Monday, April 7, 2025

ADA MAKNA 29

ADA MAKNA  29

(Tien Kumalasari)

 

Reihan terkejut. Sang ibu begitu nekat. Bagaimana kalau nanti ayahnya bilang tentang uang itu?

“Bu, jangan Bu.”

“Apa maksudmu? Minggir. Masalah pendidikan kamu adalah tanggung jawab ayahmu, soalnya dia sudah ketemu. Jadi tidak ada jalan lain kecuali meminta tanggung jawabnya.”

“Tapi Bu, dengar dulu ….”

“Sudah, jangan ikut campur.” katanya kemudian masuk ke dalam kamar, lalu memutar nomor kontak Guntur, yang di ponsel Reihan tertulis ‘bapak’.

Dengan tersenyum simpul, Wanda menunggu jawaban dari seberang sana. Tak mungkin Guntur tak mengangkatnya, soalnya ini nomor kontak Reihan yang pasti sudah dikenalnya.

Dan benar saja, tak lama kemudian Guntur mengangkat panggilannya.

“Assalamu’alaikum, Rei,” sapa Guntur dari seberang.

“Hallo, ini aku.”

“Apa? Kamu siapa?”

“Guntur, kamu lupa pada suara bekas istrimu sendiri? Ini Wanda, aku ingin bicara tentang ….”

Tapi kemudian Guntur menutup ponselnya tanpa merespon ucapan Wanda.

Wanda terkejut.

“Kok dimatikan sih? Aku kan belum bicara?”

Lalu ia mencoba lagi menelpon, dan ternyata ponsel Guntur sudah dimatikan. Tentu saja Wanda mencak-mencak seperti cacing kepanasan.

“Apa maksudmu Guntur? Aku mau bicara tentang biaya kuliah Reihan! Ini tanggung jawab kamu! Mengapa dimatikan? Dasar laki-laki tak bertanggung jawab. Apa kamu tidak mau menganggap Reihan sebagai anakmu? Apa kamu tidak peduli pada pendidikannya? Dasar menyebalkan! Sejak dulu kamu memang menyebalkan! Kamu pembohong. Kamu jahat!!”

Masih banyak umpatan yang dikeluarkannya, seakan-akan Guntur ada di depannya. Tapi di luar kamar itu, Reihan terkejut. Ia mengira sang ibu mengumpat ayahnya ketika bertelpon. Ia segera mengetuk pintunya keras. Khawatir sang ayah marah karena umpatan-umpatan itu.

“Ibuu …. Buuuu, buka pintunya Bu.”

Wanda membuka pintunya sambil masih mengomel.

“Dasar tidak bertanggung jawab. Laki-laki pembohong.”

“Bu, ibu marah pada bapak?”

“Tentu saja, pada siapa lagi?”

“Ibu ngomong apa pada bapak?”

“Ngomong apa? Baru saja ibu bilang bahwa ini ibumu, dia langsung menutup ponselnya.”

“Ibu tadi marah-marah sama siapa?”

“Ya sama dia lah, orang dia yang buat kesal ibu.”

“Untuk apa ibu marah-marah kalau dia tidak mendengarnya.”

“Ayahmu itu tidak bertanggung jawab. Dia pasti sudah tahu kalau ibu mau meminta uang untuk biaya sekolah kamu, jadi dia kabur. Ibu marah-marah dong. Masa ibu diam saja dibuat kesal seperti itu.”

“Sudahlah Bu, nanti juga semuanya beres, ibu tidak usah memikirkannya. Kalaupun ibu marah-marah, juga tidak ada gunanya. Toh dia tidak mendengar.”

“Dasar laki-laki tidak berguna!” katanya sambil mengembalikan ponsel anaknya.

“Jangan begitu Bu, bapak juga sudah memberi uang juga kan?”

“Uang segitu bisa untuk biaya kuliah kamu? Dan kamu mendiamkannya, bukannya protes kepada ayah kamu?”

