MASIH ADAKAH MAKNA 27
(Tien Kumalasari)
Rohana luluh tak berdaya. Nasib membawanya ke tempat yang benar-benar membuatnya begitu sengsara. Begitu tega laki-laki gondrong buruk rupa itu meraih uang yang dikumpulkannya dengan curahan keringat sepagi ini, hanya demi mengejar sebungkus nasi sebagai pengisi perutnya yang kosong sejak kemarin. Bahkan seteguk airpun belum sempat membasahi kerongkongannya. Tas lusuh itu sekarang tak lagi ada. Membawa penghasilannya sepagi ini berikut dua ribu rupiah yang tersisa. Kejam sekali nasib mempermainkannya.
Rohana meringkuk di tanah, lemas seperti onggokan kain kotor, dekil dan bau. Rasanya ia tak lagi kuat untuk bergerak sekalipun. Bukan hanya karena haus dan lapar, tapi juga karena merasa buruknya nasib yang harus diterimanya. Alangkah pahit buah dari pohon yang ditanamnya.
Tiba-tiba dilihatnya seorang laki-laki yang berjalan sambil menenggak minuman dalam botol, tapi kemudian membuang botol itu ke tempat sampah yang ada di depannya. Rohana melihat, ketika dibuang itu masih ada air yang tersisa. Perlahan Rohana bangkit, tertatih mendekati tong sampah, mengais botol yang baru saja dibuang, dan benar, masih ada hampir separuh yang tersisa. Rohana membuka tutupnya dan menenggaknya sekali minum. Hanya air tawar, tapi seperti mengaliri tubuhnya dengan sedikit kekuatan, sehingga membuatnya mampu melangkah lagi.
Sebelah tangannya membawa baju yang masih dimilikinya, dan keresek lain yang berisi kain pengepel yang belum sempat dicucinya.
Rohana berjalan mendekati sebuah warung, hidungnya kembang kempis mencium aroma masakan yang entah ada berapa macam. Perutnya meronta kembali. Rohana meremasnya pelan.
“Hei, mengapa berdiri di situ? Pagi-pagi jangan mengemis,” si empunya warung menghardiknya.
“Saya tidak akan mengemis. Bolehkah saya bekerja di sini?” kata Rohana
“Bekerja apa?”
“Saya bisa mencuci piring-piring kotor, dan ….”
“Tidak … tidak … tidak usah, aku sudah punya pembantu. Penampilanmu kusut lusuh begitu, bisa-bisa langgananku kabur semua karena jijik.”
“Saya tidak minta upah uang … saya hanya minta sebungkus nasi dengan … “
“Tidak … tidak ,” kata pemilik warung dengan sangat kejamnya.
Tapi seorang pembeli mengatakan kepada pemilik warung.
“Bu, beri dia sebungkus nasi dan lauk pauk, biar saya membayarnya,” kata laki-laki setengah tua yang merasa iba mendengar hardikan pemilik warung.
“Oh, begitu, baiklah.”
Merasa tidak akan dirugikan, pemilik warung mengambilkan nasi dalam bungkusan, dan memberinya lauk sesuai instruksi laki-laki itu, lalu memberikannya kepada Rohana.
Rohana mengangguk kepada laki-laki itu dengan air mata berlinang. Kali ini ia benar-benar menangisi keberuntungannya, karena ada sebungkus nasi dari belas kasihan seseorang.
“Terima kasih, nak,” katanya dengan suara bergetar.
Laki-laki itu tersenyum mengangguk, dan Rohana berlalu dengan perasaan mengharu biru.
“Masih ada belas untuk perempuan hina seperti aku,” bisiknya pelan, sambil mencari tempat untuk bisa segera menyantap rejeki yang tak terkira itu.
***
Rohana keluar dari kamar mandi umum yang ada di dekat pasar. Badannya terasa lebih segar. Ia menjemur kain pel alat untuk mencari uang yang baru saja dicucinya, di sebuah dahan kayu yang ditemuinya, juga baju yang sudah kotor dan lusuh yang sudah dicucinya. Rohana hanya duduk sambil menyandarkan tubuhnya di bawah pohon, menunggu kain pel dan bajunya nya kering, lalu bersiap untuk bekerja lagi. Ia tak tahu harus bekerja apa selain mengelap kaca-kaca mobil. Ia tak mau mengemis. Tiba-tiba ada rasa malu untuk melakukannya, dan juga merasa terhina.
Ketika dia terkantuk-kantuk itu, ia bermimpi tentang sebuah rumah sakit, di mana ketika itu ia sedang melahirkan. Di sampingnya berdiri Drajat, laki-laki ganteng yang berhasil dirayunya kemudian jatuh ke dalam pelukannya dan menjadikannya istri. Bayi yang dilahirkan digendong oleh laki-laki itu, lalu ditunjukkannya kepadanya.
