KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 41
(Tien Kumalasari)
Sutris tercengang, tak tahu harus menjawab apa.
“Sutris, katakan dengan jelas, apa yang telah dilakukan ayahmu, sehingga dia takut masuk penjara.”
“Tapi, Bu.”
“Jawablah. Ibu sudah mendengar banyak, tapi tidak jelas, apa yang telah dilakukan ayahmu. Mengapa membawa nama non Luki segala. Ada apa ini?”
Dengan perasaan ciut, Sutris terpaksa mengatakan semuanya kepada ibunya, membuat sang ibu semakin kesal.
“Kamu juga keterlaluan, demi ayahmu kamu berbohong. Berbohong pada ibu, dan pastinya kepada semua orang yang bertanya tentang penculikan itu.”
“Sutris minta maaf, Bu. Sutris hanya ingin melindungi bapak.”
“Melindungi kelakuan jahat, bukankah sama jahatnya dengan pelakunya?”
“Sabar ya Bu_”
Tapi sang ibu langsung masuk ke dalam kamar, berdiri di samping pembaringan dan menatap marah pada suaminya.
“Jadi ini sebenarnya jawaban dari semuanya? Ketika kelihatan sibuk, ditanya langsung bilang bukan urusanmu, urusanmu hanya urusan rumah, jangan ikut campur. Lalu kasak kusuk dengan Sutris, lalu tiba-tiba nggak doyan makan, bersembunyi di kamar, takut ditangkap polisi?” seperti rentetan tembakan saat perang bu Carik memberondong kata-kata pedas untuk suaminya.
Pak Carik diam tak bergerak. Tidak seperti biasanya yang kalau ditegur sang istri kemudian mencak-mencak seperti buta galak. Kali ini seperti tikus terkena jebakan, diam meringkuk dengan mata berkedip-kedip, tapi tak berani menatap sang istri.
“Mengapa diam? Katakan mengapa Bapak melakukannya? Memangnya karena Bapak itu banyak uang, menjadi pengusaha toko yang sukses, lalu semua keinginan Bapak bisa terlaksana? Lalu Bapak bisa berbuat semaunya? Menghina dan menindas orang tak punya, melakukan hal buruk dan merasa pasti bahwa semuanya akan memuaskan. Begitu?”
Seperti seorang ibu memarahi anaknya, atau malah seperti polisi sedang menghadapi pesakitan, bu Carik menuntaskan segala kekesalan yang selama ini dipendamnya.
“Mengapa diam? Jawab perkataanku, bilang tidak, atau bilang ini bukan urusan kamu. Mengapa diam?”
“Iya, aku salah.” hanya itu yang diucapkannya.
“Sutris,” kata bu Carik.
Sutris yang termangu di depan pintu segera mendekati ibunya dengan pasrah. Bagaimanapun menyimpan bangkai, pasti baunya akan tercium juga. Apa boleh buat.
“Tolong panggil kakakmu Yono, suruh antarkan ayahmu untuk menyerahkan diri ke polisi.”
”Apa?” pak Carik berteriak.
“Ini satu-satunya jalan terbaik Pak. Bapak sudah berbuat salah, apalagi tadi Bapak bilang mungkin non Luki sudah ditangkap. Jadi cepat atau lambat Bapak akan ditangkap. Daripada nanti ditangkap, semua orang menyaksikan bagaimana Bapak digerebeg polisi, lebih baik menyerahkan diri. Semoga dengan begitu hukuman Bapak akan lebih diperingan,” kata bu Carik yang sebenarnya memendam rasa pilu.
“Kamu senang kalau aku dipenjara?” kata pak Carik yang kemudian bangkit.
“Tidak ada seorang istri yang senang melihat suaminya masuk penjara. Tapi yang menyedihkan adalah mendengar bahwa sang suami telah melakukan hal buruk dan nyaris membuat orang lain celaka.”
Wajah pak Carik menjadi pucat. Lebih pucat lagi ketika melihat Suyono datang bersama Sutris, dan siap membawanya ke kantor polisi. Ingin memberontak? Bukankah pembicaraan ketika bertelpon dengan 'polisi' sudah dikatakan oleh polisi itu bahwa dirinya sudah diawasi? Tak ada yang bisa dilakukannya kecuali menuruti saran sang istri.
***
Tak urung, sepeninggal pak Carik, bu Carik menangis tersedu-sedu. Wahyuni yang kemudian juga datang, sibuk menghibur hati ibunya.
