Friday, October 18, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 32

 MASIH ADAKAH MAKNA  32

(Tien Kumalasari)

 

Kartika menatap wanita tua dihadapannya dengan perasaan yang mengharu biru. Mengapa tiba-tiba wanita itu menangis?

“Bu, maaf kalau saya melukai hati ibu. Tapi saya tidak bermaksud apa-apa. Walau begitu menangislah kalau itu membuat perasaan ibu merasa lebih ringan,” kata Kartika yang sebenarnya dia juga tak mengerti, mengapa tiba-tiba menaruh belas kasihan kepada perempuan tua yang baru saja ditemui dan di kenalnya. Ia juga heran karena tiba-tiba pula ingin membawanya ke rumah agar bisa membantu pekerjaannya. Tidak berat sih, hanya bersih-bersih rumah dan menyiram tanaman di kebun. Ia merasa wanita tua yang belum diketahui namanya itu pasti masih kuat melakukannya, daripada berada di jalanan yang pastilah lebih melelahkan.

Rohana masih saja terisak. Di sepanjang hidupnya, barulah akhir-akhir ini dia sangat gampang menangis. Hatinya yang keras, kesombongan dan rasa tinggi hati selalu melarangnya meneteskan air mata. Tapi beberapa waktu terakhir ini, sedikit saja tersentuh, keinginannya menangis sangat luar biasa. Barangkali dengan air mata itu ia bisa melepaskan beban yang disandangnya.

Ketika tangisnya mereda, Kartika mengulurkan segelas air putih ke hadapan Rohana.

“Minumlah Bu, apakah ibu merasa lebih tenang?”

Rohana mengangkat wajahnya. Kelembutan dan kehalusan budi Kartika mengingatkannya kepada seseorang. Seseorang yang bertahun-tahun dibencinya, dan tak pernah membuatnya meruntuhkan kasih sayangnya. Minarni. Menantunya. Lalu air matanya kembali menetes. Wanita yang begitu lembut dan tak pernah membencinya, walau tahu ia selalu menyakitinya, adalah Minar, menantunya. Dan rasa sesal kembali mengiris dadanya. Betapa besar dosanya selama ini. Barangkali keadaan hidupnya yang sengsara akhir-akhir ini adalah neraka dunia yang harus dialaminya.

“Apa Ibu ingin minuman hangat?” suara lembut itu kembali terdengar.

Rohana menggelengkan kepalanya. Ia meraih gelas air putih yang tadi disodorkan, lalu meneguknya perlahan.

“Maaf, maaf. Saya terbawa perasaan.”

“Apa saya menyakiti hati Ibu?”

“Tidak. Saya terharu karena ada orang yang begitu memperhatikan saya. Saya hanya orang jalanan, kumal dan barangkali juga bau. Banyak orang merasa jijik ketika saya dekati. Tapi Ibu justru membawa saya ke rumah ini. Mengapa Ibu Kartika melakukannya?”

Mengapa? Kartika juga tidak mengerti mengapa dia melakukannya. Hanya karena cerita Rina temannya, yang anaknya selamat gara-gara pertolongan Rohana? Dan Rohana yang menolak pemberian uang yang semula diberikannya?

Kejujuran itu, atau apa yang membuatnya tertarik?

“Sebenarnya saya ingin mencari pembantu. Saya hidup bertiga dengan suami dan satu-satunya anak saya. Kami semua bekerja dari pagi sampai sore, dan terkadang malam. Saya ingin mencari seseorang, hanya untuk bersih-bersih rumah, karena saya hampir tidak bisa melakukannya. Tiba-tiba saya melihat Ibu.”

“Apa menurut Bu Kartika, saya adalah orang yang tepat?”

“Entahlah, setidaknya demikian yang saya rasakan.”

“Saya orang miskin, dan orang miskin bisa melakukan hal buruk ketika dia sedang terhimpit. Mencuri, hal yang paling bisa dilakukan. Bagaimana kalau saya nanti melakukannya di rumah ini? Banyak benda berharga, dan saya berada di rumah ini, seharian. Ibu tidak takut?”

“Entah juga. Itu jawaban saya. Tapi tampaknya ibu tidak akan melakukannya.”

“Benarkah? Saya ingin memberi tahu ibu. Saya pernah mencuri uang seorang penjual nasi liwet. Sebanyak kira-kira duapuluh juta.”

Kartika membelalakkan matanya.