“Ini adalah anakmu,” bisik laki-laki itu. Begitu bersih, tampan dan menawan. Ia seperti anak raja yang wajahnya bersinar mempesona. Tangisnya melengking bagai membelah angkasa.
“Aku beri nama dia Tomy,” katanya lagi.
Rohana ingin menerima bayi itu, tapi kemudian laki-laki tampan itu lenyap. Bayi itu juga tak ada. Rohana bangun dalam kebingungan yang menyesak.
“Tomy, mana Tomy? Mana anakku?”
Dan rasa menyayangi tiba-tiba menggerayangi jiwanya. Rasa sayang seorang ibu kepada anaknya.
Rohana duduk dengan bingung. Kemana rasa sayang seorang ibu selama ini? Kenapa baru sekarang ia merasakannya? Cinta … sayang … ada dua anaknya yang tiba-tiba terbayang dalam angan-angannya, dan kerinduan begitu menyesak dadanya.
“Harusnya aku tidak sendiri, harusnya aku dekat dengan mereka. Aku menyayangi mereka, mengapa selama ini begitu jauh?”
Rohana bangkit, mencari kain pel yang tadi dijemurnya. Rohana terkejut. Kain itu tak ada? Rohana mencari-cari, dan melihat kain pel itu tergeletak ke tengah jalan. Rupanya setelah kering, kain itu kemudian diterbangkan angin.
Rohana bergegas menuju ke tengah jalan, tapi sebuah kendaraan melintas, dan kain itu terbawa entah kemana.
Rohana mencarinya dengan linglung, benar-benar tak ada. Kemudian ia kembali ke tempat duduknya semula, membuka keresek berisi kain bajunya, lalu mengambilnya satu dan merobeknya. Ketika badannya terasa segar, ia harus mulai lagi mencari rejeki. Tak apa merobek salah satu bajunya, Tapi mengapa bayangan Tomy selalu mengikutinya? Bayi montok nan tampan itu, dan rasa rindu yang menyengat itu ….
***
Mia menghentikan mobilnya di halaman rumah Tomy. Ia sudah berjanji pada Boy untuk datang siang itu. Boy menyambutnya sampai ke halaman, walau masih berjalan dengan tongkat penyangga. Wajahnya berseri melihat Mia benar-benar menepati janjinya.
Mia turun, wajahnya yang cantik membuat Boy terpesona. Keduanya saling pandang sambil tersenyum bahagia. Tiba-tiba kunci mobil Mia terjatuh, dan Mia mengambilnya. Tapi ia terkejut, ada sesuatu tersangkut di ban mobilnya.
“Apa itu?”
“Ada sesuatu tersangkut di situ,” kata Boy yang kemudian menunduk berusaha mengambil sesuatu itu.
“Biar aku saja, nanti kamu terjatuh,” kata Mia yang kemudian menarik sesuatu yang ternyata adalah sebuah kain lusuh.
“Kamu membawakan aku oleh-oleh selembar kain lusuh?” canda Boy yang kemudian mengambil kain itu dan melemparkannya sembarangan.
“Tidak, aku membawa es krim kesukaan kamu,” kata Mia yang kemudian mengambil sebuah kotak es krim dari dalam mobilnya.
“Waah, menyenangkan sekali,” katanya sambil menerima kotak yang diulurkan, dan diterima Boy dengan wajah berseri.
“Sepi? Indi mana?” tanya Mia yang mengikuti Boy masuk ke rumah.
“Nggak ada. Dia pergi, nggak tahu ke mana. Yang ada kakek.”
“Apa?”
Mia baru teringat bahwa Boy akan mengenalkannya kepada kakeknya, yang konon sangat ganteng. Mia tersenyum mencari-cari, dan melihat seorang laki-laki tua duduk di sofa.
“Kakek, ini Mia,” kata Boy.
“Haa, ini pacarmu?” tanya pak Drajat tiba-tiba.
Boy dan Mia saling pandang. Pacar? Bukankah mereka belum pernah pacaran?
“Belum Kek, masih menunggu restu dari Kakek,” kata Boy seenaknya.
Mia hanya tersenyum, kemudian menyalami dan mencium tangan kakek Drajat.
“Saya ini kakeknya Boy. Apa Boy pernah menceritakan kakek tuanya ini kepada kamu?” tanya pak Drajat ketika mereka sudah duduk.
“Pernah Kek,” kata Mia.
“Oh ya? Apa yang dikatakannya?”
“Kata mas Boy, kakeknya ganteng sekali,” kata Mia berterus terang, membuat pak Drajat tertawa keras.
“Apa menurutmu itu benar?”
“Itu benar. Kakek masih kelihatan ganteng,” kata Mia.
