Friday, July 26, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 07

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  07

{Tien Kumalasari)

Simbok langsung memasuki kamar mandi karena memang tidak terkunci. Dilihatnya Putri menundukkan kepala sambil memuntahkan semua isi perutnya. Simbok memijit mijit tengkuk Putri agar Putri merasa lega dan tuntas memuntahkannya.

Terengah Putri setelahnya, kemudian simbok menuntunnya kedalam kamar.

"Simbok kan sudah bilang, jangan makan rujak sebelum makan pagi. Ayu2 kok kalau dibilangi ngeyel. Ini akibatnya," omel simbok sambil menggosok tengkuk Putri dengan minyak kayu putih. Ia juga membalurkan minyak hangat itu ke perut putri dan juga punggungnya.

Kemudian simbok menggantikan baju Putri yang sebagian kotor terkena muntahan.

"Bagaimana, masih mual?" tanya simbok setelahnya.

"Nggak, aku mau rujaknya lagi.." rengek Putri.

"Haduuh... ini bagaimana ta, habis makan muntah2 kok malah minta lagi. Nggak mau simbok," kata simbok bersungut sungut.

"mBok, tolonglah mbok, habis rujaknya enak. Malah keluar semua, ganti dong mbok, beliin lagi."

"Nggak.. simbok nggak mau. Sarapan dulu."

"Ya sudah, ambilin sarapannya, tapi pas aku makan simbok berangkat beli rujaknya ya," Putri masih merayu simbok.

Simbok merengut, tapi ia tak sampai hati menolak permintaan momongannya.

Tapi ketika Putri menyendok lagi dua tiga sendok sarapannya, rasa mualnya mengganggunya lagi. Putri berlari kebelakang, dan kembali memuntahkan makanannya. Bu Broto yang waktu itu sedang  menuju dapur, terkejut melihat Putri muntah2.

"Lho.. nduk, kamu itu kenapa?" tanya bu Broto sambil menuntun Putri keluar dari kamar mandi.

"Nggak tau nih bu, sarapannya nggak enak, jadi mual Putri," kata Putri sambil menuju kekamarnya, diikuti bu Broto.

"Lha ini bau minyak kayu putih menyengat sekali, sudah dibalur minyak putih tadi?"

"Sudah bu, dari tadi mualnya, Putri berbaring sebentar ya bu?"

"Minum obat mual dulu, kalau nggak reda juga ke dokter saja."

"Nggak usah bu, nanti juga sembuh."

"Kamu jangan sembrono, nanti malam pentas malah nggak sehat bagaimana. Simbok mana ini, mbook.. tolong ambilkan obat mual di almari obat mbook.. mana ta simbok ini?"

Tiba2 simbok berlari lari dari arah luar.

"Ya bu, " tanya simbok sambil meletakkan bungkusan dimeja kamar Putri.

"Dari mana kamu ini? Lha itu apa?"

"Jeng Putri minta dibelikan rujak bu, lha kenapa lagi jeng Putri itu.."

"Dari kamar mandi, muntah2.."

"Lho, muntah lagi?"

"Mamangnya tadi sudah?"

"Sudah, terus simbok gosokkan minyak kayu putih keseluruh tubuh jeng Putri. Masuk angin, ee.. malah minta rujak."

"Gimana ta nduk? Lha kok pagi2 pengin rujak, kayak orang ngidam saja."

Tiba2 terkesiap hati Putri, ngidam?  Ya Tuhan, benarkah aku ngidam? Seketika semakin pucatlah wajah Putri. Rasa takut menyelimuti dirinya.

"Ambilkan obat mual dulu mbok."

"Yang mana ya bu?" simbok bingung.

"Walah, apa kamu nggak bisa baca to mbok, ada tulisannya obat mual gitu, botolnya kecil warna abu2."

"Oh ya, baiklah bu," jawab simbok sambil melangkah pergi.

"Nanti obatnya segera diminum dulu, setengah jam kemudian baru makan. Ini rujaknya nggak usah dimakan," kata bu Broto sambil mengambil bungkusan rujak dibawanya keluar kamar.

Putri ingin protes, tapi tak berani. Kata2 ngidam tadi membuat hatinya menjadi kecut. Bagaimana kalau iya?

"Ini jeng, obatnya, diminum dulu."

Putri bangkit dan menerima butiran obat mual yang diulurkan simbok, lalu diminumnya.

"mBook, rujakku dibawa keluar sama ibu," rengek Putri lagi.

"Sudah, biar saja, nggak usah mikirin rujak, sekarang jeng Putri istirahat, nanti malam kan mbeksa.. kalau sampai nanti masih mual2 terus ..gimana? Ya nggak bisa mbeksa, apa simbok aja yang nggantiin.." kata simbok sambil ngeloyor pergi.

***

Sore itu Teguh sedang berkemas, karena nanti sore harus ikut pentas.  Sebenarnya beberapa hari ini hatinya sedikit senang karena bisa bertemu gadis yang dicintainya, walau hanya sebatas saling pandang ketika berpadu dalam tarian.Dan malam nanti adalah yang terakhir bisa bertemu, karena pasti susah ketemu lagi setelah pentas itu usai. Latihan2 terakhirnya saja harus ditunggui ibunya, pasti selanjutnya pak Broto tak akan mengijinkan Putri menari. Apalagi bersamanya.

"Le, nanti ibu boleh ikut kan melihat pementasan itu?" tanya bu Marsih.

"Iya bu, pasti ibu akan menonton Teguh menari bersama Putri nanti"

"Hm, pasti senang kamu ya?" olok2 bu Marsih.

"Ah, entahlah bu, setelah ini kan belum tentu bisa bertemu lagi."

