Friday, April 4, 2025

ADA MAKNA 27

 ADA MAKNA  27

(Tien Kumalasari)

 

Sesaat Guntur tak bisa berkata apa-apa. Bagaimanapun, Emmi adalah darah dagingnya. Kalau tega memarahinya, pasti tak tega mendengarnya sakit, apalagi operasi, yang berarti adalah sakit yang serius.

“Operasi apa?” tanyanya setelah beberapa saat lamanya.

“Ada perdarahan otak.”

“Dia jatuh? Kapan?”

“Menurut ibu Kinanti, pernah jatuh waktu masih kecil. Tapi operasi sudah selesai dan berhasil baik.”

“Alhamdulillah. Dokter Dian menungguinya?”

“Saya beberapa kali datang ke sana, ketika operasi saya menungguinya bersama kedua orang tua dan adik-adiknya.”

“Syukurlah. Mohon saya dikabari kalau ada apa-apa. Biarpun tak bertemu orangnya, tapi kalau mendengar berita baiknya, saya sudah senang.”

“Baiklah.”

“Dokter sudah bertemu keluarganya?”

“Sudah, mereka sangat baik. Adik-adiknya juga baik.”

“Saya berharap, dokter bisa menjadi keluarga mereka. Apakah Emmi sudah pernah mendengar dari dokter bahwa dokter menyukainya?” kata Guntur berterus terang.

“Saya belum pernah mengatakannya. Tapi sikapnya baik.”

“Saya pernah mengatakannya.”

“Dia menjawab apa? Semoga tidak ada penolakan,” kata dokter Dian sambil tersenyum.

“Tidak terlihat begitu. Tapi dia ingin menyelesaikan kuliahnya. Semoga dalam setahun ini bisa selesai.”

“Aamiin.”

“Saya berharap masih hidup ketika Emmi menikah.”

“Dokter jangan berkata begitu. Dokter akan sehat dan kuat.”

“Saya tahu apa yang saya derita.”

“Semangat adalah obat.”

Guntur tersenyum. Ia merasa tak ada yang bisa diharapkannya. Hidupnya adalah milik dirinya sendiri. Siapa yang peduli? Tapi kemudian dia ingat Reihan. Ia sudah memberikan hampir semua tabungannya untuk Reihan. Nanti pasti ia bisa menambahinya lagi kalau diperlukan. Untuk itulah kemudian Guntur merasa hidup.

“Saya punya anak laki-laki. Dokter pernah bertemu bukan?”

“O iya, pernah bertemu ketika dia menemui dokter. Tapi tunggu, mengapa kita tidak bisa menyebut masing-masing dengan nama saja? Seperti sangat resmi.”

“Jadi ….”

“Panggil saya Dian, saya akan memanggil Dokter dengan Bapak.”

“Begitu ya?”

“Begitu lebih baik, Bapak.”

Keduanya tersenyum. Rasanya memang lebih nyaman. Apalagi mereka berada dalam suasana seperti keluarga.

“Terima kasih, Nak.”

Mereka berbincang agak lama. Dokter Dian pergi ketika hari menjelang sore, setelah memberikan sejumlah vitamin yang berguna untuk kesehatannya.

***

Hari berjalan begitu cepat. Hubungan Emmi dengan dokter Dian sudah semakin dekat. Ketika liburan, dokter Dian selalu memerlukan datang menemui Emmi demi melepas rasa kangen yang entah dari mana datangnya rasa itu, sementara sebelumnya tak pernah mereka rasakan.

Tapi satu yang dokter Dian tidak mau mengatakannya, ialah ketika Emmi menanyakan di mana ayahnya berada.

“Mengapa Mas tidak mau mengatakannya?”

“Aku sudah berjanji pada bapak, dan tidak berani mengingkarinya.”

“Apakah bapak sangat membenci aku?”

“Bukan, mana ada seorang bapak membenci darah dagingnya? Bapak hanya ingin tenang.”

“Apakah kehadiranku membuatnya tidak tenang?”

“Ada sebuah perasaan dari seorang pria yang tidak diketahui wanita. Perasaan itu tersembunyi. Tak ingin ia mengatakannya pada siapapun, jadi aku harap, hormatilah keinginannya. Yang jelas, bapak baik-baik saja.”

“Bulan depan adalah saat aku di wisuda. Aku ingin bapak ada didekatku, melihat aku berhasil menyelesaikan studiku. Melihatku dengan sebuah kebanggaan orang tua, menampakkan senyuman cerah karena aku tidak mengecewakannya.”

“Nanti aku akan datang.”

“Bukan. Mas bukan ayahku.”

“Tapi aku calon suami kamu.”

“Mas akan melihatku dengan perasaan yang berbeda. Kebanggaan seorang tua dan kebanggaan seorang suami itu berbeda.”

