KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 48
(Tien Kumalasari)
Bu Nuke berapI-api ketika mengatakan bahwa Arumi sedang berduaan dengan seorang laki-laki di dalam rumah. Dalam perkataan itu ingin sekali dia memanas-manasi Bachtiar agar marah kepada istrinya, dan ingin menunjukkan bahwa Arumi bukan perempuan baik-baik.
“Kasihan sekali kamu Tiar, ternyata begitu kelakuan istri kamu.”
“Tante mau ada perlu apa ke rumah saya?”
“Maksudnya itu mau ketemu Arumi. Luki menyesali perbuatannya, meminta agar aku memintakan maaf. Aku bersusah payah datang kemari, kok menemui pemandangan yang tidak sedap begitu..”
“Pemandangan tidak sedap seperti apa, Tante? Mereka berpelukan? Atau lebih dari itu?”
“Entahlah, aku baru mau masuk ke rumah, mereka belum melakukan apa-apa sih, mungkin mereka tahu ada orang berjalan ke rumah. Memang aku tadi naik taksi, tapi aku suruh langsung pergi, jadi aku hanya diturunkan di jalan, makanya dia tidak mengira ada orang datang. Ini tadi baru mau mencari taksi lagi, kok lama belum dapat juga.”
“Tante bisa langsung masuk ke rumah, berarti rumahnya tidak ditutup?”
“Untungnya tidak, jadi aku bisa masuk begitu saja. Arumi sepertinya mendengar aku datang, tapi aku langsung pergi saja, takut mengganggu.”
“Baiklah Tante, mari ke rumah dulu, kita buktikan apa yang tadi Tante katakan,” ajak Bachtiar sambil menggandeng lengan si tante.
“Lain kali saja ah. Terlanjur nggak enak. Tadi istrimu sepertinya sudah melihat aku.”
“Mengapa nggak enak, Tante. Bukankah Tante ingin bicara sama istri saya?”
Bu Nuke terpaksa mengikuti ajakan Bachtiar. Dalam hati bu Nuke tersenyum, apa dikiranya aku bohong? Pikirnya.
Dan Bachtiar benar-benar melihat ada tamu di ruang tamu. Seorang laki-laki ganteng yang badannya ceking, dan wajah itu amat dikenalnya.
“Mas Sutris?” sapanya.
“Tuh, mas Tiar sudah datang. Sudah agak lama mas Sutris menunggu,” kata Arumi.
Bachtiar langsung menyalami Sutris, lalu mengajak bu Nuke juga duduk di antara mereka. Bu Nuke heran. Mereka ternyata saling kenal, dan berjabat tangan begitu erat. Arumi juga tidak terlihat takut ketika melihat suaminya datang.
“Bu Nuke, tadi saya sudah melihat bu Nuke, tapi tiba-tiba bu Nuke keluar lagi,” sapa Arumi ramah.
Bu Nuke tidak menjawab.
“Tante Nuke ingin bicara sama kamu, tapi aku mau ngomong dulu sama mas Sutris ya,” kata Bachtiar.
“Saya tahu alamat ini dari mas Yono. Saya kan kuliah di kota ini, Pak Bachtiar.” kata Sutris.
“O iya. Mas Yono juga belum lama ini datang kemari.”
“Benar, mampir ke rumah kost saya, bersama ibu dan mbak Yuni.”
“Syukurlah, sekalian menjenguk yang jauh dari rumah ya," kata Bachtiar sambil tertawa.
“Dulu pak Bachtiar ingin bicara dengan saya, waktu menikah. Baru sekarang sempat menemui.”
“O, iya. Tapi sudah terjawab semuanya kok. Arumi sudah mengatakan semuanya.”
“Syukurlah. Pastinya Arumi dan pak Bachtiar sudah tahu bahwa ayah saya sudah menyerahkan diri, dan yang namanya Luki juga sudah ditangkap.”
Bu Nuke mengangkat wajahnya ketika nama Luki disebut oleh tamu Arumi yang bernama Sutris. Ia terkejut mendengar Sutris sudah tahu bahwa Luki sudah ditangkap.
