MASIH ADAKAH MAKNA 26
(Tien KUmalasari)
Wanita penerima bungkusan dari Rohana itu mengajak anaknya duduk, lalu membuka bungkusan yang baru saja diterimanya. Ia seperti tak peduli siapa yang memberinya, yang penting anaknya berhenti menangis karena sudah ada makanan. Untunglah nasi itu tidak pedas, ia segera menyuapi sang anak, yang memakannya dengan lahap.
Rohana terus melangkah, sejenak dia berhenti dan menoleh ke belakang. Ada senyuman tersungging di bibir keriputnya, melihat si anak kecil sudah disuapi ibunya.
Rohana menghela napas, ia baru saja membeli makanan setelah mendapat uang dari hasil mengelap mobil, sekaligus dua bungkus, untuk sekarang dan untuk nanti. Tapi apa hendak dikata, dua bungkus nasi itu sudah diberikan kepada ibu dan anak yang tampak ringkih dan kelaparan. Entah mengapa, Rohana merasa puas. Ia bahkan nyaris meneteskan air mata karena rasa haru dan puas yang membaur dalam hatinya. Tiba-tiba juga ia mengingat Tuhannya.
“Ya Tuhan, ternyata bisa memberi itu sangat nikmat,” katanya sambil terus berjalan dengan sesekali mengusap air matanya.
Tapi Rohana kemudian merasa bahwa perutnya sangat melilit. Ia belum makan sejak pagi. Ia harus membeli makanan, tapi ketika membuka tas bututnya, ia hanya mendapati uang sebanyak dua ribu rupiah. Rohana sadar uang sebegitu tak akan bisa dipergunakan untuk membeli makanan. Rohana berhenti dan duduk di atas sebuah batu besar yang ada dipinggir jalan. Ia menekuk lututnya untuk menahan rasa lapar yang menggerus perutnya.
Ketika ia melihat sebuah mobil berhenti, Rohana bangkit, barangkali ada selembar uang yang bisa dibuatnya untuk membeli makanan.
Ia sudah menyiapkan lap yang selalu dibawanya. Dengan cekatan ia mengelap kaca-kaca mobil, di samping kiri dan kanan, depan dan belakang. Memang hanya sekedar mengelap, yang pastinya tidak begitu memuaskan bagi pemilik mobil, tapi mereka tahu bahwa si pengelap hanya sekedar mencari uang. Tak lama lagi si pemilik mobil datang. Bukannya membuka dompet untuk memberi sekedar rasa terimakasih walau hanya lembaran rupiah yang paling kecil, orang itu malah menghardik Rohana dengan kasar.
“Eeeh, sudah … sudah … orang mobil sudah bersih,” katanya sambil menutup pintu mobilnya keras, kemudian berlalu.
Rohana menghela napas. Ia sudah sering mendapat perlakuan seperti itu. Biasanya ia mengacuhkannya, atau balas memaki si pemilik mobil, walau dengan suara lirih karena bagaimanapun ia takut kalau yang dimaki mendengarnya. Tapi kali ini hatinya merasa sakit. Air matapun merebak di pelupuknya. Begini rasanya disakiti. Mengapa baru sekarang Rohana merasakannya? Sejak kapan ia memiliki air mata yang sungguh-sungguh berupa air mata karena kesakitan? Ia sering menangis sebelum ini, tapi dulu sekali, ketika hanya ingin menarik perhatian anaknya atau siapapun yang diharapkannya bisa mengasihaninya.
Tapi itu hanya sebuah kepura-puraan, dan sekarang, air mata itu keluar disertai rasa teriris yang menyakitkan. Begini rasanya sakit? Kata batinnya. Lalu ia kembali duduk, dan kembali menjenguk ke dalam tas bututnya. Yang ada tetap hanya dua ribu rupiah, mana mungkin bertambah, sementara dia tak mendapatkan upah walau keringat mengalir membasahi dahi dan punggungnya.
Rohana bangkit, ada penjual gorengan melintas, sambil membawa bakul. Ia menghentikannya.
“Bu, ini harganya berapa?” tanyanya sambil memegang sepotong kue yang entah apa namanya. Pokoknya yang sekiranya paling murah yang dibawa si ibu penjual.
“Ini bolang baling, harganya duaribu limaratus rupiah.”
“Dua ribu limaratus? Dua ribu rupiah boleh ya?”
“Enak aja, ini aku cuma mendapat untung limaratus rupiah,” katanya sambil melanjutkan langkahnya.
