Monday, August 12, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 24

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  24

(Tien Kumalasari)

Galang menuju ketoko emas dimana dulu dia menjual bros milik Putri. Pemilik toko itu menyambutnya ramah.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Beberapa hari yang lalu saya menjual sebuah bros, seharga 15 juta. Anda masih ingat?"

"Oh ya.. ya, saya ingat bapak...bros yang sangat bagus."

"Kalau saya ingin membelinya lagi, berapa anda mau kasih harga?"

"Waduh bapak, sayang sekali, bros itu sudah dibeli oleh seseorang."

"Bolehkah saya tau siapa dia?

"Dia itu keponakan pak Haris, seorang kaya raya yang langganan ditoko ini. Dulu, begitu anda menjualnya, dia langsung menelpon saya bahwa berapapun harga yang bapak minta saya disuruh membelinya, karena dia yang akan membayarnya. Begitu pak. Kalau saya sendiri... wah.. terlalu mahal itu. Kalau pelayan saya dulu menawar 8 juta itu sudah bagus sekali, saya kira harga sesungguhnya nggak sampai segitu."

Galang tercengang. Ia ingat ketika sedang menjual bros itu, tiba2 ada telpone berdering, dan pelayan toko berkali kali memandang kearahnya. Rupanya itu adalah Widi. Galang sekarang tau, Widi sengaja memeli berapapun harga yang Galang minta. Dia melihat Galang ketika Galang memasuki toko ini. Mungkin ingin membantu, entahlah, dan kemudian bros itu diberkannya kepada Putri. Memang dia kaya raya, tapi kebaikannya dinilainya sangat berlebihan.

"Bagaimana pak, apakah bapak mau yang lain, kami punya yang lebih bagus dan harganya tidak setinggi itu. Keponakan pak Haris itu terlalu nekat, mungkin dia sudah tau tentang bros itu dan sangat ingin memilikinya, entahlah, ketika saya bertanya dia hanya tertawa."

"Oh, nggak, saya hanya ingin bros itu, ma'af."

Galang berlalu dengan membawa jawaban atas pertanyaannya sejak dari rumah sakit itu.Sebelum menstarter mobilnya ia menelpon Widi.

"Hai Galang, aku tadi membezoek isterimu."

"Ya, aku tau, tapi kamu terlalu berlebihan."

"Ada apa Galang? Nada suaramu seperti lagi marah, begitu, apa aku salah?"

"Kamu salah besar."

"Haaaa...."

"Kamu sengaja membeli Bros itu seharga yang tak mungkin terbeli oleh toko ems itu, lalu memberikan bros itu kepada isteriku. Apa maksudmu Widi?"

"Galang, kamu jangan tersinggung, aku hanya ingin membantumu, tolong terimalah apa yang sudah aku lakukan. Katamu kita bersahabat, apa nggak boleh aku membantu sahabat yang lagi membutuhkan bantuan?"

"Apa yang kamu inginkn dengan semua pemberian itu? Aku ingin mengembalikan uang yang 15 juta itu."

"Galang, tolong, kamu jangan tersinggung, kamu jangan mengira aku mempunyai maksud dibalik semua itu, sungguh aku hanya ingin membantu, tolong Galang, jangan kamu kembalikan uang itu, aku tau kamu membutuhkannya.' 

"Tidak dengan cara itu."

"Cara bagaimana Galang, kalau aku langsung memberi uang kepadamu, tak mungkin kamu mau menerimanya, aku tau siapa Galang. Laki2 angkuh yang keras kepala."

 "Widi..!!

"Hentikan marah2 itu Galang, tolong terima saja dan jangan kamu kembalikan, aku ini tulus Galang."

***

Kembali kerumah sakit, Galang menceritakan semuanya pada Putri. Ia tak ingin menyembunyikan apapun dari isterinya. Putri cuma bisa geleng2 kepala. Ia mendapatkan kembali brosnya, juga mendapat uang hasil penjualannya. 

"Tak mungkin mbak Widi mau menerima kalau kita kembalikan uang itu. Dia amat baik sama kamu mas, dia benar2 sahabat buat kamu."

"Entahlah, aku merasa berhutang."

"Mas, ada lagi yang belum aku ceritakan sama kamu, dia ingin kamu bekerja di perusahaan keluarganya."