“Nanti pasti bisa. Mas Wahyu akan memikirkannya.”

“Lancang. Wahyu itu bekerja juga untuk membantu ibu. Bukan untuk kamu.”

Reihan diam. Ia baru mengerti, betapa egoisnya sang ibu. Sebenarnya kebutuhan apa saja yang harus dicukupi oleh ibunya, sehingga penghasilannya mengajar seakan tidak cukup baginya?

“Karena ibu tidak bisa terhubung dengan ayahmu, maka kamu yang harus mengatakan tentang semua kebutuhan kamu.”

“Nanti Rei akan bicara.”

“Tidak nanti. Sekarang!”

“Bukankah ibu bilang ponselnya dimatikan? Kalau ponselnya mati, mana bisa dihubungi?”

“Ayah dan anak sama saja.” kesal Wanda sambil kembali masuk ke dalam kamarnya, lalu menutupkan pintunya keras-keras.

Di dalam kamar, Wanda menelpon Wahyu, tapi dengan kesal dia membuang ponselnya yang beruntung ke atas kasur sehingga tidak pecah berantakan. Ternyata Wahyu juga tak mau mengangkat panggilannya.

Reihan bernapas lega ketika sang ibu masuk ke kamar. Setidaknya dia tidak harus melanjutkan perdebatan dengan ibunya, yang sudah pasti tak akan berujung sampai dirinya kelelahan.

***

Malam hari itu Wahyu menelpon Reihan. Dia mengatakan bahwa tadi sang ibu menelpon, tapi tidak diangkatnya karena dia masih bekerja.

“Apa ibu mau bicara tentang uang?” tanya Wahyu.

“Pastinya.”

“Bicara apa lagi tadi, ibu?”

“Menelpon bapak tapi ponsel bapak dimatikan, sehingga ibu marah-marah.”

“Untuk apa menelpon bapak?”

“Ketika ibu tahu berapa biaya masuk ke fakultas kedokteran, ibu mau minta agar bapak memikirkannya. Aku sudah ketakutan tadi, kalau sampai bapak mengatakan perihal uang itu. Bukan apa-apa, tapi ibu akan lebih marah lagi kalau sampai aku dikirimi uang oleh bapak tapi tidak mengatakannya pada ibu.”

“Ternyata  bapak tidak mengatakan apa-apa.”

“Untunglah, karena ibu belum sempat bicara, dan bapak rupanya enggan bicara dengan ibu. Entah karena apa, lalu ibu mencak-mencak marah sekali.”

“Kamu bilang apa tentang biaya kuliah kamu?”

“Aku bilang pada ibu bahwa ibu tidak usah memikirkannya. Nanti mas Wahyu yang akan memikirkannya. Tapi ibu bilang, bahwa mas Wahyu harus membantu kebutuhan ibu.”

Wahyu menghela napas panjang.

“Ya sudah Rei, segera kamu urus kuliah kamu, kamu bayarkan sekalian, kalau ada yang kurang bilang sama Mas ya.”

“Besok aku ke Solo lagi ya.”

“Baiklah. Pokoknya persyaratan yang ada hubungannya dengan uang, kamu selesaikan saja dulu. Yang lain bisa dipikirkan nanti.”

Nyatanya semuanya bisa selesai, dan Wahyu merasa lega karena sang ibu tak mengganggu soal uang lagi. Tapi tidak. Setiap kali Wahyu menerima gaji, Wahyu harus menyisihkan juga untuk sang ibu, karena sang ibu mengeluh dan selalu merasa kurang.

Tapi diam-diam Wanda heran, mengapa Reihan tidak meminta uang yang dibawanya, sementara kartu ATM juga ada padanya. Hal itu membuatnya senang. Ia sudah tahu nomor pin Reihan karena dia sudah bertanya ketika Reihan menyerahkan kartunya. Tak apa kan kalau dia mengambilnya sedikit. Tapi Reihan tahu yang sedikit itu bukan benar-benar sedikit, tapi sedikit demi sedikit.