“Sudahlah Bu, jangan menangis lagi.”
“Apa kamu tahu, ketika ayahmu melakukan semua hal buruk itu?”
“Tidak, Bu. Wahyuni tidak tahu. Tadi sambil jalan kemari, Sutris menceritakan semuanya, Wahyuni juga kaget sekali.”
“Suami kamu?”
“Mas Yono baru kemarin mengetahui, setelah diajak berbincang dengan pak Bachtiar.”
“Mengapa Yono tidak bilang pada ibu?”
“Mas Yono takut lah Bu, dia baru tadi mengatakannya pada Wahyuni. Dia tidak begitu terkejut ketika tadi Sutris mengatakannya.”
“Sungguh keterlaluan. Kalau saja ibu tahu sebelumnya.”
“Apa Ibu tidak tahu bagaimana sikap bapak? Mana mungkin bapak mau diingatkan? Yang ada malah ibu dibentak-bentak.”
“Bapakmu sungguh keterlaluan. Masa karena mendengar Arumi menolak Sutris, lalu bersekongkol dengan orang yang juga menaruh dendam pada Arumi, lalu bersama-sama berniat mencelakakannya.”
“Iya Bu, Wahyuni juga menyesal bapak tega melakukannya. Tapi semuanya kan sudah terjadi, lebih baik ibu menenangkan diri, semoga semuanya baik-baik saja.”
“Arumi gadis yang baik, Allah melindunginya dari tangan-tangan jahat. Keterlaluan ayahmu.”
Lalu bu Carik menangis lagi. Bagaimanapun pak Carik adalah suaminya. Penderitaan pak Carik ketika harus berhadapan dengan polisi, juga dirasakannya.
“Sudahlah Bu.”
“Ayahmu itu suami ibu. Ibu juga sedih merasakan semua ini. Kalau saja ibu bisa mengingatkannya.”
“Wahyuni juga sedih. Ibu jangan menangis lagi, ya. Semuanya sudah terjadi.”
“Berdoa dan memohon kepada Allah, semoga ayahmu mendapat hukuman yang tidak terlalu berat.”
“Iya Bu.”
“Semoga semua ini menjadi pelajaran, agar kelak ayahmu bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik. Tidak lagi suka merendahkan orang, tidak suka memendam kebencian. Lebih santun dan bisa menghargai orang.”
“Aamiin.”
Tak terduga tindakan bu Carik yang tegas. Yang semula tidak tahu apa-apa kemudian mengetahui kejahatan suaminya. Apa boleh buat.
***
Bachtiar belum mulai pergi ke kantor. Sudah ada staf yang dipercaya untuk melakukan semuanya.
Pagi hari itu Arumi merasa lebih tenang. Ia memasak oseng sawi dan menggoreng ikan. Hanya dengan bahan yang ada di dalam kulkas. Bachtiar menemaninya, sambil membantu memetik sayur dan mencuci ikan. Ternyata Arumi sangat terampil dalam memasak. Berkali-kali Bachtiar mengucapkan syukur, karena telah bertemu dengan seorang gadis lugu yang ternyata tidak mengecewakan.
“Bagaimana seorang dokter bisa tahu kapan seseorang akan meninggal?” ternyata Arumi masih memikirkan penyakit Luki, walau belum jelas kebenarannya.
“Dari penyakit yang dideritanya. Perkiraan iumur itu hanya kira-kira, bisa lebih panjang, bisa lebih pendek.”
“Ya Tuhan.”
Tampak sekali Arumi merasa sangat prihatin.
“Kamu tidak usah terlalu memikirkannya. Belum jelas kebenarannya. Kita tunggu berita dari Adi.”
“Semoga itu tidak benar.”
Tiba-tiba ponsel Bachtiar berdering, lalu Bachtiar berdiri dan mengambil poselnya yang ada di ruang tengah.
Arumi masih saja memikirkan Luki. Wanita cantik yang pernah berbuat jahat, bahkan nyaris mencelakainya, tapi tetap saja menumbuhkan rasa iba ketika Arumi mengingat penyakit yang dideritanya.
Padahal kalau dia membayangkan tentang obat perangsang yang dicekokkan padanya waktu itu, Arumi merasa ngeri. Tak terbayangkan seandainya dia kepanasan dan “mengamuk” ketika Sutris datang, lalu melakukan hal yang tak senonoh.
