Tuesday, January 28, 2025

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 22

 JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  22

(Tien Kumalasari)

 

Kinanti tertegun, untuk sesaat ia tak mampu berkata-kata, membuat Fitria yang menelponnya merasa kesal.

“Kinan, kamu masih di situ?”

“Oh eh, iya … kamu tadi bilang apa? Zaki meninggal? Kamu jangan bercanda ya, ini menyangkut nyawa orang.”

“Ya ampun Kinanti, aku tuh diberi tahu teman Zaki, yang sudah dapat kabar dari orang tuanya. Ini bukan candaan.”

“Meninggalnya bagaimana? Kemarin dia baik-baik saja.”

“Kecelakaan mobil. Kabarnya dia sedang bersama seorang teman wanita.”

“Di mana kecelakaan itu terjadi?”

“Katanya di Salatiga. Kemarin terjadinya. Hari ini jenazahnya akan dimakamkan di sini, di pemakaman keluarga.”

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un … “

“Siapa kamu bilang? Zaki meninggal?” tanya Ardi terkejut.

“Ya sudah Kinan, nanti aku beri kabar selanjutnya, kalau bisa kita takziah ke rumahnya,” kata Fitria yang langsung menutup ponselnya.

“Zaki?”

“Meninggal, kecelakaan di Salatiga, bersama teman seorang wanita …” gumam Kinanti seperti kepada dirinya sendiri.

“Jangan-jangan wanita itu Wanda?” pekik Ardi.

“Wanda?”

"Kejadiannya kemarin kan? Kemarin dia bersama Wanda. Di mana kejadiannya?”

“Katanya di Salatiga.”

“Itu jalan yang harus dilewati kalau mau ke Semarang, bukan? Jangan-jangan dia sedang mengantarkan Wanda pulang ke Semarang,” kata Ardi.

“Jadi bagaimana kabar Wanda? Nggak ah, semoga tidak.”

”Kinanti, kamu tahu nomor kontaknya Wanda kan?”

“Sepertinya ada, ketika dia menelpon lalu mengirim pesan. Sudah aku blokir tuh.”

“Dibuka dong blokirnya.”

Kinanti masuk ke dalam, untuk mengambil ponselnya. Dicarinya nomor yang sebenarnya tidak dia inginkan, dan sudah diblokir.

“Ketemu?”

“Ini, ada. Coba aku menelpon dia.”

Kinanti menelpon nomor kontak Wanda, dan diterima oleh ayahnya.

“Ini siapa?”

“Selamat siang Om, saya temannya Wanda. Ini nomor Wanda kan?”

“Wanda ada di rumah sakit, tidak bisa bicara,” katanya dingin, kemudian menutup ponselnya.

“Benar Ar, Wanda ada di rumah sakit. Berarti memang dia sedang bersama Zaki. Tapi tampaknya Wanda selamat, tapi entah bagaimana keadaannya. Tadi ayahnya yang mengangkat. Ia seperti tak ingin bicara banyak.”

“Barangkali sedang mencemaskan keadaan anaknya.”

“Kasihan. Bagaimana ya lukanya?” tanya Kinanti, prihatin.

“Dia kasar sama kamu. Tapi kamu masih memperhatikannya,” kata Ardi.

“Bagaimanapun dia teman kita. Tapi aku tidak tahu kalau dia kenal Zaki.”

“Nanti kita takziah ke rumahnya? Dibawa kesini kan? Orang tuanya kan di Jakarta? Jam berapa ya?”

“Entahlah, Fitria bilang mau mengabari lagi kalau sudah ada berita.”

“Ya Tuhan ….” Ardi mengeluh, prihatin.

“Mengapa bisa terjadi? Zaki ngebut, atau kurang hati-hati.”

“Aku balik dulu saja, nanti kalau ada berita kabari aku ya, aku mau ke rumahnya kalau jenazahnya sudah sampai.”

