Monday, October 14, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 28

 MASIH ADAKAH MAKNA  28

(Tien Kumalasari)

 

Pak Drajat masih berteriak, sementara Rohana terus melangkah dengan cepat. Walaupun tulangnya semakin tua, tapi karena setiap hari berjalan maka ia memiliki kaki yang jauh lebih kuat. Ketika sebuah mobil melintas, Rohana mengikuti mobil itu, menyeberang dan pak Drajat hanya bisa memandanginya sampai kemudian lenyap ditelan lalu lintas yang semrawut.

Monik yang melihat ayah mertuanya berlari ke jalan, mengikutinya dengan penuh tanda tanya.

“Ada apa Pak?”

“Aku melihat Rohana.”

“Ibu Rohana? Di mana?”

“Tadi berdiri di sana, seperti mengambil sesuatu di depan pagar, aku tidak lupa wajahnya. Aku panggil dia, tapi lagi-lagi dia kabur,” katanya sambil melihat ke arah timur.

Monik menatap ke jalanan, hanya lalu lintas yang bising terlihat. Orang-orang yang berjalan, tak satupun menunjukkan bahwa dia adalah Rohana.

Monik berjalan ke arah yang ditunjuk ayah mertuanya tadi, tapi ia tak menemukan sang ibu mertua.

“Orang aneh. Apa sebenarnya maunya?”

“Ibu Rohana takut pada Bapak,” kata Monik setelah kembali dan tidak menemukan siapa-siapa.

“Aku hanya akan mengucapkan terima kasih. Untuk apa dia takut?”

“Bukankah sejak dulu ibu Rohana segan bertemu Bapak? Bukankah ketika datang ke rumah ini, lalu melihat Bapak, dia juga buru-buru pergi?”

“Dia masih ketakutan kalau teringat kesalahannya kepadaku di masa lalu. Kelakuannya yang memalukan. Tapi ketika dia menolongku saat aku jatuh, dan mengembalikan dompetku yang terjatuh, itu seperti menunjukkan kalau dia telah berubah. Barangkali dia sudah menjadi baik, atau entahlah. Aku merasa dia sudah berubah. Sayangnya dia seperti tak mengenal aku sebelumnya.”

“Jadi ketika menolong Bapak, dia tidak tahu bahwa yang ditolongnya adalah Bapak?”

“Aku yakin dia tadinya tidak tahu. Hanya ingin menolong saja, buktinya setelah dia melihat aku, lalu dia kabur. Entah kenapa dia itu.”

“Ya sudah, nanti kalau mas Tomy datang biar dia mencarinya di sekitar tempat ini. Barangkali masih bisa ketemu.”

Keduanya melangkah menuju rumah, sambil bertanya-tanya apakah sebenarnya yang diinginkan Rohana.

“Mungkin dia ingin bertemu mas Tomy saja, bukan yang lain,” kata Monik setelah memasuki rumah.

“Bisa jadi, dan dia tidak mengira ada aku di sini.”

“Monik juga tidak mengerti apa sebenarnya yang diinginkan ibu Rohana.”

***

Rohana berjalan menyusuri jalanan kampung. Ia tahu pasti bekas suaminya itu akan terus memanggil-manggilnya. Sayup ia masih mendengar bahwa dia hanya akan mengucapkan terima kasih. Rohana ingat, beberapa hari yang lalu menolong seseorang yang jatuh, tapi ia tidak mengira bahwa itu bekas suaminya. Barangkali karena itulah dia ingin mengucapkan terima kasih, karena saat itu dia langsung kabur. Tapi untuk apa? Rohana sedang dalam dunia penyesalan dan bukan mengharapkan apapun dari orang lain. Ucapan terima kasih tidak akan membuatnya senang. Saat ini ia sedang rindu melihat anaknya. Hanya melihat saja, dan itu akan cukup baginya. Tapi ternyata ia tak melihat Tomy di sana, dan bekas suaminya ternyata masih ada, setelah berhari-hari dia melihatnya waktu itu. Rohana menggenggam kain pel miliknya, yang ditemukannya di luar pagar rumah Tomy. Bagaimana kain pel itu bisa terbang sampai ke rumah anaknya? Ini sungguh aneh. Apakah ada angin yang mengetahui alamat rumah Tomy kemudian menunggu dia datang untuk mengambilnya?