***

Waktu terus berjalan. Reihan sudah mulai kuliah. Dengan begitu sang ibu sendirian di rumah, hanya dengan pembantu yang bertugas membersihkan rumah, mencuci dan memasak. Hal itu membuatnya tak perlu memikirkan kebutuhan anak-anaknya. Wahyu sudah bekerja dan Reihan ada di dekatnya. Jadi semua kebutuhan Reihan pasti juga sudah tercukupi.

***

Emma kuliah setingkat lebih tinggi sebelum Reihan memulainya. Seperti janjinya ketika bertemu dokter Dian, Emma juga masuk ke sekolah kedokteran. Tentu saja dia mengenal Reihan yang dianggapnya sebagai adik tingkat yang baik hati. Reihan merasa aneh, Emma sangat mirip dengan ‘kakaknya’ yang dikenal kan oleh ayahnya di rumah sakit, dan bersikap sangat baik kepada dirinya.

“Mengapa kamu menatap aku terus?” tanya Emma pada suatu ketika.

“Kamu mirip sekali dengan kakakku.”

“Masa?”

“Apa kakak kamu cantik?”

“Cantik sekali.”

“Kalau begitu aku juga cantik dong,” kata Emma girang. Gadis mana yang tidak suka dibilang cantik?

“Kamu memang cantik. Sungguh, bagaimana mungkin kalian bisa semirip ini?”

“Saudara aku ‘kali,” kata Emma seenaknya.

“Mungkin. Tunggu, aku punya fotonya, kamu lihat ya, benarkah kamu mirip atau tidak.”

Reihan mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan sebuah foto profil Emmi. Tentu saja Emma berteriak.

“Ini kakakku.”

“Apa?”

“Ini mbak Emmi, kakak aku.”

“Ini juga kakak aku,” Reihan juga berteriak.

“Bagaimana bisa kamu mengaku kakakku adalah kakakmu?”

“Jadi kamu itu adiknya mbak Emmi?”

“Iya. Gimana sih, aku bingung. Kamu dianggap adik oleh mbak Emmi? Kamu adik angkatnya?”

“Ayah mbak Emmi itu juga ayahku.”

“Apa? Kamu anak ayah Guntur?”

“Lhoh, kok kamu tahu?”

“Aku juga anak ayah Guntur.”

“Astaga naga,” Reihan diam untuk beberapa saat lamanya.

“Aneh.”

“Kita bersaudara seayah. Ya Tuhan, aku sebenarnya jatuh cinta sama kamu,” kata Reihan enteng.

“Apa?”

“Beneran. Biarpun kamu kakak tingkat aku, tapi aku suka sama kamu, nggak tahu kenapa. Tapi ternyata kamu saudaraku. Ternyata rasa cinta ini adalah cinta kepada saudara bukan pada kekasih hati.”

“Ya Tuhan, bagaimana ini ceritanya…” kata Emma yang masih sedikit  bingung.

“Aku tidak bisa cerita banyak. Ceritanya juga sedikit membingungkan. Aku jauh dari ibuku yang tinggal di Semarang. Kemungkinan ketemu masih belum tahu kapan.”

“Nanti aku mau tanya pada bapak atau ibuku,” kata Emma yang masih termangu.

Mereka diam dalam pikiran mereka  masing-masing. Pertemuan ini serasa aneh.

“Sebentar lagi mbak Emmi akan menikah,” lanjut Emma.

“Oh ya? Calon suaminya dokter?”

“Kok kamu tahu?”

“Aku kan pernah dirawat di rumah sakit, dimana ayah Guntur juga dirawat. Aku pernah melihat mbak Emmi bersama salah seorang dokter yang aku tahu bahwa dia adalah dokter di rumah sakit itu.”

