Saturday, July 13, 2019

SA'AT HATI BICARA 51

SA'AT HATI BICARA  51

(Tien Kumalasari)

Agus mendekati Dita perlahan, tak sampai hati ia mengatakannya.Ia kembali menelpon Endang untuk memastikan bawa perawat itu sudah berangkat.

"Dita, aku titip Sasa sebentar ya, aku akan mengurus kekantor tentang keberadaan Sasa disini. "

"Baiklah pak," jawab Dita sambil mengangguk.

Agus menyelesaikan segala sesuatunya, dan kembali kekamar Sasa sambil menunggu Endang. Begitu Endang datang, Agus segera mengajak Dita pergi.

"Papaaa, jangan pergi.." Sasa merengek lagi.

"Sasa.. sayang, papa hanya mengantarkan tante Dita, nanti papa akan kembali kemari, Sasa sama mbak dulu ya."

Tiba2 Laras datang dengan membawa boneka besar. Boneka Hallo Kitty yang dulu diberikan Agus untuk dirinya.

"Hallo Sasa, tante punya...,"

Sasa menerima boneka besar itu dengan wajah berseri, sementara Agus memandanginya tanpa berkedip.

"Ma'af, aku pinjamkan dulu buat Sasa," kata Laras, dan Agus mengangguk mengerti.

"Bagus sekali.. terimakasih tante."

"Kok kamu kembali lagi kemari?"

"Aku sudah ketemu dokter, dan aku sudah diijinkan pulang hari ini."

"Benarkah?"

"Ya, terimakasih mas sudah mengurus semuanya. Nanti aku ganti setelah pulang."

"Eiitt, aku tidak meminjamkan apapun, dengar dan camkan itu."

"Mas..."

Agus menarik tangan Laras agak menjauh dari Dita, membisikkan sesuatu, dan membuat Laras pucat.

"Ya ampuun.. Ya sudah mas, selesaikan dulu urusannya, aku akan bersama Sasa disini."

"Benarkah, apa kamu nggak pengin pulang dulu? Aku jadi menyusahkan."

"Jangan bilang begitu mas, maalah yang terjadi ini, ijinkan aku ikut memikulnya, dan jangan anggap aku orang asing. Sekarang pergilah bersama Dita."

"Aku diusir ?" tanya Dita sambil tersenyum, dia tak tau apa yang sedang menunggunya.

"Dita, ayo kita pergi dari sini, aku akan mengatakan sesuatu."

***

"Apa? Jadi dokter Santi melaporkan saya juga?"teriak Dita didalam mobil ketika Agus menceriterakan bahwa Dita juga harus diperiksa karena Santi membawa namanya.

"Dita, kamu harus tenang, kami tak akan membiarkan kamu dipenjara."

"Tapi dia membawa bawa saya, kalau dia dihukum, saya pasti juga dihukum, itu yang dia katakan pada saya," kata Dita setengah menangis. 

"Dita, tenanglah, kamu tidak sendiri, Panji sedang mencari pengacara yang bagus untuk kamu."

"Jadi ini aku mau dibawa kekantor polisi juga?"

"Ya, tapi kami ada disana, aku, Panji, dan Maruti juga."

"Ya Tuhan... aku tidak tahu kalau akan begini jadinya," Dita terisak.

"Dita... Dita... kamu tidak akan sendiri... jangan sedih.. kamu tak akan apa2."

"Bukankah aku akan ditahan?"

"Nggak akan, sudahlah Dita, kamu harus percaya sama aku, diam dan jangan menangis. Dikantor polisi kamu hanya harus menceriterakan semuanya, dari Santi membuatmu pura2 sakit, sampai kemudian terbongkar semua kebohongannya."

 ***

Dita menangis ketika bertemu Maruti yang ternyata sudah menungguinya disana bersama Panji. Maruti menghiburnya, seperti apa yang dikatakan Agus. 

Dan Dita memang menceriterakan semuanya ketika polisi bertanya, tapi Dita tidak ditahan. Dia hanya dianggap sebagai saksi yang diperlukan sa'at persidangan nanti. Ada sedikit rasa kasihan ketika dia melihat Santi menangis, dan menuding nuding dirinya sebagai penyebab terjadinya kebohongan itu. 

"Kamu penyebabnya Dita, kamu penyebab semua ini," teriaknya.

Dita ingin menjawab, tapi Panji dan Maruti menariknya menjauh.

"Nggak ada gunanya, semua sudah dicatat, ayo kita pulang," 

***

Walau begitu dirumah tetap saja Dita murung. Dia selalu teringat ancaman Santi dulu, bahwa kalau Santi dipenjara maka diapun juga akan dipenjara.

"Dita, jangan sedih, sudahlah.. nanti kalau ibu melihat kamu sedih, ibu juga pasti akan sedih."

"Aku menyesal mbak, aku berdosa sama mbak Ruti, juga mas Panji, dan ibu... dosaku terlalu besar.. aku menyesal mbak.." Dita menangis dibahu Maruti.

"Sudah, jangan di ingat2 lagi, semua sudah berlalu.." 

"Bagaimana kalau aku dipenjara mbak? Ibu pasti sedih.."

"Kamu tidak akan dipenjara, mas Panji sudah mencarikan kamu pengacara yang bagus. Itu juga sebabnya mengapa kamu tidak ditahan."

"Apa benar mbak?"

"Ya benar, masa mbak berbohong sama kamu., sekarang  ganti bajumu, mas Panji akan menjemput kita kerumah sakit, ibu sudah menunggu."

"Mengapa harus sama mas Panji, apa kita nggak bisa berangkat sendiri?"

