Wednesday, July 24, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 5

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  05

(Tien Kumalasari)

Pak Sarno memacu mobilnya menuju rumah majikannya. Disepanjang perjalanan pak Broto mengomel tak henti2nya.

"Bocah tak tau diuntung. Bisa saja membohongi orang tua hanya karena laki2 tak berguna itu."

"Sabar pak, barangkali jeng Putri sudah sampai rumah," hibur Sarno karena mejikannya terus menerus mengomel.

"Tadi kan aku sudah tilpun kerumah, dan dia belum sampai rumah."

"Mungkin memang belum sampai pak."

"Tapi perasaanku berkata lain. Pasti ia pergi kerumah Teguh. Kamu tau dimana rumah dia?"

"Nggak tau tuh pak."

"Waduh, harus bertanya pada siapa ya, aku yakin dia pasti kesana. Heran aku dengan cara berfikir bocah itu. Kalau bener dia jadian sama Teguh, mau makan apa dia? Selama ini makan enak tidur nyenyak, semua keinginan aku berikan. Apa Teguh bisa memberikan itu semua?"

"Sabar dulu pak, barangkali jeng Putri sudah sampai rumah."

"Baiklah, percepat mobilnya, nggak sabar aku."

"Ya pak, jalanan ramai karena ini sa'atnya pulang sekolah."

Pak Broto mengeluh. Dia merasa mobilnya merayap seperti siput.

Taoi begitu memasuki rumah, tampak bu Broto menunggu diteras rumah, wajahnya tampak cemas. Pak Broto yang buru2 turun dari mobil bergegas menghampiri isterinya.

"Belum pulang juga?"

"Belum pak, kemana dia?"

"Sudah aku duga, dia lari kerumah laki2 itu."

"Mengapa bapak tidak langsung mencarinya kesana dulu?"

"Kesana bagaimana, rumahnya saja aku nggak tau. Sarno juga nggak tau."

"Bagaimana pak.. Oh ya, Putri kan latihan menari .. dan juga bersama Teguh, coba Sarno suruh bertanya kesana, pasti mereka tau.Entah temannya, atau pengurusnya." 

"Iya juga ya. Sarno... kesini !"

"Ya pak."

"Kamu ke tempat Putri latihan tari ya, tanya kepada siapapun juga dimana rumah Teguh, lalu kamu langsung mencarinya kesana."

"Baik pak."

"Jangan pulang tanpa membawa Putri."

"Baik"

 ***

"Permisi..." suara halus itu mengalun dari pintu depan. Teguh merasa suara itu tidak asing baginya. 

"Permisi.." ulang suara itu. Tampaknya bu Marsih sedang tak ada dirumah.

Teguh yang sedang melamun dikamarnya melompat keluar kamar dan menuju depan rumah menghampiri arah datangnya suara itu.

"Putri?" teriaknya  sambil menghambur kearah Putri yang kemudian merangkulnya sambil menangis tersedu.

"Bagaimana kamu bisa kemari? Apa ayahmu tidak menjemputmu? Setiap hari aku lewat didepan sekolahmu, dan selalu melihat mobil ayahmu sudah menunggu disana."

"Aku ijin pulang sebelum jam pelajaran selesai. Aku ingin bertemu kamu Teguh. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu." 

"Ayo masuk dan duduklah dulu," kata Teguh sambil menggandeng Putri masuk kedalam rumah.

Putri duduk dan masih sibuk mengelap wajahnya dengan tissue karena tangisnya belum juga berhenti..

"Bagaimana kamu ini, pasti ayahmu marah karena kamu kemari," kata Teguh sambil ikut mengusap air mata Putri.

"Apa kamu tidak suka aku datang kemari?"

"Suka, suka sekali, tapi ini cara yang tidak benar Putri, kamu diam2 pergi dan pasti ayah ibumu kebingungan mencari kamu."

"Aku tidak tahan Teguh, aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

"Jangan begitu Putri. Kita sudah melakukan hal yang salah. Kita tidak bisa menyalahkan ayahmu. Orang tua mana yang suka melihat anak gadisnya berhubungan dengan laki2 yang belum jelas masa depannya? Jangan salahkan ayahmu Putri, dia benar."

"Teguh, aku bersusah payah datang kemari dan kamu malah menyalahkan aku?"

"Bukan menyalahkan Putri, aku hanya mengingatkanmu."

"Aku tidak tahan Teguh. Jadikan aku isterimu."

Teguh terkejut mendengarnya. Dia berfikir Putri terlalu terburu buru. Ia mengira sebuah perkawinan itu begitu mudahnya.

"Dengar Putri, kalau dipikir pikir, kita ini masih terlalu muda untuk memikirkan itu."

"Kamu tidak cinta aku Teguh, aku benci kamu."

Tiba2 tangis Putri meledak. Teguh merangkulnya.

