ADA MAKNA 32
(Tien Kumalasari)
Ketika melewati Emma, dia berpesan agar hal ini tidak usah disampaikan kepada Emmi, kakaknya. Ia juga berpesan demikian kepada Kinanti. Kemudian Ardi langsung ke arah mobil dan mengemudikannya sendiri, keluar dari halaman.
Emma menatapnya bingung.
“Dia bilang apa?” tanya Kinanti sambil duduk di samping Emma.
“Tidak mengatakan apa-apa. Dia merangkul Emma erat sekali, agak lama, kemudian meraih tangan Reihan, mengajaknya keluar.”
“Kamu tidak menghentikannya?”
“Emma bingung harus bertanya apa. Menurut Emma, dia kelelahan dan ingin istirahat di hotel. Sungguh ayah Guntur kelihatan sangat lelah.”
“Ia dalam keadaan sakit,” kata Kinanti yang diam-diam merasa iba.
“Emma akan menelpon Reihan ya Bu, menanyakan mereka berada di mana.”
“Oh iya, kenapa tidak terpikirkan dari tadi. Segera kabari bapak setelah kamu tahu keberadaannya."
Emma mengangguk, lalu memutar nomor kontak Reihan. Kinanti masih duduk di dekatnya, menunggu.
“Nggak nyambung. Ponselnya mati.”
“Waduuh.”
“Semoga bapak menemukannya di hotel.”
Kinanti mengangguk. Lalu ia masuk ke dalam rumah, Emma mengikutinya.
“Pengantin harus segera pergi ke gedung pertemuan untuk dirias, kamu juga Emma. Sekalian saja berangkat bersama kakakmu.”
“Bagaimana dengan ibu?”
“Ibu menunggu bapakmu saja, nanti segera menyusul.”
“Padahal Reihan juga harus segera berdandan.”
“Kalau nanti ketemu, bapakmu pasti sudah memberi tahu.”
Emma mengangguk.
“Jangan lupa pesan bapak, tak usah bicara apapun pada kakakmu tentang ayah Guntur.”
“Iya, Emma mengerti.”
Ardi berharap, kepergian Guntur tidak mengganggu konsentrasi Emmi yang akan menjadi ratu dan raja sehari malam itu. Ini adalah malam kebahagiaannya. Jangan sampai kepergian ayah Guntur menodai kebahagiaan itu.
***
Ardi sampai di hotel, di mana dia sudah memesan kamar untuk Guntur, yang atas permintaannya ingin ditemani Reihan.
Ia bergegas menuju kamar itu. Ketika mengetuk pintu, Ardi merasa lega karena mendengar langkah dari dalam. Reihanlah yang membukakan pintunya. Ardi menerobos masuk.
“Mana ayah Guntur?”
“Bapak sudah pergi,” kata Reihan pelan.
“Pergi? Ke mana?”
“Bapak tiba-tiba sudah memesan taksi, lalu begitu taksi datang, bapak pergi.”
“Kamu tidak menanyakan ke mana perginya?”
“Bapak bilang mau pulang. Saya tidak bisa mencegahnya,” kata Reihan sedih.
“Pulang? Jadi dia tidak akan datang di resepsi nanti?”
“Pastinya tidak. Sebenarnya bapak seperti orang sakit. Tapi ketika saya menanyakannya, katanya tidak apa-apa. Bapak bilang ada urusan, begitu. Saya ingin mengantarnya tadi, tapi bapak melarang, karena nanti saya harus menjadi pendamping pengantin.”
“Bagaimana Guntur ini. Diajak menikmati kebahagiaan anaknya, kok seperti enggan begitu.”
“Saya juga sedih melihat bapak. Sepertinya kurang bersemangat. Hanya ketika ijab qobul tadi, bapak bersuara lantang. Tapi setelahnya, seperti tidak punya semangat. Saya yakin bapak sakit.”
“Ya sudah, barangkali bapakmu ingin bisa beristirahat dengan tenang di rumahnya sendiri, bukan di hotel ini.”