"Dita, mas Panji sendiri yang mau menjemput kita, nggak enak kalau menolaknya. Cepat ganti bajumu, lihat mbak sudah rapi."

"Baiklah , dandan yang cantik ya, supaya mas Panji tepesona."

Dita yang sudah berjalan kedalam kamar berhenti mendengar kata kakaknya.

"Mengapa aku harus membuat dia terpesona?"

"Bukankah kamu suka?"

"Mbak jangan begitu, Dita nggak suka," kata Dita sambil cemberut, lalu masuk kedalam kamar.

Maruti menggeleng gelengkan kepalanya. Bagaimanapun kalau Dita suka, dia akan merelakannya, tanpa alasan sakit seperti dulu. Walau berat, walau sakit...

Tiba2 mobil sudah berhenti didepan pagar. Panji turun, dan berjalan dengan gagahnya. Begitulah kira2 yang terpikir oleh Maruti. Dengan dandanan sederhana, dengan t shirt yang membuat dada bidangnya tampak menonjol, bergetar hati Maruti melihatnya. Apakah dia milikku? Bukan, dia milik Dita, bisik hati kecilnya.

"Maruti, kok bengong? Aku juga nggak dipersilahkan masuk?" goda Panji.

Maruti tersenyum, mencoba menenangkan debur jantungnya.

"Silahkan masuk, Dita sudah menunggu," jawab Maruti.

Panji tak memperhatikan kata2 Maruti, ia memegang tangan Maruti dan menciumnya lembut.

"Mas..." tegur Maruti pelan.

"Kamu canti sekali..." bisik Panji.

Maruti menoleh kedalam dan berteriak :" Ditaaaa.. cepatlah, mas Panji sudah datang."

"Ssst.. biarkan saja dulu, aku ingin duduk disini, supaya bisa memandangi wajah cantikmu."

"Mas... nanti Dita mendengarnya.." bisik Maruti.

"Memangnya kenapa kalau Dita mendengarnya?"

"Mas, permintaanku masih berlaku."

"Alasannya? Alasan sakit itu sudah nggak ada," kata Panji sambil tak pernah melepaskan pandangannya pada Maruti.

"Tapi kalau dia suka.. aku takut mengecewakannya..,"

"Apa kamu nggak takut mengecewakan aku? Membuat aku sedih dan patah hati?"

 Tiba2 Dita keluar sambil berbicara di ponselnya :" Baiklah, aku tunggu.. jangan lama2.. nggak lah.. siapa bilang mengganggu? Oke.. siapp.."

Pembicaraan itu selesai.

"mBak, ma'af, mbak sama mas Panji jalan dulu saja,"

"Apa? Mengapa begitu?" tanya Maruti heran.

"Ini, ada temanku mau datang kerumah, nggak enak kalau aku pergi sekarang."

"Siapa temanmu itu? Kita tungguin saja."

"Nggak, jangan mbak, nanti ibu kelamaan menunggu, nanti aku menyusul setelah temanku datang."

"Bagaimana ini mas?"

"Dita benar, nanti ibu kelamaan menunggu."

"Tuh, mas Panji aja tau. Sudah berangkat sana, nanti aku menyusul," kata Dita sambil menarik tangan kakaknya agar berdiri.

Akhirnya Maruti menurut, berangkat kerumah sakit bersama Panji. Maruti tak tau bahwa Dita tak ingin mengganggu kedekatan kakaknya dan Panji, yang dia tau bahwa mereka saling mencintai. Dita sadar, kelakuannya yang lalu sungguh buruk, dan menyusahkan banyak orang.Itulah sebabnya mengapa Dita berpura pura sedang ditilpun temannya. Padahal tak ada siapapun yang mau datang kerumah, agar banyak waktu bagi Maruti untuk berduaan dengan Panji.

***

Panji memasuki rumah sakit sambil menggandeng tangan Maruti. Bahkan ketika memasuki kamar ibunya, Panji masih memegangnya erat. Maruti tak berdaya melepaskannya karena Panji mencengkeramnya erat. Keringat dingin membasahi telapak tangan Maruti, tapi Panji tak perduli.

"Selamat sore ibu, apa kabarnya?" sapa Panji sambil mencium tangan bu Tarjo setelah melepskan genggamannya pada Maruti.

Bu Tarjo yang semula terkejut melihat keduanya bergandengan, mencoba tersenyum. Pada dasarnya dia menyukai lelaki tampan yang sangat santun ini. Tapi bu Tarjo masih bingung memikirkan kisah cinta diantara dua anak gadisnya.

"Selamat sore nak, mana Dita?"

"Dita sedang menunggu temannya, nanti akan menyusul." jawab Maruti.

"Oh, teman siapa?"

"Nggak tau bu, dia nggak menjawab ketika Ruti bertanya."

"Bagaimana keadaan ibu?" tanya Panji memotong pembicaraan itu.

"Baik nak, ibu sudah kepengin pulang, bosan dirumah sakit berlama lama."

"Tapi kan ibu masih harus dirawat?"

"Cuma luka2 ini, gampang kok merawatnya."

"Besok kita bicara dulu sama dokternya ya.," kata Panji sambil menepuk nepuk tangan bu Tarjo.

"Iya bu, jangan tergesa gesa.."

"Bu, malam ini, saya datang kemari, karena ada yang ingin saya katakan pada ibu." kata Panji yang masih terus memegangi tangan bu Tarjo.

"Ada apa nak?"

"Pada suatu hari nanti, saya akan melakukannya dengan lebih resmi, tapi sekarang ini saya minta ijin pada ibu, bahwa saya ingin melamar Maruti."

Bu Tarjo terkejut. Menahan linangan air mata yang hampir meleleh membasahi pipinya. 

***

besok lagi ya


1 comment:

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...