“Baiklah, nanti aku akan bicara.”

“Mas punya nomor kontaknya kan? Boleh aku minta. Biarkan aku bicara sendiri dengan bapak.”

“Emmi, tolonglah. Aku tidak ingin mengecewakan bapak. Kalau ketemu, nanti aku akan menyampaikan semua keinginan kamu.”

Emmi menghela napas panjang. Berpikir sampai lelahpun ia tetap tak bisa mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan ayahnya.

Tapi kemudian Emmi teringat sesuatu, ada seseorang yang barangkali memiliki nomor kontak ayahnya. Ia harus mencobanya.

***

Reihan sedang berada di rumah kost kakaknya hari itu, ketika ia sedang libur. Setelah ujian, ia banyak punya waktu senggang. Kamar kost Wahyu kecil dan sederhana, sementara dia memiliki jabatan di perusahaannya.

“Mengapa Mas memilih kamar kost yang kecil seperti ini?”

“Memangnya kenapa? Kamar ini bisa membuat aku istirahat atau tidur dengan nyaman.”

“Tapi Mas kan bisa menyewa tempat yang lebih bagus?”

“Ini cukup Rei. Mas harus berhemat, karena mas ingin menyekolahkan kamu, sampai kamu berhasil menjadi orang. Jadi harus selalu ada uang tersisa yang cukup untuk menabung. Bukankah kamu sudah ujian?”

Reihan memeluk sang kakak dengan penuh haru.

“Aku kan punya uang yang dari bapak. Seandainya kurang, aku kira tidak akan banyak. Mas tidak usah menyiksa diri seperti ini.”

“Apa? Menyiksa? Hanya karena sebuah kamar yang sederhana kamu mengatakan kakakmu ini tersiksa? Tidak Reihan, ini cukup untuk aku. Bapak sudah pensiun, pasti uangnya tidak lagi banyak, belum untuk kebutuhannya yang lain. Sementara ibu tidak pernah bisa memegang uang, karena kebutuhannya sendiri juga banyak. Tapi ada aku yang akan selalu mencukupi kebutuhan kamu.”

Ketika itu ponsel Reihan tiba-tiba berdering. Wajah Reihan berseri.

“Mbak Emmi?”

“Apa kabar Rei?”

”Aku baik.”

“Syukurlah. Pastinya kamu sudah selesai ujian, ya kan?”

“Iya, doakan aku lulus ya Mbak.”

“Pasti. Mbak akan selalu mendoakan kamu.”

“Apa Mbak tahu, saat ini aku ada di Solo.”

“Benarkah? Dalam rangka apa? Jalan-jalan karena banyak waktu luang?”

“Aku mengunjungi mas Wahyu. Apa Mbak tahu, mas Wahyu bekerja di sini sudah beberapa bulan ini.”

“Oh ya, syukurlah.”

“Mbak ingin ketemu?”

“Tidak Rei, mbak sedang sibuk. Kamu jadi melanjutkan kuliah kan?”

“Iya, kalau bisa. Bapak memberikan sejumlah uang di rekeningku. Kata bapak untuk membantu biaya kuliahku.”

Emmi tertegun. Akhirnya sang ayah memberikan uangnya sendiri untuk Reihan. Apakah karena keinginan itu, maka ayahnya marah ketika ada yang ingin membantu? Emmi mulai meraba-raba.

“Mbak Emmi masih di situ?”

“Eh, iya. Baguslah Rei, kamu punya uang untuk masuk ke perguruan tinggi nanti.”

“Semoga saja ya MBak.”

“Rei, kamu punya nomor kontak bapak kan?”

“Oh ya, aku punya, bapak memberikannya. Katanya kalau aku butuh sesuatu harus menghubunginya.”

“Boleh aku minta Rei? Aku malah tidak punya nomor kontak bapak.”

“Baiklah, nanti Rei kirimkan untuk Mbak.”

“Rei, selalu berkabar untuk Mbak ya. Kalau kamu punya waktu, boleh main ke rumah. Kamu belum kenal adik-adik Mbak, kan?”

“Tentu. Oh ya, ini ada salam dari mas Wahyu.”

“Katakan, salam kembali. Sudah dulu ya, kirimkan nomor kontak bapak segera,” kata Emmi yang kemudian menutup ponselnya.

“Hei, apa katamu? Siapa yang mengirim salam?” kata Wahyu dengan wajah kesal atas kelancangan adiknya.

Reihan hanya tertawa.

“Siapa tahu bisa bersambung, nanti,” katanya sambil menuliskan nomor kontak ayahnya yang segera dikirimkannya kepada Emmi.

“Ngawur!!”

Reihan hanya cengar-cengir didamprat kakaknya.

