Wednesday, October 16, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 30

MASIH ADAKAH MAKNA  30

(Tien Kumalasari)

 

Pak Trimo dan Binari saling pandang, ini benar-benar uang, dan jumlahnya sepuluh juta? Bagaimana bu Rohana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?

“Jangan-jangan ….” kata pak Trimo.

“Jangan-jangan dia mencuri, lalu diberikan kepada kita,” kata Binari cemas.

“Aduh, bagaimana orang itu?”

“Dia memberikan uang ini, kemudian bilang pada Bapak bahwa dialah yang mencuri uang Bapak waktu itu?”

“Iya. Tiba-tiba saja bilang begitu setelah memberikan amplop berisi uang itu. Dia juga bilang kalau dia akan mencari uang lagi yang akan diberikannya kepada kamu.”

“Jadi dia bermaksud mengganti uang yang telah dia curi? Tapi kalau dengan cara begini, apa itu benar?”

“Memang tidak benar. Sangat tidak benar. Kita tidak bisa menerimanya.”

“Lalu kita apakan uang ini Pak?”

"Simpan kembali di dalam amplop, jangan dipergunakan untuk apapun. Kalau dia datang lagi, kita kembalikan saja. Kita tidak bisa menerima uang yang tidak jelas dari mana datangnya.”

“Bapak benar. Baiklah, akan Binari simpan saja dulu uangnya. Atau dimasukkan ke bank saja?”

“Jangan. Kalau dimasukkan ke bank, nanti kalau dia datang sewaktu-waktu, susah mengembalikannya. Jadi simpan saja berikut amplopnya dan sembunyikan di tempat aman.”

“Baiklah.”

“Binari, kamu harus segera mengabari nak Tegar tentang kedatangan bu Rohana, juga mengatakannya tentang uang ini.”

“Apakah kita juga akan mengatakan tentang pengakuan bu Rohana bahwa dia yang mencuri uang Bapak?”

“Bagaimana ya, apa tidak tersinggung mereka kalau kita mengatakannya?” rupanya pak Trimo masih ragu-ragu.

“Kita kan tidak menuduh. Kita hanya mengatakan apa yang dikatakan ibu Rohana.”

“Ya sudah, nanti gampang. Yang penting kamu kabari dulu saja nak Tegar tentang kedatangan neneknya, dan tentang pemberian uang ini.”

“Baik. Binari menyimpan uang ini dulu di dalam almari Binar ya Pak.”

Binari masuk ke kamar, kemudian menelpon Tegar, yang tentu saja kecewa karena Binari mengabari setelah Rohana pergi. Ia juga mengatakan bahwa ketika datang, wajah Rohana kelihatan terluka di beberapa bagian.

“Maaf Mas, tadi ketika bu Rohana datang, saya sedang pergi. Bapak tidak mampu menahannya karena kebetulan sedang banyak pembeli.”

“Tapi mengapa nenek memberikan amplop berisi uang itu.”

“Saya tidak mengerti jelasnya, atau bagaimana bu Rohana mendapatkan uang itu. Tapi setelah memberikan uang, bu Rohana mengatakan tentang sesuatu yang membuat kami terkejut.”

“Mengatakan apa dia?”

“Maaf Mas, jangan sampai Mas marah atau tersinggung, tapi memang inilah yang dikatakan ibu Rohana. Benar atau tidak, aku tidak tahu.”

“Iya, apa yang dikatakan nenek?”

“Bu Rohana mengatakan bahwa … bahwa … dialah yang telah mencuri uang bapak pada waktu itu.”

“Nenek mengatakan itu?”

“Iya. Bapak yang diberitahu tentang hal pencurian itu.”

“Jadi maksudnya … nenek memberikan uang itu untuk mengganti uang yang dicurinya?”

“Mungkin itulah maksudnya. Tapi kata bapak, kami tidak bisa menerimanya karena tidak jelas dari mana datangnya uang itu.”

“Benar, dari mana nenek mendapatkan uang sebanyak itu?”

“Uang itu masih kami simpan. Nanti kalau sewaktu-waktu bu Rohana datang, kami akan mengembalikannya.”

Binari menutup sambungan telpon. Tapi ia merasa lega sudah mengatakannya dan ternyata Tegar tidak kelihatan marah.

***

Satria juga terkejut mendengar cerita Tegar tentang Rohana yang mengaku mencuri uang pak Trimo dan menitipkan uang sebanyak sepuluh juta untuk menggantinya, atau mencicil menggantinya?

“Sepuluh juta itu banyak lho Mas,” kata Minar.

“Iya, dari mana ibu mendapatkan uang sebanyak itu?”