“Baiklah. Jangan khawatir, pasti aku akan mengabari kamu.”

***

“Bu, Ardi sudah pulang, mau pamit mencari ibu tadi nggak ketemu,” kata Kinanti di dalam kamar ibunya.

“Ibu di kamar mandi. Sepertinya tadi ibu mendengar, ada yang meninggal. Siapa?”

“Zaki. Itu, yang nyanyi bersama Kinanti, yang pagi-pagi nyamperin Kinanti terus bareng ke rumah sakit ketika Guntur masih ada di sana.”

“Innalillahi wa inna illaihi roji’un. Kenapa? Masih sangat muda.”

“Kecelakaan di Salatiga.”

“Ya ampun. Apa dia suka ngebut?”

“Mungkin Bu, Kinanti juga belum begitu kenal sama dia. Sepertinya dia sedang bersama Wanda.”

“Wanda itu … teman sekelas kamu?”

“Beda kelas. Tapi Kinanti juga kenal sih.”

“Oo … Wanda … Wanda … sepertinya ibu pernah ketemu dia, waktu ibu di rumah bu Raji. Dia datang mau mengantarkan bu Raji periksa lab, tapi bu Raji tidak mau. Susah-susah dia bolos sekolah sepertinya. Soalnya waktu itu masih jam sekolah, dan dia juga masih memakai seragam sekolah.”

“Ibu pernah ketemu Wanda?”

“Kalau benar dia, ya ibu pernah ketemu. Apa ada Wanda yang lain?”

“Tidak. Dia juga sering ke rumah Guntur.”

“Dia pacar Guntur?”

“Mm … sepertinya bukan. Wanda suka sama Guntur, tapi sepertinya Guntur nggak suka.”

“Masa? Dia cantik lhoh.”

“Iya sih.”

“Lalu bagaimana keadaan Wanda?”

“Tadi Kinanti menelpon dia, yang menerima ayahnya. Memang Wanda ada di rumah sakit, tapi ayahnya seperti tidak suka menerima telpon dari Kinan. Mungkin masih kepikiran keadaan Wanda. Jadi bagaimana keadaannya, Kinanti juga belum tahu.”

“Semoga dia tidak apa-apa. Meskipun luka, tapi bisa sembuh.”

“Aamiin.”

“Jadi dia dekat dengan Zaki? Kok bisa pergi semobil?”

“Wanda sudah pindah ke Semarang. Mungkin Zaki mau mengantarkan Wanda pulang. Tapi terus kecelakaan di Salatiga.”

“Ya ampuun. Begitu ya, anak-anak muda, kalau berkendara suka kurang hati-hati. Kalau bisa ngebut, merasa sudah gagah, begitu.”

“Tidak semua begitu kan Bu, Kinanti tidak pernah ngebut lhoh.”

“Jangan pernah berkendara kalau maunya cepat sampai sehingga harus ngebut. Jalanan sekarang ramai. Dulu ibu sering nyetir sendiri, sekarang sudah tidak berani. Kamu harus hati-hati kalau berkendara.”

“Iya Bu.”

***

Ketika Ardi menelpon dan mengabarkan tentang meninggalnya Zaki, Guntur juga terkejut. Baru saja tadi ia membicarakannya bersama Ardi.

“Di mana kecelakaan itu terjadinya?”

“Di Salatiga, dan kemungkinan besar sedang bersama Wanda.”

“Masa?”

“Kan aku bilang tadi, dia keluar rumah sakit bersama Wanda? Dan Kinanti sudah menelponnya, lalu mendapat kabar bahwa Wanda ada di rumah sakit. Jangan sedih kamu. Wanda masih hidup,” ngomong seriuspun Ardi selalu menyelipkan gurauan di dalamnya. Guntur hanya meninju lengan Ardi pelan.

“Mungkin Zaki mau mengantarkan Wanda pulang ke Semarang.”

“Nah, aku juga berpikiran begitu.”