Reihan mengangguk.
“Kamu mau ke gedung pertemuan sekarang? Kalau ya, ayo bareng aku sekalian.”
“Tapi saya belum mandi.”
“Mandi di rumah saja, nanti berangkat bareng-bareng, karena semua yang bertugas akan dandan di gedung.”
“Saya menyusul saja. Saya mandi dulu di sini.”
“Baiklah, terserah kamu saja kalau begitu.”
Tapi sebelum pulang ia meminta Reihan agar menelpon ayahnya.
“Tadi saya sudah mencoba menelpon, tapi tidak bisa. Nanti saya akan menelpon lagi. Setidaknya saya bisa mengetahui keadaan bapak bagaimana. Sekarang ponsel saya mati. Akan saya cas dulu."
“Anak baik. Ya sudah, kabari aku atau Emma kalau kamu bisa terhubung dengannya.”
“Baik.”
Reihan mengantarkan Ardi sampai ke depan, lalu kembali ke kamar. Ia ingin menelpon sang ayah lagi, menunggu ponselnya selesai di cas.
“Sebenarnya bapak tuh pulang karena enggan bertemu keluarga mbak Emmi, atau karena sakit. Tiba-tiba aku kok merasa sedih begini. Aku berharap bisa bersama bapak menyaksikan hari bahagia mbak Emmi, tapi tidak kesampaian. Nanti malam aku juga harus tidur di hotel ini kan? Sedianya menginap bersama bapak, tapi karena bapak pulang, jadinya aku sendirian,” gumamnya sambil menuju ke kamar mandi.
***
Sesampai di gedung pertemuan, sambil menunggu yang mendandani, Emma mendekati Reihan untuk menanyakan keberadaan ayahnya.
“Mengapa tiba-tiba bapak pulang, tidak menunggu selesai acara resepsi?”
“Entahlah, aku juga tidak mengerti. Tapi menurutku, bapak sebenarnya sakit.”
“Tadi kelihatan gagah.”
“Bapak menahannya. Mungkin tak ingin tampak seperti orang sakit.”
“Kasihan Bapak. Nanti setelah selesai, aku akan minta bapak agar mengantarkan ke rumah ayah Guntur. Aku belum begitu dekat dengan ayahku.”
“Nanti bareng sama aku, aku juga mau kesana setelah selesai semuanya,” kata Reihan bersemangat.
“Bener ya. Kalau bapak mau mengantar, baguslah. Kalau tidak, aku mau minta agar sopir mengantarkan kita. Tapi bapak berpesan agar mbak Emmi tidak usah diberi tahu tentang kepulangan ayah Guntur. Nanti merusak suasana bahagianya.”
“Iya, aku mengerti. Kalau toh akhirnya tahu, acaranya kan sudah selesai.”
***
Bukan hanya Emma dan Reihan yang bertanya tentang Guntur, Kinanti dan Ardi juga bertanya-tanya. Hanya saja karena Reihan berkata bahwa ayahnya seperti kelihatan sakit, keduanya mengira bahwa Guntur pulang karena merasa sakit.
“Mengapa dia tidak bilang saja sama bapak kalau memang perlu diantar pulang, sehingga tidak membuat bingung semua orang,” keluh Kinanti.
“Tentu saja dia tidak mengatakannya. Orang seperti Guntur memiliki rasa tinggi hati, jadi tidak mau menyusahkan orang lain.”
“Semoga dia baik-baik saja.”
“Tadi Bapak menelponnya? Reihan yang menelponnya, aku tidak tahu nomor kontaknya yang baru. Dia kan ganti-ganti nomor.”
“Tersambung?”
“Tidak, dan kelihatannya sampai sekarangpun tidak, buktinya Reihan tidak mengabari aku. Guntur itu kan punya sifat keras kepala dan agak tinggi hati.”
“Iya, aku tahu.”
“Ya sudah, nanti kalau semuanya sudah selesai kita cari kabar tentang dia.”
