Wednesday, November 20, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 17

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  17

(Tien Kumalasari)

 

Mbok Truno keluar masuk rumah, mengitari kebun belakang, tapi tak menemukan Arumi. Kemudian ia pergi ke sungai, barangkali Arumi mandi. Tapi mbok Truno heran, sejak pagi dia memang tak melihatnya. Dan karena kesibukannya sendiri, ia tak begitu memperhatikan, apakah Arumi ada, atau tidak. Padahal biasanya dia juga membantu di dapur atau memetik sayur di kebun.

Mbok Truno sudah sampai di tepi sungai, tapi bayangan Arumi juga tak tampak.

“Kemana anak itu. Tak biasanya dia pergi tanpa pamit,” gumamnya sambil kembali ke arah rumah.

Kacang panjang di kebun sudah saatnya dipanen, harusnya Arumi memetik kacang-kacang itu, agar sang simbok membawanya ke pasar untuk dijual. Apakah Arumi memanen kacang-kacang dan dibawa sendiri ke pasar? Biasanya tidak begitu. Lagi pula kacang-kacang itu masih bergelantungan sejak kemarin, tak ada tanda-tanda ada yang memetiknya.

Dengan bingung mbok Truno masuk kembali ke rumah, dan kembali berteriak, tapi tetap saja tak ada jawaban. Rumah itu lengang, dan mbok Truno duduk di balai-balai dengan perasaan tak tenang.

Keadaan ini sungguh aneh. Tadi suaminya juga tak menanyakan keberadaan Arumi, barangkali dikira Arumi sedang mencuci atau apapun, dibelakang rumah.

Mungkinkah Arumi menyusul ayahnya ke sawah? Sepertinya tak mungkin. Bukankah ayahnya baru saja berangkat dan Arumi sudah tidak kelihatan batang hidungnya?

Mbok Truno tak pernah merasa segelisah ini. Ingin ia menyusul suaminya ke sawah, tapi nanti malah mengganggu yang sedang bekerja.

Apakah dia ke pasar? Untuk apa? Dia tak membawa uang, dan tak minta uang kepadanya.

Beribu pertanyaan memenuhi benaknya. Lalu mbok Truno masuk ke kamar Arumi, tempat tidurnya tampak tak rapi. Biasanya Arumi melipat selimutnya, dan merapikannya. Tapi kenapa selimutnya masih berantakan?

Hati mbok Truno tercekat. Berarti Arumi pergi dengan tergesa-gesa. Tergesa-gesa? Kenapa? Baru pagi ini, atau semalam? Pemikiran buruk tiba-tiba menghantuinya. Dirasa tak mungkin, tapi seperti mungkin. Arumi minggat? Kenapa?

Dengan perasaan gundah mbok Truno keluar rumah, entah kemana kakinya melangkah, ia tak merasakannya, karena ia juga tak tahu harus kemana mencari anaknya.

Sebelum sampai pasar, tba-tiba Wahyuni menyapanya.

“Lik, mau ke mana? Ke pasar? Bareng yuk, saya mau ke toko, membantu bapak.”

“Wahyuni, sebenarnya aku sedang mencari Arumi,” katanya dengan bibir bergetar, karena kegelisahan yang memenuhi perasaannya.

Wahyuni heran.

“Mencari Arumi? Memangnya Arumi pergi ke mana?” tanya Wahyuni yang kemudian berjalan berjajar dengan mbok Truno.

“Entahlah, sejak pagi dia tak kelihatan. Pergi tanpa pamit.”

“Kok aneh, masa Arumi pergi tanpa pamit?”

“Iya Yun, aku tuh nggak sadar, dari pagi nggak melihat Arumi, setelah bapaknya pergi ke sawah, aku cari dia, ternyata nggak ada. Aku bingung. Sepertinya dia pergi dengan tergesa-gesa. Kamarnya biasanya rapi, tapi selimutnya juga tidak sempat dilipat. Aku bingung, kemana dia?”

“Apa sampeyan habis memarahinya?”

“Tidak, aku tidak pernah marah pada dia, dia itu penurut, tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Jadi tidak pernah aku marah. Demikian juga bapaknya.”

“Kok aneh. Kemarin saya ketemu dia, omong-omong di bawah pohon sukun, dia kelihatannya baik-baik saja.”

“Semalam juga tidak ada apa-apa, dia makan bersama kami, ngoceh macam-macam, tidak ada yang aneh pada sikapnya.”

“Ke mana ya Arumi? Jangan-jangan diculik orang jahat.”

“Apa? Diculik orang jahat? Kenapa menculik Arumi? Apa yang diharapkannya dari orang miskin seperti Arumi?”

“Yah, itulah Lik, aku juga bingung.”

