MASIH ADAKAH MAKNA 31
(Tien Kumalasari)
Rohana mengerjap-ngerjapkan mata keriputnya. Tak percaya pada apa yang didengarnya.
“Maukah, Bu?”
“Apa … maksudnya?” jawab Rohana terbata.
“Ibu kelihatan masih kuat dan bersemangat. Saya suka melihat ibu.”
“Terima kasih,” kata Rohana yang kemudian membalikkan tubuhnya hendak berlalu.
“Bu, mohon ditunggu sebentar. Ibu tidak menjawab permintaan saya.”
“Apa maksudnya?” kata Rohana sambil berhenti dan kembali berhadapan dengan Kartika.
“Di mana rumah ibu?”
“Bumi dan langit inilah rumahku. Karenanya aku bisa tinggal di mana-mana. Apa ibu seorang polisi?” tiba-tiba Rohana mengira Kartika adalah polisi yang sedang memata-matainya.
Kartika tersenyum.
“Mengapa Ibu mengira saya seorang polisi? Saya ibu rumah tangga yang sibuk bekerja, dan saya sedang membutuhkan seseorang untuk membantu saya di rumah.”
Rohana menatap tajam wanita cantik itu, untuk meyakini bahwa apa yang dikatakannya adalah benar. Sudah lama dia tidak suka mendengar ada polisi didekatnya. Bukan hanya karena dia pernah mencuri, tapi ia pernah merasa dicari-cari polisi untuk dipulangkan kepada anak-anaknya. Dalam keadaannya yang sekarang ini, ia sudah tak ingin lagi hidup bersama anak-anak dan keluarganya. Ia merasa kecil, merasa rendah dan merasa tak pantas berada di antara mereka, walaupun sering kali rasa rindu kepada mereka sering membuat batinnya tersiksa.
“Bu, apa ibu takut pada polisi?”
“Apakah saya seperti penjahat, dan Ibu mencurigai saya?”
“Bukan. Saya tertarik pada kejujuran Ibu, dan ingin mengajak Ibu bekerja di rumah saya,” kata Kartika yang sesungguhnya ingin tahu, mengapa wanita tua didepannya sepertinya takut pada polisi.
“Bekerja ….” Rohana bergumam, ia seperti sedang berpikir. Bekerja di rumah orang, yang bukan siapa-siapa, dan mendapat makan setiap hari pastinya, tidak keluyuran di jalanan, pasti lebih baik. Tapi ia heran, mengapa wanita cantik itu memintanya bekerja di rumahnya? Ia ingat pernah ditolak ketika ingin bekerja di sebuah warung, hanya karena menginginkan sesuap nasi, dengan kata-kata yang menyakitkan, seperti jijik melihat penampilannya. Saat itu ia baru bangun tidur, linglung dan kelaparan. Lalu seseorang menaruh belas, dan membelikannya sebungkus nasi.
“Kalau ibu tidak punya tempat tinggal, bukankah lebih baik ibu berada disuatu tempat dan tidak kehujanan serta kepanasan, juga selalu mendapat makan tanpa ibu harus berjalan dari satu tempat ke tempat lain untuk melanjutkan kehidupan ini?” kata Kartika yang sesungguhnya kagum, karena wanita tua itu tidak mengemis demi mendapatkan uang, dan berkarya demi memenuhi kebutuhannya. Benar, bukankah mengelap kaca mobil adalah karya, dan setiap karya adalah mulia?
“Yang aku tidak mengerti, mengapa Ibu meminta agar saya ikut bersama Ibu?”
“Bu, tolong naiklah ke mobil, mari kita bicara. Saya juga tidak tahu mengapa saya tertarik kepada ibu. Barangkali terkesan pada cerita teman saya yang mengatakan bahwa ibu telah menyelamatkan nyawa anaknya.”
Rohana masih tampak ragu.
“Naiklah. Ayo Bu, percayalah bahwa saya tidak bermaksud buruk.”
Rohana menatapnya lagi, dan Kartika sudah membukakan pintu di sebelah kemudi, membuat akhirnya Rohana naik ke dalamnya, dengan perasaan bingung.
Kartika membawa Rohana pulang. Ia bahkan lupa bahwa ia pergi karena mau belanja.