“Dia dokter Dian, yang merawat ayah Guntur waktu itu. Tidak menyangka kalau kemudian jatuh cinta pada mbak Emmi."

“Syukurlah. Aku ikut senang.”

Emmi tidak banyak bercerita tentang Reihan. Ia mengatakan ketemu salah seorang laki-laki yang putra ayahnya, tapi tidak menceriterakannya secara detail.

Emmi juga tidak selalu memantau kelanjutan pendidikan Reihan, takut kalau suatu ketika harus bertemu ibu Reihan yang bukan main anehnya. Karena itulah dia juga tidak tahu kalau ternyata Reihan kuliah di fakultas kedokteran, di mana berada setingkat di bawah Emma.

Saling tidak tahu itulah yang menyebabkan kemudian mereka terkejut karena ternyata saudara seayah.

***

Wahyu terkejut mendengar penuturan Reihan. Ia juga tidak begitu mengerti tentang keluarga bekas suami ibunya. Semuanya serba tidak terbuka dan kemudian anak-anak mereka yang kemudian kebingungan.

“Entahlah. Aku dan kamu juga seibu tapi beda ayah. Lalu kamu ketemu Emmi yang seayah denganmu, kemudian ketemu adiknya Emmi yang berarti juga saudara kamu seayah. Sangat rumit.”

“Mas tahu nggak, aku hampir jatuh cinta pada dia.”

“Maksudmu Emma?”

“Dia cantik dan baik, seperti mbak Emmi. Tapi aku sebelumnya tidak tahu kalau ternyata kami adalah saudara seayah.”

“Untunglah segera ketahuan. Kalau cinta kamu sudah lebih mendalam, dan ternyata kalian saudara, maka akan lebih kacau jadinya.”

“Mbak Emmi mau menikah,” kata Reihan setelah terdiam beberapa saat lamanya.

“Apa?” Wahyu tentu saja sangat terkejut.

“Dengan yang kita lihat waktu kita makan itu. Dia dokter, seperti perkiraanku. Ah ya, mengapa aku begitu tidak perhatian? Aku pernah tahu dokter itu di ruang rawat bapak. Hanya sekilas, sehingga aku lupa, tapi aku tahu bahwa dia dokter di rumah sakit itu.”

“Dasar kamu. Waktu melihat di rumah makan itu pastinya kamu sudah tahu kalau dia yang merawat bapak.”

“Iya, aku lupa. Soalnya aku melihat hanya sekilas. Tapi yang jelas, Mas nggak boleh patah hati.”

“Apa katamu?”

“Mas pasti patah hati kan? Tapi jangan khawatir, Mas itu kan ganteng, pasti akan banyak gadis-gadis cantik yang mau.”

“Kamu anak kecil tahu apa.”

“Enak aja. Aku sudah besar tahu, sudah ngerasain bagaimana rasanya jatuh cinta.”

“Tapi luput kan?” kata Wahyu sambil tertawa.

Tapi tidak terlalu salah kalau Reihan mengatakan tentang patah hati itu. Cinta itu masih ada, dan harapan belum sepenuhnya pupus. Tapi sekarang, gadis yang dicintainya sudah mau menikah. Apa boleh buat. Patah hatilah. Memang iya. Lalu bayangan Tia melintas. Masihkah ada harapan untuk itu? Sikap yang manis dan baik bukan berarti suka. Ia tahu Tia sudah kecewa pada dirinya, gara-gara kelakuan sang ibu.

“Sudah, jangan sedih. Banyak teman aku yang cantik-cantik, nanti aku carikan,” ledek Reihan.

Wahyu hanya tersenyum. Gadis cantik memang banyak, tapi yang suka pada dirinya … entahlah. Ia teringat pada kelakuan ibunya, yang menurutnya sangat berlebihan.