Mereka terus berjalan ke arah pasar, dan Wahyuni juga memperlihatkan rasa prihatinnya.

“Nanti setelah membantu bapak di toko, saya bantu mencarinya Lik.”

“Terima kasih ya Yun.”

“Sudah sampai di toko, saya pamit dulu. Sebaiknya Lik pulang saja, nanti saya coba bantu mencari.”

“Iya, aku mau jalan sampai ke pasar dulu, siapa tahu ada yang melihat Arumi.”

“Baiklah Lik, hati-hati, semoga segera mendapat berita tentang Arumi, dan bisa segera diketemukan.”

Mbok Truno mengangguk, lalu ia terus melangkah. Semua pertanyaan yang ada dibenaknya tak ditemukan jawabannya.

Ia terus berjalan sampai ke pasar, bertanya kepada setiap orang yang pernah menjadi langganannya, dan yang mengenal Arumi. Tapi tak seorangpun tahu, di mana Arumi berada.

Mbok Truno putus asa. Ia kembali pulang karena matahari semakin tinggi. Suaminya harus dikirim makan.

Ketika melewati rumah pak Carik, ia melihat bu Carik sedang mengambil nangka muda di halaman rumahnya. Ia melihat mbok Truno dan menyapanya.

“Yu Truno, dari mana? Sudah siang baru pulang dari pasar?”

Mbok Truno terpaksa berhenti.

“Sedang mencari Arumi, bu Carik.”

“Lhoh, Arumi ke mana, kok sampai dicari?”

“Entahlah Bu, sejak pagi dia tidak ada di rumah. Sepertinya pergi entah ke mana,” jawab mbok Truno dengan mata sembab, karena sepanjang jalan dia meneteskan air mata.

“Pergi entah ke mana? Tidak pamit?”

“Tidak Bu, kalau pamit masa saya mencarinya.”

“Habis kamu marahin ya Yu?”

“Tidak, saya tidak pernah marah sama Arumi. Bapaknya juga begitu.”

“Kok aneh. Lalu pergi ke mana ya dia?”

“Entahlah Bu, ya sudah, saya pamit dulu, mau mengirim makan bapaknya,” kata mbok Truno sambil berlalu.

Bu Carik menatapnya prihatin. Sungguh aneh kalau Arumi pergi tanpa pamit, padahal ayah dan simboknya tidak memarahinya.

Bu Carik membawa nangka muda yang baru saja dipetiknya. Di depan pintu dapur, dia melihat Sutris.

“Tris, kasihan mbok Truno.”

“Memangnya kenapa?”

“Arumi hilang.”

Sutris terbelalak.

“Arumi hilang? Maksudnya pergi tanpa pamit?”

“Iya. Tadi mbok Truno lewat sini, tampaknya sangat sedih, dan menangis sepanjang jalan.”

“Ya ampun, kasihan benar, apa yang terjadi, kenapa sampai minggat?”

“Sepertinya tidak minggat,” dan bu Carik seperti memikirkan sesuatu.

“Bu, Sutris pamit dulu.”

“Ke mana?”

“Mau membantu mencari Arumi.”

“Ya sudah, tolonglah Tris, kasihan. Jangan-jangan ada yang menculiknya.”

“Ibu kebanyakan nonton sinetron. Mana ada di desa ini orang menculik anak gadis.”

“Entahlah, aku hanya kasihan. Coba kamu bantu, semoga bisa menemukannya.”

Sutris berlalu. Walaupun tahu bahwa Arumi tidak menyukainya, tapi hilangnya Arumi membuatnya khawatir. Entah ke mana akan mencarinya, Sutris tidak tahu. Ia pergi ke toko untuk meminjam motor ayahnya.

***

Tapi di toko ia tak melihat ayahnya. Hanya ada Wahyuni dan para pegawainya, yang begitu melihatnya langsung melambaikan tangannya memanggil.

“Ada apa? Bapak pergi ya?”

“Iya, begitu aku datang langsung pergi, entah mau pergi ke mana. Mendekat sini, aku mau bilang.”

Sutris mendekat, dan Wahyuni langsung menceritakan perihal hilangnya Arumi. Ia bercerita dengan menggebu-gebu, tak tahu bahwa Sutris sudah mengetahuinya.

“Aku sudah tahu, tadi lik Truno lewat depan rumah, ketemu ibu, lalu menceritakannya.”

“Ya ampuun, apa tidak aneh. Benarkah ada yang menculik Arumi? Sungguh, aku tadi berpikir bahwa Arumi diculik oleh orang yang menyukainya, dan bayanganku hanya satu, kamu.”

“Ngawur. Aku di rumah berhari-hari, baru tadi keluar kamar lalu ibu bercerita. Aku datang kemari sebenarnya mau pinjam sepeda motor bapak. Bagaimanapun aku harus mencari Arumi. Kasihan. Tapi benarkah ada yang menculiknya? Untuk apa? Kalau minta tebusan juga tidak mungkin, Arumi itu anak orang miskin.”