“Maksud Bapak itu baik, supaya dia bisa ikut merasakan kebahagiaan ketika anak gadisnya menikah, ternyata semuanya sia-sia. Dia sama sekali tidak tertarik untuk ikut menikmati kebahagiaan itu.”
”Kelihatannya dia malah dekat dengan Reihan.”
“Apa Bapak tahu apa sebabnya?”
“Mungkin begini. Dia merasa, Emmi ataupun Emma itu tidak membutuhkan dia karena semua kebutuhannya sudah tercukupi. Mereka menjadi besar, dewasa, memiliki pendidikan tinggi, bukan dia yang melakukannya. Sedangkan untuk Reihan, dia bisa memberinya banyak. Menurut Emmi, Reihan mendapatkan biaya masuk kuliah dari ayahnya, dan itu membuat Guntur merasa dibutuhkan oleh Reihan. Hanya Reihan yang membutuhkan dia. Sedangkan Emmi dan Emma tidak. Ibu bisa mengerti?”
“Itu pula sebabnya, ketika Bapak ingin membantu pendidikan Reihan, maka dia marah sekali. Marah kepada Emmi yang menyampaikan keinginan Bapak itu, karena merasa tak dihargai.”
“Baguslah. Sekarang kita mengerti apa yang sebenarnya dipikirkannya, apa yang sebenarnya membuat dia menjadi seperti itu.”
Pembicaraan itu berhenti ketika perias selesai dengan tugas merias gadis-gadis pagar ayu yang ikut memeriahkan acara, lalu meminta kepada Kinanti dan besannya, agar segera masuk ke kamar rias.
***
Seperti pengantin-pengantin pada umumnya, aroma bahagia memenuhi seluruh suasana resepsi yang hingar bingar itu. Kedua mempelai yang cantik dan tampan bak puteri dan pangeran dari negeri Antah Berantah selalu menebarkan senyuman kepada siapapun yang menyalaminya. Emmi juga tersenyum senang ketika melihat Wahyu mendekat kemudian menyalami dirinya dan suami. Dokter Dian tentu saja ingat ketika hampir berantem dengan Wahyu gara-gara Wahyu menangkap tubuh Emmi yang nyaris jatuh karena tersandung batu. Tapi di hari bahagia itu, karena Wahyu menyalami dengan tulus, rasa kesal itu telah hilang begitu saja. Senyumnya merekah ketika Wahyu menjabat tangannya, yang dibalasnya dengan jabatan yang lebih erat.
Ketika kembali duduk, Wahyu mendekati Reihan yang masih berpakaian Jawa dan duduk di barisan depan.
“Kamu ganteng sekali lhoh,” pujinya sambil menatap adiknya lekat-lekat.
Reihan tersenyum.
“Benarkah?”
“Sejak tadi gadis-gadis pagar ayu itu menatapmu sambil berbisik-bisik.”
Reihan tertawa pelan.
“Ternyata Mas bisa datang, katanya ada acara di kantor.”
“Sudah selesai tadi sore. Sedianya ingin menghadiri acara nikah, tapi acara di kantor belum selesai. Ini tadi juga aku kan datang terlambat.”
“Nanti tidur di hotel sama aku ya Mas,” kata Reihan kemudian.
Sesungguhnya Reihan masih kepikiran tentang kepergian sang ayah. Kalau dia harus tidur sendirian, rasanya pasti tak enak. Kalau dia pulang ke rumah kost kakaknya, pasti Ardi akan menegurnya, karena kamar hotel sudah dibayar. Sayang kalau tidak dipergunakan. Karena itulah ia mengajak kakaknya.
“Kenapa? Bukankah kamu bilang akan tidur di hotel bersama bapak?”
“Bapak sudah pulang.”
“Pulang? Maksudnya … pulang ke rumahnya?”
“Iya. Selesai menikahkan mbak Emmi, bapak kembali ke hotel sebentar untuk mengambil baju, lalu sudah memesan taksi dan pulang.”
“Mengapa?”