Rohana menghela napas sedih. Hanya limaratus rupiah, sebuah keping tak seberapa, tapi dia tak bisa menggigit bolang baling yang besarnya hanya sekepalan anak bayi. Kali ini Rohana menahan keluarnya air mata yang sudah memenuhi pelupuknya. Barangkali capek menangis, atau barangkali ia merasa bahwa tangisnya tak akan memberikan apa-apa bagi perutnya.
Rohana bangkit, tapi ia tak sudi menadahkan tangan untuk meminta-minta. Kemudian ia mendekati sebuah mobil. Baru saja tangan dengan membawa lap itu diangkatnya di depan sebuah kaca depan, pemiliknya datang. Tanpa berkata apa-apa ia mengibaskan tangannya, dengan isyarat meminta agar Rohana pergi.
Rohana menghela napas sedih. Lalu ia melanjutkan langkahnya. Didepannya ia melihat seorang anak kecil membawa sebongkah roti dengan ukuran agak besar. Wanita yang menggandengnya, bermaksud memotong roti itu agar tidak terlalu besar, tapi anak kecil itu menolaknya. Ia mengibaskan tangannya sehingga roti itu terjatuh.
Si ibu marah-marah. Ia melarang anaknya mengambil roti itu karena sudah jatuh dan pastilah sudah kotor. Mereka terus berlalu. Rohana mendekat. Itu kan roti pisang yang pastinya enak. Ia memungutnya dan mengamatinya. Hanya ada sedikit pasir menempel. Rohana membersihkannya, kemudian mencari tempat duduk yang nyaman, lalu menyantap roti itu dengan nikmat, sambil bergumam.
“Terima kasih ya nak, terima kasih ya nak.. Terima kasih Tuhan….”
Tapi kali ini air mata Rohana benar-benar mengucur deras. Ingatannya lari ke arah puluhan tahun silam, ketika ia harus makan enak, harus di restoran mahal, harus dilayani dengan penuh hormat. Sekarang apa? Ia hanya memungut roti yang terjatuh dan terpaksa menyantapnya karena tuntutan perut.
Ini sungguh nikmat, ketika kemudian Rohana menyadari kecongkakannya selama ini, menyadari bahwa sepotong roti yang teronggok ditanah ternyata bisa mengobati perutnya yang melilit.
“Beruntung, uang dua ribu ini masih utuh,” kata Rohana sambil mendekap tas bututnya, dengan mata basah.
Rohana juga sadar, ternyata susah mencari walau hanya sesuap nasi. Ia menyandarkan kepalanya di sebuah dahan besar merenungkan hari-hari yang dilaluinya selama ini. Lalu ia sadar akan kesalahannya, sadar akan jalan yang ditempuh ternyata penuh onak duri, yang setiap saat bisa melukai jiwanya sehingga remuk berkeping-keping. Sekarang, barangkali barulah awal. Barangkali besok lebih menyakitkan. Rohana sudah tahu, pohon yang ditanamnya akan berbuah, dan hanya dia yang akan menikmatinya. Tapi kegelisahan itu teredam sejenak ketika kantuk menyerangnya. Ia terkulai di situ, mendengkur dan tak seorangpun mempedulikannya.
***
Malam itu Indi mengeluh kepada ibunya. Ia masih terbayang-bayang apa yang terjadi di siang hari itu, di kantor pak Ratman yang ternyata adalah kakek Azka. Ia suka pada Azka, karena dia baik, sedikit kocak, dan blak-blakan pada setiap yang dirasakannya. Asyik sih, tapi apakah dia akan bisa momong kalau kelak dia menjadi istrinya sementara dia lebih tua darinya?
“Indi, mengapa kamu merisaukan perjodohan itu hanya karena umur? Banyak kok, suami yang umurnya lebih muda, tapi justru bisa bersikap lebih dewasa dari sang istri. Dan mereka bahagia kok.”
“Tapi Indi takut, Bu.”
“Kenapa takut? Tapi sebenarnya kamu suka kan?” ledek sang ibu.
Indi tak bisa menjawabnya. Ia menjatuhkan kepalanya dipangkuan Monik, yang kemudian mengelusnya lembut.
“Indi, kamu itu sudah dewasa. Sudah selayaknya kalau kakek menjodoh-jodohin kamu, karena sampai saat ini kamu juga belum punya pacar. Lagipula yang dijodohkan kakek itu kan cucu sahabatnya? Dan pastinya kakek sudah tahu bahwa dia baik, dan bisa menjadi pelindung kamu.”