“Aduuuh …” tiba-tiba Arumi menjerit. Jari tangannya terluka, dan darah menetes membasahi lantai dapur. Bachtiar bergegas memburunya.
“Ada apa?”
Tak perlu jawaban ketika Bachtiar melihat darah menetes dari jarinya. Bachtiar segera meraih jarinya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
“Aaaah, apa yang Mas lakukan?” ngeri melihat mulut Bachtiar mengulum jarinya yang berdarah.
“Agar darahnya berhenti. Tunggu, tekan dibagian ini, aku akan mengambil obat.”
Bachtiar berlari. Mengambil kotak PPPK, dan membersihkan luka, memberinya obat merah, kemudian menutupnya dengan plester.
Arumi hanya meringis sedikit menahan sakit. Tapi tak lama, sedikit perih, tapi kemudian ia melanjutkan pekerjaannya.
Bachtiar membersihkan tetesan darah.
“Biar nanti aku saja Mas.”
“Tidak apa-apa. Hanya sedikit. Kamu tadi sambil melamun ya?”
“Iya sih.”
“Ngelamunin apa, hayo. Jangan bilang kalau kamu ngelamunin aku. Masa ditinggal menerima telpon saja sudah dilamunin.”
“Ih, ngarang.”
“Oh ya, tadi itu telpon dari guru yang akan datang kemari mulai besok pagi.”
“Besok? Aku sekolah, besok?”
“Iya, mau kapan? Biar celesai. Tapi mungkin besok baru semacam perkenalan, lalu akan bicara tentang keperluan apa yang dibutuhkan. Harus beli apa atau apa, nanti kita siapkan bersama-sama.”
“Ya ampuun, ternyata ada sekolah yang muridnya tetap tinggal di rumah, gurunyalah yang datang.”
“Itu lebih memudahkan kamu dalam menerima pelajaran. Lagi pula kamu tidak usah repot-repot pergi, sehingga aku tidak perlu khawatir.”
“Bukankah Mas membeli rumah yang katanya biar dekat dengan sekolah yang aku katakan dulu itu?”
“Tidak apa-apa, kamu tetap di sini, biar bapak sama ibumu yang menempati rumah itu.”
“Mana bapak mau?”
“Nanti aku akan bicara. Tenang saja.”
Arumi bersyukur, memiliki suami yang penuh perhatian, dan mempersiapkan segala keperluannya dengan sebaik-baiknya.
“Bagaimana kalau nanti mbak Luki juga ada di rumah ini? Apa sebaiknya aku pulang ke desa?”
“Apa yang kamu bicarakan? Aku sudah mengatakan bahwa ini adalah rumahmu, jadi kamu tidak boleh pergi kemana-mana. Satu lagi, jangan memikirkan sesuatu yang belum jelas,” kata Bachtiar tandas, membuat Arumi kemudian diam, tak berani membantah.
Aroma sedap segera menebar keseluruh dapur, ketika sayuran sudah dibumbui.
Bachtiar menyiapkan wajan dan menaruh minyak di dalamnya. Ia siap menggoreng ikan. Tak bisa dibayangkan, kebahagiaan pengantin baru yang belum saatnya saling menyentuh, tapi bahagia dalam kebersamaan, cukup membuat mereka merasa, bahwa dunia adalah milik mereka berdua.
***
Bu Nuke masih di rumah keluarga Wirawan. Ia tetap menunggu kesanggupan dari Bachtiar, yang diyakininya telah mempercayai apa yang dikatakannya, dan saat itu belum bicara dengan istri desanya itu.
“Aku menyesal mbakyu, kemarin harus ke sana dan bertemu dengan bocah desa itu.”
“Aku lupa kalau Bachtiar mengatakan bahwa dia ada di rumah bersama istrinya. Aku juga mengira kalau Bachtiar sedang bekerja, hampir saja aku hajar bocah desa itu kalau tidak tiba-tiba Bachtiar datang dan menghentikanku.”
“Tapi mengapa Bachtiar seperti membela istrinya, dan menolak tentang kesanggupannya mau menikahi Luki.”
“Memang belum tentu Bachtiar menerima, tapi dia sudah memperhatikan apa yang jeng Nuke katakan. Kemarin itu dia pasti hanya ingin menjaga perasaan istrinya saja, sehingga menampik kesanggupannya.”
“Semoga begitu. Tapi kapan ya, Bachtiar akan memberi kabar? Aku hanya pamit pada bapaknya Luki untuk kemari beberapa hari saja.”
