MASIH ADAKAH MAKNA 29
(Tien Kumalasari)
Rohana mengerang-ngerang kesakitan karena di beberapa bagian wajahnya terluka. Ia sudah berguling-guling menghindar, tetap saja perempuan itu memukulinya. Seorang wanita gemuk datang dan menarik wanita yang sedang marah itu, sambil melotot kesal.
“Berhenti! Berhenti! Kejam sekali sampeyan itu!!” hardiknya sambil melotot.
“Dia ini hampir menculik anakku!” teriaknya tak mau kalah.
“Sampeyan harusnya bertanya dulu, tidak main pukul sembarangan!!” katanya sambil menolong Rohana berdiri.
“Sudah jelas anakku meronta-ronta di dekap oleh dia!!”
“Dengar ya! Anakmu ini hampir saja mati ketabrak mobil! Kalau saja wanita yang sampeyan pukulin ini tidak menariknya!!”
“Apa?”
Urat tegang diwajah wanita itu mengendur.
“Jangan main pukul!! Sembarangan sampeyan itu. Sudah ditolong malah menyakiti sampai kayak gini!! Kalau tidak ada dia, anak sampeyan ini sudah mati!!” wanita gemuk itu masih saja marah dan tak berhenti melotot.
Lalu orang-orang yang ada di sekitar tempat itu bergantian memaki si ibu kejam itu.
“Suruh dia membayar pengobatan untuk dia!”
“Benar!! Kalau tidak mari kita gantian memukuli dia ramai-ramai!”
Wanita si ibu yang anaknya nyaris celaka itu mendekati Rohana, air matanya berlinang. Ia sangat menyesal dan terburu nafsu karena panik ketika mencari anaknya.
“Bu, saya minta maaf ya. Maaaaaf sekali. Tadi saya baru belanja, anak saya tiba-tiba menghilang. Saya cari dia sedang menangis di dekapan ibu, saya salah sangka, Bu.”
Rohana tak menjawab, dia mengusap darah yang mengucur di sebagian wajahnya, kemudian membalikkan tubuhnya dan berlalu. Ia melupakan rasa sakitnya, dan tak mau berurusan dengan siapapun juga.
“Bu, tolong berhenti Bu,” si ibu itu mengejarnya, lalu memegangi lengannya.
Ia merogoh tas besarnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop, diberikannya kepada Rohana.
“Terimalah Bu, sebagai rasa permintaan maaf saya, dan pakailah untuk berobat,” katanya sambil memaksa memberikan amplopnya di tangan Rohana. Tapi Rohana mengembalikan amplop itu.
“Aku tidak mau, ambillah. Aku tidak mau,” katanya pelan.
Tapi wanita itu memaksanya, dan orang-orang disekitarnya juga memintanya untuk menerima.
“Terima saja Bu, ibu yang kasar itu tadi berhutang nyawa pada ibu,” kata mereka bersahutan.
“Saya tidak menghutangkan apa-apa,” kata Rohana sambil berlalu. Kembali wanita itu mengejarnya sambil menggandeng tangan anaknya.
“Tunggu Bu, jangan begitu. Uang ini tidak sebanding dengan apa yang ibu lakukan. Tony, tolong kamu yang berikan amplop ini pada nenek, ya. Dia telah menyelamatkan nyawa kamu."
Sang ibu memberikan amplopnya kepada anaknya yang ternyata bernama Tony, lalu mendorongnya ke hadapan Rohana. Adapun Rohana, ketika mendengar nama anak kecil itu yang mirip nama anaknya, terpaku sambil menatapnya.
“Tony … bukan Tomy … “ bisiknya pelan.
“Ini, nenek ….” Tony kecil mengulurkan amplopnya, Rohana tetap terpaku, ketika Tony dibantu ibunya menyelipkan amplop itu ke dalam keresek yang dibawa Rohana. Keresek berisi pakaian dan lap mobil yang disendirikan tapi tetap berada di dalam satu keresek.
“Sudah Bu, tinggalkan saja sana,” kata orang-orang menyuruh ibu dan anak itu pergi menjauh, agar Rohana tak mengembalikan lagi amplop yang diberikan.
“Tony, bilang terima kasih kepada nenek.”
“Terima kasih, nenek.”
Lalu ibu itu membawa anaknya pergi. Rohana menatapnya linglung. Suara anak kecil yang nyaring dan lucu itu mengingatkannya pada Tomy kecil yang waktu itu masih diasuhnya. Rohana menatapnya dan terus menatapnya sampai mereka masuk ke dalam mobil.
Rohana meraba tas kereseknya, dan orang-orang meminta agar diterimanya saja.
