Thursday, July 25, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 06

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  06

(Tien Kumalasari)

Tiba2 saja Naning nyelong masuk dan nimbrung berbicara tanpa tau apa sebenarnya yang dibicarakan. Ia mengira Teguh mengatakan bahwa Teguh dan dirinya saling jatuh cinta. Begitu masuk Naning lalu menghambur kearah Teguh dan berusaha memeluknya. Beruntung Teguh menghindar, dan Naning jatuh terjerembab kelantai.

"Adduuhh... " rintihnya sambil berusaha berdiri.

Taguh bukannya membantu Naning berdiri, malah tertawa terbahak bahak. Bu Marsihpun tersenyum, tapi matanya melotot kearah Teguh, seakan menegur Teguh yang justru mentertawakannya bukan menolongnya.

"Mas Teguuhhh..." Naning merengut, sambil duduk dikursi ia mngelut elus lututnya yang terasa nyeri.

"Teguh, jangan begitu ah," tegur bu Marsih.

"Salahnya sendiri, main sosor saja.. Nanti saja bu ceritanya, Teguh mau mandi dulu." kata Teguh sambil melangkah kekamarnya.

"Bu Marsih, lihat tuh.. katanya saling cinta tapi mas Teguh malah membuat saya tersungkur. Udah gitu saya malah diketawain," keluh Naning sambil masih saja mengelus elus lututnya.

"Ya sudah, kamu juga sih, datang2 sudah mau nubruk aja."

"Lha katanya saling mencintai, kok gitu?" Naning merengut.

"Sudah, jangan dulu mikir cinta2an. Kalian ini masih sangat muda.Nanti kalau sudah sa'atnya, dan kamu memang jodohnya Teguh, pasti akan jadian kok."

"Bener ya bu?"

"Sudah, sekaang bantuin ibu menyiapkan yang akan dimasak besok."

***

Ketika Putri mau langsung masuk kekamarnya, pak Broto memanggilnya.

"Duduk disini dulu!" perintahnya tandas.

"Ma'af bapak," lirih Putri bersuara, sambil menundukkan kepala, kemudian duduk dihadapan ayahnya.

"Kamu ini sudah pintar berbohong ya. Ada2 saja akal2an kamu untuk membodohi orang tua. Kamu tau, bapak bersikap begini itu juga demi kebaikan kamu. Kamu itu masih muda,sa'atnya memikirkan sekolahmu. SMA saja belum selesai sudah berfikir mengejar laki2 yang belum jelas jluntrungnya. Berfikir nduk.. berfikir.. perbuatan kamu itu menyakiti orang tua. Tau?"

Putri hanya mengangguk. Air matanya mulai meleleh turun. Ia mengerti, memang masih terlalu muda, tapi apa salah kalau mencitai seseorang?

"Mulai besok, Sarno akan menunggui kamu mulai kamu masuk ke pekarangan sekolah sampai keluar lagi kemudian mengantarmu sampai kerumah."

Putri mengangkat mukanya. Dipandanginya wajah ayahnya yang tampak keruh dan penuh kemarahan. Astaga, mana bisa ia menemui kekasihnya walau sebentar saja?

"Dan jangan berfikir untuk membuat kebohongan2 lagi, Jangan mengarang alasan untuk mendapatkan kesempatan bertemu dengan laki2 itu."

Putri mengusap air matanya. Tak sepatahpun ia mampu menjawab kata2 ayahnya. Semakin dia menjawab akan semakin panjang kata2 ayahnya yang akan didengarnya.

"Dan satu lagi, kamu tidak usah ikut lagi latihan menari."

"Tapi bapak, bulan depan kami akan pentas dan....."

"Tidak boleh. Nanti kamu akan ketemuan lagi sama dia."

Putri ingin mengatakan lagi sesuatu, tapi pak Broto sudah berdiri dan meninggalkannya . 

***

"Teguh, sekarang coba cerita sama ibu. Kemarin kamu mau mengatakan apa tentang temanmu yang bernama Putri? Kamu dan dia saling jatuh cinta?" tanya bu Marsih ketika Teguh sedang berkemas akan pergi kuliah.

"Ya bu, kami bertemu ketika latihan menari bersama sama."

"Lalu kenapa kemarin dia menangis disini?"

"Hubungan Teguh dan Putri tidak disetujui ayahnya."

"Mungkin karena kalian masih sangat muda."