“Sabarlah dulu jeng, pasti Bachtiar akan segera mengabari.” Semoga saja hal baik yang akan dilakukannya.
“Mungkin dia juga sedang merayu istrinya agar bisa menerimanya ya, Mbakyu.”
“Pastinya begitu. Tapi dia hanya gadis desa, pasti tidak sulit membujuknya, dengan iming-iming uang, misalnya."
“Tapi dia cukup galak lho Mbakyu, besok akan aku beri tahu Luki agar jangan mau mengalah. Bibirnya seperti terbuat dari sembilu. Tajam, dan sama sekali tidak takut pada mbakyu yang sebenarnya adalah mertuanya.”
“Bisa dimaklumi jeng, dia gadis desa. Sudah semestinya kalau tidak tahu sopan santun.”
Kedua wanita terhormat itu sibuk menggunjingkan sikap Arumi yang tidak mengenal takut, dan mengatainya tidak tahu sopan santun, sementara mereka sendiri tidak merasa bahwa sikapnyalah yang kasar dan tidak menghargai orang lain, sehingga tidak membuat orang lain menaruh hormat pada mereka.
***
Tapi pada malam harinya, pak Wirawan mencela kedatangan bu Nuke yang datang hanya untuk mengemis perhatian Bachtiar demi Luki. Di dalam kamar pak Wirawan mengomeli istrinya.
“Mengapa ibu ikut-ikutan mendukung keinginan bu Nuke? Itu keinginan yang salah.”
“Ibu hanya kasihan pada Luki. Apalagi Luki kan lebih pantas untuk Bachtiar.”
“Apa ibu lupa bahwa Bachtiar sudah beristri?”
“Apa salahnya punya istri dua? Bukankah Luki lebih pantas?”
“Kalau beristri dua tidak salah, maka aku akan mencari istri lagi.”
“Apa?” bu Wirawan langsung berteriak.
“Bukankah tidak salah beristri dua? Aku akan mencari yang lebih muda, lebih seksi, lebih menawan ….”
“Paaak! Jangan begitu dong Pak.”
“Ibu sendiri yang bilang, mengapa kalau bapak disalahkan?”
“Ingat ya, Bapak sudah tua.”
“Oh ya? Laki-laki itu biarpun tua masih bisa melayani istri dengan baik lhoh.”
“Dasar tidak tahu diri. Tidak, jangan samakan Bapak dengan Bachtiar.”
“Maksud Ibu, bapak tidak boleh, tapi Bachtiar boleh? Dengar ya Bu, keinginan ibu itu tidak sepantasnya. Bachtiar itu laki-laki baik, seperti bapaknya. Dia tidak pantas melakukannya. Lagipula dengan dalih kalau Luki divonis segera meninggal? Tidak masuk akal. Memberi kesenangan bukan harus dengan merusak rumah tangga orang lain.”
“Apa tidak kasihan pada Luki?”
“Mengasihani orang yang melakukan hal buruk? Bapak tidak setuju.”
Bu Wirawan yang merasa kesal karena tidak didukung, segera keluar dari kamar. Di ruang tengah, bu Nuke sedang mengangkat ponselnya yang berdering. Pasti suaminya menanyakan kenapa perginya lama sekali dan berharap segera pulang.
Tapi bu Wirawan terkejut, mendengar bu Nuke berteriak.
“Apaa? Luki ditangkap polisi?”
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteYess
DeleteYesss
ReplyDeleteYessss jeng Susi
Delete🍒🍑🍒🍑🍒🍑🍒🍑
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🤩
KaBeTeeS_41 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai😍🦋
🍒🍑🍒🍑🍒🍑🍒🍑
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Salam aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Nuning
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMaturnuwun bu Tien
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteMaturnuwun bu Tien, semoga sehat selalu ...salam aduhai aduhai ..
DeleteNaah Luki ditangkap polisi ???
Ini hp eror nulis sendiri
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron ngtih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Sami2 ibu Susi
DeleteHamdallah
ReplyDeleteNuwun pak Munthoni
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah.... Rasain Luki sdh ditangkap polisi, ini mestinya gara-gara pak Carik sdh menyerahkan diri, polisi di kotanya memprosesnya dan menghubungi kantor polisi dimana Luki berdomisili.
ReplyDeleteNuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhaihai hai
Alhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat 🌹 semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's
Alhamdullilah .slmt mlm dan terima ksih bundaku..slm sht sll dan tetap aduhai unk bunda sekel🙏🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat dan aduhai deh
Nah...Kapokmu kapan, Luki, Nuke!