"Ya sudah nggak papa, seperti ibu bilang kemarin2, jangan memikirkan cinta, sekolah dulu le, sekolah."

Teguh mengangguk

"Maaas, aku nanti boleh ikut melihat ya?" tiba2 suara cempreng kemayu itu terdengar.

Teguh merengut. Kalau Naning ikut pasti merepotkan, bisa2 malah membuat malu karena memang Naning itu suka ceplas ceplos bicara, keras lagi. Dan yang menyebalkan, dia tak tau malu.

"Boleh ya mas.."

"Nggak, nggak boleh.."

"Kok nggak boleh sih mas, masa aku nggak boleh melihat calon suamiku menari?"

"Calon... calon... jangan ngawur."

"Mas Teguh didepan bu Marsih berani mengakui kalau kita saling jatuh cinta, kok sekarang bilang begitu? " protes Naning.

"Huh, siapa bilang saling jatuh cinta? Kamu kali.. jatuh bangun.."

"Tuh bu... mas Teguh gitu.. masa Naning nggak boleh melihat mas Teguh menari?"

"Sudah, jangan ribut, sekarang ayo kita masak didapur," kata bu Marsih sambil menarik tangan Naning menjauh dari Teguh. Teguh tersenyum, walau sebenarnya kesal.

*** 

Minum obat mual itu membuat Putri bisa tertidur nyenyak. Ketika bangun, ia merasa lapar, tapi yang dicarinya adalah bungkusan yang tadi dibelikan simbok.Tapi sudah capek mencari, bungkusan rujak itu nggak juga diketemukan.

"Cari apa jeng?" tanya simbok yang menyaksikan Putri mencari cari dimeja makan.

"Nggak.. nggak ada.." Putri malu mengakui karena tadi sudah dilarang.

"Sebentar simbok siapkan untuk makan siang ya."

Putri masih terus mencari cari.

"Cari apa nduk?" tiba2 bu Broto muncul dari kamarnya.

"Nggak, Putri lapar."

"Itu simbok sudah mau menyiapkan makan siang, bagaimana rasanya sekarang? Masih mual?"

"Nggak bu."

Mata Putri masih mencari cari. Haa, mungkin di kulkas. Putri menuju kulkas dan membukanya, tapi yang dicarinya tak ada disana.

"Sebenarnya kamu mencari apa ta nduk? Minum? Sini ibu ambilkan."

"Bungkusan yang tadi mana?" akhirnya karena tak tahan Putri berterus terang.

"Bungkusan apa? Rujak? Ya ampuun.. sudah ibu habiskan tadi."

Putri menghela nafas kesal. 

"Ibu tuh, orang Putri lagi pengin, malah dihabisin."

"Kamu tuh, bener2 seperti orang ngidam deh."

Kata2 ibunya membuat Putri surut memprotes karena rujaknya dihabisin. Ia lebih merasa khawatir kalau hal itu benar2 terjadi. Sambil duduk dimeja makan, dielusnya perutnya. Nggak tuh, masih rata.. 

"Nanti makanlah yang banyak, lalu bersiap2, suruh simbok ngebantuin apa yang perlu kamu bawa sa'at pentas nanti."

"Ya bu, semuanya sudah, nanti tinggal berangkat saja."

Dalam hati Putri berfikir, kekhawatirannya tentang ngidam itu akan disampaikannya pada Teguh sambil sembunyi2.

***

Sa'at pementasan itu tiba. Putri sudah berada dikamar hias, dan dihias sebagai Dewi Lara Ireng yang cantik sekali. Teman2nya memuji kecantikan Putri. Ia memang pantas menjadi putri titisan Widowati yang sangat dicintai Permadi.

Bapak dan ibunya duduk dibarisan paling depan. Ada bu Marsih yang duduk sederet dengannya, tapi tidak saling kenal sehingga hanya saling menganggukkan kepala sambil menunggu acara dimulai.

Sementara itu sang raden Permadi yang dijuluki lelananging jagad juga sudah selesai berhias. Dengan sembunyi2 ia melongok kekamar hias perempuan. Ia melihat kekasihnya juga sudah selesai didandanin, aduhai.. Teguh berdebar debar, seandainya benar dia menjadi Permadi, dan bisa mempersunting Lara Ireng... Alangkah cantiknya kekasihku, bisik hatinya sambil mengelus dadanya yang berdetak lebih kencang melihat kecantikan yang tiada taranya.

"Heeh.. dosa kamu mengintip perempuan lagi dandan," tiba2 seseorang menepuk punggungnya.Teguh tersenyum, ia meninggalkan pintu yang terbuka sedikit itu dan kembali keruangannya. Wajah Lara Ireng yang seakan bersinar terus membayang dipelupuk matanya. Dalam hati ia berdo'a, semoga suatu hari nanti ia benar2 bisa menyuntingnya.

Pentas itu dimulai dengan sendratari yang menawan. Pak Broto dan bu Broto juga bu Marsih menunggu sa'at putera dan puterinya tampil.

Ketika adegan Permadi dan Lara Ireng bertemu, pak Broto harus mengakui bahwa laki2 pilihan putrinya benar2 menawan. Ia ganteng, ia luwes dalam menari, dan itu sangat menakjubkan. Tapi rasa kagum itu dikibaskannya. Laki2 itu bukan siapa2 dan tak pantas menjadi menantunya.

Bu Marsih juga terkagum kagum melihat puteranya menari, dan juga mengagumi kecantikan gadis yang dicintai puteranya itu.

Ketika adegan Lara Ireng didekati Permadi, Putri sudah siap membisikkan sesuatu yang membuatnya cemas. Namun tiba2 Putri merasa pusing, dan badannya limbung. Suasana menjadi gaduh ketika tiba2 Putri pingsan diatas panggung.

***

besok lagi ya


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...