Rohana tak mau ambil pusing masalah itu lagi. Ia sudah sampai ke jalan besar berikutnya, dan Rohana mengesampingkan keinginannya bertemu Tomy. Ia harus mencari uang lagi. Ada sedikit rasa sesal karena kehilangan kain pel itu kemudian dia harus merobek salah satu bajunya.

“Biar aku kumpulin lagi uang, supaya bisa beli baju. Di tukang loak kan baju dijual sangat murah. Semoga tidak ada rampok kejam seperti yang telah merampas tas bututku,” gumamnya perlahan.

***

Hari terus berlalu, Rohana yang diliputi penyesalan harus tetap bertahan demi hidup, walau rasa rindu kepada anak-anaknya masih terus menggayuti jiwanya.

Hari itu ia sampai di depan rumah Satria. Hari masih pagi benar. Rohana berharap Satria belum berangkat bekerja. Kemudian ia yakin bahwa sang anak belum pergi, karena ia melihat mobilnya masih terparkir di halaman. Ia menunggu di depan pagar, sambil duduk begitu saja di atas tanah. Ia hanya ingin menatap wajah anaknya, barangkali itu cukup untuk mengobati rasa rindunya. Tubuh tuanya menyerap sinar matahari pagi yang menghangatkannya. Ia tidak menghindar. Ia masih ingat kalau matahari pagi itu sehat.

Tapi ia merasa sangat mengantuk. Semalam dia tidur larut, karena ketika ia tertidur di sebuah pos ronda, beberapa orang mengusirnya karena tempat itu akan mereka pergunakan untuk berjaga malam. Lalu ia pergi dan mencari tempat yang lebih aman untuk sekedar melepaskan lelah, dan barulah ia bisa merebahkan tubuhnya setelah lewat tengah malam.

Sekarang matanya yang setengah terpejam sudah membawanya ke alam tidur. Beberapa saat lamanya ketika ia terlena, tiba-tiba sayup didengarnya deru mobil. Rohana membuka matanya, tapi mobil itu sudah berlalu. Rohana menutup mulutnya agar tidak berteriak memanggil , sehingga akan menarik perhatian. Tapi ia melihat mobil Satria sudah pergi, dan tak akan mungkin mendengar teriakannya lagi.

Rohana bangkit dalam penyesalan dan kesedihan.

“Aku hanya ingin melihat anak-anakku, kenapa tidak bisa?” keluhnya sambil terus berjalan. Rohana tidak tahu bahwa yang baru saja pergi dengan mobil adalah Tegar, yang kuliah dengan membawa mobil karena ban motornya kempes.

Ketika Rohana pergi, barulah Satria keluar dengan mobilnya, yang baru dikeluarkan dari garasi. Rupanya belum saatnya Rohana bisa mengobati rasa rindunya.

***

Hari terus berjalan. Binari pulang ke rumah dengan lesu. Nilai ujian yang dilakoninya tidak seperti apa yang diharapkannya, dan ia gagal mengikuti tes masuk ke universitas seperti harapannya. Ia juga tak berhasil mendapatkan bea siswa.

Pak Trimo sedih dan kecewa. Tapi sebenarnya pak Trimo sadar bahwa beban yang disandang sang anak terlalu berat, sehingga tak mampu membagi antara membantu sang ayah dan menekuni pelajarannya. Nilainya tidak buruk, tapi ia gagal. Barangkali benar kata orang, bahwa diterima di perguruan tinggi adalah keberuntungan. Salah seorang teman Binari yang tidak begitu pintar justru diterima, dan heran mengapa Binari gagal. Tapi sudahlah, pak Trimo tak mau menunjukkan perasaannya itu di hadapan Binari, karena takut Binari akan menjadi sedih. Ia justru menghibur sang anak agar tidak terlalu tenggelam dalam kesedihan. Pak Trimo justru menyesal karena membiarkan Binari turut menanggung kesibukannya berdagang.

“Kamu tidak usah bersedih. Bapak tidak apa-apa. Bapak justru merasa bersalah karena membebani kamu dengan pekerjaan rumah yang pasti sangat melelahkan.”

“Tidak, bukan salah Bapak, Binari memang tidak begitu pintar.”

“Bukankah kamu bisa mengikuti ujian lagi di tahun depan? Barangkali setahun lagi tabungan bapak sudah cukup untuk membiayai kuliah kamu. Kalau tidak diterima di sekolah negri, di swasta juga tidak apa-apa kan?”

Binari hanya mengangguk. Ia tahu sang ayah sangat kecewa.

“Binari, mengapa sedih?”

“Maafkan Binari ya Pak.”