***
Indi duduk di teras dan sedang menerima telpon dari Azka. Beberapa hari terakhir ini hubungan keduanya semakin dekat, apalagi dengan adanya keinginan kakek-kakek mereka yang menginginkan mereka berjodoh. Walau belum menyanggupinya, tapi sikap menolak itu tak kelihatan diantara mereka. Indira yang merasa lebih tua dan yakin bahwa dengan usianya yang lebih tua maka ia harus mengalah atau melayani, ternyata yang terjadi adalah kebalikannya. Azka yang lebih muda usianya, lebih banyak mendominasi setiap keputusan dan lebih banyak membimbing kepada Indi yang sangat manja dan ingin menang sendiri.
Boy yang datang dari arah belakang tersenyum-senyum dan siap mengganggu sang adik yang kemudian menutup telpon dengan wajah sumringah.
“Hm, yang lagi pacaraaan, asyik bener nih,” ledeknya.
“Azka mau pergi keluar kota selama beberapa hari.”
“Yah. Kok kamu nggak diajak?”
“Dia bersama ayah dan kakeknya, mau membuka cabang perusahaan di Semarang.”
“Oh ya? Kapan dia berangkat?”
“Katanya sih malam ini. Mendadak, setelah menerima laporan dari stafnya yang sudah berada di sana sebelumnya.”
“Bersyukurlah, punya calon suami pengusaha sukses.”
“Yang penting bukan ‘pengusahanya’.”
“Benar. Yang penting adalah yang bisa momong adikku yang kolokan dan manja ini.”
“Ah, mas Boy kok gitu. Sekarang aku nggak manja, tahu.”
“Benarkah?”
Indira memang sudah tampak lebih dewasa, apalagi setelah sang kakek mengijinkannya ikut membantu bekerja di kantor Boy. Banyak yang harus dipelajarinya dan itu membuatnya lebih banyak bicara serius.
“Nanti kalau Mas menikah, aku dan Azka yang akan menjadi pendamping kan?”
“Iya, supaya segera menyusul.”
“Alangkah senangnya, kalau kamu menikah, nenek sudah ditemukan,” tiba-tiba kata Tomy yang muncul dan duduk di antara mereka.
“Benar, tapi semoga nenek tidak lagi galak seperti dulu.”
Tomy menghela nafas. Ada rasa kecewa, karena cucu-cucu Rohana tidak begitu suka kepada neneknya.
“Nenek semakin tua, pasti dia telah berubah,” kata Tomy.
“Baru saja kita bertemu dia, tapi sikap nenek sungguh aneh. Dia seperti tidak pernah merindukan anak cucunya.”
Tomy tak bisa menjawabnya. Ia tahu cucu-cucu ibunya masih sangat kecewa dengan sikap sang nenek yang sangat tidak menunjukkan perasaan sayang dari seorang nenek kepada cucunya. Rohana cenderung bersikap semaunya. Tapi ketika kepergiannya yang tanpa membawa barang-barang yang semula diinginkannya, membuat mereka berpikir bahwa sebenarnya sang ibu tiba-tiba berubah. Dan tak seorangpun bisa menemukan jawabnya, yang tentunya baru bisa terjawab setelah bertemu nanti.
***
Pak Trimo terkejut ketika malam-malam Minar datang kerumah, lalu memberikan sejumlah uang. Ia menolaknya, tapi Minar yang waktu itu datang ke rumah bersama Tegar, memaksanya.
“Ini bukan apa-apa Pak Trimo, saya sangat menyesal karena ibu saya sampai tega berbuat begitu. Kalau saja saya tahu sejak awal, pasti saya dan keluarga saya akan segera menukarnya. Saya tahu pak Trimo mengumpulkan uang sedikit demi sedikit karena ingin agar Binari tercukupi kebutuhan sekolahnya. Saya mohon diterima saja ya Pak, kalau ini kurang, bapak bilang saja, karena saya hanya mengingat jumlahnya waktu pak Trimo mengatakan kehilangan.”
“Baiklah Bu, karena ibu memaksa, saya menerimanya, tapi uang dari ibu Rohana akan tetap saya kembalikan.”
“Tidak apa-apa Pak, sekali lagi saya minta maaf atas apa yang dilakukan ibu saya. Sebenarnya sudah sejak kemarin pagi saya mau datang kemari, tapi karena ada kesibukan lain, jadi saya minta Tegar mengantarkan saya malam ini juga, agar kejadian itu tidak memberikan beban untuk kami lebih lama.”
Sementara itu Tegar sangat senang bisa bertemu Binari, karena selama ini Binari selalu menolak kedatangannya dengan alasan sibuk.