"Bukan, Putri itu anaknya priyayi, bangsawan yang kaya raya. Dan Teguh ini kan hanya orang biasa." ujar Teguh dengan tatapan mata sedih.

"Ya sudah, kalian ini kan masih muda, sebaiknya tidak memikirkan cinta terlebih dulu. Pikirkan sekolahmu le, nanti kalau pendidikan kamu terganggu gara2 cinta2an, ibu kan sedih. Dulu waktu bapakmu mau meninggal, beliau berpesan agar ibu menjadikanmu orang yang pintar, berpendidikan, supaya kamu memiliki masa depan yang baik."

Teguh menundukkan kepalanya.

"Ya bu, Teguh tak akan mengecewakan ibu, dan pasti melakukan apa yang menjadi pesan bapak almarhum."

 "Ya sudah le, sebaiknya kamu tidak usah memikirkan dia lagi. Apa dia juga teman kuliahmu?"

"Dia masih SMA bu."

"Naa, apalagi masih sekolah. Wis le, mikir sekolah dulu. Jangan sampai karena hal itu lalu sekolahmu terganggu."

Teguh mengangguk pelan. Ia kemudian berdiri, sambil mengusap air matanya yang sempat bergulir, lalu mencium tangan ibunya.

"Sudah, jangan sedih... semangat ya le."

Teguh tersenyum, lalu mengambil tas berisi perangkat kuliahnya. Dalam hati ia berkata, akan bisakah dia melupakan Putri yang dicintainya?

***

"Ibu, tolong bilang sama bapak supaya mengijinkan Putri ikut latihan menari ya," rengek Putri kepada ibunya ketika malam2 ibunya duduk sendirian.

"Lhah, mana berani ibu bilang begitu sama bapakmu. Kamu kan tau, kalau bapak sudah bilang tidak itu ya tidak. Tak seorangpun bisa mengubahnya."

"Tapi kan Putri harus pentas bulan depan bu, dua minggu lagi."

"Mau bagaimana lagi nduk, bapakmu sudah melarang, ya jangan nekat."

"Kan kasihan penyelenggaranya bu, harusnya aku jadi Lara Ireng, nggak akan ada yang bisa menggantikan bu."

"Terus.. Teguh itu jadi apa?"

"Jadi Permadi bu, lakonnya kan Parta Krama."

"Hm, kamu mencari kesempatan untuk bertemu Teguh kan?"

"Bukan bu, karena pentas itu, hanya Putri dan dia yang bisa melakukannya. Kalau diganti orang lain susah, kasihan kan, waktunya nggak lama lagi."

"Ya sudah, bilang sana sama bapak, kalau ibu nggak berani, naanti ibu dibentak malah jatuh pingsan."

"Bu, tolonglah bu.. Putri janji nggak akan melakukan hal2 yang nggak disukai bapak."

"Ini kan salah kamu juga, kamu berbuat yang macam2, pakai membohongi orang tua segala, ya begini ini jadinya."

"Bu, Putri janji.. ini demi penyelenggara pentas itu bu, kasihan, kalau ibu nggak percaya, ibu boleh mengantar Putri dan melihat Putri latihan.. sampai pentas itu selesai bu.." Putri terus merengek, dan akhirnya bu Broto tak sampai hati menolaknya.

Namub begitu bu Broto menyampaikan keinginan itu, pak Broto justru marah2.

"Tidak itu tidak, artinya tidak!! Ibu itu jangan gampang dibodohi sama anakmu itu, dia itu hanya ingin ketemuan sama si Teguh, bukan untuk latihan menari."

"Pak, latihan itu untuk pentas yang akan diselenggarakan 2 minggu lagi. Kalau Putri nggak datang, kasihan penyelenggaranya. Putri itu jadi lakonnya pak."

"Biar saja jadi lakon atau tidak, apa urusannya sama aku."

"Putri itu jadi pemeran utama pak, nggak ada yang bisa menggantikan, disa'at yang hanya kurang dua mingguan lagi."

"Ya biarin ta, apa perempuan selain Putri nggak ada?"

"Waktu latihannya mepet pak."

"Kok ibu jadi tiba2 ngebelain Putri. Ibu nggak kapok dibohongi anakmu sendiri? Orang itu ya, kalau sudah sekali berbohong, maka pasti akan diikuti dengan kebohongan2 yang lain. Dan kalau sekali berbohong itu berarti dia sudah nggak lagi bisa dipercaya."