“Bapak yang seharusnya minta maaf. Tidak apa-apa mundur setahun lagi, barangkali memang sekarang belum waktunya untuk kamu melanjutkan kuliah.”

Binari merangkul ayahnya sambil menahan derai air mata.

“Dalam setahun ini Binari akan membantu Bapak, sambil terus belajar.”

“Benar, kamu masih sangat muda.”

“Dan melanjutkan sekolah tidak harus sekarang. Barangkali nanti. Bapak jangan sedih ya?”

“Bapak tidak sedih, bapak justru khawatir kamu yang sedih.”

“Binari hanya menyesal karena mengecewakan Bapak.”

“Bapak tidak kecewa. Sekarang ini usaha bapak terasa semakin maju. Besok bapak akan menyewa tempat untuk warung, jadi tidak terlalu susah membawa barang-barang, karena bisa memasak di situ. Banyak pesanan yang merepotkan, jadi lebih baik kita cari pembantu.”

“Pembantu itu kan bayarnya mahal, Pak?”

“Lebih mahal mana, membayar pembantu atau mengorbankan kamu sehingga kamu tidak bisa belajar?”

“Tapi Pak.”

“Jangan membantah. Kamu boleh membantu bapak berjualan, tapi tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang berat sehingga menyita waktu belajar kamu,” kata pak Trimo tandas.

***

Hari itu Minar menyempatkan diri untuk membeli nasi liwet di warung pak Trimo. Ia heran melihat Binari ada di sana.

“Kok ada Binari? Kamu tidak sekolah?”

Minar senang karena pak Trimo sudah memiliki warung yang lebih membuat nyaman bagi pembeli.

“Usahanya semakin maju ya Pak,” kata Minar.

“Lumayan Bu, atas doa Ibu,” jawab pak Trimo sambil melayani pembeli yang lain.

“Kok Binari juga ada di sini?”

“Saya sudah lulus, Bu,” jawab Binari tersipu.

“Oh iya. Sampai lupa aku, kalau ini sudah lulusan sekolah SMA. Lalu kamu melanjutkan kuliah?”

“Belum Bu,” kata Binari tersipu.

“Oh, belum?”

“Binari gagal di terima masuk ke perguruan tinggi.”

“Oh ya? Kamu ingin mengambil jusrusan apa?”

“Kemarin mendaftar untuk fakultas kedokteran, tapi saya gagal.”

“Begitu ya? Tapi kamu tidak boleh putus asa, Binari. Masih ada waktu lain untuk mencoba.”

“Mungkin saya memilih yang terlalu sulit. Lagipula biayanya banyak. Barangkali tahun depan akan memilih yang lebih gampang.

“Tidak apa-apa, coba saja lagi. Keberuntungan itu tak seorangpun tahu datangnya kapan. Barangkali Allah meminta agar kamu membantu ayahmu dulu sebelum melanjutkan kuliah. Aku lihat warungnya semakin ramai."

“Alhamdulillah Bu.”

“Mungkin awal bulan depan saya mau pesan lagi untuk arisan. Tapi tidak sebanyak yang lalu,” kata Minar sambil menikmati nasi liwetnya.

“Iya Bu, pesan saja nanti. Terima kasih sebelumnya, ibu selalu memberi rejeki untuk kami.”

“Bukan saya Pak, tapi Allah Yang Maha Pengasih itulah yang memberikan rejeki untuk kita semua.”

“Iya Bu.”

“Nanti aku hubungi kamu lewat telpon ya Bin?”

“Baik, Bu.”

Sepeninggal Minar, Binari merasa lega. Barangkali benar, ia harus membantu ayahnya dulu, dan menunggu uang ayahnya cukup, barulah ia bisa melanjutkan kuliah. Ia tak perlu tergesa-gesa. Masih banyak waktu untuk bebenah.

***

Rohana sedang ingin menyeberang jalan untuk membeli makanan. Jalanan begitu ramai oleh lalu lintas yang padat di siang hari itu. Jadi Rohana berhemti sejenak menunggu saat yang tepat untuk menyeberang.

Tiba-tiba seorang anak kecil melintas di sampingnya, menangis sambil memanggil-manggil ibunya.