“Aku tidak pernah bohong kan?” kata Boy.
“Apa kalian saling mencintai?” tanya kakek tiba-tiba.
Lagi-lagi Boy dan Mia saling pandang dengan rasa kikuk.
“Mengapa tidak menjawab? Katakan saja, kakek ini suka berterus terang. Jangan memendam perasaan hanya di dalam hati.”
“Kami belum pernah menyatakan cinta,” kata Boy sambil lagi-lagi menatap Mia.
“Kalau begitu katakan sekarang, kakek ingin mendengarnya.”
Mia terbelalak. Mana ada pernyataan cinta yang didengar orang lain?
“Mia, aku mencintaimu,” kata Boy.
Mia sungguh terkejut. Kakek Boy ini sungguh aneh.
“Apa jawabmu?” tanya sang kakek sambil menatap Mia.
Apaan sih? Baru datang sudah diguyur kata-kata yang memalukan ini? Mia tidak menjawab, ia menunduk dengan wajah merah.
“Bapak ada-ada saja. Mia malu dong Pak,” kata Monik yang tiba-tiba muncul sambil membawa nampan berisi minuman dan cemilan.
“Aku hanya ingin meyakinkan, apa benar mereka saling mencintai,” kata kakek.
“Kalau Mia tidak menaruh perhatian pada Boy, dia tidak akan datang kemari untuk memenuhi permintaan Boy dong Kek,” bela Boy.
“Baiklah, baiklah … atur saja, aku nggak mau lama. Ketika aku masih hidup, aku ingin cucu-cucuku menikah dan hidup bahagia. Indi sudah ada calonnya, tapi menunggu kamu yang harus menikah lebih dulu,” kata pak Drajat enteng, seakan membicarakan pernikahan seperti orang membeli sesuatu, setelah cocok langsung minta dibungkus.
“Biarkan mereka memikirkannya Kek, jangan terburu-buru. Boy juga sedang mulai bekerja,” kata Monik sambil duduk di samping Mia.
Tapi sesungguhnya mereka seperti tidak ada yang membantah atau menolak keinginan sang kakek ganteng yang masih penuh semangat mencarikan jodoh bagi cucu-cucunya.
***
Setelah beberapa kali berangkat kuliah sambil sekalian mengantar Binari ke sekolah, hari itu Tegar mampir ke sekolah Binari dan menunggu dia pulang untuk diantarkannya sekalian.
Didalam perasaan senang ada rasa khawatir di hati Binari, mengingat kedekatannya dengan Tegar serasa tak membuatnya bahagia, seperti ketika anak-anak muda saling jatuh cinta.
Binari hanya memikirkan bagaimana bisa melanjutkan kuliah, seperti yang diinginkan ayahnya. Menjadi dokter? Mimpi yang terlalu muluk bukan? Ia sudah tahu kalau masuk ke sekolah kedokteran itu biayanya mahal. Ia sudah giat belajar untuk berusaha mendapatkan bea siswa, tapi ia ragu untuk bisa berhasil melakukannya. Kesibukan di rumah untuk membantu ayahnya berjualan juga sangat menyita waktunya, dan ia yakin hasil dari ujian nanti belum tentu bisa memuaskan.
“Mengapa diam?” tanya Tegar yang sudah membawa Binari kedalam boncengannya menuju pulang.
“Jalanan ramai, masa harus berteriak-teriak.”
“Ceritakan tentang arem-arem yang aku bawakan kemarin.”
“Haa, itu mas, enak sekali. Terima kasih ya.”
“Kemarin kamu sudah bilang terima kasih.”
“Bilang lagi, boleh kan?”
“Itu ibuku yang memasaknya.”
“Bukan main Mas, kalau ada waktu aku ingin belajar memasak pada ibu Minar.”
“Nanti pasti ada kesempatan untuk itu.”
“Aamiin.”
“Nanti aku mampir ke rumahmu, boleh?”
“Jangan.”
“Nggak boleh?”
“Bukan apa-apa, aku tuh sepulang sekolah masih harus bekerja. Bersih-bersih dapur menyiapkan apa yang akan dimasak dan dijual bapak, jadi mohon maaf kalau menolak Mas Tegar.”
“Baiklah, aku mengerti.”
Tegar terdiam, tapi bisa memaklumi. Binari bukan gadis biasa. Kecuali sekolah dia juga harus bekerja. Karenanya setelah mengantarkan sampai ke rumah, Tegar langsung pulang. Tapi ia tetap selalu mengagumi Binari, sebagai gadis yang penuh pengertian kepada orang tuanya.
Lagi pula bukankah sang ibu belum mengijinkannya untuk berteman lebih jauh sebelum kuliahnya selesai?