"Bapak kok begitu amat sama anaknya sendiri."

"Lha kenyataannya memang berkali kali bohong kan? Apa kata2 bapak ini salah?"

"Putri berjanji tidak akan melakukan hal2 yang tidak baik. Ia bahkan bersedia ketika latihan dan pentas ditungguin sama ibu."

"Apa?"

"Ini demi penyelenggara pentas itu pak, kasihan kalau gagal sementara undangan sudah tersebar."

Pak Broto terdiam. Tampaknya dia memikirkan sesuatu. Bu Broto sedikit lega, melihat wajah pak Broto tidak segarang tadi. Mungkin kata2 bahwa ibunya mau menungguin putrinya latihan dan pentas, sedikit membuatnya bisa mengendapkan amarahnya.

"Apa ibu mau, ikut Putri latihan, dan menungguinya sampai dia pulang?"

"Ya pak, ibu akan ikut setiap kali Putri latihan.Juga ketika pentas nanti."

"Baiklah kalau begitu, tapi ibu harus berjanji akan mengawasi setiap gerak gerik Putri dan si Teguh itu."

***

Dua kali latihan itu bu Broto benar2 menunggui anaknya. Ia melihat tak sedikitpun tampak hal2 mencurigakan diantara Putri dan Teguh. Masing2 menjaga kepercayaan bu Broto, agar pentas itu tak akan gagal. Begitu juga dengan latihan terakhir yang dilakukannya.

"Besok pentas itu akan diselenggarakan pak, bapak mau ikut menonton kan?"

"Bapak itu pengin, tapi bapak nggak suka melihat tampang si Teguh itu."

"Selama ini dia baik kok pak, dia juga memberi salam sama ibu dengan sangat santun."

"Hm, ibu jangan terkecoh dengan sikap yang ditunjukkan dia, dia itu hanya berusaha memikat hati ibu supaya ibu merelakan anaknya berdekatan dengan dia.

"Ah, bapak kok gitu. Ikut ya pak, ibu suka sekali melihat pentas itu. Masih latihan saja sudah bagus, apalagi kalau nanti benar2 didandanin."

Sesungguhnya pak Broto suka sekali melihat kesenian Jawa ditampilkan. Itu budaya yang sangat indah dan adiluhung. Dulu waktu muda pak Broto juga sering menari. Ia pernah menari jadi Gatutkaca, dan tarian itu jugalah yang kemudian mempertemukannya dengan gadis cantik bernama Saptari, yang kemudian menjadi isterinya. Saptari bukan penari, tapi ia suka melihat tarian2  Jawa juga.

"Bagaimana pak, masa ibu akan datang sendiri."

"Ya sama Sarno.."

"Emoh, memangnya aku isterinya Sarno?"

"Ya sudah, gampang, ."

Itu jawaban yang melegakan. Putri juga senang bapaknya akan hadi di pementasan itu.

***

"Waah, simbok juga kepengin lihat kalau nanti malam jeng Putri menari."kata simbok keesokan harinya.

"Simbok mau ikut? Boleh kok, nanti Putri bilang sama ibu kalau simbok pengin ikut.."

"Bener ya jeng, simbok pengin sekali."

"Ya sudah, sekarang Putri minta tolong dibelikan rujak diujung jalan sana. Enak itu rujaknya.

"Lho, masih pagi kok pengin rujak, sarapan dulu ta jeng/"

"Sarapannya nanti saja, Putri pengin rujak sekarang, cepetan mbok."

"Ya, ya.. baiklah, tapi dimakan setelah sarapan ya.."

"Cepet ta mbok.."

Tapi setelah simbok pulang membawa sebungkus rujak, Putri langsung melahapnya sampai habis. Simbok kesal karena Putri nggak mau sarapan sebelumnya.

"Jeng Putri itu yen dikasih tau kok banyak ngeyelnya ya, nanti kalau perutnya sakit simbok nggak ikutan lho." mengomel simbok sambil membawa piring bekas rujak itu kebelakang.

Tapi belum sampai simbok meletakkan piring kotor itu, tiba2 dilihatnya Putri berlari kekamar mandi dan terdengar suara orang muntah2.

"Lhah... jeng.. muntah2 ya?"

***

besok lagi ya

"Jeng, nanti pak Sarno akan menunggu jeng Putri sampai pulang sekolah, itu perintah pak Broto." kata Sarno ketika mengantar ke sekolah Putri.

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...