“Aku takut Mas, jangan-jangan ibu melakukan hal yang tidak benar.”

“Ya Tuhan.”

Satria mengusap wajahnya, tak bisa menutupi kegelisahannya. Barangkali karena keadaan, lalu sang ibu melakukan hal-hal buruk.

“KIta tetap harus mencari ibu Mas, aku khawatir. Mengapa Binari juga mengatakan kalau wajah ibu kelihatan penuh luka,” kata Minar lagi.

Satria bertambah cemas membayangkan keadaan wajah ibunya yang penuh luka.

Setelah beberapa saat menenangkan diri, Satria segera memerintahkan kepada sang istri agar segera mengembalikan uang pak Trimo yang dicuri sang ibu.

“Sekarang yang harus kita lakukan adalah mengembalikan uang pak Trimo yang telah diambil ibu.”

“Benar. Kasihan pak Trimo. Sudah berbulan berlalu, kita tidak tahu kalau ibu yang mengambilnya."

“Besok tanyakan pada pak Trimo, sebenarnya berapa banyak uang pak Trimo yang hilang.”

“Bagaimana dengan uang yang dari ibu?”

“Biarkan saja. Bukankah menurut Tegar,  keluarga pak Trimo akan mengembalikannya? Mereka orang baik. Mana mau mereka menerima uang yang tak jelas dari mana. Aku yakin mereka juga berfikir bahwa ibu mendapatkan uang itu dengan jalan yang tidak benar,” kata Satria sedih.

“Ya sudah, untuk sementara kita selesaikan dulu urusan uang yang dicuri itu, dan kita akan menggantinya, berapapun jumlah uang itu. Dulu pak Trimo pernah mengatakannya, berapa banyaknya uang yang hilang. Tapi aku lupa.”

“Temui dia besok. Atau sebelumnya suruh Tegar menelpon Binari.”

“Aku ke sana saja, dan akan langsung memberikan uangnya.”

”Baiklah, terserah kamu saja.”

***

Tomy yang mendengar tentang ibunya juga merasa sangat gelisah. Mereka ketakutan kalau ibunya melakukan hal yang tidak benar. Uang sepuluh juta itu banyak. Dengan pekerjaan ibunya yang diketahuinya hanya menjadi pengelap kaca mobil-mobil, tidak mudah mendapatkan uang sebanyak itu.

Rasa khawatir itu membuat mereka semakin gigih dalam upaya mencari sang ibu. Mereka kembali melapor kepada polisi dengan mengatakan ciri-ciri sang ibu. Tapi tentu saja mereka tidak mengatakan tentang pencurian yang diakui sendiri olehnya itu.

Pak Drajat sedang kembali pulang ke luar Jawa, tapi berjanji akan segera mengurus pernikahan cucu-cucunya.

***

Pagi hari itu Kartika sedang bertelpon dengan seorang temannya, yang menceritakan tentang kelakuannya sendiri yang keterlaluan, karena menghajar wanita tua yang ternyata adalah orang yang menyelamatkan anaknya dari maut.

“Rina, kamu melakukannya? Kasihan dong, pasti dia terluka,” kata Kartika mencela kelakuan temannya yang bernama Rina.

“Ya ampun Tika, aku kalap waktu itu. Tiba-tiba Tony mengilang, aku tidak tahu dia pergi ke mana. Ee, tiba-tiba aku melihat Tony sedang menangis, didekap oleh wanita itu. Pikiran buruk aku muncul. Aku menduga wanita itu sedang membujuk Tony yang akan diculiknya.”

“Lalu bagaimana? Wanita tua itu marah dong?”

“Pastinya iya, aku memukulinya tanpa ampun. Berdosa aku ini Tika. Aku kemudian meminta maaf, dan memberi dia uang. Kamu tahu, aku baru saja mendapat uang muka pembayaran kontrak rumah aku yang disewa orang, sebanyak sepuluh juta. Masih utuh di dalam amplop. Lalu aku berikan semua uang itu padanya. Ini masalah nyawa anakku, uang sebegitu tak ada artinya.”

“Pasti wanita itu kemudian memaafkan kamu karena menerima uang itu.”

“Begitukah menurutmu?”

“Tidak?”

“Wanita itu mengembalikan amplopnya. Ia menolaknya kemudian berlalu.”

“Yaa Tuhan, dia orang baik ya Rin?”

“Jelas dia orang baik.”

“Senang dong kamu, duitmu utuh?”

“Tidak Tika, jangan seburuk itu kamu menilai aku. Aku kejar dia bersama Tony. Aku minta agar Tony mengucapkan terima kasih padanya.”

