ADA MAKNA 31
(Tien Kumalasari)
Guntur hanya tersenyum melihat bu Simah tampak terkejut.
“Pak Dokter ini ngomong apa … aneh-aneh saja.”
“Mana yang aneh Bu, saya bersungguh-sungguh. Serius … sangat serius. Saya sudah menawarkan rumah ini melalui beberapa media, semoga segera ada yang berminat. Nanti berapapun besarnya harga rumah yang terjual, saya titipkan ke bu Simah, supaya nanti memberikannya kepada anak laki-laki saya. Nanti nomor kontaknya akan saya berikan kepada bu Simah, agar bu Simah bisa menghubungi dia.”
“Mengapa harus saya Dok? Bukankah Dokter bisa langsung memberikannya kepada putra Dokter, nantinya?”
“Belum tentu saya sempat bertemu dia saat rumah ini dibayar.”
“Apa maksud dokter?”
“Iya Bu. Saya mau pergi dari sini.”
“Kemana, Dok? Dan mengapa? Apa dokter tidak suka memiliki tetangga perempuan tua, udik pula, seperti saya?”
“Tidak … tidak, Bu Simah jangan salah sangka.”
“Dokter jangan bicara yang macam-macam. Mendengarnya saja saya jadi ketakutan. Sebenarnya Dokter mau ke mana?”
“Saya ini kan sudah sakit-sakitan Bu, tidak enak menjadi beban orang lain terus menerus.”
“Apa maksud menjadi beban itu, Dok. Kalau saya, bagi saya Dokter itu seperti anak saya sendiri. Saya suka menemani dan melayani Dokter.”
“Saya tahu Bu.”
“Jadi jangan sampai dokter punya pemikiran yang aneh-aneh. Dokter akan sehat. Dokter tahu, banyak orang membutuhkan dokter. Adanya Dokter di tempat ini sangat berarti bagi orang-orang sekitar. Kalau dokter pergi, kami, semua orang akan kehilangan.”
Guntur tersenyum. Bu Simah menatap dengan perasaan miris. Wajah dokter Guntur memang tampak sangat pucat. Beberapa hari yang lalu sesambat kalau badannya lemah. Bu Simah membuatkan sup ayam dengan kaldu yang kental, dan sayuran-sayuran sehat. Ia merawat seperti kepada anak laki-lakinya sendiri. Ucapan Guntur yang seakan akan segera pergi membuatnya ketakutan. Betapa sepi dunianya tanpa kehadiran dokter yang baik hati ini.
Guntur menatap bu Simah yang menundukkan kepala, dan melihat air mata menetes ke pangkuannya.
“Bu Simah kenapa? Saya masih di sini. Ada pertemuan, pasti juga akan ada perpisahan."
“Saya mohon, jangan pergi kemana-mana. Saya akan melayani Dokter. Saya tidak akan merasa terbebani. Sungguh, Dokter.”
“Saya akan menjual rumah saya ini, untuk membantu biaya kuliah anak laki-laki saya.”
"Kalau begitu silakan saja. Dokter bisa tinggal di rumah saya. Rumah saya tidak bagus, tapi ada kamar kosong yang nanti akan saya bersihkan. Ruangan depan bisa untuk menerima pasien. Dokter tidak usah bayar. Sungguh.”
“Terima kasih Bu, saya merasa seperti menemukan ibu saya kembali.”
“Dokter sudah tidak punya ibu?”
“Ibu saya meninggal dengan membawa luka yang saya torehkan kehatinya. Saya anak yang tidak berbakti, dan penuh dosa,” sekarang Guntur yang tak tahan untuk tidak meneteskan air mata. Ingatan tentang ibunya, menambah beban yang menggayuti jiwa raganya.
Bu Simah menatapnya iba.
“Dokter bisa mendoakannya. Minta ampunlah kepada Allah Yang Maha Pengasih, kalau Dokter merasa berdosa. Menangisi dosa-dosa di masa lalu tidak ada gunanya, Dokter. Yang lebih baik adalah memohon ampunan, tidak terus meratapi kegagalan dalam hidup di masa lalu,” kata bu Simah dengan suara bergetar.
Ia tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi, dan bagaimana sebenarnya perjalanan hidup dokter yang baik hati ini. Ia tak pernah menanyakannya, karena ia tak berhak mengorek kehidupan pribadi seseorang. Biarpun orang kampung yang sederhana, tapi bu Simah banyak belajar tentang tata krama.
Yang ia tahu hanyalah, dokter Guntur hidup seorang diri, tanpa istri, tapi ternyata punya anak-anak. Ia melihatnya ketika Reihan dan Emmi datang kemari. Guntur mengatakan bahwa mereka anak-anaknya. Tampan dan cantik.
