Sunday, August 11, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 23

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  23

(Tien Kumalasari)

Putri menimang benda kecil bercahaya yang diberikan Wiri. Ada secarik kertas kecil bertuliskan SELAMAT BUAT PUTRI ATAS KELAHIRAN PUTRA PERTAMA.

"Kamu suka Putri?" tanya Widi sambil tersenyum.

Putri tak mampu berkata kata. Benda kecil itu adalah bros. Bros yang sangat mirip miliknya, yang dijual beberapa hari lalu. Bukan, bukan hanya mirip, tapi persis sekali. Lebih bersinar karena mungkin telah digosok dan dibersihkan, entahlah.

"Kamu suka Putri?" Widi mengulang pertanyaannya.

"Oh, eh... suka.. tt..tapi.. ini.. pp..asti mahal mbak," jawab Putri gugup.

"Nggak Putri, untuk seorang sahabat, apakah ada yang mahal? Kalau kamu suka, aku pasti juga akan suka. Kamu nggak suka?"

"Suk.. suka.. pasti aku suka mbak.. terimakasih banyak," jawab Putri agak gagap. Pikirannya melayang kemana mana. Apakah ada sebuah kebetulan yang begini luar biasa? Dia menjual barang dan tiba2 barang itu dibeli oleh seseorang lalu diberikannya kembali padanya. Ini sangat sangat dan sangat luar biasa. Kebetulankah? 

"Baiklah Putri, yang penting kamu suka, sekarang aku mau pamit dulu, karena harus segera kembali ke kantor."

"Oh, gitu ya mbak, baiklah, terimakasih banyak atas semuanya, aku berhutang nyawa sama mbak Widi, juga berhutang budi, dan..."

"Stop Putri, jangan lanjutkan, ingat Galang adalah sahabatku dan tentu saja kamu juga akan menjadi sahabat terbaikku. Oh ya, aku minta tolong Putri, bujuklah Galang agar mau bekerja dikantorku. Kami sedang membutuhkan tenaga seperti Galang, sayang kalau diberikan orang lain."

"Mengapa mbak Widi nggak langsung bilang saja saja mas Galang?"

"Susah ngomong sama dia, sudah pernah aku tawarkan tapi dia tampaknya tak tertarik. Padahal aku kasihan melihatnya menjadi driver taksi online, nggak ada istirahatnya, dan duitnya juga nggak seberapa."

"Iya sih.."

"Tolong Putri, bujuk dia, kasihan kalau dia kecapean bukan?"

"Baiklah mbak, nanti aku akan bilang sama dia."

"Terimakasih Putri, cepet sehat ya, nanti kalau kamu sudah boleh pulang kita merayakan kebahagiaan ini bersama sama ya." kata Widi sambil berlalu. Putri hanya tersenyum dan mengangguk.

***

Dirumah Galang, bu Broto merasa sangat prihatin melihat rumah kontrakan itu. Hanya ada satu kamar dan satu lagi kamar yang sangat kecil didekat dapur, untuk simbok. Perabotan rumah yang sangat sederhana, jauh dari rumah keluarga Borot yang ada di Solo. Pekarangan luas, ada kebun bunga didepan dan samping rumah, ada kebun buah dibelakang rumah. Penuh perabotan mewah, dan banyak kamar tersisa dirumah sebesar itu.

"Galang," kata bu Broto setelah mandi dan berganti pakaian.

Galang mendekat setelah selesai mengepak baju2 Putri yang harus dibawanya.

"Rumah ini terlalu kecil untuk kalian," lanjut bu Broto.

"Nggak apa2 bude, kami kan keluarga kecil,"

"Tapi hanya ada satu kamar, padahal nanti akan bertambah lagi satu penghuni kecil. Kamarnya juga sempit."

"Bude, kami sudah berjanji akan memulai hidup dengan keadaan yang sederhana, seadanya, semampu kami membangunnya. Mohon ma'af bude, jangan samakan rumah kontrakan ini dengan rumah bude yang di Solo."

"Bukan menyamakan, setidaknya cari rumah yang pantas. Bude akan membantu."

"Jangan bude, sudah banyak bude memberi untuk kami. Mobil itu juga dari penjualan gelang dari bude. Rumah ini kami kontrak dari tabungan Galang yang tak seberapa, dan perabot ini Putri yang membeli, mungkin dari tabungan Putri dan hasil penjualan sebagian perhiasannya. Galang sudah merasa bersalah karena Putri ikut menderita kekurangan. Tapi Putri sudah bejanji akan hudup bersama pria miskin ini bude."

"Tapi Galang,"

"Sudahlah bude, bude juga sudah membayar semua biaya rumah sakit, termasuk ruang inap yang sangat mewah, itu diluar kemampuan Galang. Galang sangat berterimakasih karena Putri merasa lebih nyaman setelah melahirkan."

"Maukah kamu mencari kontrakan yang sedikit lebih besar..dan.. bude akan bantu."

"Tidak bude, terimakasih atas semuanya, dan jangan membuat Galang lebih merasa bersalah lagi karena bude harus mencarikan kontrakan lagi untuk kami. Biarlah begini saja bude, tolong.."

Bu Broto berlinang air mata. Begitu kukuh pendirian menantunya. Begitu tegar menghadapi hidup yang sulit di ibu kota, tapi begitu sayangnya dia kepada isterinya. Ya Tuhan, adakah menantu yang lebih baik dari Galang?