“Mas Sutris, beliau ini ibunya Luki,” kata Bachtiar sambil menunjuk ke arah bu Nuke.
“Maaf, Bu. Saya tidak tahu,” kata Sutris sambil mengulurkan tangannya untuk memberi salam, tapi bu Nuke tidak menyambutnya. Wajahnya muram.
“Jadi yang membujuk anakku untuk melakukan kejahatan itu ayah sampeyan?” katanya dengan mata berapi-api.
“Ibu jangan marah begitu. Masalah siapa yang membujuk saya tidak tahu. Nyatanya semua sudah terjadi.”
“Anak saya itu masih muda, polos, mana mungkin punya pemikiran jahat kalau bukan orang yang lebih tua yang membujuknya?”
“Nanti di pengadilan kan ketahuan Bu, siapa membujuk siapa. Ibu jangan menuduh yang asal menuduh. Semuanya sudah ada ditangan yang berwajib. Dan nyatanya mereka berdua sama-sama salah. Sebuah kesepakatan, bukan terjadi karena bujuk membujuk. Mereka punya alasan yang sama. Membenci Arumi. Saya juga sangat menyesal karena ayah saya terlibat dalam rencana jahat itu, tapi saya tidak mau menuduh ada yang membujuk ayah saya.”
“Tentu saja anak muda tidak mungkin punya akal-akalan seperti itu, kalau bukan karena terbujuk oleh orang tua yang pasti banyak akalnya."
Sutris ingin sekali memaki perempuan perlente yang ucapannya sangat menyakitkan itu, tapi Bachtiar menenangkannya.
“Sudahlah, hal itu tidak usah kita bicarakan. Semua sudah berada di tangan yang berwajib, jadi biarlah mereka menanganinya. Tante katanya mau ngomong sama Arumi?” kata Bachtiar kemudian kepada bu Nuke.
Tapi tiba-tiba ponsel bu Nuke berdering. Dari suaminya.
“Ada apa? Apa? …. sekarang? Papa tega ya, tidak berbuat sesuatu untuk melindungi mama? Tidak, aku tidak mau pulang. Apa? Dijemput? Tidak … tidak … aku tidak mau …”
Lalu bu Nuke berdiri, dan keluar dari ruangan sambil masih bertelpon, dan menghilang di luar pagar.
Yang masih ada di ruangan saling pandang dengan bingung.
Akhirnya bu Nuke kembali belum jadi meminta maaf kepada Arumi atas perbuatan Luki.
“Perempuan yang aneh,” gumam Sutris.
“Aku juga heran, mengapa dia begitu marah, lalu menerima telpon dan kelihatan bingung, kemudian pergi begitu saja,” kata Arumi.
“Itu karena dia juga sedang bingung, barangkali ada sesuatu yang membuatnya begitu. Padahal tadi dia bilang, bahwa kedatangannya kemari ingin meminta maaf kepada Arumi,” kata Bachtiar.
“Mengapa meminta maaf?” tanya Arumi.
“Karena Luki. Tapi malah nggak mengatakan apa-apa, lalu ganti topik, sekarang ganti topik entah yang bagaimana lagi,” gumam Bachtiar.
“Waktu bu Carik datang ke rumah sakit, dia juga menemui ibu, tapi entah mengapa, ibu menyuruh aku mengusirnya.”
“Kamu usir dia?”
“Tidak, akhirnya karena merasa kedatangannya ditolak, dia pulang dengan sendirinya.”
“Tidak bicara apapun sama kamu?”
“Tidak. Aku malah tidak tahu mengapa tiba-tiba datang dan memeluk ibu.”
“Ya sudah, tidak usah dipikirkan. Orang aneh. Tadi aku ketemu dia sedang jalan, katanya sedang mencari taksi. Dia bilang sama aku, katanya kamu sedang berduaan dengan seorang laki-laki. Hampir saja aku marah, tapi ternyata mas Sutris.”
“Kenapa nggak jadi marah, Pak. Kan aku datang mengganggu, siang-siang, pak Bachtiar nggak ada pula.”