“Hidup ini memang aneh. Yang kemarin masih bercanda, bergembira bersama, tiba-tiba sekarang sudah dipanggil olehNya.”

“Bukan aneh Gun, yang menentukan mati hidup itu kan Yang Maha Kuasa. Manusia mana tahu akan sampai di mana kita masih akan berada di dunia. Kalau Allah menghendaki, ya terjadilah.”

“Kamu benar.”

“Nanti aku akan takziah bersama Kinanti. Kamu mau ikut?”

“Jam berapa?”

“Belum tahu. Kabarnya jenazahnya dibawa kemari, dimakamkan di makam keluarga. Kalau sudah jelas beritanya, Fitria mau menelpon Kinanti.”

“Gak apa-apa, aku akan kesana. Katakan saja jamnya, nggak usah di samperin. Sama alamat rumahnya juga, aku kan tidak tahu di mana rumah Zaki.”

“Iya, nanti aku kabari.”

***

Pak Wita dan bu Wita ada di rumah sakit. Hari itu Wanda sudah dioperasi, yang kata dokter hasilnya baik. Walau begitu mereka masih merasa cemas, karena Wanda belum sadar dan belum bisa diajak bicara. Mereka sudah mendengar kalau teman yang bersama Wanda meninggal dua hari setelah kejadian. Tapi pak Wita dan istri belum pernah mengenal mereka. Jadi mereka hanya menyapa ala kadarnya lalu mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Zaki. Penyebab kejadian juga belum bisa diceritakan, karena yang masih hidup belum bisa diajak bicara. Tapi tidak ada tersangka dalam kasus itu, karena Zaki menabrak truck yang sedang berhenti, dengan kecepatan tinggi. Masih bersyukur Wanda bisa diselamatkan, karena yang parah adalah bagian pengemudi.

“Apa ibu pernah mendengar Wanda punya teman bernama Zaki?”

“Tidak. Wanda tidak pernah menceritakan teman-temannya.”

“Yang aku tahu, Wanda hanya pernah menyebutkan nama Guntur. Orang dari keluarga tak punya, sementara Zaki anak orang kaya. Ayahnya juga pengusaha. Mobil yang dipakai juga milik Zaki. Mobil bagus dan mahal. Selayaknya Wanda berteman dengan anak orang yang sederajat dengan ayahnya ini. Bukan dari keluarga miskin yang memalukan. Tapi kenyataannya justru Zaki membawa petaka. Untuk dirinya sendiri, juga untuk Wanda. Seandainya dia masih hidup, akan aku biarkan Wanda berdekatan dengan dia. Itu baru sepadan. Sayang sekali ….”

“Bapak jangan selalu mengungkit antara miskin dan kaya. Yang kaya belum tentu baik, dan yang miskin belum tentu buruk. Yang penting dalam kehidupan ini adalah perilaku yang baik, yang terpuji.”

“Apa ibu tidak bisa berpikir, bahwa tanpa duit orang tidak akan hidup bahagia.”

“Apakah orang berduit selalu bahagia dalam hidupnya? Lihat saja kita sekarang ini. Bapak punya harta, punya derajat dan dihormati di mana-mana. Tapi apakah Bapak selalu merasa bahagia? Setiap hari marah-marah, apakah itu bahagia? Menerima cobaan berat seperti ini, apakah itu bahagia? Yang bahagia adalah orang yang bisa hidup tenang, ikhlas menerima kehidupan apa adanya, walaupun dia tidak punya harta yang melimpah.”

“Kamu ini ngomong apa sih Bu, kamu hanya melihat sekilas dari kehidupan ini.”

“Bapaklah yang hanya melihat sekilas dari kehidupan ini. Menganggap hidup begitu mudah asalkan ada harta. Tapi tidak bukan? Sekarang ini, apakah harta yang Bapak punya bisa menambal duka karena anak sakit parah dan entah bagaimana nasibnya? Teman Wanda itu, kaya raya, apakah hartanya bisa mengobati sakit dan derita ketika kehilangan? Harta itu bukan mulia. Dan miskin bukanlah hina.”