“Mm, itu bagus.”

“Ia tampak tertegun mendengar Tony mengucapkan terima kasih. Saat itulah aku membantu Tony memasukkan amplop itu ke dalam tas keresek yang dia bawa, entah berisi apa.”

“Dia tetap menolaknya?”

“Aku langsung pergi sebelum mendengar dia menolaknya. Entahlah, aku tidak tahu kemudian diapakan uang itu.”

“Wah, memberikan uang di jalan ramai. Bagaimana kalau ada penjahat yang merampoknya?”

“Orang-orang yang ada di sekitar tempat itu kelihatannya orang-orang baik. Mereka yang melihat kejadian di mana wanita tua itu menolong anakku, kemudian memaki-maki aku. Ia malah meminta agar wanita itu mau menerima amplop yang aku berikan.”

“Semoga saja ia bisa memanfaatkan uang itu.”

“Aamiin. Kalau aku tahu rumahnya, aku akan pergi ke sana dan meyakinkan diri aku bahwa uang itu bisa dimanfaatkannya untuk sesuatu yang berguna. Kelihatannya dia orang tak punya.”

“Pengemis, mungkin?”

“Penampilannya agak bersih. Mungkin dia miskin, tapi bukan pengemis. Entahlah. Sampai sekarang aku menyesal tidak menanyakan rumahnya.”

“Kamu sih, buru-buru pergi.”

“Kalau aku tidak buru-buru pergi, pasti dia akan mengembalikan uang itu lagi.”

“Semoga kamu bisa ketemu lagi pada suatu hari nanti.”

“Aamiin. Omong-omong, kapan Azka menikah? Teman-temannya sudah mendengar kalau dia mau menikah.”

“Oh, iya. Tapi masih beberapa waktu lagi. Masih menunggu kakak si gadis yang mau menikah lebih dulu. Saat ini aku sedang mau mencari pembantu nih.”

“Pembantu? Bukankah kamu lebih suka mengerjakan semuanya sendiri?”

“Aku dan suami aku masih harus membantu Azka di kantornya. Aku hanya ingin ada yang bersih-bersih rumah dan kebun. Itu saja.”

“Wah, mencari pembantu sekarang susah.”

“Benar. Tapi sudahlah, kapan kamu ke rumah, tapi kalau aku libur, seharian aku biasanya ada di kantor.”

“Kamu ini lagi di kantor?”

“Ya enggak, aku sudah pulang, tapi aku mau pergi belanja sebentar. Nanti kita ngobrol lagi ya”

***

Rohana sedang menyantap cemilan yang baru saja dibelinya. Entah mengapa, beberapa hari ini perasaannya terasa sangat ringan. Ia mencari makan dengan santai, dan perasaan tertekan yang menghantuinya sudah banyak berkurang. Barangkali karena dia telah memberikan uang yang di dapatnya setelah dia  menolong seorang anak kecil. Atau barangkali juga karena dia telah mengakui perbuatannya mencuri kepada pak Trimo. Menurutnya setelah dia sadar, apa yang dilakukannya sangatlah membebani perasaannya. Berbuat kasar, menipu bahkan mencuri, terbawa dalam setiap langkah yang dilaluinya. Sekarang ia melangkah dengan ringan. Ia sudah berjanji kepada pak Trimo bahwa akan memberi uang lagi kalau rejekinya sudah terkumpul. Memang tidak mudah, tapi janji itu membuatnya bekerja lebih keras dan benar-benar menghemat pengeluarannya. Kesukaan makan enak yang digemarinya, sudah lama tak dilakukannya. Makan hanyalah sekedar saat dia lapar, dan tidak harus sesuatu yang membuat lidah menari.

Tiba-tiba ia mendengar sebuah mobil berhenti tak jauh di depannya. Ia meletakkan sisa cemilan di samping keresek yang selalu dibawanya, lalu mengambil lap sebagai alatnya bekerja.

Rohana bergegas menghampiri mobil itu, mengangguk kepada pengemudinya yang ternyata seorang wanita cantik, lalu ia memainkan lap yang dibawanya di kaca depan mobil itu.

Pengemudi mobil itu adalah Kartika. Entah mengapa Kartika menatap wanita yang sedang memainkan lap di kaca mobilnya. Kartika tahu bahwa kaca mobilnya sudah mengkilap, dan itu adalah cara seseorang untuk mencari uang.

Kartika merogoh tasnya karena merasa iba. Tapi ketika akan memanggilnya untuk diberinya uang, Kartika melihat beberapa luka yang belum mengering di wajah wanita itu. Diakah wanita yang telah menyelamatkan Tony, anak Rina yang nyaris tertabrak mobil?