Walau Tegar menunjukkan perhatian yang besar terhadap Binari, tapi Binari yang tahu diri tidak bisa menerima perlakuan manis dari perjaka ganteng yang sesungguhnya tidak ada cacat celanya dalam hal penampilan.
“Siapa sih yang menolak didekati pria seganteng dia? Tapi aku kan harus tahu diri,” selalu demikian yang dipikirkannya.
***
Kartika sudah sampai di rumahnya, dan segera mengajak Rohana ke ruang belakang. Memang hanya kamar pembantu, karena tentu saja Kartika tidak tahu, siapa sebenarnya wanita yang dia bawa. Tapi Rohana merasa nyaman memasuki kamar itu. Ia serasa menemukan sebuah rumah, tempat tinggal yang jauh lebih pantas daripada di jalanan.
“Bu, mandilah. Kamar mandinya ada di situ. Saya punya beberapa baju, tapi memang baju bekas, yang baru beberapa kali saya pakai. Apa ibu tidak keberatan memakainya?” kata Kartika sambil meletakkan beberapa baju di atas kursi.
“Terima kasih Bu, saya akan memakainya.”
“Setelah mandi, tatalah kamar ini. Di dalam almari itu ada seprai dan sarung bantal. Tolong ibu atur sendiri ya, nanti ibu tidur di sini. Setelah saya mengantarkan suami dan anak saya ke bandara, kita bisa omong-omong lagi. Oh ya, nama saya Kartika. Panggil saja saya bu Kartika."
“Baiklah.”
“Saya tidak memasak, tapi ada nasi dan lauk di meja makan. Ibu boleh langsung makan lalu beristirahat.”
Setelah itu Kartika keluar dari kamar yang memang tidak begitu besar, tapi lumayan bagus. Ada tempat tidur dengan kasur yang belum diberi alas. Rohana yang kelelahan duduk di kursi yang ada di kamar itu, dan sedang merenung, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin seseorang begitu mempercayainya setelah melihatnya, dan hanya karena pernah mendengar bahwa dia pernah menyelamatkan nyawa anak temannya, lalu mengajaknya tinggal serta mempekerjakannya di rumahnya? Rumah ini sangat bagus, banyak barang berharga di sana. Apa dia tidak takut dirinya mencuri barang-barang itu?
Rohana mendengar ada yang berbicara di arah depan. Pastinya suami Kartika dan anaknya yang entah siapa, dan tampaknya mereka akan pergi jauh, karena Kartika mengatakan bahwa akan mengantarkannya ke bandara.
Kartika meletakkan keresek yang berisi pakaiannya sendiri yang pastilah sudah tampak kumal, dibandingkan dengan pakaian pemberian Kartika yang diletakkan di depannya.
Tak mau berlama-lama, Rohana kemudian bangkit dan menuju kamar mandi yang tadi sudah ditunjukkan oleh Kartika. Di sana sudah tersedia sabun dan semua perlengkapan mandi.
Rohana mengguyur tubuhnya dengan air dingin, lalu ia merasa menjadi manusia yang benar-benar manusia. Mandi dengan aroma wangi, dengan perasaan yang jauh lebih ringan, dan kemudian menemukan ketenangan ketika selesai mandi dan berganti pakaian bersih yang pastinya juga wangi. Mana ada orang kaya bajunya apak seperti bajunya?
Rohana membuka almari yang ditunjukkan, dan menemukan alas kasur dan sarung bantal di sana. Ia memasangnya, dan aroma segar menyergap hidungnya.
Ia merapikan mana yang tampak tidak rapi, lalu keluar dari kamar. Ia berjalan ke depan, dan ternyata pintu keluar terkunci.
“Rupanya mereka juga takut aku akan melarikan diri,” gumamnya. Tapi Rohana tidak merasa sakit hati. Bisa dipahami kalau seseorang tidak begitu saja mempercayai orang yang baru saja dikenalnya.
Lalu Rohana beranjak ke belakang. Ia merasa haus, lalu mengambil gelas dan mengucurkan air putih dari galon. Walau lapar ia tak mau lancang membuka makanan dan menyantapnya, walau sudah dipersilakan.
