Friday, May 16, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 12

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  12

(Tien Kumalasari)

 

Arum terbelalak menyadari bahwa laki-laki yang dicintai adalah junjungan di istana kecil itu. Adisoma mendekat, tapi tiba-tiba Saraswati memasuki kamar, dan mendengar Arum menyebut suaminya dengan ‘kamu’. Sontak denayu itu sangat marah.

“Arum, apa maksudmu? Kamu memanggil junjunganmu dengan sebutan ‘kamu’? Itu sebuah dosa besar.” sentaknya marah.

Arum meluncur ke lantai dengan Aryo masih di pangkuan. Ia segera menyadari kesalahannya. Sambil berurai air mata ia mencari jawaban yang untunglah segera ditemukan.

“Mohon dimaafkan Den Ayu. Tadi … sebenarnya saya ingin memberi ASI kepada den Aryo, saya terkejut ketika seseorang muncul, dan tanpa sadar berteriak dengan panggilan yang tidak patut. Mohon ampun Den Ayu, hamba berteriak secara spontan karena terkejut ketika saya sedang mau membuka baju, lalu seseorang muncul,” katanya sambil menangis.

Adisoma mundur ke belakang. Ia bisa mengerti Arum memanggilnya begitu, karena dulu mereka berkenalan tanpa Arum ketahui siapa dirinya, sehingga tak sungkan memanggil aku dan kamu, seperti kepada orang biasa yang dekat dengannya.

Dan untunglah Saraswati yang bijaksana segera memaklumi kejadian itu, dan menganggap Arum tidak sengaja. Wajah yang kemerahan karena marah itu menjadi surut, lalu dia menarik lengan suaminya untuk diajaknya keluar, sebelum dengan lembut meminta Arum kembali melanjutkan memberikan ASI kepada Aryo.

Walaupun merasa lega, tapi debar di dada Arum tak hendak berhenti. Laki-laki yang meninggalkannya adalah priyayi luhur yang dihormati, sedangkan dirinya menganggap sebagai laki-laki biasa yang sangat dekat dan dicintainya.

Arum tidak tahu harus bersikap bagaimana. Haruskah dia bahagia, ataukah kecewa. Lalu ia tersadar ketika Aryo kembali merengek.

“Maaf den Aryo, maafkan bibi. Bibi bingung harus bagaimana, sedangkan ayah kandungmu ternyata adalah juga ayah angkatmu,” katanya lirih sambil menyusukan ‘anaknya’ dan kembali berurai air mata.

Seperti mengerti apa yang dirasakan ibunya, mata Aryo yang setengah terpejam kemudian terbuka, lalu menatap sang ‘ibu’ tak berkedip.

“Minumlah Den, mengapa menatapku seperti itu?” kata Arum sambil memeluk Aryo erat.

Aryo menempel ke dada ‘ibunya’ lalu merasa tenang dalam dekapan wanita yang melahirkannya itu.

***

Saraswati yang tak merasakan kecurigaan apapun, menegur suaminya yang tiba-tiba masuk ke kamar, dimana Arum sedang menidurkan Aryo.

“Tentu saja Arum terkejut, tidak mengira ada laki-laki tiba-tiba masuk ke kamar itu,” tegur Saraswati.

“Aku tidak tahu, aku mau masuk ke kamarmu sebenarnya.”

“Bukankah saya sedang ada diluar berbincang dengan mbok Manis?”

“Maaf, aku tidak tahu. Hanya ingin masuk ke kamarmu dan bicara sesuatu.”

“Kangmas ingin bicara tentang apa?”

“Sekarang aku jadi lupa mau bicara tentang apa.”

“Kangmas itu aneh sekali. Mau bicara kok tiba-tiba lupa.”

“Kelihatannya sesuatu yang tidak penting. Oh iya, aku mau pamit jalan-jalan sebentar, menemani tamu-tamu istana dari luar kota yang ingin berkeliling kota.”

“Mau naik kereta?”

“Tidak, mereka membawa mobil. Aku jalan saja ke sana, nanti ikut mobil-mobil mereka.”

“Tapi nanti pulang kan Kangmas?”

“Belum tahu Diajeng, mungkin jalan-jalan sampai pagi.”

“Ya sudah. Saya mau melihat Aryo dulu.”