“Karena aku ingat bahwa mas Sutris teman Arumi, dan aku juga ingat bahwa aku pernah bilang bahwa ingin bicara.”
“Saya juga ingin menanyakan hal itu, ternyata nggak jadi.”
“Soalnya Arumi sudah mengatakan semuanya. Yah, ini sungguh membuat saya juga menyesal, mengapa semuanya bisa terjadi.”
“Saya juga minta maaf beribu bahkan berjuta maaf kepada Arumi. Saya tahu ayah saya juga berperan dalam kejadian itu. Mau bagaimana lagi, semoga untuk selanjutnya bisa membuat ayah saya bisa berperilaku lebih baik,” kata Sutris sedih.
“Aamiin. Semoga begitu Mas, dan semoga semuanya segera berlalu.” kata Bachtiar.
***
Bu Wirawan sedang rebahan di sofa, ditemani sang suami. Ia sudah merasa lebih baik, dan bisa makan agak banyak.
“Mengapa Arumi tidak ke sini hari ini?” tanya bu Wirawan.
“Bukankah kemarin sudah mengatakan bahwa hari ini dia sekolah?”
“Aku pengin sayur lodeh, tapi jangan terlalu pedas.”
“Dulu Ibu tidak suka, kata Ibu itu sayur orang desa,” kata pak Wirawan sambil tersenyum.
“Beberapa hari yang lalu Arumi membuatkan sayur itu. Enak sekali, aku sampai nambah dua kali.”
“Kalau begitu biar bibik membuatkannya lagi.”
“Tidak, aku mau yang masak Arumi,” kata bu Wirawan merengek, membuat senyuman pak Wirawan melebar. Alangkah senangnya melihat sang istri mulai menyukai menantunya, sementara dulu sangat membencinya.
“Kalau besok dia tidak ada kelas, pasti datang kemari. Biar bibik menyiapkan apa yang dibutuhkan, jadi nanti kalau Arumi datang, tidak menunggu dia belanja lebih dulu.”
“Aku tidak tahu apa yang dibutuhkan. Nanti aku telpon saja Arumi, kalau ada yang belum punya, biar bibik besok belanja.”
“Ya sudah, telpon saja Arumi sekarang.”
Tapi bu Wirawan terkejut ketika menelpon dan Arumi mengatakan bumbu-bumbunya.
“Apa? Pakai tempe busuk segala?” pekiknya.
“Memang itu salah satu bumbunya Bu, saya kira waktu bibik memasak juga memakai tempe busuk itu.”
“Bagaimana kalau tidak usah pakai itu?”
“Nanti rasanya beda Bu, besok kita coba ya.”
“Ya ampuun,” bu Wirawan masih juga mengeluh tentang tempe busuk itu.
Tapi ia tidak menolak.
“Coba saja besok kamu masak ya Rum? Aku mau menanyakan pada bibik, apa yang belum ada, jadi biar bibik belanja semuanya, kamu tinggal memasak.”
“Baiklah Bu.”
Selesai menelpon sang menantu, bu Wirawan memanggil bibik. Ia menanyakan tentang tempe busuk sebagai bumbu sayur itu dan dengan heran ia mendengarkan penuturan si bibik.
“Aku benar-benar tidak mengerti. Apa ketika kamu memasak untuk tuan itu juga bumbunya pakai itu?”
“Ya pakai, Nyonya. Sama saja.”
“Aku tidak makan waktu itu. Kalau yang kemarin Arumi buat, aku makan. Jadi itu juga bumbunya pakai tempe busuk?”
“Iya Nyonya,” kata bibik sambil tersenyum.
Seorang nyonya kaya, maunya tinggal makan, tidak tahu bumbunya apa saja. Padahal dia juga suka nasi tumpang. Dan nasi tumpang itu sebagian besar bumbunya tempe busuk. Tapi bibik tak mau mengatakannya, nanti kegemaran sang nyonya makan nasi tumpang bisa-bisa hilang.
