Ia ingin p...