“Jangan ditolak Bu, itu rejeki.”
“Segera berobat Bu, sebelum luka itu bertambah parah.”
“Iya, di dekat situ ada puskesmas, pertigaan itu, ke kiri sedikit.”
“Mari saya antar.”
Rohana mendengar celoteh orang-orang, tapi ia tak memperhatikannya. Ia melangkah pergi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan linglung. Memerlukan waktu beberapa saat sehingga dia tersadar kembali. Lalu mencari kamar mandi umum untuk membersihkan lukanya. Sama sekali ia tak mempedulikan amplop coklat yang masih terselip di tas kereseknya.
***
Beberapa hari ini Tomy merasa gelisah karena setiap malam selalu bermimpi tentang ibunya. Dalam mimpi itu ibunya seperti masih kelihatan cantik, ia seperti baru datang dari jauh, dan membawakan oleh-oleh sebuah mobil-mobilan. Tomy tertawa karena ia merasa sudah dewasa, mengapa dibelikan mobil-mobilan. Sang ibu marah-marah karena dia tidak mau menerimanya.
Lalu ia terbangun. Besoknya bermimpi lagi, melihat ibunya menangis dan dia tidak bisa menghentikannya.
Dan mimpi lagi, lalu setiap malam memimpikan ibunya.
“Mengapa Mas memikirkannya, itu hanyalah mimpi. Bukankah mimpi adalah bunga tidur?”
“Tapi mengapa sudah tiga atau empat malam ini selalu saja bermimpi melihat ibu?”
“Karena Mas memikirkannya. Apalagi setelah bapak juga melihatnya ketika ibu sedang berada di depan sana, tapi kemudian pergi lagi setelah bapak memanggilnya.”
“Mungkin juga.”
“Kita doakan saja semoga ibu baik-baik saja, dan segera terbuka hatinya untuk bersedia kembali kepada kita.”
Tomy mengangguk, tapi anehnya, ketika ia mengatakan perihal mimpi-mimpi itu kepada Satria, Satria juga mengatakan kalau dia juga sering bermimpi tentang ibunya.
“Barangkali ibu sedang menyesali kepegiannya dari rumahku,” kata Satria.
“Aku akan tetap berusaha mencari,” kata Tomy.
“Tentu saja, akupun tak bisa membiarkan ibu seperti itu. Semoga ibu segera terbuka hatinya dan bersedia kembali kepada kita,” kata Satria.
Tentu saja, Rohana memiliki anak-anak yang baik dan penuh cinta kasih. Mereka tak mungkin melupakan ibunya begitu saja, walau Rohana berusaha menjauh dari mereka. Ada yang mereka pikirkan setelah ibunya pergi, yaitu bahwa ibunya telah berubah. Barangkali ada kali lain yang akan mempertemukan mereka, dan berhasil membujuk sang ibu untuk kali yang ke dua.
***
Binari sedang membaca sebuah pesan tentang pesanan nasi liwet yang karena sangat mendadak maka pesanan itu disertai permohonan dan permintaan maaf.
“Bisa tidak Pak, dua hari lagi, tapi tidak banyak. Hanya 30 porsi,” kata Binari.
“Itu bersamaan dengan pesanan pak RT. Mengapa juga kurang dua hari baru pesan?”
“Dia sudah minta maaf, karena memang acaranya mendadak.”
“Ya sudah, kalau cuma tiga puluh saja masih bisa diatur. Nanti tolong kamu belanjanya ditambah. Kamu sudah tahu kan, mana yang harus ditambah?”
“Ya Pak, ada beras yang sudah Binari pesan, nanti mau dikirim, langsung ke warung.”
“Bagus. Itu berat soalnya. Jadi kamu bisa belanja yang ringan-ringan saja.”
Kesibukan pak Trimo dan Binari memang bertambah. Mereka akhirnya menambahkan dua pembantu lagi. Satu untuk bantu memasak dan bersih-bersih, satu lagi membantu melayani pembeli.
Pak Trimo merasa bersyukur. Keinginan untuk mengumpulkan biaya untuk Binari melanjutkan kuliah sudah semakin mendekati kesampaian.
Mereka selalu merasa bersyukur atas karunia yang mereka dapatkan.
Pada suatu hari, pak Trimo sedang melayani pembeli, terkejut karena tiba-tiba seseorang muncul. Rohana. Pak Trimo tak begitu mengacuhkannya, karena paling-paling Rohana akan meminta makan. Ia mencari-cari Binari, karena Binari pernah mengatakan kalau Tegar pernah berpesan, kalau melihat Rohana, diharapkan akan mengabarinya. Tapi Binari tidak ada di tempat. Pembantunya mengatakan kalau Binari sedang keluar sebentar untuk membeli sesuatu.