"Wah... itu..." Galang mengeluh.

"Kenapa mas, menurutku, mbak Widi benar juga, mas bekerja terlalu keras, lebih baik bekerja disana, jam kerjanya teratur. Putri kasihan melihat mas pergi pagi pulang malam, kadang sampai larut baru sampai dirumah."

"Baiklah, nanti aku pikirkan lagi."

"Dia sedang membutuhkan seseorang yang seperti mas, sayang kalau diberikan ke orang lain. Mau ya mas.. "

Galang masih terdiam, kalau setiap hari bertemu Widi, pasti akan ada "gangguan2" yang benar2 mengganggu. Widi kan orangnya nekat. Kalau saja Putri tau, tapi Putri kan tidak mencintai Galang, mungkin ia tak perduli seandainya Widi mengambil Galang sekalipun darinya. Tiba2 Galang merasa sedih. Mungkinkah cintanya tak akan terbalas? Putri hanya baik karena Galang  juga sangat melindunginya, tapi cintakah Putri padanya? Ya Tuhan, dipandanginya Putri, yang masih tampak pucat, walau tidak sepucat kemarin. Lalu disadarinya, bahwa rasa cintanya kepada Putri sangatlah besar. Diraihnya tangan Putri, diciumnya dengan penuh perasaan. 

"Terimakasih kamu mengasihani aku.." bisiknya lembut.

Putri membiarkannya. Akhir2 ini ada rasa aneh, yang membuat jantungnya berdebar setiap kali Galang menyentuhnya. Laki2 tampan yang sangat baik ini, apakah aku mulai menyayanginya? bisik batin Putri. Ia membiarkannya, bahkan ketika lama sekali tangan itu ditempelkannya kepipinya. Galang tidak tau, wajah Putri memerah, dan aliran darahnya tiba2 terasa lebih cepat. Ketika dilihatnya pandangan Galang kearahnya begitu memukau, Putri mengalihkan pandangannya kearah lain. Tersipu dan entah perasaan apa lagi yang memenuhi batinnya.

"Putri...taukah kamu, aku begitu takut kehilangan kamu," bisik Galang.

Putri menoleh lagi kearah Galang, dan pandangan Galang masih tetap sama, tajam dan memukau, aduhai, mengapa baru sekarang disadarinya bahwa wajah itu sangat memikat?

"Putri, kamu dengar perkataanku?"

Putri sekarang berani menatapnya, entah darimana datangnya keberanian itu. Galang menangkapnya, dan setitik harapan kemudian menyembul dipermukaan hatinya. Apakah tatapan itu berarti menyambut perasaannya? Belum pernah Putri berani menatapnya seperti itu. Tak tahan Galang mencium keningnya, dibiarkannya, lalu hidungnya, dan bibirnya. Ya Tuhan, mengapa Putri membiarkannya? Sesa'at keduanya terlena dalam rasa yang entah tak juga mereka sadari. Mereka terkejut ketika tiba2 perawat datang membawa bayinya, sambil berdehem.

Galang melepaskan pelukannya dan tersenyum malu,.

"Sa'atnya nenen, ibu.." kata perawat itu tersenyum, lalu meletakkan bayinya disampung Putri.

Ragu2 Putri membuka baju bagian atasnya, dan menatap Galang dengan tersipu pula.

Galang mengerti, kemudian melangkah pergi, lagi2 duduk disofa. Agak susah payah meredam gejolak yang tadi menyerangnya., Dihampirinya kulkas, diambilnya minuman dingin dan diteguknya sebotol sampai habis tak bersisa.

***

"Bu, aku mendengar tangisan bayi, siapakah yang punya bayi diantara tetangga kita?" tanya Teguh pada suatu pagi.

"Bayi? Ibu tak mendengar apa2, kamu aneh2 saja," jawab bu Marsih sambil menata dagangan yang akan dibawanya kepasar.

"Teguh mendengar jelas, sudah tiga hari ini lho bu, Teguh kira ada orang lewat sambil membawa bayinya yang sedang menangis, tapi kok kali ini Teguh mendengar lagi."