Adisoma keluar dari rumah dengan berjalan kaki, sementara Saraswati masuk ke dalam kamarnya. Ia  melihat Arum masih ada di sana, duduk sambil memandangi box bayi, diam tak bergerak.

“Arum, Aryo sudah tidur kan?”

Arum tampak terkejut, karena sebenarnya dia sedang melamun, memikirkan perjalanan hidup yang membawanya sampai ke tempat ini.

“Eh, Den Ayu,” katanya sambil berdiri.

“Mengapa kamu masih duduk di situ? Kamu sedang memikirkan sesuatu?”

“Tidak Den Ayu, saya sebenarnya sedang gelisah. Den Aryo agak rewel dari tadi.”

“Benarkah?” Saraswati menyentuh dahi Aryo.

“Tapi badannya tidak panas. Mengapa gelisah? Apa ada yang sakit, kakinya, tangannya atau perutnya?”

“Tidak Den Ayu, barangkali agak pilek.”

“Besok lumatkan bawang merah, taruh di ubun-ubunnya. Bilang pada mbok Manis, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan.”

“Baik, Den Ayu.”

"Kamu kembalilah ke kamarmu, kalau Aryo rewel lagi, aku panggil kamu.”

“Baik, Den Ayu.”

Arum beringsut mundur, lalu keluar dari kamar untuk kembali ke kamarnya sendiri, yang bersebelahan dengan kamar Mbok Manis. Kamar itu bekas kamar mbok Randu yang sudah pergi bersama Dewi setahun yang lalu.

Ketika Arum memasuki kamarnya, dari kegelapan, dibalik sebuah pohon manggis, sepasang mata mengawasinya.

***

Baru saja Arum akan menutup pintunya, mbok Manis mendekatinya.

“Lama sekali kamu baru kembali? Apa den ayu memarahimu?”

“Tidak. Mengapa simbok mengira begitu?”

“Tadi sepertinya den ayu marah ketika kamu memaki den mas Adisoma.”

“Itu Mbok, aku tidak tahu kalau yang masuk den mas Adisoma. Aku baru akan menyusukan den Aryo, tiba-tiba ada yang masuk, laki-laki pula, jadi aku tidak sadar siapa yang aku maki.”

“Tadi aku mendengar den ayu marah. Aku langsung mengundurkan diri mendengarnya.”

“Hanya sesaat. Setelah aku mengatakan apa yang terjadi, den ayu tidak marah.”

“Mengapa kamu lama sekali?”

“Itu … den Aryo rewel, sepertinya agak pilek. Kata den ayu, besok simbok disuruh menumbuk bawang merah, lalu dikasihkan ke ubun-ubun den Aryo.”

“Iya, aku sudah tahu. Semoga besok pileknya sudah mereda. Ya sudah, istirahatlah, sudah malam, aku juga mau tidur.”

“Selamat tidur Mbok,” kata Arum sambil menutup pintunya.

***

Arum merebahkan tubuhnya, tapi tak bisa segera memejamkan mata. Pertemuan dengan Adisoma yang dikenalnya dengan sebutan mas Adi, karena itulah nama yang dikenalkan oleh Adisoma ketika mendekati Arum, membuatnya sangat terguncang. Semuanya sungguh tak terduga. Tak pernah diimpikannya dia akan bertemu lagi. Dan yang sangat membuatnya terkejut, bahwa ‘mas Adi’ yang sudah tidak lagi muda itu adalah pemilik istana kecil dimana dirinya mengabdi. Seperti mimpi Arum merasakannya.

“Ya Tuhan, betapapun besarnya aku mencintai dia, tapi aku tak pernah bermimpi akan bertemu lagi dengannya. Ini sangat mengganggu pikiranku. Aku tak sanggup kalau harus berhadapan dengan dia, sebagai abdi dan bendoro,” gumamnya lirih sambil berkali-kali mengusap air matanya.

Tapi tiba-tiba sebuah ketukan halus di pintu terdengar.

Arum mengusap air matanya. Apakah den ayu memanggilnya karena Aryo kembali rewel?

Ia bangkit lalu membuka pintunya, dan tiba-tiba seseorang menyerobot masuk, lalu mengunci pintu kamar itu.