"Bude, kalau bude mau beristirahat dulu, silahkan dikamar itu, nanti kalau Putri sudah pulang Galang akan mengatur bagaimana baiknya. Mungkin Galang akan membeli satu springbed lagi untuk bude. Putri biar sama bayinya,."

"Bagaimana dengan kamu?"

"Galang bisa tidur dimana saja bude, jangan memikirkan Galang. Nah, sekarang lebih baik  bude beristirahat dulu, nanti sore Galang jemput untuk melihat Putr dirumah sakit."

Bu Broto tak bisa menolak. 

"Oh ya bude, apakah bude ingin memberi nama untuk cucu bude?" tiba2 Galang teringat sesuatu.

"Itu kan anakmu Galang, biar kamu saja yang memberinya nama."

"Bagaimana kalau Abimanyu? Adhitama... atau...

"Abimanyu itu anaknya Arjuna, bagus, tapi nggak.. Adhitama bukankah lebih bagus? Itu artinya tampan dan indah Galang, Bude setuju."

"Ahaaa.. Adhitama... baiklah bude, terimakasih banyak, sekarang Galang akan kembali kerumah sakit dulu.

"Hat2 nak." kata bu Broto sambil tersenyum bahagia.

***

 Begitu memasuki ruang inap isterinya, dilihatnya Putri sedang menyusui bayinya. Galang memekik gembira..

"Hai, Adhitama, anakku..."

Putri terkejut, dipandanginya Galang dengan penuh tanda tanya.

"Adhitama?"

"Ya, itu nama bagus untuk anak kita Putri."

"Aah.. iya mas, bagus sekali, lihat, dia melirik kepadamu. Tiba2 Putri melepaskan bayinya dan dengan cepat menutupi dadanya. Ia tiba2 merasa malu karena Galang memandangi dadanya yang sedang disusu bayinya.

Bayi itu menangis tentu saja. Kan dia belum kenyang.

"Putri, mengapa kamu melepaskannya? Ya Tuhan, apa kamu lupa bahwa aku ini suamimu Putri?"

"Ma'af mas, belum terbiasa."

"Baiklah, aku akan duduk disana, lanjutkan menyusui, kasihan dia menangis tuh," kata Galang sambil menjauh lalu duduk disofa setelah meletakkan barang2 bawaannya.

Simbok juga merasa aneh melihat momongannya malu menyusui dipandangi suaminya.

"Jeng Putri kok aneh, menyusui didepan suami kenapa malu?"

Putri ataupun Galang tak bisa menjawabnya. Sesungguhnya dada Galang memang sedikit bergetar melihat pemandangan yang tak pernah dilihat sebelumnya. Ya Tuhan, itu milikku tapi aku belum pernah melihatnya, apalagi menyentuhnya. Disandarkannya kepalanya ke sandaran sofa, untuk menenangkan hatinya.

Putri juga merasa bersalah, pasti tampak aneh menyusui dan enggan dilihat suaminya. Tapi benar2 Putri merasa malu. Ia belum pernah memperlihatkan hal2 tersembunyi yang seharusnya boleh dilihat suaminya. Barangkali aku harus belajar, dan harus membuatnya biasa, batin Putri, tapi tidak sekarang bukan? Alangkah malunya... 

Ketika perawat datang, bayi Putri sudah tertidur. Ia akan membawanya keruang bayi, tapi Galang menahannya.

"Biarlah disini sebentar lagi suster, ayahnya masih ingin menggendongnya," kata Galang.

"Baiklah pak, silahkan menggendong sebentar saja, tapi pelan2 ya pak, dia sedang tidur."

Perawat memberikan si bayi, kemuadian keluar, diikuti simbok.

Galang menggendong bayinya dan mendekat kearah Putri.

"Lihat, dia mirip aku bukan? Sama2 ganteng bukan?" kata Galang sambil menunjukkan wajah bayinya kearah Putri.

"Iya mas, sama2 ganteng."

"Iya dong, Adhitama, anak bapak... " Galang mengayun ayunkan bayi kecilnya dengan penuh kasih sayang. Putri tersenyum, dalam hati ia bersyukur karena mendapatkan suami yang juga mencintai anaknya. Sekilas wajah Teguh terbayang dimatanya, karena sesungguhnya si kecil yang ganteng itu sangat mirip Teguh yang telah membuatnya terlahir didunia. Tapi wajah itu dikibaskannya. Barangkali Teguh sudah menyelesaikan kuliahnya, dan telah menikah dengan gadis itu.. yang.. siapa namanya.. Putri lupa, apakah gadis itu dulu juga menyebutkan namanya? Putri tak ingin mengingatnya.

Tiba2 Galang melihat sebuah kotak kecil dimeja didekat Putri terbaring.

"Ini apa?"

"Oh iya mas, sampai lupa  bilang, tadi mbak Widi datang kemari."

"Widi?"

"Iya, sebelum berangkat kekantor mampir kemari dan memberikan itu. Coba mas buka, pasti mas akan terkejut melihatnya.

Galang mengulurkan kotak kecil itu kepada Putri yang kemudian membantu membukakan kotaknya karena Galang tak bisa membuka hanya dengan sebelah tangannya. Takut Adhitama terbangun pastinya.

Dan Galang benar2 terkejut.

"Ini... bukankah ini..."

"Ya, itulah mas, adakah sebuah kebetulan yang begitu luar biasa? Kita menjual bros itu kemudian seseorang memberikannya lagi kepada kita sebagai hadiah."

"Ini aneh..."

Dan siang itu juga Galang pamit untuk keluar sebentar setelah memberikan anaknya kepada perawat jaga.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...