Lalu Rohana mengatakan semua yang dilaluinya beberapa waktu silam. Kesombongannya, keangkuhannya, keserakahannya dan keinginannya hidup nyaman, sampai dia rela mencuri, semua dikatakannya. Yang tidak diceritakannya adalah hanya siapa dirinya dan siapa anak-anaknya, serta bagaimana kehidupan masa lalunya yang penuh dengan gemerlap kemewahan.

“Saya suka makan enak. Kalau mendapatkan uang berlebih, saya lari kepada penjual makanan enak, dan menghamburkan uang untuk memuaskan perut saya. Buruk sekali. Puluhan juta yang saya curi, sebagian besar habis untuk kesenangan saya memakan makanan enak.”

“Itu sebabnya ibu takut kepada polisi?”

“Salah satunya … ya.”

“Yang lainnya?”

“Saya tidak ingin dikembalikan kepada keluarga saya.”

“Ibu punya keluarga?”

“Jangan tanyakan itu. Saya tidak berharga di mata mereka. Saya kotor dan hina. Saya tiba-tiba menyadari bahwa hidup saya sama sekali tidak ada artinya. Apa yang saya dapatkan, kepuasan yang saya raih, bukan sesuatu yang membuat saya bahagia. Lalu saya memilih hidup di jalanan. Tak ada beban. Tapi saya ingin menjalani hidup bersih. Ibu tahu, uang pemberian dari teman ibu yang ternyata berjumlah sepuluh juta, saya berikan kepada penjual nasi liwet itu.”

“Yang uangnya pernah Ibu curi?”

Rohana mengangguk.

“Masih kurang, nanti saya akan mengumpulkan lagi uang, dan akan saya berikan kepada dia,” katanya lirih.

“Entah itu akan bisa menebus kesalahan saya, atau tidak. Tapi saya ingin mengembalikan uang curian itu," lanjutnya.

Kartika mencoba memahami apa yang Rohana katakan. Tapi sedikit banyak dia tahu, bahwa Rohana adalah orang yang pernah hidup enak, kemudian jatuh miskin, lalu meninggalkan keluarganya, dan terpuruk ke dalam pikiran kotor dalam keadaan terjepit. Lalu entah apa yang  membuatnya sadar, lalu berusaha melakukan hal baik. Kartika menatapnya terharu, dan merasa tidak salah membawanya pulang ke rumah.

“Baiklah Bu, secara jelas saya belum bisa memahami, siapa Ibu sebenarnya. Tapi sekilas kisah yang saya dengar, saya merasa bahwa ibu sudah sadar, dan tentang pencurian itu, ibu  akan berusaha mengembalikan uang yang pernah ibu curi. Bekerjalah di sini, lalu Ibu akan bisa menabung, karena ibu bisa makan gratis di tempat ini, tanpa harus berpanas-panas atau berhujan-hujan di jalanan.”

Mata Rohana bercahaya. Apakah ini ujud pengampunan dari Yang Maha Kuasa atas semua penyesalannya?

“Pekerjaan ibu tidak berat. Hanya bersih-bersih rumah. Mencuci sudah ada mesinnya, yang begitu keluar sudah kering. Menyetrika selalu diambil oleh perusahaan laundry yang akan datang kemari setiap tiga hari sekali. Saya tidak pernah memasak karena saya sudah langganan makanan setiap hari. Apakah ibu mau? Hanya pekerjaan ringan, apakah itu terlalu berat?”

“Tapi … saya tidak bisa memasak,” katanya tersipu.

“Tidak usah. Bukankah saya sudah bilang bahwa saya sudah langganan makanan setiap hari?”

“Saya mau. Saya bisa melakukannya."

“Sekarang ayo makan, setelah itu kita akan beristirahat. Besok pagi Ibu baru bisa mulai bekerja. Oh ya, saya belum tahu, siapa nama Ibu?”

“Karena saya sudah tua, panggil saja saya nenek.”

“Nenek. Itu saja?”

Lalu Kartika terdiam dan mulai makan. Ia tak ingin memaksanya. Panggilan nenek sudah cukup. Lain hari ia masih ingin mengerti lebih banyak tentang nenek aneh yang bersedia menjadi pembantunya ini.

***

Pagi hari itu ketika Kartika keluar dari kamarnya, bermaksud ke dapur untuk membuat minuman. Tapi ia terkejut, melihat nenek sudah rapi, dan sedang mengaduk minuman yang baru saja diseduhnya. Ia juga melihat si nenek memakai jilbab, yang dia berikan ketika menaruh pakaian bekasnya. Sebelumnya dia hanya mengikat rambut putihnya dengan gelang karet.