Rohana hanya duduk. Pak Trimo memberi isyarat kepada pembantunya, agar membuatkan satu porsi nasi liwet untuk Rohana, yang diam tak mengatakan apa-apa di sebuah sudut di bangku paling dalam.
Pembantu itu segera menyodorkan seporsi nasi liwet kehadapan Rohana dan segelas teh hangat.
“Aku tidak mau makan di sini,” kata Rohana.
“Pak Trimo yang meminta saya menyuguhkan ini,” jawab pembantu itu sambil berlalu.
Rohana menatap ke arah pak Trimo yang masih sibuk. Tapi kemudian Rohana meminum teh yang disuguhkan, dan menyantap nasi liwet yang sudah diracik seperti pelayanan kepada pembeli yang lain.
Pak Trimo menoleh ke arah Rohana.
“Silakan Bu. Maaf. Binari sedang keluar.”
“Kalau sudah longgar, kemarilah sebentar, aku mau bicara,” kata Rohana.
Pak Trimo hanya mengangguk. Tapi sekilas ia melihat wajah Rohana yang aneh. Beberapa bekas luka menghiasi wajah keriput itu. Pak Trimo belum sempat menanyakannya, karena warung masih ramai.
Setelah Rohana selesai makan dan minum, ia meletakkan selembar duapuluhan ribu di meja, di mana dia semula duduk. Kemudian ia berdiri mendekati pak Trimo yang belum juga berhenti dari melayani pembeli.
“Saya mau pergi, tidak usah menunggu Binari.”
“Oh, ya Bu, tidak apa-apa. Tapi ... sebaiknya ibu menunggu pembeli.
“Di meja aku tinggalkan uang dua puluh ribu rupiah, apa masih kurang untuk sepiring nasi dan segelas the pahit?”
“Oh, nggak usah Bu, ibu tidak usah bayar. Tapi duduklah sebentar, Binari pasti segera datang,” kata pak Trimo yang berusaha menghentikan Rohana, agar nanti setelah Binari datang segera bisa mengabari keluarga Satria atau Tegar sendiri.
“Aku beli, bukan minta,” kata Rohana, sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam keresek yang dibawanya. Sebuah amplop berwarna coklat.
“Ini, aku berikan kepada Binari.”
“Ini apa Bu? Duduklah, biar pelayan membuatkan minuman lagi.”
“Apa kamu ingin agar perutku meletus? Aku sudah makan, dan sudah minum.”
“Tolong ambil uangnya kembali, Bu. Ibu tidak usah bayar.”
“Aku harus membayar. Aku tidak akan meminta gratis. Terimalah ini saja.”
“Ini apa?”
“Uang, tapi tidak banyak.”
Pak Trimo menghentikan tangannya yang sedang mengambil sebutir telur di piring pembeli. Terkejut mendengar perkataan Rohana.
“Uang untuk apa?”
“Berikan kepada Binari.”
“Mengapa uang Bu, sungguh, saya minta bu Rohana duduk kembali sebentar, menunggu Binari.”
“Tidak bisa, aku sedang mencari uang. Kalau bisa terkumpul banyak, akan aku berikan lagi kepada Binari.”
“Bu, tolong duduk dulu. Saya tidak mengerti tentang amplop ini.”
“Mendekatlah, aku beri tahu.”
Pak Trimo mendekat dengan heran. Telur yang sudah ada di dalam sendok menggelinding ke bawah.
“Tidak apa-apa. Aku bayar telurmu yang jatuh, aku masih punya uang. Tidak mahal kan? Sekarang aku mau pergi.”
“Ibu mau memberi tahu apa?”
“Oh, aku hampir lupa. Kesinikan telingamu.”
Dengan linglung pak Trimo juga mendekatkan telinganya, lalu Rohana berbisik ke telinga pak Trimo.
“Sebenarnya, aku telah mencuri uang yang kamu simpan di bawah kolong.”
“Apa?”
Piring rotan yang dipegang pak Trimo dan sudah berisi nasi hampir terjatuh. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi Rohana memotongnya.
“Ada uang tidak seberapa, belum cukup untuk mengganti. Nanti aku tambah lagi sampai uangmu kembali.”
Rohana membalikkan tubuhnya dan berlalu. Pak Trimo ingin memanggil untuk menahannya sampai Binari datang, tapi pembeli yang sudah pesan berteriak karena pak Trimo melayaninya lama sekali.
“Oh iya … iya Bu, maaf … maaf.”
Pak Trimo dengan cekatan menyelesaikan pesanan pelanggannya dengan benak penuh bertanya-tanya.