Arum mundur kebelakang, kakinya terasa sangat lemas.

“Kamu menangis?”

Laki-laki yang adalah den mas Adisoma itu melangkah maju mendekati Arum, sampai Arum kembali mundur sampai menyentuh tempat tidurnya, lalu jatuh terduduk di atasnya.

“Ampun, Den Mas. Saya mohon, keluarlah,” katanya gemetar.

“Arum, aku tidak pernah melupakan kamu.”

“Saya mohon, jangan membuat saya celaka, jadi keluarlah, Den Mas.”

“Dulu kamu memanggil aku mas Adi, bukan?” sekarang Adisoma duduk di dekat Arum, lalu Arum beringsut menjauh.

“Sekarang Den Mas bukan siapa-siapa bagi saya. Saya mohon, pergilah. Kedatangan Den mas akan membuat saya celaka. Kalau saya diusir dari sini, bagaimana saya bisa melanjutkan hidup saya?”

“Mana mungkin kamu diusir? Ini rumah milik aku.”

“Saya bukan siapa-siapa. Tolong. Den Mas membuat saya takut.”

“Arum, aku juga tidak bisa melupakan kamu.”

“Den Mas adalah pembohong. Kalau tidak bisa melupakan saya, mengapa saya ditinggalkan saat saya mengandung?”

“Beberapa hari sesudahnya aku mencari kamu di rumah, tapi orang tua angkatmu mengatakan kalau kamu pergi dari rumah, entah kemana kamu pergi.”

“Saya diusir begitu mereka tahu saya hamil. Saya terlunta-lunta sampai melahirkan, dan akhirnya sampai di tempat ini, mengabdi demi melanjutkan hidup saya. Sekarang saya mohon Den Mas keluar. Tolong, Den Mas. Saya tahu saya bukan siapa-siapa. Saya mohon,” kata Arum memelas.

Tapi bukannya menuruti kemauan Arum, Adisoma justru semakin mendekati Arum, membuat Arum beringsut menjauh.

“Apa yang akan Den Mas lakukan?”

“Tiba-tiba aku kangen sama kamu,” katanya sambil meraih tubuh Arum, tapi Arum kemudian berdiri lalu menjauh.

“Den Mas akan membuat saya celaka? Saya mohon, pergilah Den Mas,” Arum mulai menangis.

“Arum, aku memang tidak pernah mencintai kamu, tapi ketika tiba-tiba melihatmu, ada perasaan ingin mendekati kamu kembali,” Adisoma berdiri dan mendekati Arum yang semakin ketakutan.

“Tolong Den Mas, kasihanilah saya,” Arum mundur, sampai tubuhnya merapat ke tembok. Adisoma sudah berada sangat dekat di depan Arum. Arum gemetar. Ia merasa dunia akan segera berakhir. Bagaimana mungkin dia bisa hidup kalau ketahuan berduaan bersama Adisoma di kamarnya?

Arum sadar, dia sangat mencintai ‘mas Adi’ yang beberapa waktu yang lalu selalu memberikan kesenangan dan memanjakannya. Tapi mendengar bahwa dia tidak pernah mencintai, hatinya terasa sakit, walau tahu bahwa memang Adisoma bukan dan tak akan pernah menjadi miliknya.

Arum tak berkutik ketika Adisoma meletakkan kedua tangannya di tembok, menghalanginya pergi.

“Apa yang akan Den Mas lakukan?”

“Tiba-tiba aku ingin memiliki kamu, Arum. Dari tak pernah cinta, lalu sekarang aku benar-benar jatuh cinta.”

“Lepaskan saya. Saya tak mengira, seorang priyayi luhur tega melakukan hal-hal rendah dan memalukan.”

“Arum, kamu berani memaki aku?”

“Lepaskan saya, atau saya akan berteriak.”

“Kalau kamu berteriak, dan ketahuan aku ada di dalam sini, hidupmu akan habis. Kamu akan terlunta lunta dijalanan.”

Arum terisak dan menangis tertahan. Sesungguhnya dia takut berteriak, karena kalau teriakan itu terdengar dari luar, dirinya yang akan celaka. Tak mungkin Adisoma akan diusir dari rumahnya sendiri. Hanya dirinya.

“Den Mas tidak kasihan pada saya.”