“Ibu… Ibuuuu… Ibuuuu…”

Rohana menoleh, anak kecil itu tiba-tiba nyelonong ke arah jalan. Rupanya dia mengira ibunya ada di seberang jalan. Sambil berteriak memanggil ibunya, anak itu langsung nyelonong ke jalanan. Rohana terkejut. Ia bergerak cepat memegangi anak kecil itu, yang meronta-ronta. Ada rasa lega di hati Rohana karena anak kecil itu tadi nyaris terserempet mobil. Rohana mendekap erat seperti meluapkan rasa leganya. Tapi anak itu menjerit keras, dan terus memanggil nama ibunya.

Tiba-tiba seseorang menjambak rambut Rohana, membuat Rohana terjengkang dan pegangan pada anak kecil itu terlepas. Anak kecil itu segera mendekap wanita yang baru datang dengan masih menangis.

“Ibu… ibu…”

“Dasar penjahat. Kamu mau menculik anakku?” teriak wanita itu sambil memukuli Rohana yang belum sempat bangkit, dengan sebuah tas besar yang dipegangnya. “Saya bukan … saya bukan menculik … saya ….”

“Bohong!! Nyatanya kamu mau menculik!! Tolong panggil polisi!! Penculiiik!!” teriaknya sambil memukuli Rohana, yang wajahnya sampai terluka karena pukulan tas wanita itu.

“Saya bukaaan … saya hanya ingin ….”

“Bohong!!”

Beberapa orang berkerumun, dan ada yang menghentikan gerakan tangan si wanita. Rohana merasa lemas, tubuhnya sakit, wajahnya penuh luka.

***

Besok lagi ya.

 

 

42 comments:

  1. ☘️☘️🌹🌹☘️☘️🌹🌹☘️☘️

    Alhamdulillah eMaAeM_28 sdh hadir......

    Terimakasih bu Tienku.
    Salam SEROJA dan tetap ADUHAIπŸ₯°πŸ˜Š

    ☘️☘️🌹🌹☘️☘️🌹🌹☘️☘️

    ReplyDelete
  2. πŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ€©
    eMAaeM_28 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhaiπŸ˜πŸ¦‹
    πŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒπŸŒΈπŸƒ

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  4. alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cerbung MAM inspiratif untuk Baik πŸ‘πŸ©΅semoga Bunda selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 28" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ™πŸŒ·πŸŒ·πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  7. Terima kasih, ibu Tien cantiik...semoga tetap sehat dan semangat sekeluarga, ya BuπŸ’•

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  9. Kasihan Rohana... Ingin berbuat baik dapat terpaan, mungkin itu balasan perbuatannya hihihi....

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah...terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah sudah tayang.. maturnuwun Bunda Tien πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien, salam sehat selalu dari Bam's mBantul

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah semoga bu Tien sehat pulih seperti semula

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 28* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah maturnuwun Bu Tien Kumalasari semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat Nya.

    ReplyDelete
  16. Matur suwun ibu Tien πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  17. Binari terlalu muluk , coba saja jurusan Kebidanan. Kecuali kalau punya sponsor, mungkin bisa ke Kedokteran.
    Kehidupan di Jalan memang keras, Rohana tidak akan kuat menjalani. Membantu pak Trimo tentu juga tidak dapat, bukankah tidak pernah kerja di dapur..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 28, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien, sehat-sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Matur nuwun bunda Tien K,MAM'a
    Semoga selalu sehat ,bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT
    Aamiiin

    ReplyDelete
  21. Kasihan Rohana menolong malah dituduh menulis.. Bagaimana nasib Rohana selanjutnya sabar.. menunggu lanjutannya
    besok ya... Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhaaiii

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah. Matursuwun Bu Tien ,,MAM''a
    Semoga sehat dan bahagia selalu..... dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiiin

    ReplyDelete
  23. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 28 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Rohana yang hidup mengembara di jalan, dapat ujian lagi. Semoga ada yng bersaksi, klu dia hanya menolong anak kecil mau keserempet mobil, jadi bukan mau menculik nya.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin ..

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien untuk tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu

    ReplyDelete
  26. Astaghfirullaah kasihan sekali Rohana, mungkin itu jalan untuk bertemu dg anak2nya ya,... aduhaiii

    Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
    Salam sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    ReplyDelete
  27. Waduh! Karma Rohana berat sekali ya...mau bertobat kok susah amat, harus sengsara dulu. Tapi bagus jugalah, supaya dia kapok betul jadi orang yg nyebelin.

    Terima kasih, ibu Tien. Salam hormat.πŸ™πŸ»πŸ˜€

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien.
    Rohana sdh lebih baik.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  29. Terima ksih bunda .slmt pgii dan salam sehat sllπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...