“Nenek sudah bangun?”

Rohana menatap ‘majikannya’ sambil tersenyum.

“Saya bangun sebelum subuh. Apakah saya salah, kalau membuat kopi untuk Ibu?”

“Oh, itu untuk saya? Mana yang buat Nenek sendiri?”

“Saya gampang. Nanti saya buat.”

“Buat saja sekalian, kita ngopi bareng di ruang tengah.”

Apa? Ngopi bareng? Rohana merasa hanya pembantu, mengapa harus ngopi bareng majikan?

Rohana mengangkat gelas kopi ke ruang tengah. Kartika geleng-geleng kepala. Ketika ia menoleh ke arah mesin cuci, cucian kotor di keranjang sudah masuk ke dalamnya. Kartika segera tahu, Rohana bisa melakukannya, karena ia sudah biasa. Barangkali benar, nenek aneh itu pernah menjadi orang kaya yang punya peralatan modern.

Kartika mengikuti ke arah depan.

“Ayo, duduklah di sini, Nek. Nenek tampak cantik dengan memakai jilbab. Saya senang melihatnya.”

“Saya akan mencuci, apakah masih ada pakaian kotor yang harus dicuci?”

“Ada di kamar, belum saya keluarkan. Nanti saja setelah saya berangkat ke kantor, Nenek mencucinya. Nanti sore petugas laundry akan datang untuk menyeterika saja. Saya lebih suka mencucinya sendiri di rumah.”

“Baiklah. Saya melihat ada roti tawar di kulkas, boleh saya buatkan roti bakar?” tawar Rohana. 

Kalau hanya membuat roti bakar, dia bisa. Asalkan jangan memasak.

"Oh, baiklah, saya minta dioles selai strobery. Nenek bisa membuat juga untuk Nenek. Sarapan roti sudah cukup. Petugas catering akan datang mengantarkan makanan sekitar jam sepuluh. Mereka meletakkannya di teras. Sudah biasa. Ketika saya pulang saat makan siang, barulah saya bawa masuk, sekalian makan siang bersama mas Pratama, atau dengan Azka, kalau dia mau. Tapi hari ini barangkali saya tidak pulang untuk makan. Kalau makanan datang, Nenek langsung makan saja, berikut makan siangnya. Saya akan menelpon nanti,” katanya sambil menunjuk ke arah telpon rumah yang ada di ruang tengah.

Rohana mengangguk. Lalu ia beranjak ke belakang. Ia melakukan hal-hal yang menyenangkan majikan, dengan tekat mengumpulkan uang untuk mengembalikan uang pak Trimo yang dicurinya.

Rohana mensyukuri apa yang ditemukannya. Berada di tempat nyaman walau sebagai pembantu, menemukan tempat di mana dia mulai mengenal Allah yang selama ini tak pernah dikenalnya.

Bersujudlah dan Allah akan mengampuni dosamu. Rohana selalu menitikkan air mata dalam penyesalannya.

***

Kartika sudah berada di kantor, menekuni tugas-tugas yang diemban demi melanjutkan usaha ayahnya yang semakin menua. Ia bersyukur memiliki suami Pratama yang cerdas dan bisa membantu mengembangkan usaha keluarga ini.

Saat makan siang Kartika tidak pulang. Ia sudah menelpon nenek untuk makan sendiri saja.

Siang hari itu suaminya menelpon.

“Ya Mas?”

“Kamu ada di rumah?”

“Tidak, pekerjaan menumpuk, aku makan di kantor saja.”

“Bagaimana dengan pembantu baru itu?”

“Aku sudah berpesan banyak tentang apa yang harus dia lakukan. Mas tidak usah khawatir.”

“Aku dan Azka hanya khawatir, melihat kamu begitu ceroboh menerima pembantu.”

“Jangan khawatir, aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Tampaknya dia orang baik.”

“Seorang penjahat pada awalnya juga melakukan hal baik.”

“Sudahlah, cerita saja bagaimana pekerjaan Mas di sini, apa semuanya baik-baik saja?”

“Baik sekali, tampaknya kita bisa mulai beroperasi bulan depan.”

“Jadi Mas akan berada di sini sampai berapa lama?”

“Belum bisa mengatakannya. Barangkali seminggu, bisa juga lebih.”

“Baiklah, hati-hati ya Mas. Nanti aku telpon lagi, pekerjaanku banyak nih.”

***

Malam hari itu Indi sedang menelpon Azka. Sudah tiga hari mereka tidak bertemu.