“Nggak kebalik? Indi yang akan menjadi pelindung dia, bagaimana?”
“Ah, kamu tuh. Mulai sekarang kalian kan bisa saling menjajagi, bagaimana sikap dia, kekanak-kanakan atau justru kamu yang selalu manja ini malah lebih minta dijaga dan disayang? Atau bagaimana hatinya, kan kelihatan nanti, dia bener-bener baik atau hanya pura-pura baik.”
“Apakah ibu dulu sama bapak juga begitu?”
Monik terkejut mendengar pertanyaan Indi. Tentu saja dirinya berbeda dengan Indi. Kisah cintanya kepada Tomy? Dulu dia sangat membencinya. Bahwa sekarang dia mencintainya, itu adalah takdirnya.
“Bu, mengapa Ibu tidak menjawab pertanyaan Indi?”
“Kamu menanyakan apa sih?”
“Tentang kisah cinta Ibu sama bapak.”
Monik menjewer kuping Indi pelan.
“Kisah cinta ibu itu sangat rumit. Susah menceritakannya.”
“Biar aku yang menduga-duga. Ibu menikah sama bapak, lalu marahan, lalu bapak pacaran sama ibu Desy, lalu lahirlah Indi … lalu Indi lebih suka ikut ibu Monik ini, lalu ….”
“Sudah, kamu pinternya ngarang. Ayo sekarang bantu ibu ke dapur. Saatnya makan malam nih. Habis itu kamu panggil kakek sama bapak, juga mas Boy, yang lagi ngomong-ngomong di teras.”
“Pasti kakek ngomongin Azka deh.”
Monik mengecup pipi Indi, lalu beranjak ke dapur, Indi mengikutinya.
***
Sementara itu Azka merengek kepada ayah ibunya agar segera melamar Indi. Padahal baru beberapa hari bertemu.
“Apa kamu yakin, sudah ingin sekali punya istri?” tanya sang ayah.
“Azka mencintainya sejak melihatnya untuk pertama kalinya. Gadis itu unik. Manja tapi menyenangkan.”
“Kamu dengar, dia lebih tua dari kamu?”
“Memangnya masalah usia itu bisa menghalangi niat seseorang untuk menikah? Apa salahnya kalau dia lebih tua?”
“Bapak hanya bertanya, agar bapak yakin bahwa pilihanmu benar.”
“Jangan sampai menyesal dikemudian hari,” sambung ibunya.
“Benar. Yang punya mau itu kakek, kamu bener-bener suka, atau karena ingin menyenangkan hati kakek?”
“Bapak gimana sih? Kan Azka sudah bilang bahwa Azka menyukainya sejak bertemu untuk pertama kalinya? Jadi kakek belum bicara apa-apa tentang perjodohan itu, Azka sudah suka sama dia.”
“Tapi Indi itu masih punya kakak, yang kabarnya juga sudah siap-siap akan menikah. Pak Drajat yang ngomong sama kakek.”
“Ya nggak apa-apa. Azka tidak usah tergesa-gesa. Pendekatan dulu lebih baik. Bukankah Indi juga masih ragu-ragu menjawabnya?” sambung Kartika lagi.
“Ya sudah, Azka mengalah. Biar mas Boy dulu yang menikah.”
“Nah, gitu dong. Masa pengin menikah kok terburu-buru begitu. Kenalan dulu lebih dekat, dan pahami hati masing-masing.”
Azka tersenyum senang. Hari mulai malam, Azka ingin segera tidur dan bermimpi tentang Indira.
***
Rohana terbangun pagi, dan merasa haus. Ia berjalan, dan menuju ke sebuah warung. Tapi ia tidak ingin membeli sesuatu. Ia hanya ingin minum. Tapi si pemilik warung menghalaunya karena takut pembeli yang ada pada jijik melihat penampilannya yang lusuh.
Rohana meraba lagi tas bututnya. Pasti tidak cukup untuk membeli segelas minuman. Lalu ia melangkah pergi. Di depan ia melihat banyak mobil berjajar. Di sebuah POM bensin. Rupanya ini adalah hari keberuntungannya. Ia mendapatkan banyak uang di pagi itu. Rohana masih tetap di sana, sampai urutan mobil mulai berkurang, dan ia sudah mendapatkan uang yang lumayan.