***

Emmi sudah berdandan sore itu, karena dokter Dian akan mengajaknya jalan-jalan. Tapi ia memerlukan waktu untuk menelpon ayah Guntur. Reihan sudah mengirimkannya tadi, tapi Emmi belum sempat menghubunginya. Ia duduk di teras, lalu memutar nomor ponsel sang ayah.

Nada panggil itu terdengar, tapi tak ada tanda-tanda panggilan itu diangkat. Berkali-kali Emmi mencobanya, dan yang terakhir ponsel sang ayah malah dimatikan.

Berlinang air mata Emmi.

“Bapak benar-benar tak mau menerima panggilan dari aku? Apa bapak tahu kalau ini adalah nomor kontakku? Sepertinya selama melayani bapak di rumah sakit aku belum pernah memberikan nomor kontakku.”

Karena terpaku pada panggilan yang tak diangkat, dia tak tahu kalau dokter Dian sudah lama berdiri di teras.

“Emmi.”

Emmi terkejut. Ia segera mengusap matanya yang berair.

“Nggak tahu ada Mas di situ. Kok nggak bilang-bilang sih?”

“Kamu kenapa? Menangis?”

“Aku mencoba menelpon bapak, tidak diangkat, ponselnya malah dimatikan. Begitu bencinya bapak padaku,” ujarnya sedih.

“Memangnya bapak tahu bahwa yang menelpon itu kamu?”

“Entahlah. Tahu nggak ya?”

“Bapak tidak pernah mau menerima telpon. Bukan karena benci sama kamu.”

“Oh ya?”

“Ya, jadi jangan sakit hati. Bapak tidak tahu siapa yang menelpon, dan memang tidak ingin berhubungan dengan siapapun.”

“Tapi bapak memberikan nomornya pada Reihan.”

“Kamu tahu nomor bapak dari Reihan?”

Emmi mengangguk.

“Reihan juga mengatakan diberi uang bapak di rekeningnya.”

“Bapak senang bisa melakukan itu.”

“Mengapa? Bukankah bapak marah ketika ada yang ingin membantunya?”

“Kamu ini calon sarjana tapi tidak bisa mengupas sebuah sikap. Karena itulah kamu selalu merasa sakit hati.”

“Aku bodoh ya?”

“Benar,” kata dokter Dian sambil tertawa, membuat Emmi cemberut.

“Nanti saja sambil jalan aku mau bicara, sekarang aku mau ketemu bapak atau ibu, kita jalan sekarang ya, lapar nih," kata dokter Dian santai.

“Baiklah, aku panggil bapak sama ibu dulu,” kata Emmi sambil beranjak masuk ke dalam.

***

Dalam perjalanan itu, Emmi mendesak dokter Dian agar mengatakan mengapa dirinya dibilang bodoh.

“Bapak itu seorang laki-laki. Bapak merasa gagal selama ini, karena sebuah kesalahan yang dibuatnya. Melihat anak-anaknya tumbuh besar dan pintar, bukan membuat dirinya bangga, karena semua itu bukan karena dia. Ia merasa menjadi kecil dan tak berdaya. Lalu ketika bapak ingin membantu biaya untuk Reihan, kamu mengatakan bahwa ayahmu, pak Ardi, ingin membantunya. Apa menurutmu semua bantuan itu menyenangkan?”

“Tidakkah? Bukankah itu juga meringankan beban bapak sendiri.”

“Itu kan menurut kamu. Tapi sebagai seorang ayah, bapak ingin melakukan sesuatu bagi anaknya. Lalu kamu membuatnya kecewa dengan janji ayahmu akan membantunya. Kamu sudah bisa mengerti?”

Emmi terdiam. Ia sudah mulai meraba-raba sejak menelpon Reihan. Sekarang ia bisa mengerti.

“Bagaimana?”

“Bapak ingin punya arti dengan memberikan biaya untuk Reihan. Bapak merasa sakit hati ketika ada orang yang ingin membantunya.”

“Kamu pintar sekarang. Itulah jawabannya. Jadi kamu tidak perlu sedih.”

Emmi mengangguk-angguk. Orang tua memang rumit, bukan?

***

Reihan sedang makan malam bersama Wahyu. Mereka berbincang tentang apa yang harus dilakukan Reihan untuk mencapai cita-citanya.

“Kamu sudah mencari informasi tentang persyaratan masuk ke perguruan tinggi?”

“Sudah. Tapi aku ingin kuliah di sini saja.”

“Bagaimana dengan ibu?”

“Ibu tak akan keberatan, apalagi kalau aku tidak perlu memberatkan ibu.”

“Terserah kamu saja. Kalau kamu kuliah di sini, kamu bisa kost bersama mas.”