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien kinasih...
Sami2 jeng Iyeng
DeleteHoree.. dikomen lagi
Alhamdulillah KBTS~41 sudah hadir, maturnuwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
DeleteAlhamdulillah, mwtursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan semangat
Sa.i2 ibu Umi
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSelalu sehat dan bahagia bersama keluarga ..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Hore, pak Wirawan ternyata mendukung Bachtiar,. Sekarang Luki ditangkap polisi bgm dg pak Carik ya,,, aduhaiii 😁
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
Sami2 ibu Ika
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Matur nuwun
Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 41 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Saat nya berubah...he..he..
Luki di tangkap Polisi, pak Carik klu tdk menyerahkan diri ke Polisi, pasti nya juga akan di ciduk oleh Polisi.
Skrng pada kaget kan pada gigit jari ya..😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih bu tien tayangan cerbungnya yg lancar
Semoga bu tien selalu sehat²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat dari Solo
Sami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat dari Solo
Bravo Bu Camat.... Horeeeee 👏👏
ReplyDeleteEmang mbak Tien oyeee 🥰🥰
Salam aduhai dr Surabaya 🙏😘❤️
Salam hangat dan aduhai jeng Dewi
DeleteBu Carik apa bu Camat?
DeleteHp ne lancang kuwi...
Nulis bu Carik kok metune bu Camat
Nah kan...sebentar lagi ketahuan deh, apalah Luki sakit beneran atau cuma berpura-pura untuk menarik simpati Bachtiar?😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏🏻
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Horeee....Luki ditangkap polisi.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien. Sehat sll.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Hatur nuhun
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteWah sasar susur, hèh siapa yang nyusur, ya kan yang bikin nyasar ketidak jelasan.
ReplyDeleteCapet capet kepingin cepet segera selesai, gertakan bu carik bikin pusing pak carik, salah sendiri nggak mau makan, tambah lagi sering bilang 'bukan urusanmu' sewod sudah mak nya Sutris, padahal Bahtiar belum tahu sampai sejauh itu perkembangan kasusnya pak carik berduet sama Luki, masih asyik ngoseng oseng didapur, kaya kamu ya Nang bisanya ngoseng oseng.
Yang gampang, kan buanyak berbagai macam bumbu² cekakaran di warung² tinggal pilih mau masak apa, tinggal cemplung.
Ya jangan cemplung tå nggrisèni padakan apa
Blangkemen ya; iya jew selak kepengin crigis.
Terimakasih Bu Tien
Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke empat puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Horeee.. yang ctigis keluar lagi.
DeleteKemana saja pak Nanang?
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Nanang atas doanya
Selamat malam selamat bertemu pagi dimas Nanang Setu Kliwon, aku rindu kecrigisanmu, loh ..
DeleteSemoga HP dimas Nanang terus sehat dan sehat terus....🤲🤲🙏
Iya waktu itu kan sedikit dikit pembaharuan, eh jebulnya versinya ganti terus bolak balik harus lebih baru, mulai pada kelabakan mengikuti pembaharuan istilah kerennya update gitulah kira kira, asal ngglundung dulu waton mlaku, lah baru dapat yang katanya pro, eh malah remuk itu funetouch nya, ngantri cari lem kuning masih lama, coba asal bisa nutul dulu ajalah.
ReplyDeleteSelak dioyak oyak bung blangkemen itu tadi.
Senang dengar ke crigisanmu. Bar tak rasani lho
DeleteKaro sapa Dhe, gremeng2e?
DeleteSehat teeus nggih Budhe Tien Kumalasari. Salam ADUHAI
Aduhai juga mas Kakek
DeleteTerimaksih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteAlhamdulillah sudah hadir
ReplyDeletePak Carik diantar anak dn menantunya menyerahkan diri imbasnya Luki ditangkap polisi.
Trimakasih bunda, sehat sll
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Noor
KeBuTiS semakin aduhai,,,
ReplyDeleteLuki oh luki kapokmy kapan,,,
akhirnya bukan pelaminan yg disingahi tapi jeruji besi yang menanti,,,
Salam Aduhai dan sehat wal'afiat selalu Sang Bintang Kejora Bunda Tien Kumalasari,,, Aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteNuwun ibu Jainah Jen
Mak nyus
ReplyDeleteKewengen pak Joyo niku
Delete