“Aku juga bingung. Kok tiba-tiba dia menghilang.”

“Bapak pergi ke mana?”

“Aku tidak tahu. Tadi hanya pergi begitu saja, tidak mengatakan mau ke mana.”

“Sebenarnya kalau pakai sepeda motor kan bisa mencari ke tempat yang agak jauh. Tapi ya sudah, aku jalan kaki saja.”

“Kamu mau mencari ke mana?”

“Entahlah, namanya mencari ya kemana saja, yang penting bisa ketemu.”

“Aku tadi juga bertanya pada orang pasar yang kebetulan mampir, katanya, lik Truno sudah menanyakan ke setiap orang di pasar itu tentang Arumi. Tapi tak ada yang tahu.”

“Ya sudah, aku pergi dulu.”

“Menurutmu, apa benar Arumi diculik?”

“Entahlah, selama ini di desa ini belum pernah terdengar ada gadis diculik. Tapi aku akan mencoba mencarinya,” katanya sambil keluar dari toko ayahnya.

Wahyuni menatapnya sendu. Ia baru sadar, bahwa Arumi yang dulu dibencinya, ternyata gadis yang baik. Perginya yang tiba-tiba dan membingungkan, membuatnya merasa prihatin.

“Semoga tidak terjadi apa-apa yang membahayakan kamu, Rumi,” bisiknya lirih.

***

Di sawah, pak Truno kebingungan melihat yang mengirim makan untuknya adalah sang istri. Lalu tiba-tiba saja sang istri ambruk di pematang dan menangis, setelah mengulurkan rantang berisi makanan.

“Lho … lho … ada apa mbokne? Datang-datang kok nangis sambil ngelesot begitu. Lihat, nanti kainmu kotor kena lumpur. Mana Arumi? Kenapa kamu yang ngirim makan untuk aku?”

Disebutnya nama Arumi membuat tangis mbok Truno semakin menjadi-jadi, membuat pak Truno kebingungan.

“Ada apa ini? Ke mana Arumi?” tanya pak Truno sambil menggoyang-goyangkan bahu istrinya. Beberapa teman petani ikut mendekat, mendengar tangisan mbok Truno yang membuat hati miris.

Lalu dengan terbata-bata, mbok Truno menceritakan tentang hilangnya Arumi. Tentu saja bukan hanya pak Truno, tapi petani-petani yang lain juga terkejut.

“Bagaimana bisa hilang?”

“Dia pergi ke mana?”

“Kalau marah ke anak jangan terlalu keras, tuh, anak sekarang kalau dimarahi minggat.”

Celetuk banyak orang membuat pak Truno semakin linglung.

“Aku sudah mencarinya ke mana-mana, menanyakan ke setiap orang yang mengenal Arumi, tapi tidak ada yang tahu,” tangis mbok Truno.

“Digondol wewe … barangkali?”

Celetukan terdengar semakin aneh.

“Ya sudah, ayo kita pulang dulu, kita pikirkan di rumah,” kata pak Truno sambil membantu istrinya berdiri.

Pak Truno segera pamit kepada teman-temannya, yang masih saja nyeletuk dengan pendapat yang beragam.

“Tabuh kentongan saja, nanti dikembalikan.”

Pak Truno dan istrinya semakin bingung mendengar celetukan temannya yang mengira Arumi dibawa mahluk halus. Tapi keduanya tak menghiraukannya.

***

Walau begitu, pendapat tentang mahluk halus itu lama-lama termakan juga oleh pak Truno dan istrinya.

“Sampeyan percaya pada pendapat itu? Bahwa Arumi diculik oleh mahluk halus?” tanya mbok Truno sambil masih saja menangis.

“Aku jadi bingung. Tiba-tiba anak itu lenyap.”

“Sepertinya dia pergi dengan tergesa-gesa. Aku melihat kamarnya masih berantakan. Biasanya kalau dia bangun, pasti langsung merapikan kamarnya. Melipat selimut, membersihkan meja, membuka jendela. Tapi jendela itu masih tertutup. Benarkah hanya mahluk halus yang bisa melakukannya?” kata mbok Truno.

“Kalau begitu kita mencari orang pintar saja Mbokne.”

Rasa bingung dan sedih yang menindih hati dan rasa, membuat iman dan kepercayaannya kepada Yang Maha Esa menjadi goyah. Mencari orang pintar, adalah perilaku orang yang sudah melupakan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tapi dalam kalut dan bingung, pak Truno bersama istrinya segera bertanya-tanya, mencari tahu di mana adanya orang pintar yang bisa mengetahui di mana Arumi berada.