***

Hari itu dokter Dian ada di rumah Guntur. Ini ada hubungannya dengan lamaran dokter Dian kepada kedua orang tua Emmi yang sudah dilakukan. Hanya saja dokter Dian merasa perlu mengabarkannya kepada Guntur, karena Gunturlah ayah kandungnya yang sejati, dan dialah yang nanti berhak menikahkannya.

“Saya kira tidak perlu saya, Nak Dian, sudah ada bapaknya di sana.”

“Bapak adalah ayah kandungnya. Lebih baik Bapak yang menikahkannya. Emmi juga berharap begitu, nanti dia akan kecewa kalau Bapak menolaknya.”

“Bukankah aku bisa memberinya surat kuasa kepada siapapun yang mau menikahkannya?”

Tapi tiba-tiba ...

"Bapaaakk"

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

52 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Terima kasih Bunda Tien... cerbung Ada Makna 29..sampun tayang.
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin

    Ngaturaken : Minal 'Aidin Wal Faizin kagem kagem Bunda Tien Kumalasari ugi kagem para Kadang Kinasih Pandemen Cerbung Ada Makna...Mohon Maaf Lahir dan Batin. Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni
      Apa sudah kondur Jakarta?

      Delete
  3. Matur sembah nuwun
    Ada Makna ._ 29 sudah tayang
    Semoga sehat selalu
    Salam ADUHAI..dari Antapani..🙏🥰😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      ADUHAI dari Babar Layar

      Delete
  4. 💐🦋🍒💐🦋🍒💐🦋
    Alhamdulillah 🙏💝
    Cerbung ADA MAKNA 29
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, tetap
    smangats berkarya &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai 🌸💞
    💐🦋🍒💐🦋🍒💐🦋

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  5. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 29" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri Maryani
      Aduhai 2x

      Delete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah ADA MAKNA~29 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  8. Mungkin Emmi ya, yang melacak keberadaan ayah Guntur. Memang sebaiknya Guntur datang saat pernikahan Emmi meskipun kemudian mewakilkan kepada petugas.
    Biaya kuliah Kedokteran sangat besar, tidak mungkin dipikul Guntur seorang. Jadi kerja sama dengan Wahyu sangat dibutuhkan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  9. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  10. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  11. Terima ksih bunda..slmt mlm dan slmt istrht..salam seroja unk bunda sekel🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),29 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ermi

      Delete
  14. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 29 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  15. Rasanya mau lepas tangan dèn Guntur, itu sama aja mengingkari, apapun alasannya, ini hukum agama lho.
    Paling saking atozé ati; nganti ngalahaké wêsi, pada waé menutup diri.
    Terus kotak kåyå kontainer ngono kok nganggo wêsi barang.
    Pikiran bruwet åpå manèh belum lama ngedengerin suara Wanda; kåyå dept kolektor seolah sudah jatuh tempo.
    Lucu ketemune anak tunggal bapa, ngetutaké sarasilah bundet, kåyå cublak² suweng.
    Wahyu malah bingung, arep nerus mengko malah nambahi dadi target pemalakan Wanda, ora perduli, mbuh mantu åpå anak pokoké kudu setor.
    Bisa juga di swith 'mode preman' ; jadi gitu. wong ora stabil.
    Ha ha.. dikuntit anaknya sampai ketemu persembunyian Guntur.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada Makna yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Crigis

      Delete
  16. Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  17. Sampun Bunda
    Ahad mlm...kemaren sdh sampai di Jkt...

    ReplyDelete
  18. Emmi datang....
    Persembunyian Guntur terbongkar...
    Guntur dituntut untuk menikahkan Emmi..
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. KP-Lover mgkn singkatan dari Kejora Pagi-Pecinta? Nebak sj mb Tien ... Idem dg PCTK?

    ReplyDelete

ADA MAKNA 31

  ADA MAKNA  31 (Tien Kumalasari)   Guntur hanya tersenyum melihat bu Simah tampak terkejut. “Pak Dokter ini ngomong apa … aneh-aneh saja.” ...