"Tenang Putri, jangan berkata begitu, kamu salah terima. Aku sangat mencintai kamu. Sangat, lebih dari apapun. Tapi baiklah, kita endapkan dulu perasaan kita itu, dan mari kita melanjutkan sekolah kita, lalu biarkan aku bekerja, dan setelah itu aku akan melamarmu. Itu lebih baik bukan?"

"Bapak tidak akan mengijikanmu Teguh, percayalah."

"Kalau sekarang aku bisa menerimanya, tapi nanti kalau aku sudah bisa berdiri tegak dan siap menghidupi seorang isteri, aku akan berani melakukannya, apapun akan aku lakukan untuk mendapatkanmu Putri."

"Teguh.. aku bingung," tangis Putri sedikit mereda.

"Tenangkan hatimu dan teruskan sekolahmu. Kita akan bersatu, percayalah. Tapi bukan sekarang."

Putri mengusap air matanya. Ada sedikit kata2 Teguh yang bisa diterima akal sehatnya. Mungkin Teguh benar, mereka masih kanak2. Putri teringat kata2 simbok, itu cinta monyet. Masih suka meloncat loncat. Ah tidak,Putri berjanji tidak akan meloncat kemanapun. Hanya Teguh yang dicintainya.

"Putri, ayo aku mengantarmu pulang."

"Teguh.." Putri masih ingin membantah.

"Bapak dan ibumu pasti kebingungan mencarimu. Ayo.. aku keluarkan dulu sepeda motorku ya."

Teguh menuju kesamping rumah, dan sa'at itulah bu Marsih datang. Agak heran bu Marsih melihat seorang gadis cantik duduk dikursi tamu ambil mengusap sisa airmatanya.

"Oh, ada tamu rupanya," tegur bu Marsih yang belum pernah melihat Putri.

Putri berdiri, dan menyalami bu Marsih dengan mencium tangannya.

"Temannya Teguh?"

"Ya bu."

"Oh. baiklah, mana Teguh?"

"Ini aku bu," teriak Teguh dari depan. Rupanya ia sudah mengeluarkan sepeda motornya dari samping rumah.

"Silahkan duduk nak, ibu buatkan minuman ya?"

"Nggak usah bu, saya mau pamit."

"Ya bu, Teguh mau mengantarkan pulang dulu ya bu. Oh ya, ini namanya Putri, teman Teguh menari."

"Oh, senang nak Putri mau datang kegubug ibu ini."

Putri mengangguk, ia sangat terkesan dengan keramahan ibunya Teguh ini. Apakah hanya orang kaya saja yang memiliki sifat congkak dan sombong? Ia bandingkan bu Marsih dengan ayahnya. Jauh sekali bedanya. 

"Ayo Putri, jangan kesorean"

Putri membonceng Teguh meninggalkan rumah, diikuti dengan pandangan keheranan oleh bu Marsih. Siapa sebenarnya gadis cantik itu..?

***

Tapi diujung lorong dikampung itu ada mobil ayahnya baru saja berhenti. Teguh menghentikan motornya, dan menyuruh Putri turun. Ada rasa was2 dihati Putri. Kalau ayahnya yang datang kemari, pasti seluruh kampung akan keluar melihat tontonan menarik karena pasti ayahnya akan marah2 dengan teriakan khasnya.

Beruntung karena ternyata pak Sarno yang turun.

Teguh menghampiri pak Sarno.

"Menjemput Putri pak?Ini saya baru mau mengantarnya pulang."

"Oh iya nak, terimakasih banyak. Pak Broto menyuruh saya mencari jeng Putri karena ketika menjemput disekolah ternyata sudah pulang."

"Ya, dia kerumah saya dan saya sudah membujuknya untuk pulang."

"Terimakasih banyak nak. Tadi saya bertanya ke teman menari jeng Putri tentang alamat rumah nak Teguh. Syukurlah ketemu."

"Putri, pulanglah, kamu sudah dijemput."

Putri mengangguk, lalu naik keatas mobil ayahnya.

Teguh menunggu sampai mobil itu lenyap ditikungan.

***

"Kok sudah kembali nak? Memangnya dimana rumah temanmu itu?"

"Ketemu sopir yang menjemput dia bu, diujung kampung."

"Siapa sebenarnya gadis itu Teguh?" tanya bu Marsih

"Teguh kan sudah bilang bahwa itu teman Teguh menari."

"Tapi dia tadi disini menangis nangis, kamu menyakiti hatinya?"

"Nggak bu, panjang ceritanya."

"Kamu pacaran sama dia?"

"Kami saling mencintai bu."

"Oh ya ampuun, jadi mas Teguh ternyata mencintai aku?" tiba2 suara melengking itu hampir membuat bu Marsih dan Teguh terlonjak kaget.

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...