Rohana yang tak merasa diawasi oleh mengemudi mobil, meneruskan pekerjaannya. Sekarang ia mengelap samping mobil itu.

Tiba-tiba Kartika membuka mobilnya, dan Rohana menyingkir minggir.

“Maaf Bu, kalau tidak berkenan,” kata Rohana sambil beranjak pergi.

“Tunggu Bu. Tidak apa-apa,” katanya sambil mengulurkan selembar uang dua puluhan ribu. Rohana mengamatinya, dan mengangguk sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih Bu, ini sangat banyak.”

“Tidak apa-apa. Eh, tunggu dulu.”

Rohana berhenti.

“Apa ibu pernah menyelamatkan seorang anak kecil?” entah mengapa Kartika tertarik untuk menanyakannya.

“Oh, anak kecil itu. Namanya mirip anak saya. Terima kasih Bu,” Rohana beranjak untuk berlalu. Ia tak ingin ada orang yang mengungkit masalah itu, atau jangan-jangan wanita cantik itu saudara ibu galak yang telah menghajar wajahnya, lalu mau mengucapkan terima kasih lagi. Atau … jangan-jangan dia akan mengambil uang yang diberikan kepadanya karena menganggapnya terlalu banyak? Bermacam pemikiran itu membuat Rohana benar- benar kembali agar lebih jelas mengetahui apa keinginan si cantik itu.

“Siapa nama anak Ibu?”

“Tomy. Dia Tony. Ada apa ibu menghentikan saya? Kalau uang sepuluh juta itu terlalu banyak dan ibu akan mengambilnya, saya minta maaf, karena ….”

“Tidak, mengapa ibu berpikir bahwa saya berbicara tentang uang?”

“Barangkali ibu saudara dari wanita galak itu,” katanya lirih.

Kartika tersenyum. Wanita itu sangat jujur, dan timbullah rasa suka dihati Kartika.

“Bu, maukah ibu bekerja di rumah saya?”

***

Besok lagi ya.

 

36 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  3. alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah maturnuwun mbak Tien, sehat²

    ReplyDelete
  5. 🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️
    Alhamdulillah 🙏🤩
    eMAaeM_30sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🦋
    🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️

    ReplyDelete
  6. Maturnuwun Bu Tien semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah cerbung MAM Baik 👍🩵semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  8. Waah Rohana sepertinya mau bekerja d rumah Kartika, mungkin ketemu cucunya yg d jodohkan sama azka

    ReplyDelete

  9. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 30* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  10. Nah... Rohana ditawarin pekerjaan, mau ya dari pada kerja di jalanan.
    Pemecahan masalah yang bagus, nanti akan berkumpul keluarga baik dan bahagia.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matursuwun BuTien
    Semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga, sll dlm lindunganNYA. Aamiin

    ReplyDelete

  12. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~30 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 30, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  14. Mks bun MAM 30 sdh tayang....sehat " ya bun, selamat malam selamat isrirahat.....jangan terlalu capai lo bun

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah..
    Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏
    Sehat selalu njih bun..🤲🤲

    ReplyDelete
  16. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  17. selamat malam bunda..terima ksih cerbungnya🙏salam sehat sll unk bunda🌹❤️🥰

    ReplyDelete
  18. Matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu 🤲

    ReplyDelete
  19. Ooh...teman Kartika, nyambung dong dengan Tomy nantinya...hebat ibu Tien mengatur alurnya.👍👍

    Terima kasih, buu...salam sehat.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien selalu diberikan sehat² n tetap semangat
    Salam aduhaiiii

    ReplyDelete
  21. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 30 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Mantab..Kartika seperti Detektif partikelir yang dapat mengorek nenek Rohana dan menggiring nya jadi pembantu rumah tangga. Tentu saja ini akan jadi kabar baik buat Tomy dan Satria.
    Semoga Rohana mau berkumpul kembali dengan anak dan cucu nya.

    ReplyDelete
  22. Kereen... terima kasih Mbu Tien... makiin serru....
    Spertinya akn Azka lg nih yg nemukan nenek Rohanah... he
    Seht sllu brsma keluarga trcnta....

    ReplyDelete
  23. Asyiik... Rohana akan bertemu Azka yang akan memberi info pada Indira bahwa neneknya ada di rumahnya. Bagaimana kelanjutannya.. tunggu besok ya... Terimakasih bunda Tien,sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien.
    Sehat dan bahagia selalu bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur niwun ibu Ermi

      Delete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...