“Kelihatannya bapak sakit, tapi entahlah, besok aku mau ke rumahnya.”
“Sakit?”
“Bapak itu kan sakit-sakitan. Dulu ketika dirawat lalu Rei bisa ketemu bapak, bapak mengatakan bahwa sakit lever dan agak parah.”
“Kasihan, barangkali kecapekan.”
“Semoga bapak baik-baik saja. Itu sebabnya aku mengajak Mas tidur di hotel, kalau aku sendirian, aku pasti merasa sedih, kepikiran bapak terus.”
“Ya sudah, nggak apa-apa, nanti aku temani. Sekali-sekali tidak tidur berdesakan di kamar sempit,” candanya.
“Kok ngobrol di sini sih?”
“Mbak Emma, kenalkan, ini mas Wahyu, kakak aku.”
Wahyu menatap gadis berkebaya dan bergelung ala puteri itu tak berkedip. Sungguh dia mirip Emmi. Ia tersadar ketika Emma mengulurkan tangannya.
“Aku Emma, kita sama-sama kakaknya Reihan kan?”
“Iya, aku Wahyu, kakaknya Reihan.”
“Dunia terkadang lucu. Saudara sendiri, terkadang tidak disadari, seperti ketika aku ketemu Reihan,” kata Emma ramah.
Wahyu terpana menatapnya. Bibir tipis yang bergerak-gerak saat bicara itu tampak sangat menggemaskan.
“Hei, Mas. Kok diam saja sih. Jangan bilang, mas jatuh cinta pada dia. Rei dulu juga pernah jatuh cinta pada dia,” canda Reihan, membuat Wahyu tersipu.
“Aku baru sadar, benar seperti katamu, dia mirip sekali Emmi.”
“Iyalah … aku kan adiknya,” kata Emma.
Wahyu mengalihkan pandangan ke tempat lain. Takutnya Reihan menegurnya lagi ketika dia terus menerus menatap Emma.
“Rei, kamu ditungguin tuh, mau foto-foto bareng,” kata Emma sambil menarik tangan Reihan.
“Mas Wahyu boleh ikut?”
“Boleh, ayuk,” kata Emma.
Tapi Wahyu menolak.
“Tidak. Kamu saja, aku bukan siapa-siapa.”
“Mas kan kakaknya Reihan, jadi tetap saja saudara.”
“Jangan. Aku menunggu di sini saja. Sana Rei, jangan buat mereka kelamaan menunggu kamu.”
***
Guntur sampai di rumah ketika hari sudah malam. Ketika membuka pintu, Guntur terkejut melihat bu Simah tidur di kursi panjang.
Guntur menyalakan lampu, melangkah perlahan agar tidak mengganggu tidur bu Simah. Tapi mendengar langkah kaki Guntur, bu Simah terbangun.
“Sudah saya duga, dokter akan pulang malam ini.”
“Mengapa bu Simah tidur di sini?”
“Saya menunggu Dokter, ketiduran,” katanya sambil duduk.
“Tadi ada tamu?”
“Ada Dok, katanya yang mau membeli rumah. Dia tidak memberi uang, tapi menyerahkan ini, seperti kwitansi, katanya ini uang jadi. Saya tidak mengerti, takut dia itu pembohong, makanya saya menunggu dokter untuk menunjukkan ini. Masa uang jadi berupa kwitansi begini? Saya jadi ragu-ragu, katanya besok mau kesini lagi untuk menyelesaikan pembayaran. Orang aneh,” katanya sambil mengulurkan surat yang dikatakannya sebagai kwitansi.
“Ini bisa diuangkan Bu, ini namanya cek.”
***
Besok lagi ya.
🍒🍉🍒🍉🍒🍉🍒🍉
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏 💞
Cerbung ADA MAKNA_32
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja💐🦋
🍒🍉🍒🍉🍒🍉🪻🍉
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah.maturnuwun
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 32" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri Maryani
Aduhai 2x
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun pak Apip
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur nuwun Bu Tien....
ReplyDeleteSemoga Sehat selalu...