“Dokter, minumlah wedang jahenya. Sudah tidak panas lagi,” kata bu Simah mengalihkan pembicaraan.
Guntur mengangguk, lalu meraih gelasnya dan meneguknya perlahan.
“Enak Bu. Terima kasih banyak.”
“Dokter jangan sedih ya. Saya mohon jangan pergi. Saya akan kehilangan."
Guntur menatapnya terharu. Ibu yang belum lama dikenalnya ini begitu tulus mengasihinya.
“Sekarang Dokter istirahat saja. Saya akan memasak. Apa Dokter mau oseng daun papaya?”
“Sangat suka.”
“Nanti setelah selesai, saya akan mengambilkan untuk Dokter, bersama ikan asin goreng. Tidak usah suruhan membeli makanan. Bagaimana?”
“Iya Bu, saya mau.”
“Baiklah, tunggu ya Dok,” kata bu Simah sambil menjauh.
“Permintaan saya tetap berlaku ya Bu,” kata dokter Guntur agak berteriak. Bu Simah menoleh sekilas, tapi kemudian melanjutkan langkahnya tanpa menjawab.
***
Sore hari Reihan baru memasuki kamar kost kakaknya. Ia senang sekali bertemu dengan ayahnya, yang ternyata diam-diam memantau perkembangan pendidikannya.
“Bertemu bapak?”
“Bertemu, dan bapak bersedia datang untuk menikahkan mbak Emmi.”
“Syukurlah. Aku ikut senang.”
“Tapi aku melihat, tampaknya bapak kurang sehat. Ketika aku dan mbak Emmi menyentuhnya, badan bapak agak panas. Tapi bapak bilang itu sudah biasa.”
“Dia dokter, pasti sudah tahu apa yang harus dilakukannya.”
“Semoga bapak baik-baik saja. Bapak juga bertanya tentang kuliah aku, kelihatan kalau bapak senang sekali aku jadi masuk ke sekolah kedokteran.”
“Jadi belajar yang gigih agar kamu tidak mengecewakan bapak.”
“Nanti aku akan mencari pekerjaan sambilan, sambil kuliah. Seperti Mas.”
“Bagus sekali. Tapi jangan sampai kamu mengabaikan kuliah kamu. Mas dulu bekerja tapi tidak melupakan kuliah Mas.”
“Iya, pasti.”
“Semoga kamu berhasil.”
“Aamiin.”
“Dan kamu harus percaya bahwa mas akan tetap selalu membantu kuliah kamu selama kamu membutuhkan.”
“Aku percaya, dan terima kasih ya Mas.”
***
Karena sesuatu hal, maka Tia dipindahkan di kantor cabang, dimana Wahyu ada di sana. Tapi Tia adalah manager di divisi yang lain. Walau begitu mereka sering sekali ketemu. Saat istirahat makan siang, mereka sering ketemu di kantin, seperti di siang hari itu, kebetulan mereka duduk satu meja di sana.
“Kamu selalu makan di kantin?” tanya Tia.
“Ya. Lebih dekat dan lebih murah. Bukankah aku sudah bilang bahwa aku harus selalu berhemat?”
“Ya, salut sama kamu yang begitu memperhatikan keluarga, terutama adik kamu.”
“Kamu sendiri, seorang manager tapi juga selalu makan di kantin kan?”
“Sama seperti kamu. Aku juga masih membantu membiayai adik-adik aku yang empat orang. Mereka kuliah dan yang terkecil masih SMP. Sementara ayahku sudah pensiun.”
“Rupanya kamu juga seorang kakak yang begitu memperhatikan keluarga.”
“Aku anak sulung. Aku ingin adik-adikku bisa menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Bapak sudah tua. Kamu sudah mengenalnya kan?”
“Iya, benar. Aku mengenal dengan baik.”
“Besok ada pertemuan antar divisi. Kamu hadir kan?”
“Sebenarnya aku ada acara. Temanku menikah.”
“Teman … kantor?”
“Tidak. Dia Emmi. Kamu pasti pernah melihatnya, waktu kita ziarah ke makam ayahku.”
“Oo, gadis itu? Bukankah kamu pacaran sama dia?”
“Enggak. Hanya dekat.”
“Tapi sangat dekat. Dan kamu patah hati, pastinya?”
Wahyu tertawa.
“TIdak, bukankah jodoh ada di tangan Allah?”
“Kamu pasti akan segera mendapatkan gantinya.”
“Kapan kamu menikah?” Wahyu beralih ke topik tentang jodoh Tia seperti pernah dikatakan ayahnya.
“Ah, entahlah. Sampai nggak kepikiran untuk menikah. Memikirkan adik-adik aku dulu.”
