Monday, November 17, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 25

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  25

(Tien Kumalasari)

 

Ikan itu dilemparkan begitu saja ke tanah, menggelepar-gelepar. Hasto terbelalak. Memang benar, mata ikan itu seperti mata manusia, berkedip-kedip dan tampak kesakitan.

Kenanga mendekat, menatap ke arah ikan itu. Ada yang aneh, pikir Kenanga. Lalu ia teringat perkataan almarhum ayahnya. Penghuni bukit Senyap lenyap tenggelam di dalam telaga yang terbentuk tiba-tiba, dan berubah ujud menjadi ikan. Ketika menjadi ikan, mereka tak berdaya karena tak bisa ke mana-mana.

Sekarang tiba-tiba ikan itu berada di sini?

“Dari mana mas Hasto mendapatkan ikan ini?”

“Seekor kucing menggondolnya. Ketika aku dekati, kucing itu melepaskan mangsanya. Aku pungut saja karena ikannya tampak masih segar. Maksudku agar kamu bisa membakarnya.”

“Ini bukan sembarang ikan, ini ikan siluman.”

“Masukkan ke dalam api … masukkan ke dalam api … masukkan ke dalam api.”

Kenanga menoleh, ia mengira salah seorang dusun menyuruhnya memasukkan ke dalam api. Tapi tak ada seorangpun laki-laki di situ, kecuali dua atau tiga wanita yang masih menemaninya. Barangkali mereka akan datang berramai-ramai lagi saat malam nanti.

“Suara siapa itu?” desis Kenanga.

“Suara apa? Aku tidak mendengar suara apapun,” kata perempuan dusun itu.

“Iya Kenanga, siapa yang bersuara?”

Tapi Kenanga yakin bahwa dia mendengar suara. Suara seorang laki-laki. Seperti suara ayahnya? Tak mungkinlah, bukankah ayahnya sudah meninggal? Kenanga melihat ikan itu menggelepar-gelepar.

“Masukkan ke dalam api ….”

Suara itu terdengar lagi, Kenanga mendongak ke atas, barangkali suara itu datang dari atas. Tapi kemudian Kenanga menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kenanga? Bagaimana ini?”

Hasta yang penakut sudah sedikit gemetaran. Ia juga ingat apa yang dikatakan kakek bersorban.

“Suara siapa itu?”

“Bukan suara kakek?” Hasto belum tahu kalau kakek bersorban sudah meninggal, karena Kenanga belum sempat mengatakannya. Tiba-tiba Kenanga terdorong untuk memenuhi anjuran suara itu. Ia memungut ikan itu, lalu membawanya ke belakang rumah, di mana dua orang ibu sedang menyalakan api kayu untuk menanak nasi. Rupanya ibu-ibu itu sudah bersiap untuk malam nanti, yang tampaknya para warga di bawah akan kembali memadati rumah Kenanga.

Setelah mengucapkan kata permisi, maka Kenanga melemparkan ikan itu ke dalam bara api yang sedang menyala.

Tiba-tiba terdengar jeritan seorang perempuan, yang suaranya bergaung dari atas sana. Hasto terkejut, dan ketakutan. Ia merasa ada sesuatu yang menakutkan sedang terjadi. Ia menatap ke arah api. Bau busuk menyengat, lalu asap hitam bergumpal keluar dari bara itu. Lolongan jeritan itu menjauh ke atas sana. Hasto mundur-mundur, dan tubuhnya bersandar pada tiang rumah.

Semua orang diam. Keheranan ketika Kenanga melemparkan ikan itu masih memenuhi benak dua tiga orang perempuan yang ada di sekitar tempat itu, ditambah lagi aroma busuk yang tercium, suara jeritan seperti bergaung dari atas sana, lalu asap hitam bergulung keluar dari kobaran api. Beruntung mereka belum meletakkan dandang di atasnya. Kalau sudah, barangkali mereka akan membuang isinya, karena aroma busuk keluar dari ikan yang dlempar ke dalam api, yang dikhawatirkan akan mencemari nasi yang ditanak mereka.

“Ada apa ini?”

“Aneh, ikan dengan mata seperti mata manusia.”

“Berkedip-kedip. Mana ada mata ikan berkedik-kedip?”

“Itu ikan siluman dari bukit Senyap. Bukan ikan biasa,” kata salah seorang dari mereka.

“Bagaimana bisa sampai kemari?”

“Kata mas nya yang baru datang itu, tadinya ikan itu digondol kucing.”

“Ya ampun, sekarang ikan itu hilang tak berbekas. Abunya juga tidak ada.”

“Bagaimana ini, aku harus menanak nasi.”

“Ganti tungku saja, jangan di situ, serem … bekas siluman dibakar. Baunya sih sudah tidak ada, tapi lebih baik buat tungku yang baru lagi saja,” kata yang lain.

Sementara itu Hasto masih bersandar di tiang rumah. Dia baru sadar ketika Kenanga menyapanya.

“Duduklah di depan, nanti mengganggu yang sedang bekerja.”