Pada seorang penjual air dalam botol yang mangkal di sana, Rohana membeli sebotol yang langsung ditenggaknya separuh. Dan sisanya dimasukkannya ke dalam keresek bercampur kain pel yang sudah kotor. Rohana bermaksud mencucinya setelah sarapan nanti. Setelah semalam makan sepotong roti yang jatuh dari tangan seorang anak kecil, ia belum makan apapun juga. Lalu ia menghampiri sebuah warung. Sebelum masuk ke dalam warung, ia duduk di depannya sambil membuka tas bututnya, lalu menghitung penghasilannya sepagi itu. Lumayan, ia mendapat empat puluh ribu lebih, karena ada dermawan yang memberinya lebih banyak. Ia tersenyum, lalu menyisihkannya sebagian kemudian digenggamnya, untuk membeli nasi. Tapi ketika dia berdiri, seorang laki-laki berambut gondrong lewat, kemudian tangannya meraih tas butut Rohana, berikut uang yang masih digenggamnya.
Rohana menjerit sekeras kerasnya. Tapi si gondrong ternyata ditunggu oleh temannya yang sudah lama nangkring di atas sepeda motor.
Rohana menjatuhkan tubuhnya di tanah. Tak lagi mampu menjerit.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah......
ReplyDeleteHoreeeee, kung Latief malit
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah...terimakasih...semoga Bunda selalu dalam LindunganNYA
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yutus
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun Masih Adakah Makna 26 sudah tayang
Semoga mbak Tien selalu sehat
Salam ADUHAI dari Antapani ..🙏😍♥️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Ning
Aduhai dari Solo
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, sehat selalu ya Bunda, Aamiin Ya Robbal Alamin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Mundjiati
Terimakasih bunda🙏selamat mlm dan slmt istrhat..salam aduhai dri skbmi🥰🌹❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam aduhai dariSolo
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Yati
DeleteAlhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 26, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 26" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x deh
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur suwun ibu 🙏🏻
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteAlhamdulillah cerbung MAM hebat 👍🩵semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Wah Rohana kehilangan harta benda yg sangat berharga buat dia. Semoga insyafnya cepet.
ReplyDeleteSalam sehat, tenteram, indah, bugar
Salamsehat juga Eyang Titi
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~26 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Terima kasih Mbu tien... sehat trs bersama keluarga trcnta
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah " Masih Adakah Makna - 26" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam Aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteRohana baru menjalani hidup yang sesungguhnya. Kalau dia lulus menjalani ujiannya, buahnya akan terasa manis dirasakan.
ReplyDeleteMungkin agak panjang ya, jalan ceritanya hingga Rohana hidup bahagia yang sesungguhnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteSehat selalu njih bun?
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padma Sari
Waduh! Kasihan juga Rohana ya...sekarang tinggal sengsaranya, ga bisa arogan lagi. Semoga cepat insyaf dan kembali bertemu keluarganya.😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu.🙏🏻😘😘
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
🍇🍒🍇🍒🍇🍒🍇🍒
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🤩
eMAaeM_26 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai😍🦋
🍇🍒🍇🍒🍇🍒🍇🍒
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai deh
Wah Rohana dah sadar
ReplyDeleteCari uang itu susah...
Nuwun ibu Engkas
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Bu Tien Kumalasari, semoga sehat², benarkah sedang rehat di Klaten ? Semoga segera pulih seperti sedia kala
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ninik
Saya baik2 saja
Alhamdulillah, semoga tetap sehat semangat
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteMulai nyadar nih Rohana
Sami2 ibu Sul
DeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
ReplyDeleteOh kasihan sekali Rohana , baru merasakan bahagia dpt uang , belum sempat beli makan , dirampok
Keren,, 👍❤️, mungkin kah Tegar lewat untuk membantu atau Satria
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Terima kasih bu Tien ... M A M ke 26 sdh tayang ... Semoga bu Tien & kelrg bahagia dan sehat selalu ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Eny
Aduhai deh
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *masih adakah makna 26* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Maturnuwun bu Tien.
ReplyDeleteRohana oh Rohana akhirnya kau merasakan susahnya jadi orang tidak punya, baru kau sadari Rohana.
Salam sehat selalu sekeluarga bu Tien, salam aduhaiii
Sami2 ibu Siti
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam hangat, semoga Bu Tien sehat selalu bersama keluarga. Aamiin
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteSemoga bu tien sehat² selalu
Matur nuwun sanget bu Tien..🙏
ReplyDeleteSalam sehat dari Kediri..👍👍