***
Rasa rindu di hati Rohana tak tertahankan lagi. Tapi ia hanya ingin melihat Tomy. Ia tak mungkin mendekati Tomy, yang pasti malu melihat penampilan ibunya. Rohana lupa bahwa beberapa waktu yang lalu, anak-anak mereka mengharapkan kepulangannya dan ingin merawatnya.
Hanya saja saat sekarang ini dia hanya merasa malu, dan juga tak ingin mempermalukan anak-anaknya. Sungguh perasaan yang aneh.
Sekarang Rohana berdiri di depan pagar rumah Tomy yang dahulu adalah rumahnya. Ia melihat ke dalam, berharap bisa melihat Tomy. Hari sudah sore dan pastilah Tomy sudah pulang dari bekerja. Ia berdiri dibalik sebuah pohon besar di depan pagar rumah, sambil sekali-sekali melongok ke dalam.
Tiba-tiba dilihatnya sesuatu.
“Itu … bukankah kain pel yang aku cari-cari sejak pagi?” gumamnya sambil memungut kain pel itu.
“Rohanaa!!” teriakan yang begitu keras itu mengejutkannya. Rohana tak mengira pak Drajat masih ada di sana.
"Jangan lariiii .. aku hanya ingin mengucapkan terima kasih."
Tapi Rohana tetap pergi dan tak menoleh lagi.
***
Besok lagi ya.
🌹☘️🌹☘️💰☘️🌹☘️🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah eMaAeM_ 27 Sabtu malam sudah hadir.....
Matur nuwun nggih Bu Tien.....
Maunya cuman ngintip agar dapat memandang Tomy....
Ee malah yang keluar pak Drajat dan tahu bayangan Rohana di sana ......
🌹☘️🌹☘️💰☘️🌹☘️🌹
Horeeeee
DeleteKakek dan Eyang Ning malit ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteSepasang merpati malit
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteHOREEEE..Kakek Habi Juara
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Delete🪼🐠🪼🐠🪼🐠🪼🐠
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
eMAaeM_27 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia.
Aamiin. Salam seroja. 😍
🪼🐠🪼🐠🪼🐠🪼🐠
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulilah "Masih Adakah Makna 27" sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Alhamdulillah .... terimakasih Bunda .... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tutus
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah cerbung MAM inspiratif untuk Baik 👍🩵semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdullilah .terima ksih bunda cerbungnya..slmt mpm dan slmt weekand bersm keluarga🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteRohana insyaf...sajaké...
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~27 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah cerbungnya dah d baca, makasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteTrenyuh juga tahu perjalanan hidup Rohana. Tapi memang roda itu berputar, ada kalanya diatas ada kalanya dibawah.
ReplyDeleteWah.. masih trauma ya dengan pak Drajat. Tidak akan dimarahi kok kamu, malah akan mengucapkan terima kasih.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah. Matur nuwun bu Tien yg baik.
ReplyDeleteRupanya Rohana betul2 mulai insyaf
Sami2 Eyang Titi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSemoga sehat walafiat bunda Tien
Terima kasih
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Matur suwun ibu, semoga ibu selalu sehat 🙏🏻
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Windari
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
ReplyDeleteKarma yg akan menghapus kesalahan Rohana,pada waktu dulu, dijalani dg ikhlas dan sabar, besok lagi jd hrs sabar yg baca,,,, penasaran, aduhaiii 😁😁🤭😍
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Terimakasih bunda Tien. Sehat selalu, bahagia senantiasa dan aduhaiim....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Aduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Alhamdulillah, semoga bu Tien tetep sehat dan semangat 💪💖
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien sehat² selalu n senantiasa dlm lindungan Allah SWT ..... Aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun MAM'a
Semoga bunda Tien K selalu sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT
Aamiin
Salam hangat dari Banjarmasin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun anrikodk
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteHamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 27 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan nggeh Bunda.
Selama Rohana jadi pengembara, menyusuri kehidupan di jalanan. Pahit getir nya kehidupan di jalanan telah ia rasakan. Mata hati nya skrng telah menjadi peka, skrng di hati nya timbul rasa haru dan rindu thd anak dan cucu nya.
Semoga ujian kehidupan mu berhasil ya Rohana 😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Mks bun MAM 27 sdh tayang,....selamat malam bun smg selalu sehat selalu bahagia berasa kelrg tercinta.....smg pula Rohana sadar n menjadi orang yg bener" baik
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Selamat malam juga
Alhamdulillah. Trm ksh bu Tien. Semoga selalu sehat dan semangat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Handayaningsih
Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 27, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteSalam sehat juga
Hatur nuhun.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteWaah...apakah pak Drajat akan menerima Rohana kembali? Hmmm...🤔
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sayang.😘😘
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sayang juga
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tambah semangat.
Aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sul
Terimakasih MbakTien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
ReplyDelete