“Jangan bicara omong kosong!” pak Wita berteriak, membuat orang-orang disekeliling mereka kemudian menatap ke arahnya.

“Pak, mengapa Bapak berteriak? Malu tuh.”

Bu Wita mengusap air matanya yang bercucuran saat berkata-kata. Ada beban berat dan derita tak tertahan ketika belum tahu entah bagaimana keadaan anaknya, tapi sang suami malah bicara lagi tentang anak miskin yang selalu direndahkannya.

Tiba-tiba seorang perawat mengatakan bahwa Wanda sudah sadar. Berlarian pak Wita bersama istri mendekat, dan memasuki ruang observasi, dimana Wanda sudah mulai bisa membuka matanya.

“Anakku … “ kata bu Wita sambil memeluk anaknya.

“Aku … di mana?”

“Kemarin kamu sudah bisa bicara sebentar kemarin. Kamu sudah bertanya. Ini di rumah sakit.”

“Mana Zaki?”

Ayah dan ibunya tak menjawab, hanya saling pandang, tak tahu harus menjawab apa.

“Apa parah?”

“Jangan memikirkan apa-apa. Pikirkan kesehatan kamu. Kamu harus tenang, supaya segera pulih,” kata pak Wita.

“Pusing sekali.”

“Istirahatlah. Bapak dan ibu menungguimu di sini.”

“Maafkan ….”

“Sudah. Kalau sudah pulih kita bicara.”

Wanda kembali memejamkan matanya. Wajahnya pucat. Pak Wita kembali menemui dokter untuk bicara. Sementara bu Wita duduk menunggui Wanda yang tampak kembali tidur. Barangkali karena pengaruh bius.

Bu Wita terus mengamati sang anak. Masih ada rasa khawatir yang mengganjal. Maklumlah, hati seorang ibu. Terkadang ada rasa sesal ketika sebelumnya selalu memanjakannya, sehingga membuat perilaku Wanda terkadang susah dikendalikan. Ia juga sering berbohong. Bahkan dengan enteng melakukannya. Seperti ketika ditelpon mengatakan sedang dirumah, tapi sebetulnya dia pergi bahkan sampai menginap. Sebenarnya ke mana dia, dan apa yang dilakukannya, sampai sekarang belum terjawab. Siapa Zaki, dan ada hubungan apa dengan sang anak. Entahlah. Sebenarnya bu Wita juga merasa sedih dan gelisah. Hanya saja dia tidak mengungkapkannya dengan cara marah dan berteriak seperti sang suami.

“Apa yang ingin kamu lakukan, Zaki?”

Bu Wita terkejut. Ia yang sedang terkantuk-kantuk mengira Wanda mengajaknya bicara. Mata Wanda masih terpejam. Tapi dia tampak sangat gelisah.

“Zaki, aku tidak suka kamu, pergilah. Aku tidak mau bersamamu,” suara Wanda sangat pelan, tapi jelas terdengar.

Bu Wita terus menatap sang anak, yang bicara berbisik-bisik.

“Jangan pergi Zaki, kalau aku hamil bagaimana?”

Bu Wita terkesiap. Ini bukan sekedar igauan. Tampaknya Wanda bermimpi. Tapi mengapa ada perkataan hamil diucapkan?

Tiba-tiba bu Wita merasa sangat cemas. Kecemasan seorang ibu. Bukan hanya karena sakit si anak, tapi tentang kekhawatiran yang lebih besar dari rasa sakit yang dideritanya.

“Jangan pergi, kamu bilang tak akan pergi. Aku tidak cinta kamu, aku cinta orang lain. Tapi aku takut, bagaimana kalau aku hamil?” Wanda masih terus berbisik-bisik.

Tak tahan, bu Wita menggoyangkan lengan Wanda. Pelan, tapi berharap Wanda terbangun dan menghentikan igauan yang membuatnya sangat ketakutan.