Hasto mengikuti Kenanga. Debar jantungnya sudah mereda. Ketika Kenanga memintanya duduk di batu depan rumah, Hasto baru menanyakan  tentang kesibukan yang ada.

“Mereka sedang apa?”

“Mereka adalah warga di bawah sana yang beramai-ramai untuk menemani aku.”

“Memangnya ada apa? Kamu harus ditemani? Kenapa?”

“Bapak meninggal kemarin.”

“Apa?” Hasto sampai terlonjak kaget.

“Di sana, bapak dikuburkan.”

“Ayo antarkan aku ke kuburan kakek,” kata Hasto, yang sesungguhnya takut mendekat sendirian.

Kenanga mengantarkannya. Ia bahkan belum bertanya mengapa Hasto kembali lagi padahal baru kemarinnya dia pulang dari tempat itu..

Hasto berjongkok di pinggir gundukan tanah yang belum mengering, mulutnya berkomat-kamit melantunkan doa.

“Kakek sakit apa? Kemarin masih menyapa aku walau hanya sebentar.”

Wajah Kenanga meredup, air mata menggenang di pelupuknya.

Hasto mengembangkan tangannya, ingin memeluk Kenanga, tapi kenanga mundur beberapa langkah.

“Maaf Kenanga. Lalu kamu sendirian di sini?”

“Banyak warga dusun menemani aku.”

“Ikutlah aku ke kota, kamu tidak akan kesepian. Kami akan menghibur kamu.”

Kenanga menggeleng lemah. Ia teringat Alvin yang juga berjanji akan membawanya ke kota, walau bukan sekarang. Siapa yang akan diturutinya?

Benarkah dia akan sanggup berbaur dengan keluarga Alvin yang kaya raya? Bukankah Hasto lebih sepadan dengannya, atau kalaupun ada berbedaan, itu tidak terlalu banyak. Hasto pernah mengatakan kalau kedua orang tuanya juga orang dusun. Sekarang apa yang harus dilakukannya?

“Kenanga, masa iya kamu akan hidup di sini terus, sendirian? Mungkin kamu sudah terbiasa dengan alam sekitar tempat ini, tapi waktu itu ada kakek, sekarang kamu benar-benar akan sendirian, aku tak tega melihatmu begini, Kenanga.”

“Aku tidak sendirian, banyak warga dusun menemani aku.”

“Hanya beberapa hari, setelah itu?”

“Entahlah, aku belum bisa berpikir. Biarkanlah aku merasa tenang.”

Seorang wanita dusun membawa nampan. Ia menyuguhkan minuman untuk Hasto.

“Silakan di minum. Kakek orang baik, bukan hanya kami warga dusun yang memperhatikan Kenanga. Kemarin juga ada pria ganteng yang menemani Kenanga bersama kami sampai pagi,” katanya kemudian berlalu.

Hasto terpana. Laki-laki ganteng menemani sampai pagi?

“Siapa?” Hasto menatap Kenanga penuh selidik. Tapi Kenanga tak harus menutupinya.

“Dia mas Alvin.”

Hasto yang sudah memegang cangkir tiba-tiba melepaskannya, sehingga sebagian isinya tumpah, membasahi celananya.

“Oh, celanamu kotor mas,” kata Kenanga, spontan.

“Benarkah Alvin datang kemari?”

Kenanga mengangguk. Wajah Hasto muram seketika.

“Apa dia sering datang kemari?”

“Baru sekali kemarin itu, dan saat dia ada, kakek meninggal,” kata Kenanga lirih.

“Apa yang dia katakan ketika datang? Melamar kamu?”

“Tidak,” jawab Kenanga berterus terang.

“Syukurlah,” jawabnya pelan.

Lalu keduanya tak banyak bicara, karena Kenanga juga sedang tak ingin bicara. Kecuali ia sedang berduka, ia masih bingung akan mengikuti siapa. Yang kaya raya dan dia belum tahu bagaimana sikap keluarganya, atau yang jelas bisa menerima karena merasa sama-sama orang dari kalangan orang biasa.

***

Bu Warsono senang ketika mendengar bahwa Alvin sudah ada di kantornya. Pak Warsono yang mengatakan ketika tadi dia menelpon ke kantor.

“Apa Bapak sudah berpesan agar sepulang dari kantor Alvin harus datang kemari?”

“Dia pasti sudah tahu. Masa dia tidak memperhatikan ibunya.”

“Hatinya sedang tidak tenang. Dia bingung antara memikirkan gadis yang disukainya, dan ibunya yang sedang sakit.”

“Bukankah Ibu sudah menyampaikan sikap Ibu melalui ponsel Alisa ketika dia susah dihubungi?”

“Mungkinkah dia sudah membaca?”

“Pasti sudah. Masa belum?”

“Tapi Bapak tadi menelpon kantor kan, bukan ponsel Alvin?”

“Ponselnya mati, mungkin tidak dicas semalaman. Sebentar lagi aku akan mencoba menghubungi ponselnya.”

“Nanti kalau nyambung, biarkan ibu bicara ya.”