“Kalau yang aku suka dari masakan kamu itu ya Bik, adalah nasi tumpang.”
Lhah. Bibik menutup mulutnya, agar tidak berkata apa-apa tentang bumbu nasi tumpang.
“Tapi Ibu tidak boleh makan nasi tumpang, ingat kata dokter, hindari makanan pedas, makanan yang asam-asam dan terlalu berlemak. Iya kan?” kata pak Wirawan yang sejak tadi hanya mendengarkan pembicaraan tentang masakan itu.
“O iya Bik, lupa aku. Aku nggak boleh makan pedas-pedas,”
“Nyonya harus sabar, nanti kalau sudah benar-benar sembuh, boleh makan lagi.”
“Iya, ya sudah, sekarang siapkan apa kebutuhan masak untuk Arumi besok pagi, supaya kalau dia datang tinggal memasaknya.”
“Baik, Nyonya.”
Pak Wirawan tak berhenti tersenyum. Kebahagiaan keluarga itu hampir lengkap. Punya menantu yang baik dan yang tidak mengecewakan. Kurang sedikit saja semuanya menjadi sempurna, yaitu kalau mereka sudah punya cucu. Harus sedikit bersabar, menunggu Arumi lulus SMA.
***
Bachtiar melihat sang istri senyum-senyum sendiri ketika ia baru saja berbicara dengan ibu mertuanya.
“Memangnya ibu bilang apa? Kok kamu senyum-senyum terus?”
“Ibu heran ketika aku mengatakan bumbu sayur lodeh ada tempe busuknya.”
“Memang harus pakai itu?”
“Iya. Mas juga nggak tahu?”
“Mana aku tahu, ketika aku sendirian, lalu pengin masak, paling-paling aku nggoreng telur, buat mie, nggoreng ikan. Udah, yang gampang-gampang. Kalau masakan lain-lain aku nggak tahu. Tapi kok enak ya, yang namanya sayur lodeh, terus lauknya ikan asin, sambal terasi.”
“Makanan orang desa tuh Mas.”
“Bukan juga, aku pernah melihat di sebuah warung, menunya ada tertera sayur lodeh. Itu di sebuah warung kecil, tapi jualannya macam-macam, kita tinggal ambil mana yang kita suka, lalu langsung bayar. Cuma aku belum pernah mengambil yang namanya sayur itu. Baru ketika ibu mertuaku membuat, dan kamu juga pernah memasaknya, aku tahu bahwa sayur itu enak.”
“Sekarang kalau aku memasak harus dengan membaca buku-buku masakan yang Mas belikan itu.”
“Bagus, masakan kamu selalu enak kok.”
“Aku kan anaknya simbok,” kata Arumi.
“Oh ya, kemarin aku mendapat laporan bahwa rumah kita yang direnovasi itu tinggal finishing. Kalau kamu libur pulang yuk, aku sudah memesan perabot yang akan kita taruh di sana, supaya kalau sudah siap, bapak sama ibu bisa langsung menempatinya.”
“Baiklah, minggu depan saja, awal minggu aku libur.”
Tiba-tiba ponsel Bachtiar berdering. Aneh, dari nomor tak dikenal. Bachtiar enggan mengangkatnya, tapi lama-lama diangkatnya juga, karena dering itu tak juga berhenti mengusik telinganya.
“Ini Bachtiar? Aku papanya Luki.”
“Oh, iya Om, ada apa?”
“Apa ibunya Luki ada di situ? Atau di rumah orang tuamu? Aku menelpon ke ibumu, tapi tidak diangkat. Aku menemukan nomor telponmu dari yang namanya dokter Adi. Dia temanmu bukan?”
“Iya Om. Ada apa?”
“Aku menyuruh dia segera pulang, tapi malah sudah tiga hari belum pulang juga. Barangkali dia di rumah bu Wirawan.”
“Sepertinya tidak ada, Om.”
***
Besok pagi ya.
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🤩
KaBeTeeS_48 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat & bahagia.