“Di kamar sempit itu? Aku tidur di bawah saja, aku sudah tahu kalau Mas tidur, polahnya banyak. Bisa-bisa aku terlempar jatuh kalau tidur seranjang. Apalagi ranjang sempit seperti yang Mas pakai itu.”

Wahyu tertawa. Tapi tawa itu kemudian terhenti, ketika melihat seseorang masuk.

“Bukankah itu mbak Emmi?”

Reihan sudah ingin berteriak, ketika tiba-tiba Wahyu menutup mulutnya dengan telapak tangan.

“Mmmh.”

Wahyu mengarahkan pandangannya ke arah Emmi, dan Reihan kemudian tahu bahwa Emmi tidak sendiri.

“Itu pacar mbak Emmi?” tanya Reihan pelan.

“Menurutmu apa?”

“Itu aku seperti pernah melihatnya. Dia seorang dokter di rumah sakit, dimana aku dioperasi dulu.”

“Dokter?”

“Sepertinya ya.”

“Owh.”

“Kalau begitu bersiaplah untuk patah hati,” kata Reihan enteng. Membuat Wahyu melotot ke arahnya.

***

Wanda sedang merapikan baju-baju Reihan yang baru dikirim dari laundry, lalu akan memasukkannya ke dalam almari.

“Ini kan baju-baju sekolah, sebentar lagi tidak akan dipakai,” katanya sambil menurunkan baju-baju seragam sekolah yang menumpuk di almari Reihan.

Tiba-tiba Wanda melihat sesuatu.

“Buku tabungan?”

Wanda membukanya.

“Sejak kapan Reihan punya buku tabungan?”

***

Besok lagi ya.

43 comments:

  1. Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Anik

      Delete
  2. 🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑
    Alhamdulillah 🙏💝
    Cerbung ADA MAKNA 27
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, tetap
    smangats berkarya &
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai 🦋💐
    🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  3. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ADA MAKNA~27 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Djodhi

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillaah dah baca, makasih bunda

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun Bu Tien. Jd khawatir tabungan Reihan dirampas Wanda.....
    Semoga Ibu tetap sehat wal'afiat ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Reni

      Delete
  8. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 27" sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Sri Maryani
      Aduhai 2x

      Delete
  9. Wah celaka Reihan, buku tabungannya terpegang Wanda. Bisa diobrak-abrik rencana kuliahnya.
    Kalau Emmi sudah selesai kuliahnya bisa segera nikah. Kan calonnya sudah sangat mandiri. Tapi entahlah, belum pernah ada info tentang pribadi dokter Dian.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Latief

      Delete
  10. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 27 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih pak Herry

      Delete
  11. Wkwk...Guntur sudah yakin nih kalau Dian akan jadi menantunya, manggilnya 'nak', dan memang sesuai permintaan dr.Dian supaya tidak formil manggilnya.😁

    Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.🙏🏻😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Nana

      Delete
  12. Selamat mlm bundaqu..terima ksih Ada Makna ke 27 nya🙏slmt istrhat dan slm sht sll unk bundaqu sekel🥰❤️🌹

    ReplyDelete
  13. Wéla konangan duwé simpenan wandamu anggêr weruh doku, ngiyip; selidik terus, wah bakal diriwuki duwit tabungane Reihan.
    Dipakai peremajaan kulit biar lebih glowing, arep nglungsungi, semoga bermanfaat, jimat kemat wis ora payu, mung kon dremimil; kan refleksi lambé nganti turah turah, wis ora usum.
    Lebih dekat sebagai kerabat, bapak dan anak, bapak Guntur dan nak Dian, sedikit ada lorong setara jalan tol yang digratiskan, heh ya mesti ada doku donk, buat nge date, Dian pedekaté ke Emmy menuju serius, ortu sudah kasih lampu hijau, malah Guntur merasa bersyukur; Dian menunggui selama tindakan operasi Emmy, semoga.
    Siapa tahu ortu Dian merepotkan dengan berbagai syarat.
    Mana mungkin, ya mungkin saja.

    Terimakasih Bu Tien
    Ada Makna yang ke dua puluh tujuh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih mas Crigis
      Suwe ora jamu

      Delete
  14. Waduhh ...awas aja Wanda klo ambil tab.Reihan.....

    Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bu Tien ada makna nya sudah hadir, semoga sehat selalu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Yati

      Delete
  16. Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),27 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Terima kasih ibu Uchu

      Delete
  17. Melihat butab, akal bulus Wanda muncul...
    Terimaksih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  19. Smg yg terbaik utk Reihan dan jgn bikin gela bpk Gunturnya ...bs bs kambuh lg penyakit dr Guntur...kasihan

    ReplyDelete

ADA MAKNA 30

  ADA MAKNA  30 (Tien Kumalasari)     Guntur sangat terkejut. Bukan hanya seorang yang berdiri di depan pintu, tapi dua orang. Emmi dan Reih...