“Kata pak Suryawan, kamu sudah punya calon.”
Tia tertawa.
“Itu harapan seorang ayah. Aku belum memikirkannya. Oh ya, jadi besok kamu tidak bisa hadir?”
“Aku hadir. Lupa kalau Reihan adikku sudah mewakili aku untuk datang.”
“Syukurlah, soalnya ada perkenalan dengan CEO yang baru juga.”
***
Bu Simah masuk ke rumah Guntur, dan melihat sang dokter yang dikaguminya sudah berdandan rapi, dengan jas dan peci yang membuatnya tampak gagah.
“Dokter jadi menghadiri pernikahan putri Dokter hari ini?”
“Iya Bu, aku berkewajiban menikahkannya. Mungkin sebentar lagi akan dijemput.”
“Kalau begitu duduklah dulu. Saya mengupaskan sawo dan memotong-motongnya. Saya bawa ke sini ya Dok,” kata bu Simah sambil beranjak ke belakang, lalu kembali dengan membawa piring berisi irisan sawo.
“Baunya merangsang,” kata Guntur sambil menyomot irisan sawo dengan garpu yang sudah disiapkan bu Simah.
“Bu, nanti kalau ada tamu, bilang suruh menghubungi ponsel saya ya.”
“O, tamu yang kemarin? Yang mau beli rumah ini?”
“Iya, sepertinya dia cocok, dan harganya aku ngikut saja. Aku kira dia menawar dengan harga yang pantas.”
“Dokter, tapi Dokter jangan pergi ya,” kata bu Simah pilu.
“Mengapa Ibu sedih? Saya tidak akan melupakan Ibu.”
“Pokoknya jangan pergi. Ya Dok? Saya akan membersihkan kamar yang di depan. Biar dokter tinggal di situ saja.”
Guntur tersenyum haru.
“Nanti gampang Bu.”
Guntur menghentikan pembicaraan itu karena ada mobil yang datang memasuki halaman.
“Rupanya pak Dokter sudah dijemput.”
“Iya Bu, saya pamit dulu ya Bu.”
“Hati-hati pak Dokter,” kata bu Simah yang menatap kepergiannya dengan perasaan was-was, ketika melihat Guntur berjalan sedikit limbung.
“Ya Allah, tampaknya pak dokter belum sehat benar. Kuatkanlah dia ya Allah,” gumamnya pelan.
Lalu bu Simah masuk dan mengunci rumah Guntur sambil tanpa terasa air matanya mengalir deras. Entah mengapa, bu Simah tiba-tiba merasa sangat sedih.
***
“Ananda Dian Eka Pratama bin Kusuma Atmaja, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan putri saya yang bernama Emmi Sulistyawati binti … (Guntur kelihatan agak ragu, lalu seseorang berbisik di telinganya) Guntur, dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan, dibayar tunai."
Pekik-pekik bahagia dengan ucapan ‘SAH’ menggema di sekitar ruangan, lalu air mata Emmi meleleh deras.
Setelah memasangkan cincin ke jari manis istrinya, dokter Dian menggandeng Emmi untuk bersujud di depan Guntur, yang memeluk mereka dengan air mata yang tak kalah deras.
“Semoga samawa, bahagia, dan berikan cucu-cucu yang soleh dan solihah untuk bapak,” bisik Guntur dengan suara bergetar.
“Mohon doa restu, Bapak,” bisik dokter Dian diikuti Emmi yang kemudian mereka berpelukan sangat erat.
Suasana haru meliputi seluruh ruangan. Kinanti yang duduk agak jauh berkali-kali mengusap air matanya. Ia duduk di samping Ardi yang selalu memeluk bahunya.
Ketika kedua mempelai kemudian bersujud di hadapan mereka, Emmi dan ibunya juga berpelukan sangat erat.
Lalu Ardi berdiri. Ia bermaksud menemui Guntur, dengan mengajak sang istri.
“Ayo kita temui Guntur.”
Kinanti hanya mengangguk, tapi ia mengikuti langkah suaminya.
Hidangan sudah dikeluarkan, dan upacara ijab qobul selesai ditunaikan. Malam nanti adalah resepsi yang pasti akan lebih semarak dan penuh gempita kebahagiaan.
Ardi mencari-cari. Ia tak melihat Guntur di tempat dimana dia duduk. Meja yang dipergunakan untuk upacara ijab qobul sudah kosong, tak seorangpun duduk di sana.
“Mana dia?” tanya Ardi.
“Tadi duduk di mana?” Kinanti menimpali.
“Bapak sama ibu mencari siapa?” tanya Emma sambil mendekat.
“Ayah Guntur, tadi duduk di sini kan?”
“Sudah pergi.”
“Apa maksudmu pergi?”