"Kamu itu ada2 saja. Ya sudah ibu mau kepasar, nanti kalau Naning datang suruh membawa yang masih belum sempat ibu bawa, kata bu Marsih sambil berjalan kepintu menuju becak yang sudah menunggunya didepan rumah. Teguh membantunya.

Sampai becak itu menghilang, Teguh masih memikirkan suara bayi itu. Kalau tak ada yang punya bayi, mengapa ia seringkali mendengar tangisan bayi?

"Lhoh, ibu sudah berangkat?" tiba2 suara nyaring itu datang begitu saja.

"Sudah, habisnya kamu kelamaan," gerutu Teguh.

"Mau berangkat lalu perutku sakit mas, ya sudah mana yang harus aku bawa."

"Itu, masih ada satu keranjang lagi."

Ketika Naning mau berangkat, Teguh masih menanyakan tentang suara bayi itu.

"Ning, ada yang punya bayi ya disekeliling rumah ini?"

"Bayi? Nggak ada.. siapa yang bilang bahwa ada yang punya bayi?"

"Aku mendengar suara bayi, sudah tiga hari ini."

"O, itu suara bayi kuntilanak .." jawab Naning sambil menjinjing keranjang yang tersisa dan dinaikkannya keatas sepedanya.

Ia terkekeh sebelum menggenjot sepedanya.

Bayi kuntilanak? Merinding bulu kuduk Teguh. Masih penuh tanda tanya dibenak Teguh ketika ponselnya berdering. Dari Retno.

"Galang, kamu lupa?" suara dari seberang."

"Iya, ingat kok, ini mau berangkat nemuin kamu. Ada apa sih?"

"Nanti saja kita bicaranya. Aku mau menawarkan kamu untuk sebuah pekerjaan di Jakarta."

"Wah, jauh amat?"

"Galang, ada saudara yang mau membantu kita. Aku dan kamu. Disini cari pekerjaan susah. Memangnya kenapa kalau jauh? Masih di pulau Jawa kan? Masih Indonesia kan?"

"Tapi..."

"Nanti bicara lagi sa'at kita bertemu, cepatlah datang, aku tunggu."

"Baiklah."

***

Hari itu Putri sudah boleh pulang kerumah. Hanya seminggu Putri dirawat disana, dan sekarang sudah tampak sehat. Bu Broto masih menunggui Putri di Jakarta. Galang membelikan sebuah springbed yang diletakkan dikamar Putri. Agak berdesakan, sementara Putri dan bayinya tidur dalam satu kasur yang tak begitu besar. Bu Broto menerima keadaan itu karena Galang menolak keras bantuannya. Ia menghormati pendirian Galang yang tak mau selalu dibantu oleh mertuanya.

Galang memilih tidur di sofa, dan itu sangat membahagiannya. Berdesakan dalam satu rumah bersama isteri, anak dan mertuanya serta pembantunya. Ia merasa rumah itu sangat hangat oleh cinta diantara mereka. Oh benarkah ada cinta dihati Putri. Galang tak yakin, tapi kenapa ia tak menolak ketika Galang menciumnya? Ciuman yang hangat dan lama, dan selalu terbawa dalam mimpinya. Pasti ada cinta, dan Galang sibuk menghibur dirinya sendiri.

Sudah seminggu Galang tak mengoperasikan mobilnya. Sehar hari sibuk menimang bayi dan .. isterinya juga kan? Ah, bahagia itu indah, cinta juga indah, semoga cinta yang dirabanya tak tercela.

"Mas, tadi Widi menelpon."

"Ada apa lagi?"

"Mas, pekerjaan itu, tolong terimalah saja. Itu sebuah budi baik, jangan ditolak lah mas."

"Kmu ingin aku bekerja disana?"

"Aku tak ingin mas terlalu capek. Kalau mas selalu berangkat pagi dan pulang malam, nanti nggak ada waktu buat Adhitama, hayoo.."

Galang tersenyum, benar juga kata isterinya. Kalau dia berangkat pagi, lalu anaknya belum bangun, trus pulang malam, anaknya sudah tidur, alangkah sedihnya.

"Tadi mbak Widi juga bilang, ada saudaranya yang dari Solo juga mencari pekerjaan, dan tampaknya diterima."

"Haa.. pasti menyenangkan ketemu sesama orang Solo. Baiklah, aku terima saja."

***

bespk lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...