“Ibu sendirian dong, di rumah?” tanya Indi.

“Ibu setiap hari ada di kantor. Sore hari baru pulang,” jawab Azka.

“Nanti aku tengokin ibu deh, kasihan.”

“Kalau mau nemenin ibu, sore hari. Kalau siang kan ibu ada di kantor?”

“Iya, aku juga kan selalu pulang sore.”

“Bagus, begitu dong, harus sayang sama calon mertua.”

“Tentu saja, supaya kelak aku juga di sayang mertua. Kalau kamu jahat sama aku, ibu Kartika pasti ngebelain aku.”

“Yah, mana mungkin aku jahat sama kamu. Bukankah aku selalu baik?”

“Sekarang memang iya. Bagaimana nanti?”

“Sepanjang hidupku akan selalu sayang sama kamu.”

“Benarkah?”

“Bulan dan bintang adalah saksinya. Lihatlah keluar, apa kamu melihat bulan?”

“Iya, aku sedang di teras. Ada bulan hampir penuh terlihat di langit.”

“Berarti kita melihat bulan yang sama. Apa kamu tahu, ada pesan yang aku titipkan di sana?”

“Pesan apa? Dia diam kok.”

“Tidak, dia sedang mengucapkan pesan dari aku. Coba dengar baik-baik…. Indira, ada pesan dari Azka, bahwa Azka sangat mencintai kamu ….,” kata Azka sambil berbisik manis.

Indira terkekeh. Bukankah itu membuatnya bahagia?

***

Sore itu tidak banyak pekerjaan yang Indira lakukan. Ia ingat janjinya untuk mengunjungi ibu Azka di rumah, sepulang kerja.

Ia sudah masuk ke halaman rumah keluarga Pratama, tapi rumah itu kelihatan sepi. Rupanya Kartika belum pulang.

Indira turun sebentar untuk memastikan. Ia mendekati rumah, dan memencet bel tamu.

***

Besok lagi ya.

68 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  2. ☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹

    Alhamdulillah.. .
    Eps 32 malam ini sdh tayang ....
    Rame nich .... Nebek Rohana gak mau sebut nama .... 'nenek' saja katanya ...

    Matur nuwun Bu Tien


    ☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹☘️🌹

    ReplyDelete
  3. 🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻
    Alhamdulillah 🙏🤩
    eMAaeM_32 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🦋
    🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  6. Suwun bu Tien, salam sehat dari mBantul 🤲

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 32" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai deh

      Delete
  8. Bersyukur ya...Rohana ditolong oleh Kartika yang masih hidup sendiri. Tapi dia kan dekat dengan keluarga Tomy & Satria...ga sabar ingin lihat rekonsiliasi Rohana dengan Minar.🤭

    Terima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah MAM 32 sdh tayang
    Bagaimana ya kira" rohana sama indira...aaaah tunggu besok saja

    Mks bun ....sehat" ya ...selamat malam...salam sejahtera buat bunda seklrg

    ReplyDelete
  11. Waaww Indira bakal ketemu nenek rohana ...pasti seru makasih bunda

    ReplyDelete

  12. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 32* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  13. Laaaa Indira ketemu neneknya, matur nuwun jeng Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah
    Matur nuwun bunda Tien K
    Moga selalu sehat

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 32, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu, bahagia bersama keluarga tercinta dan aduhaiii...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Komariyah

      Delete
  18. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 32 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Rohana seperti nya telah mendapat hidayah dari yang Maha Kuasa, dia bertobat dan menyadari kesalahan nya. Kesombongan nya telah dia kesampingkan. Rohana siap meminta maaf kpd orang2 yang pernah dia sakiti hati nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  19. Rame nih... si nenek ketemu indira.
    Suwun bu Tien.. sehat selalu..🩷.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wening

      Delete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat

    ReplyDelete
  21. Apa mau ya Rohana bertemu Indi. Mungkin dia membiarkan saja bel rumah berbunyi.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete

  22. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~32 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  23. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien cerbungnya
    Semoga Bu Tien sehat² selalu dan tetap semangat💪💖

    ReplyDelete
  24. Mau jd terharu apa ,,rame nih😁🤭
    Kl sy maunya terharu ,, pertemuan cucu & nenek

    Benar Bu Tien , sekarang malam 15 ,bulan purnama , Masyaa Allaah, cantiknya
    Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    ReplyDelete
  25. Makasih mba Tien.
    Mudah²an Rohana tdk kabur lagi ya, kalau ketemu Indi.

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...