“Iya, tapi Ibu jangan terlalu banyak berpikir.”

“Kata susternya, tensiku sudah menurun. Memang gula darahnya masih agak tinggi.”

“Makanya, Ibu tidak boleh banyak berpikir.”

“Tidak, ibu sudah merasa senang, Alvin ternyata pulang. Nanti kalau ketemu, ibu akan menyuruhnya mengajak gadis itu kemari. Semoga pilihan Alvin tidak mengecewakan.”

“Ya, terserah Ibu saja. Tapi mengapa tiba-tiba Ibu berubah pikiran? Ibu tidak bingung lagi, bagaimana nanti, punya menantu yang tidak selevel, apa tidak malu sama rekan bisnis bapak, atau juga saudara-saudara. Itu kan yang selalu Ibu katakan?”

“Alvin menangis di dada ibu, memohon agar ibu merestui, itu membuat batin ibu tersayat. Ibu akan mengesampingkan rasa malu, atau merasa punya derajat tinggi, demi Alvin, agar dia tidak lagi menangis,” kata bu Warsono tulus.

“Tapi Alisa tidak suka punya kakak ipar gadis hutan Bu.”

Alisa yang baru keluar dari kamar mandi mendengarkan pembicaraan ayah dan ibunya. Ia sangat tidak suka Kenanga, yang sudah bisa dibayangkan bagaimana nanti ujud dan penampilannya.

“Alisa, apa maksudmu?”

“Masa iya, ibu akan berbesan dengan aki-aki yang berpakaian lusuh dan pasti bau, dan juga tidak punya kesopanan yang seperti kita. Malu dong Bu.”

Bu Warsono diam. Ia kesal pada perkataan Alisa, walau sudah sejak semalam dia tahu bagaimana sikap ibunya terhadap keinginan Alvin.

“Alisa, jaga ucapanmu,” tegur sang ayah.

“Bukankah Sinta jauh lebih baik dari pilihan manapun? Dia juga terpelajar, dia anak pengusaha, dia cantik, dia_”

”Hentikan Alisa," sentak sang ayah.

Alisa diam, lalu dia pamit untuk pulang karena harus pergi ke kampus. Sambil melangkah, rasa kesal itu masih terbawa.

Pak Warsono mendekati sang istri, menenangkannya karena melihat bahwa istrinya merasa kesal pada ucapan Alisa.

“Jangan hiraukan perkataan Alisa. Lakukan apa yang Ibu suka.”

***

Siang hari itu Alvin ada di kantornya. Banyak yang harus dikerjakannya. Map-map bertumpuk menunggu diperiksa olehnya.

Tiba-tiba sekretarisnya datang, mengatakan bahwa ada tamu ingin bertemu.

“Siapa?” tanya Alvin.

“Katanya, namanya pak Hasto.”

***

Besok lagi ya.

 

 

50 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Matursuwun b Tien Mugi tansah pinaringan kesehatan ugi keberkahan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun Rafli
      Trrima kasih sudah membaca

      Delete
  3. Alhamdulillah.... eRKaDeBe_25 sdh tayang.
    Terima kasih bu Tien salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun
    Sehat bunda dan keluarga.
    Ada apa Hasto ya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun bapak Endang

      Delete
  5. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~25 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  6. Terima kasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Komariyah

      Delete
  7. Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  8. Alhamdulillah, matursuwun BuTien πŸ™

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  11. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....25...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin

    Hasto ke kantor Alvin...ada apakah gerangan?

    Sdh kelihatan nih, yang tdk suka Alvin berhubunangan dengan Kenanga, adalah Alisa dan Hasto.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  12. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  13. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 25 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  14. Mks bun cerbung RKDB 25 nya....selamat mlm bun smg sehat sllπŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  15. Matur nuwun Bu Tien, tambah seru ceritanya....penuh konflik. Semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillaah " Rumah Kenanga di tengah Belantara -25 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin🀲

    ReplyDelete
  17. 🏑🌲🏑🌴🏑🌲🏑🌴
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eRKaDeBe_25
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    🏑🌲🏑🌴🏑🌲🏑🌴

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai
      Tumben belakangan.

      Delete
  18. Sami2... yangtie
    Tumben nih.
    Terima kasih sudah membaca

    ReplyDelete
  19. Di bagian akhir, selalu ada kejutan...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Slmt pagii bundaqu..terima ksh cerbungnya..slm sht sll unk bunda sekelua4gaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  21. Hehe...Hasto menemui Alvin...mau negosiasi tentang Kenanga ya? Urusan hati kan beda...apalagi dibayangi "sumpah" kakek terhadap takdir Alvin dan Kenanga...πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien terus berkarya, semoga selalu sehat ya...πŸ™πŸ»
    Btw, koreksi sedikit, kata "ujud" lebih tepatnya "wujud", karena berbeda artinya.

    ReplyDelete
  22. Terima kasih bunda Tien, RKDH 25 sudah tayangπŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Jangan ribut ya Hasto dg Alvin biar kenanga yg memilih

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga o...