Ketika itulah tiba-tiba Binari datang.
“Binari, kamu ke mana saja?” tegur pak Trimo kesal.
“Binari kemarin belum sempat memasukkan uang ke bank. Baru ini tadi.”
“Jadi kamu pergi ke bank?”
“Iya. Memangnya kenapa Pak?”
“Bu Rohana baru saja datang.”
“Mengapa Bapak tidak menyuruh dia menunggu Binari? Binari harus mengabari mas Tegar.”
“Susah payah aku menyuruhnya menunggu. Tapi dia tak mau mendengarnya. Kamu tidak ketemu dia di jalan?”
“Tidak. Waduh, sayang sekali.”
“Dia memberikan amplop ini. Dia juga membayar makanan dan minuman yang disantapnya.”
“Aneh. Amplop apa?”
“Sudah, jangan banyak bertanya. Pembeli sedang ramai, nanti saja kita bicara.”
***
Pak Trimo tidak lagi menjadi tukang parkir. Kesibukannya di warung banyak menyita waktu, sampai-sampai dia kewalahan untuk membagi waktu.
Sudah menjelang sore ketika kemudian pak Trimo berbicara tentang kedatangan Rohana, dan pemberian amplop yang membuatnya bertanya-tanya.
“Bapak belum sempat membukanya. Tampaknya berisi uang. Coba buka.”
Binari membuka amplop itu dan memang benar isinya uang.
“Uang? Ini sangat banyak.”
“Aku juga tidak mengerti. Coba hitung.”
Dibantu sang ayah, Binari menghitung uang itu, lalu dengan terkejut mereka menyadari bahwa uang itu berjumlah sepuluh juta.
***
Besok lagi ya.
Hore
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
DeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteMatur suwun ibu Tien , sehat2 selalu ibu 🙏🏻
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Windari
🌹🌿🌹🌿🌹🌿🌹🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
eMAaeM_29 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia.
Aamiin. Salam seroja. 😍
🌹🌿🌹🌿🌹🌿🌹🌿
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Endang
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulilah "Masih Adakah Makna 29" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Samo2 jeng Sari
DeleteSelamat mlm bunda..terima ksih cerbungnya..slm sht sll🙏🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteWah... Rohana benar benar menyesal atas perbuatan buruknya. Baguslah kalau ingat untuk mengembalikan uang yang dia ambil.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Sehat selalu mjih bun...🤲🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padma Sari
Wah ... uang Pemberian dari ortu anak yg d tolong kale...
ReplyDeleteNuwun ibu Engkas
DeleteRohana top markotop👍👍👍❤️❤️❤️
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
Salam Aduhaiii
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *masih adakah makna 29* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bunda MAM'a
Semoga sehat selalu dan lindungan Allah SWT
Aamiin YRA
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun anrikodk
alhamdulillah Rohana sudah mulai menjadi orang baik, semoga mau kembali ke anak anaknya. Aamiin. Matur nuwun .
ReplyDeleteSalam sehat selalu katur bu Tien
Sami2
DeleteSalam sehat juga ibu Noordiana
Matur nuwun , salam sehat tetap semangat.
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulillah cerbung MAM inspiratif untuk Baik 👍🩵semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah....
ReplyDeleteRohana betul2 sdh berubah....
Teruslah jadi orang baik... yang benar² baik, bukan orang yang pura-pura baik.
Terimakasih bu Tien, salam SEROJA dan tetaplah ADUHAI, dalam menghibur penyemangatmu. 💪👍🙏🌹
Sami2 mas Kakek
DeleteHamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 29 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Sengsara membawa berkah, Rohana dapat uang kompensasi sebesar 10 juta. Uang tsb dia berikan kepada pak Trimo. Rohana sdh menyadari kesalahan nya krn mencuri uang pak Trimo. Tindakan mu terpuji ya Rohana. Siip lah..👍
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah kelihatan nya rohana benar," telah berubah, tpi sampai kapan ia berkelana....tunggu besok lagi ya
ReplyDeleteMks bun, ...selamat malam, smg selalu sehat selalu bahagia sejahtera bersama kelrg tercinta..aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 29, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteSalam sehat kembali
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah.... Terimakasih cerbung asyik nya bunda Tien.. sehat selalu, bahagia senantiasa dan aduhaaiii
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Aduhai deh
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Reni
DeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteWah, Rohana mulai berubah menjadi baik...bahkan rela membayar "hutang"nya ke pak Trimo. Walaupun dia juga butuh uang.
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam hormat.🙏🏻😀
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat. Aduhai
Matur nuwun bu Tien, salam sehat..
ReplyDelete