Kemudian dia kembali ke kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia merasa hidup. Ia merasa menemukan sesuatu yang nyaman. Ini sangat berbeda dengan ketika dia berada di rumah Satria. Waktu itu rasa congkak dan tak mau direndahkan masih melekat. Ia sangat rewel dan minta selalu diperhatikan, lalu dituruti semua kemauannya. Ketika ia bisa tidur, tapi kegelisahan melilit jiwanya. Gelisah karena ia belum menemukan seperti apa hidup yang bisa membuatnya nyaman. Terlunta di jalanan, tentu saja tidak nyaman. Lalu pulang ke rumah anaknya yang mentereng, disediakan kamar dengan kasur empuk dan udara dingin sejuk menyelimuti sepanjang malamnya, tapi tetap saja rasa nyaman itu tak ada. Tapi sekarang, dia merasa menjadi orang yang berbeda. Di rumah besar, diberi kamar pembantu, memakai pakaian bekas, membuatnya seperti hidup yang benar-benar hidup. Rohana terlelap tanpa mimpi, sampai ketika ia merasa seseorang membangunkannya.
***
Rohana membuka matanya, dan ketika terbangun itulah baru dia merasa seperti bermimpi.
“Sangat capek ya Bu?”
Wajah cantik yang berdiri di samping ranjangnya membuatnya ingat sesuatu. Rohana tergesa bangun sambil mengucek matanya.
“Maaf, saya ketiduran.”
“Tidak apa-apa Bu, saya membangunkan Ibu, karena saya melihat Ibu belum juga makan.”
“Saya belum begitu lapar.”
“Mari saya temani makan, saya juga belum makan,” kata Kartika sambil beranjak keluar. Mau tak mau Rohana mengikutinya.
Ketika mengikuti ke arah ruang makan, Rohana diajaknya duduk bersama di sana.
“Jangan sungkan Bu. Di rumah ini sekarang hanya ada saya dan Ibu. Ayo kita makan, begitu datang tadi saya sudah menyiapkannya.”
Rohana duduk dengan ragu. Tapi ketika Kartika menanyakan tentang keadaan dirinya, runtuhlah air mata Rohana.
***
Besok lagi ya.
Hore
ReplyDeleteTrmksh mb Tien, smgsht sll
DeleteHoreeee
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Deleteπ»ππ»ππ»ππ»π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
eMAaeM_31 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia.
Aamiin. Salam seroja. π
π»ππ»ππ»ππ»π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah eMaAeM_31 sdh tayang
ReplyDeleteNuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih Bunda tjen
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Endang
DeleteMatur nuwun , bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun bunda Tien..ππ
ReplyDeleteSami2 ibu Padmasari
DeleteSemoga mbk Tien selalu pinaringan sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kirana
Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 31, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Nah, sudah mulai tertata alur ceritanya. Rohana merasa nyaman di rumah Kartika. Untung Kartika berlaku manis kepada Rohana.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~31 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Rohana sudah berbalik arah.. makasih bunda salam aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteSalam aduhai
Alhamdulillah cerbung MAM Baik ππ©΅semoga Bunda selalu sehat wal afiat π€²πππ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu π€²
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *masih adakah makna 31* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteSemoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 31 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Kartika pinter ngemong nenek Rohana lho, sehingga Rohana nyaman di rumah nya. Rohana kangen sama anak nya bernama Tomy, menjadikan Kartika tahu siapa sebenar nya nenek Rohana ini.
Siap siap bertemu Tomy ya Nek..π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMstur nuwun pak Munthoni
Matur nuwun ibu ππ»
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteWah, perasaan Rohana sekarang jadi sensitif ya...cepat terharu dan gampang menangis, nampak benar pertobatannya. Semoga mau kembali bersatu dengan keluarganya.
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat selalu.ππ»π
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu bersama keluarga, aamiin ..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteBetapa penyayangnya pribadi mbak Tien Kumalasari. Sosok Rohana yang jahat mekakat, disadarkan oleh kebaikan-kebaikan. Jiwanya dibasuh dengan kasih sayang, menunjukkan kehalusan budi beliau.
ReplyDeleteLuar biasa aduhai
Aduhai jeng Iyeng.
DeleteJadi kangeeen.. deh
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Salam hangat juga ibu Sul
ReplyDeleteSami2
Alhamdulillah... Rohana belum sempat bertemu Azka karena ke Semarang. Kapan bertemu tunggu besok ya... Terimakasih bunda Tien salam sehat, bahagia senantiasa dan aduhaii....
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam hangat, smg sehat selalu
Air mata Rohana runtuh, berarti banyak benar air matanya ya?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak tien...
Maturnuwun
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDeleteTerima ksih bunda..slmt pgii dan slm sht sll unk bundaππ₯°❤️πΉ
ReplyDelete