“Aku kasihan dan sangat mengasihi.”

Lalu pekik tertahan yang kemudian terdengar, berbaur dengan suara burung hantu yang memekik di halaman.

***

Man Tangkil berjalan mengitari halaman, bersama dengan seorang pembantunya.

“Ada apa ya Mul, malam hari ini terasa sangat mencekam,” kata man Tangkil kepada Simul pembantunya.

“Burung hantu pertanda buruk. Jangan-jangan ada maling ya Man?”

“Berani sekali maling memasuki tempat ini.”

“Tapi ini pertanda buruk Man.”

“Kamu berjalan ke arah barat, aku ke timur. Siapa tahu ada yang mencurigakan.”

“Baiklah.”

“Hati-hati. Kalau sekiranya ada yang berbahaya, kamu tabuh kentongan dan berteriak. Mengerti?”

“Mengerti Man.”

Simul berjalan ke arah yang ditunjuk man Tangkil, sementara man Tangkil ke arah sebaliknya.

Suara burung hantu itu masih terdengar, membuat bulu kuduk meremang. Tapi Tangkil sudah biasa meronda di sekitar halaman. Dia pemberani, tak ada yang ditakuti.

Mata tuanya masih setajam burung elang. Ia melihat ke sekitar tempat, melongok ke tempat yang tersembunyi.

Tiba-tiba man Tangkil melihat sesosok bayangan, menyelinap diantara pepohonan. Dengan berani Tangkil memburunya, lalu berteriak.

“Berhenti!!” ia masih memburu bayangan itu, yang kemudian memang berhenti.

Dengan lincah Tangkil melompat ke arahnya, lalu tiba-tiba ia jatuh terduduk, mengelesot di tanah. Orang didepannya sangat dikenalnya, karena ia adalah junjungannya.

“Apa yang kamu lakukan, Tangkil?”

Tangkil menundukkan wajahnya. Dalam hati ia berkata, harusnya saya yang bertanya, apa yang Den Mas lakukan malam-malam begini menyelinap di antara taman? Tapi ia tak mampu mengucapkan apapun, hanya tertunduk menatap tanah berpasir yang berwarna legam.

***

Besok lagi ya.

 

36 comments:

  1. 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
    Alhamdulillah CJDPS_12 sudah hadir.

    Duh kasihan kamu Arum....

    Mungkinkah Bu Tien merubah statusmu dari abdi menjadi...?

    Salam sehat dan tetap ADUHAI....🩷🌹

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 12 " sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom bertambah sehat, bertambah segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 12 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin 🤲🤲🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh Di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun Bu Tien🙏
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲

    ReplyDelete
  6. 🍇🫐🍇🫐🍇🫐🍇🫐
    Alhamdulillah 🙏💝
    Cerbung CJDPS_12
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, tetap
    smangats berkarya &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai 💐🦋
    🍇🫐🍇🫐🍇🫐🍇🫐

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan bpk Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  8. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat 🙏🤗🥰💖

    mulai rame nih Arum & den Adisoma

    ReplyDelete
  10. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 12..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Sehat wal Afiat juga kagem Pakdhe Tom.
    Aamiin

    Arum walaupun kamu tdk berpendidikan dan hanya sbg Abdi, jangan mau, klu hanya di jadikan pemuas kesenangan oleh Pepunden mu. Minta jadikan isteri ke 2 atau Selir yang sah ya...he..he...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  11. Ini cerita mengharu biru banget... Bacanya sampai sesak

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru dan aduhai. Semoga Ibu sehat wal'afiat dan Pak Tom semakin sehat....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  13. Alhamdulillah, sehat selalu mbakyu

    ReplyDelete
  14. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun jeng Kun

    ReplyDelete
  15. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Djodhi

    ReplyDelete
  16. Apa Mbak Tien tidak bisa dikenakan sanksi karena membuka aib meskipun dalam fiksi tentang kehidupan royal family?
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun, Bu Tien. Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  18. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya makin menarik untuk dinikmati, ..sehat2 bahagia selalu Bu Tien bersama Kel tercinta....

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 29

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  29 (Tien Kumalasari)   Arum menyelesaikan administrasi dengan segera. Peringatan bahwa dia harus beristira...