Aamiin....
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Apip
Suwun Ada makna 32 nya Bu Tien …🤝
ReplyDeleteSehat sll n terap Berkarya ….
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun Mbah Wi
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 32 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdullilah Ada Makna 32 sdh tayang..Terima ksih bunda🙏🙏slmt mlm dan slmt istrhat .salam seroja dan tetap aduhai unk bunda sekeluarga 🥰❤️🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteAduhai
Alhamdulillah "Ada Makna 32" sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien🙏
Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Terima kasih Bunda Tien... cerbung Ada Makna 32..sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Tugas Guntur mungkin sdh selesai, setelah menikahkan putri nya. Tinggal mencari bekal sebanyak banyak nya, untuk melewati di ujung wkt nnt.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),32 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~32 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Inilah kehidupan manusia, kadang2 spt benang yg ber belit2. Trima kasih ibu Tien sdh memaparkan yg sedemikian rupa, sehingga menambah wawasan saya. Salam manis untuk ibu Tien dan juga para pembaca.
ReplyDelete🌺🌹🌼
Sami2ibu Rosie
DeleteSalam manis juga
Alhamdulillah Ada Makna 32 sdh hadir.
ReplyDeleteGuntur...oh Guntur.... Dicari banyak orang lho.... Lha kok pulang ke Wonosobo.
Semoga bu Tien besuk mengobati kepenasaran para pembacanya......
Semoga.
Selamat malam dan selamat beristirahat.
Semangat ga bu Tien dan pak Tom sehat selalu dan selalu sehat. Aamiin....
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun masKakek
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulilah, Ada Makna 32 sudah hadir, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga bunda sekeluarga sll sehat, bahagia, dlm lindungan Allah SWT, aamiin yra 🤲
Salam aduhai bun 🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Tuh kan
ReplyDeleteJaga gengsi; dari dulu juga gitu
Aku kan nggak minta mereka yang ngasih, yaudah terima aja.
Terus patrapé methunthung kaya blênthung, apa kuwé; kaé lah kodok anggêr ngrasa terancam nggêdèkna awaké, bisa nggêdèni, dadi sing kaya kuwé arané blênthung, istilah lokalan kéné arané blênthung. Iya.
Hé hé hé
Ka bag pemasaran kebingungan kenapa tamu tadi hanya memberi selembar kertas tanda jadi. Katanya Bu Simah
Sampai nunggu kepulangan Guntur.
Bênêr² nggak bilang apa-apa mulai berkemas mau melarikan diri, nunggu Bu Simah pulang kerumahnya.
Kok bagian pemasaran, kan yang broadcast ke teman-teman dia; pengumuman disini rumah praktèk dokter dengan tarif terjangkau hi hi..
Bawa kenong nggak waktu pengumuman.
Es dung dung apa.
Sarwo éwuh; arep nggondeli sungkan, kalau jadi pergi jadi nggak ada kegiatan paling tidak ada yang diajak ngobrol gitu.
Kan ada aplikasi yang menarik untuk terhubung.
Lha wong hapé cêthuk kok pakai medsos, ada yang sms iklan aja sudah untung, berarti masih bisa buat nelpon.
Terimakasih Bu Tien
Ada Makna yang ke tiga puluh dua sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Crigis
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat wal'afiat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdulillah... cerbung Ada makna 32 sdh tayang, terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAduhai
Lebih baik menghindar dari pada berputih mata, pikir Guntur. Memang tak enak jadi orang tersingkir hati, biar fisiknya ikut menemaninya...
ReplyDeleteGuntur memang kalah banyak, kalah hati dan kalah harta, tapi Guntur tak mau merasa terhina meskipun orang menyanjungnya...
Hati nan rusuah, kama ka disuruakkan (Hati yang galau kemana mau disembunyikan)...
Terimakasih Mbak Tien...
Sepp
ReplyDeleteWealaah...Guntur si pengecut kabur lagi to...saya pikir 'pergi' selamanya.😅😁
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