***

Besok lagi ya.

 

60 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang

    ReplyDelete
  2. 🧡🍄🧡🍄🧡🍄🧡🍄
    Alhamdulillah 🙏💝
    JeBeBeeL_22 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai🦋😍
    🧡🍄🧡🍄🧡🍄🧡🍄

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 22 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete

  4. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 22* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah JaBiBuLa 22 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tien🙏
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat & bahagya 🤲

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
  8. Terima ksih bunda jbbl sdh hadir .slmt mlm dan slmt istrhat..salam seroja uno bunda sekeluarga 🙏🥰🌹💞

    ReplyDelete
  9. 🍃🌹🌻💔💔🌻🌹🍃

    Alhamdulillah.. Syukron..🙏

    JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 22, sudah tayang.

    Semoga Bu Tien selalu sehat dan berkarya. Aamiin 🤲 🤲 🤲

    🍃🌹🌻💔💔🌻🌹🍃

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ..tetep Sehat in Sya Alloh 🌹🌹🌹🌹🌹❤️❤️❤️❤️❤️

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Coba pak Suwita dengar ngigaunya Wanda ,. Hihi 🤭

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),22 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  13. Hayuh di angannya Wanda ditekani Zaki, terus pergi jadi gimana ini; tinggalan dalem kalau minta keluar dan mewujud.
    Wuah penampakan nich, tapi bênêr tuh dibangunin Bu, biar nggak larut ikut sama Zaki; bisa jadi ikutan wasalam nanti tuh.
    Mêngko bisa dadi bajangkêrèk, åpå kui, embuh, biyèn yèn kunduran sok dadi bayangan, bayangan berarti ora cêthå, nglambrang ngono på, malah nggêgirisi.
    Rasah bayang bayangan, gimanapun bapaké wis kepengin putu.
    Ngalêm kancané lanang anaké; wong sugih, seimbang, piyé wong wis jenad, tapi kan ngganteng sugih; huh, mata dhuwiten.
    Cèn yèn ora duwé duit mumêt jéw.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke dua puluh dua sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku Bu Tien
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Sehat2 dan bahagia selalubersama keluarga

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien trs sehat² n bahagia selalu

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 22 Layu...sampun tayang.
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Selamat memperingati hari Isra' Miraj nggeh Bunda ugi sedaya Pandemen Cerbung nya Bunda Tien.

    Kasihan Wanda...klu ini benar2 sdh jatuh..tertimpa tangga...he...he..
    Tidur pake menggigau lagi..jadi belang nya di ketahui oleh Ibu nya.

    Klu sdh begini siapa yang harus disalahkan ya, Ortu nya terlalu memanjakan Wanda. Wanda jadi...mau nya 'semau gue'...

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu.

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda Tien ..salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  19. Tragis.....ikut nyesek.
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  20. Terimakasih bunda, salam sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  21. Wah, nyesal deh pak Wita...batal dapat menantu kaya seperti Zaki...terlambat. Tapi siapa tahu akan tumbuh benih yang sudah ditabur jadi keturunannya kelak?😁

    Terima kasih, ibu Tien...ide ceritanya bervariasi. Salam sehat.🙏🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Nana
      Terimakasih selalu perhatiannya
      Salam sehat juga

      Delete
  22. Orang tua Wanda pasti cemas, anaknya pergi dan bermalam dengan cowok yang belum mereka kenal. Apalagi Wanda sempat mengigau tentang hamil. Pasti sudah terjadi sesuatu..
    Celaka lagi Zaki meninggal, jadi harus mencari pengganti.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  23. Yei... yg di tunggu tunggu sudah datang... matur nuwun Mbak Tienku sayang. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 23

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  23 (Tien Kumalasari)   Bu Wita terus menggoyang tubuh Wanda perlahan, dan merasakan bahwa tubuh Wanda terasa ...