***

Sebuah tungku dari tanah penuh dengan arang, mengepulkan asap berbau kemenyan yang membubung tinggi, berputar-putar memenuhi ruangan yang tak begitu besar dan remang-remang.

Sebuah jambangan berisi air dan bertaburkan kembang tujuh rupa juga menebarkan aroma magis yang mendirikan bulu roma.

Pak Truno dan istrinya duduk bersimpuh, dan sudah mengutarakan maksud kedatangannya, dengan membawa sebungkus bunga telon dan dua bungkus rokok, serta uang yang dimasukkan ke dalam plastik. Itu petunjuk dari seseorang yang ditanya, dan yang pastinya menjadi pelanggan pak dukun yang katanya amat sakti itu.

Laki-laki tua dengan rambut putih dan janggut yang terurai panjang sampai menyentuh pangkuannya ketika dia bersila, tampak berkomat kamit sambil tangannya digerak-gerakkan di atas tungku berasap itu.

Sejenak pak Truno ragu-ragu. Ia sadar bahwa ini bukan tempat yang semestinya. Ia menyentuh istrinya, memberi isyarat untuk keluar dari tempat itu. Tapi kemudian pak Truno terkejut ketika sang dukun tiba-tiba berdehem keras.

“Anakmu bisa ditemukan, bisa ditemukan …,” ucapnya seperti bergumam.

"Cari ayam cemani, bawa kemari, nasi janganan lengkap, dan uang sebanyak tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus tujuh puluh tujuh rupiah. Kalau sudah dapat, datanglah kemari."

Pak Truno saling pandang dengan istrinya.

***

Besok lagi ya.

 

50 comments:

  1. πŸŒ΄πŸŒ·πŸŒ›πŸŒ›πŸŒœπŸŒœπŸŒ·πŸŒ΄

    ***************************
    Alhamdulillah, KaBeTeeS_17 sudah tayang.

    Terima kasih
    Bu Tien, sehat selalu dan selalu sehat nggihhhh.

    Trus kemana ya Arumi? Apakah di satroni pak Carik?
    Yukkkk....., kita ikuti ceritanya.

    ***************************

    πŸŒ΄πŸŒ·πŸŒ›πŸŒ›πŸŒœπŸŒœπŸŒ·πŸŒ΄

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda.salam sehat wal afiat

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  5. Maturnuwun bu Tien , salam sehat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah... matursuwun Bu Tien
    Semoga Arumi sll dilindungi Alloh krn kebaikannya. Aamiin
    Salam sehat selalu Bu Tien πŸ’–

    ReplyDelete
  7. Alhamdullilah..terima ksih bunda..slmt mlm slmt istrhat .slm sht sll unk bunda sekelπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun salam sehat selalu tetap semangat,

    ReplyDelete

  9. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 17* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien KBTS 17 sdh tayang
    Semoga bu tien sehat² n bahagia selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah yg ditunggu sudah tayang, matur nuwun bu Tien, Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Apa pak Carik ya, yang menculik Rumi... Dasar manusia penggila harta.
    Mudah mudahan pak Truno ketemu mas Tiar yang akan membantu mencari Rumi
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Jangan2 ulah pak carik ...cinta di tolak dukun bertindak ... hadeuhhh tdk boleh ke dukun nggih... Musyrik Na'udzubillahimindzaalik ...
    Syukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  14. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 17 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    ...klu begitu kita mencari orang pintar saja Mbokne. Rasa bingung dan sedih yang menindih hati dan rasa, membuat iman dan kepercayaannya kpd Yang Maha Esa menjadi goyah. Mencari orang pintar ( dukun, paranormal ), adalah perilaku yang sudah melupakan kpd Allah SWT...note: cakep petuah nya Bunda Tien. πŸ‘πŸ‘πŸ™πŸ™πŸ’

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni
      Ciamik bukan?

      Delete
  15. Wah, gawat...mungkinkah ada orang yang 'memancing' Arumi dengan berita buruk tentang Bachtiar, sehingga dia tergesa-gesa pergi dari rumah tanpa pamit ke simboknya? Hmmm...πŸ€”

    Terima kasih, ibu Tien. Semoga sehat & bahagia selalu.πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  16. Apakah pak Carik sekejam itu menculik Arumi, hny krn menolak cinta anak nya Sutrisno, tp memang ada sih, mungkin krn malu merasa direndahkan . Capek deh 😁🀭

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°
    Tambah penasaran πŸ˜‚

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dan aduhai selalu....

    ReplyDelete
  18. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun jeng Sari
    Besok ke Jogya?

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 47

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  47 (Tien Kumalasari)   Tumenggung Ranu tercengang. Tongkat penyangga tubuhnya masih mengambang di udara, s...