“Tadi Emma duduk di samping Reihan, tapi kemudian ayah Guntur datang, memeluk Emma erat sekali, lalu menggandeng Reihan, diajaknya keluar ruangan,” terang Emma.
“Apa?”
“Pasti ke hotel, biar aku menyusulnya ke sana,” kata Ardi yang kemudian bergegas mengambil kunci mobilnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur sembah nuwun Mbak Tien
ReplyDeleteAda Makna ._ 31.sudah tayang
Sehat selalu
Salam ADUHAI dari Antapani .🙏🥰😍💕
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Ning
ADUHAI dari Babar Layar
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 31, membuat gemes ceritanya hihihi...salam SeRoJa kagem jenengan sekelg, salam dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteMatur nuwun kawigatosanipun
Salam dari Solo
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 31" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri Maryati
Aduhai 2x yang hangat
Maturnuwun bunda Tien
ReplyDeleteAda makna sudah tayang
Semoga bunda sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
💜🪻💜🪻💜🪻💜🪻
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
Cerbung ADA MAKNA 31
sudah tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, tetap
smangats berkarya &
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 💐🦋
💜🪻💜🪻💜🪻💜🪻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Terima kasih Bu Tien Ada Makna 31 sudah hadir..... Guntur ke mana Bu, pergi sama Reihan? Benar ke hotel atau ke mana?
ReplyDeleteBikin tambah penasaran nich.....
Semoga Bu Tien dan juga dikter Guntur selalu diberikan sehat, bahagia dan sejahtera.... Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyikron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Terima kasih Bu Tien Ada Makna 31 sudah hadir..... Guntur ke mana Bu, pergi sama Reihan? Benar ke hotel atau ke mana?
ReplyDeleteBikin tambah penasaran nich.....
Semoga Bu Tien dan juga dokter Guntur selalu diberikan sehat, bahagia dan sejahtera.... Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Terima kasih Bunda Tien... cerbung Ada Makna 31..sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Kobuuulll...Sah...
ReplyDeleteSalam Samawa buat mempelai berdua Dian dan Emmi..🌂💐💐🌹👍
Semoga dr Dian dan Emmi jadi keluarga yang Sakinah, Mawadah dan Rohmah. Ayem tentrem, kebak ing katresnan lan lemah lembut.
ReplyDeleteGuntur ingin melihat Reihan jadi dokter, jadi harus bertahan selama beberapa tahun.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Selamat mlm bunda..terima ksih cerbung Ada Makna 31 nya 🙏🙏Salam sehat dan tetap aduhai uni bunda sekeluarga🥰❤️🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam aduhai
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),31 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah ADA MAKNA~31 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Mks bun AM 31 sdh tayang....selamat malam ...smg bunda Tien selalu sehat dan senatisa bahagia bersama kelrg tercinta...aamiin yra🤲💕
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati.
Apa kabar?
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dr Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteBahagia juga
Lho kok,
ReplyDeleteKayanya Guntur ada sedikit kikuk seperti minder gitu, kalau ketemu Kinanti.
Repotnya ngopèni gengsi dihatinya, kemaren Emmy sempat takut kalau Guntur nggak bisa datang, syukurlah terlaksana dengan baik, rådå brebet sedikit nggak apa-apa memang kalau ngadepin kaya gitu; seolah ada yang tiba tiba datang sering ngulêng ulêng; ya keraguan itu.
Rupanya pesan terungkap dikata kata Guntur membuat kebingungan Bu Simah, padahal belum uzur juga sudah ikutan menebar virus bingung ke Bu Simah, semoga nggak salah ngasih, lha kalau keliru ke Wanda ya udah katam dah, itu duwit.
Langsung menguap itu doku, tertiup angin entah kemana.
Ardi malah kehilangan lacak, Guntur sudah nggeser entah kemana, yang katanya mau memberi semangat anak laki-laki semata wayangnya, sebuah suport yang menguatkan agar tetap belajar penuh semangat.
Mau ngungsi kemana tuh atawa kerumah singgah mana, sudah bertekat bulat mau menjauh dari riuh kocak ceria sedau gurau anak anak dan keluarga, menyendiri walau sadar kalau sendiri itu paling ribet tapi bebas, kaya dulu sewaktu ldr selama tempat hunian berbeda dengan anak bojonya.
Mumet digawé déwé,
Bola bali pindah kåyå dioyak petugas bank titil.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada Makna yang ke tiga puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Crigis
Guntur merasa tak ada makna pada Emmi dan Emma karena ada Ardi. Itulah sebabnya Guntur lebih memilih bersama Reihan agar maknyanya tetap bersinar sampai Guntur tiada...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
DeleteGuud
ReplyDelete