Aamiin.Salam seroja😍🦋
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Matur nuwun
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulilah bu Tien tks
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai 2x
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 48* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah.... maturnuwun Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteSuwun Bu Tien, KBTS dah tayang
ReplyDelete*Sehat sll Bu Tien*
Alhamdulillah KBTS~48 sudah hadir, maturnuwun Bu Tien.🙏
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Salam Aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAduhai deh
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteSy8kron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda tien
Sami2 ibu Endah Probo
DeleteLhadalah si mamak ganjen bu Nuke malah nambah owah, ngilang sak paran² .. maturnuwun bu Tien.
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteNah, benar kan Sutris yang datang...😁
ReplyDeleteSenang kalau bu Wirawan sudah mulai bisa 'menerima' Arumi, tinggal Bachtiar yang berupaya keras meng'upgrade' Arumi yg 'ndesani' jadi naik level sejajar dengan kehidupan di kota yg modern. Saya jadi ingat jaman dulu punya ART dari desa yg tidak ada listrik, lalu bingung disuruh matikan stop kontaknya ditiup-tiup. Untungnya Arumi tidak separah itu...😅🤭
Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏🏻
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Hehehe Bu nuke kabur takut terjerat hukum pemalsuan rumah sakit
ReplyDeleteMakasihh bunda
Sami2 ibu Engkas
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat 🌹 semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Terima ksih bunda..slmt mlm dan salam seroja..aduhai dri sukabumi unk bunda sekeluarga🙏🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteAduhai dari Solo
Alhamdulillah KBTS 48 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien🙏
ReplyDeleteSugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Eee... lah kok malah minggat. Bu Nuke bisa jadi DPO. Kalau ketangkap lebih berat hukumannya.
ReplyDeleteArumi makin mantap, disayangi oleh seluruh keluarga. Eh... kalau masak sayur lodehnya banyak, kirim ke sragentina, aku juga suka.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Nanti lodehnya dikirim pake pesawat langsung ke rumah
Oh ternyata Sutrisno , kirain gurunya Arumi ,🤭
ReplyDeleteKabur ya Bu Nuke takut dia dipenjara Krn surat palsunya , ono2 wae 😁😁😁
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰, Allaah Subhaanahu wata'ala selalu melindungi, Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Semakin seru ceritanya. Terima kasih, ibu.
ReplyDeleteSami2 ibu Linatun
DeleteLama nggak kelihatan
Binun ya tante Nuke, jadi dpo nich.
ReplyDeleteTidak mau menghadapi masalah, mungkin nggak tahu dia; kan ada lembaga yang 'menyelesaikan masalah tanpa masalah', apa itu.
Ah ya nggak; tetep aja kalau jatuh tempo hilang di lelang.
Iya ya, lha ini kan juga menghilang, hanya takut menghadapi masalah.
Kan pak su masih perhatian, tapi usul-usulnya dianggap kurang mantap.
Dianggap merepotkan usulanya, terus melarikan diri gitu.
Terus mau kemana; malah mbingungi déwé, kêkablak kåyå sato mèmèti yå
Yå golèk énaké déwé, biasa ngakali; dadi kancilên.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke empat puluh delapan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku.
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun kecrigisannya pak Nanang
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun atas kecrigisannya pak Nanang
Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 48 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala.
Mantab...Kel Wirawan sdh mau menemukan kebahagian, setelah menerima Arumi sbg anak mantu nya, tinggal menanti kehadiran cucu..he..he..
Kebalikan nya adalah kel tante Nuke yang kocar kacir...tante Nuke di suruh pulang oleh suami nya tdk mau...takut di ciduk Polisi...😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah "Ketika Bulan Tinggal Separuh - 48" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Nah lo itu kan akhirnya bu Nuke kebingungan pergi kesana kemari tak ada tujuan demi menghindari polisi....kapokmu kapan ta Nuke
ReplyDeleteMks bun KBTS 48 nya.....selamat mlm...smg bunda sll sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih cerbungnya bu tien
Semoga bu tien sehat² selalu n senantiasa dlm lindungan Allah SWT
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Terimakasih Mbak Tien..
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi