Saturday, August 10, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 22


SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  22

(Tien Kumalasari)

Terdengar suara terkekeh dari seberang sana, tapi tak menjawab darimana dia dapatkan nomer kontaknya.

"Itu kan nggak penting Galang, yang jelas aku kok merasa bahwa kita ini sebenarnya jodoh, tapi kamu sengaja mengubah takdir itu."

"Hentikan Widi, aku sedang dirumah sakit, isteriku melahirkan."

"Haa.. melahirkan? Sudah berapa bulan kamu menikah Galang, kamu menghamilinya sebelum menikah, atau anakmu lahir prematur?"

Karena kesal, Galang menutup ponselnya. Tapi kemudian ponsel itu berdering lagi. Galang tak perduli. Ia kembali masuk kedalam rumah sakit, menelpon teman2nya yang semalam sanggup mencarikan donor, tapi belum ada berita. Galang duduk dikursi tunggu di lobbi rumah sakit itu. Ponselnya kembali berdering, Widi lagi, Galang tak ingin mengangkatnya. Ia ingin mematikan saja ponselnya, tapi dia kan sedang menunggu berita dari teman2nya? Tiba2 timbul keinginan Galang untuk menanyakan apa golongan darah Widi. Siapa tau cocog, persetan dengan bicaranya yang nggak karuan,persetan darimana dia mendapatkan nomor kontaknya, yang penting isterinya mendapat pertolongan. Itulah sebabnya ketika ponsel kembali berdering maka Galang mengangkatnya.

"Ya ampun Galang, jadi orang jangan sombong begitu kenapa sih, mentang2 kamu ganteng ya.."

"Widi, apa golongan darah kamu?"

"Eh, kenapa emang pake nanya golongan darah segala?"

"Isteriku perdarahan semalam, sekarang butuh donor darah, aku lagi menunggu berita dari teman2ku.

"Haaa... begitu rupanya, golongan darahku O tuh," 

"Widi, bolehkah aku minta tolong sama kamu?"

"O, aku tau, kamu minta agar aku mendonorkan darah untuk isteri kamu?"

"Kalau kamu tidak keberatan...tapi aku tidak memaksa, aku bisa menunggu teman2ku."

  "Galang, aku ini katamu sahabat baik kamu, ya pastilah aku mau membantu, baiklah, aku akan kerumah sakit dan mendonorkan darahku untuk isterimu."

"Sungguh?"

SMS kan alamat rumah sakitmu sekarang."

*** 

Galang merasa lega. Biarpun segan berurusan dengan Widi tapi keselamatan isterinya lebih penting. Ia menelpon bu Broto lagi, kalau kelamaan ia akan menjemputnya.

"Hallo bude, ini sampai mana?"

"Aku sudah didepan rumah sakit Galang, ini lagi berhenti."

"Bude sama siapa?"

"Sendiri Galang, pakdemu kan sibuk," jawab bu Broto sekenanya. Nggak enak rasanya mengatakan bahwa pak Broto nggak mau ikut bersamanya.

"Aku jemput bude kesitu ya," Galang berdiri dan berjalan kearah halaman. Dilihatnya bu Broto keluar dari taksi, lalu ia bergegas menghampirnya.

"Bagaimana isterimu?"

"Masih menunggu donor bude," jawab Galang sambil meminta tas besar bawaan bu Broto yang semula dijinjingnya.

"Biar bude saja, nggak apa2 kok, bude pasti kuat."

"Nggak bude, sudah dapat kok."

"Sudah dapat pendonor maksudmu?"

"Ya, seorang teman, sebentar lagi dia mau datang kemari."

"Oh, syukurlah."

Mereka berjalan kearah ruang operasi, dan meminta ijin agar bisa masuk untuk menemui Putri.

Bu Broto menangis sesenggukan begitu melihat keadaan Putri. Putri hanya sebentar2 membuka matanya, tapi ada sorot mata bahagia ketika melihat ibunya.

Sekantong darah bergantung disana, mengaliri tubuh Putri yang lemah. Bu Broto memeluk Putri, melepaskan kerinduan yang berbulan bulan ditahannya.

"Putri, kamu akan sehat dan kuat. Ibu menungguimu disini," ujar bu Broto menahan isak.

"Kita sudah mendapatkan donornya Putri, kamu akan sehat," sambung Galang sambil menggenggam tangan Putri erat2.

"Mana cucuku?" tanya bu Broto sambil melihat kesekeliling.

"Ada diruang bayi bude, mari Galang antar bude melihatnya. Dia ganteng seperti Galang," canda Galang yang dibalas cubitan kecil dilengannya oleh bu Broto. Bu Broto sangat bahagia menyaksikan perhatian dan cinta Galang kepada Putri dan bayinya. Ia bersyukur, Puteri mendapatkan pelindung yang sangat baik.

  Galang kemudian mengantarkan mertuanya keruang bayi yang tak jauh dari ruang dimana Puteri dirawat, diikuti simbok yang berjalan dibelakangnya dengan penuh semangat.

"Itu anak Galang bude, cucu bude," seru Galang sambil menunjuk kearah bayi yang tergolek dikamar, tepat disamping kaca yang terbentang disepanjang ruang bayi itu.

Seorang bayi mungil yang tampan, tergolek tertidur pulas.

"Cucuku, o.. cucuku...ini eyang le...ini eyangmu.." bisik bu Broto penuh haru.

"Ganteng sekali bukan? Seperti ayahnya," simbokpun ikut2an berkomentar.

***

  "mBok, kamu mau pulang dulu, atau mau menunggu disini saja?"tanya Galang sambil mengangsurkan minuman dan sebungkus nasi untuk simbok.

"Biar simbok disini dulu pak, simbok nggak akan pulang sebelum melihat jeng Putri sehat,"kata simbok. 

"mBok, aku berterimakasih sekali sama kamu, yang selalu meladeni Putri dengan penuh kasih sayang," kata bu Broto sambil memeluk simbok.

"Bu, jeng Putri kan anaknya simbok juga, dari bayi sampai sekarang punya bayi, ya tetep anaknya simbok," kata simbok dengan mata berkaca kaca.

"Galaang.." tiba2 sebuah teriakan bergema, dan semuanya menoleh kearah datangnya suara. Seorang gadis cantik menghambur kearah Galang dan memeluknya. Galang mendorong pelan tubuh cantik itu.

"Itu mertuaku," kata Galang sambil menjauh dari Widi, gadis cantik yang baru saja datang itu.

"Oh, ibu, apa kabar, saya Widi, temannya Galang," sapa Widi sambil mencium tangan bu Broto.

"Iya nak, terimkasih, saya bu Brotoo, mertuanya Galang," sambut bu Broto ramah.

"Galang, saya siap mendonorkan darah untuk isteri kamu."

"Baiklah, ayo ikut, aku bilang dulu sama perawatnya.

Widi mengikuti Galang, sementara bu Broto dan simbok kembali duduk dibangku tunggu.

"Makanlah dulu mbok, kamu kan dari semalam belum makan."

"Iya bu, terimakasih, ibu sendiri dahar apa?"

"Aku masih punya rroti yang diberikan di pesawat tadi. Ayo dimakan mbok, setelah itu aku mau ke sana, menanyakan biaya untuk Putri. Nnti akan aku pesankan sekaliyan kamar yang bagus untuk Putri.

***

Hari iu Widi benar2 berhasil mendonorkan darahnya untuk Putri. Galang sangat berterimakasih untuk itu, demikian juga bu Broto. 

"Terimakasih lho nak Widi, ini sangat berharga, nak Widi seperti menyambung nyawa Putri," kata bu Broto sambil menyalami tangan Widi, ketika Widi berpamit untuk pulang.

"Nggak usah berterimakasih bu, Galang itu sahabat saya, sudah sepantasnya kalau saya membantunya. Sekarang saya pamit dulu, soalnya harus segera kekantor."

"Baiklah nak, hati2 ya."

Widi keluar dari rumah sakit itu, Galang mengantarnya sampai ketempat parkir.

"Kamu naik mobil sendiri?"tanya Galang.

"Iya, waktu itu mobilku ada di bengkel, jadi terpaksa naik taksi online, dan kebetulanlah waktu itu ketemu kamu.

"Terimakasih banyak ya."

"Galang,kamu masih belum mau bekerja kantoran?"tanya Widi sebelum masuk ke mobilnya.

"Nanti aku pikirkan lagi, sekarang ini lagi fokus untuk isteriku."

"Baiklah, aku pasti akan membantumu, hubungi aku setiap sa'at."

Ketika Widi menjauh, Galang belum memutuskan untuk bekerja dikantor Widi atau tidak. Ia tau, Widi memiliki keluarga yang kaya raya, dan pasti akan dengan mudah bisa membantunya, tapi sikap Widi terkadang membuatnya takut.

***

Hari itu Putri sudah keluar dari ruang perawatan. Bu Broto memesankan kamar VIP yang sangat tak terduga oleh Galang. Galang mencegahnya tapi bu Broto memaksa.

"Jangan menolak Galang, ijinkan aku juga memikirkan anak isterimu."

Galang juga terkejut ketika bu Broto juga telah membayar semua biara selama Putri dioperasi, tapi ia tak kuasa menolaknya.

Pagi itu ketika selesai makan pagi dengan disuapi simbok, datang tamu untuk Putri. Gaalang sedang pulang untuk mengambil baju ganti untuk Putri, bersama bu Broto.

"Selamat pagi."

Putri tercengang karena tidak mengenal wanita itu, tapi simbok mengenalnya.

"Jeng, itu temannya pak Galang yang sudah mendonorkan darah untuk jeng Putri,"kata simbok ketika melihat Putri bengong.

"Oh, ini yang diceritakan mas Galang? mBak Widi ya?"sapa Putri.

"Iya, Putri. Bsgaimana keadaanmu?"

"Sudah jauh lebih baik mbak, terimakasih banyak atas perhatiannya ya."

"Sama2 Putri, ini hadiah untuk kamu," kata Widi sambil mengulurkan sebuah bungkusan kecil.

"Apa ini mbak?"

"Hadiah untuk kamu, bukalah."

Putri membuka bungkusan itu, dan kemudian ia terpekik ketika melihat isinya.

"Ya Tuhan...."

***

besok lagi ya


No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...