Thursday, September 26, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 13

 MASIH ADAKAH MAKNA  13

(Tien Kumalasari)

 

 

Binar termenung mendengar kata-kata ayahnya. Benarkah Rohana adalah keluarga Tegar?

“Bapak tidak menanyakannya?”

“Bagaimana menanyakannya? Begitu bapak mengatakan namanya, dia tampak terkejut, wajahnya berubah, lalu membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah mobil.”

"Mengapa ya, bu Rohana tidak mencari keluarganya? Aku juga heran. Melihat foto-foto di sepanjang jalan itu harusnya bu Rohana membacanya. Dan berarti dia punya keluarga yang mengharapkan kepulangannya. Kok dia memilih tidur di sembarang tempat, di teras jelek kaya rumah kita ini?”

“Tampaknya juga karena kepepet, dia melakukan hal-hal buruk. Aku masih curiga dia yang mencuri uang kita. Dan bisa jadi dia juga melakukan hal serupa di tempat lain.”

“Jangan-jangan tas itu juga dia dapatkan dengan cara yang sangat buruk.”

“Ya sudah, jangan memikirkan hal yang bukan urusan kita. Selesaikan makan, aku akan segera berangkat.”

“Baik, Pak.”

“Ini uang yang aku katakan tadi, kamu sekarang yang bertanggung jawab. Saatnya harus digunakan, kita bisa mengambilnya, bukan?”

“Tentu Pak, tapi selama kita belum memerlukannya, lebih baik disimpan saja dulu.”

“Ini catatan belanjaan, bisa kamu ambil? Bapak sudah pesan, kamu tinggal mengambilnya, karena akan ada perayaan di dekat gedung tempat bapak biasa melayani parkiran. Jadi barangkali bapak akan pulang agak malam.”

“Bisa, nanti Binar ambil. Bapak tidak capek?”

“Biasa saja, kamu tidak usah khawatir.”

“Baiklah.”

“Kamu istirahat saja dulu, baru ke pasar mengambil pesanan belanjaan,” kata pak Trimo yang kemudian berdiri, lalu bersiap untuk berangkat lagi.

Binari pergi ke belakang, membereskan yang belum diselesaikan oleh ayahnya, lalu menyiapkan bahan yang akan di masak esok hari, barulah dia bersiap ke pasar mengambil pesanan belanjaan ayahnya. Sepulangnya nanti barulah dia akan beristirahat.

Binari melupakan letih dan lelahnya, mengingat sang ayah juga bekerja tak kenal lelah. Kecuali membantu sang ayah, dia juga harus belajar. Siapa tahu dia bisa mendapat nilai bagus lalu bisa mendapat bea siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, jadi tidak terlalu memberatkan ayahnya.

***

Hari sudah sore, ketika Binari baru bisa berangkat ke pasar. Ia sudah biasa melakukannya, dan tidak takut kelamaan karena ayahnya pasti sudah memesankannya, jadi dia tinggal mengambilnya saja.

Karena tidak tergesa-gesa, Binari hanya berjalan kaki ke pasar. Pulangnya, karena membawa belanjaan, barulah dia akan naik ojol.

Ketika ia berjalan itu, tiba-tiba matanya menatap seseorang yang berjalan terbungkuk-bungkuk, memakai topi. Ia berjalan dari seberang. Binari terkejut ketika melihat sebuah sepeda motor sedang melaju, dan wanita itu tidak memperhatikannya. Binar berlari dan menarik wanita itu ke tepi, sehingga tongkat penyangga tubuhnya terlempar.

“Hei, apa yang kamu lakukan?” hardik wanita tua itu, sambil berjalan ke arah tongkatnya yang tergeletak ditepi jalan.

Binari sedikit kesal, kalau dia tidak menariknya ke tepi, pasti sepeda motor itu sudah menabraknya. Tapi bukannya berterima kasih, dia malah mengumpatnya.

Binari merasa aneh. Tadi berjalan terbungkuk-bungkuk, tapi ketika mengambil tongkatnya, dia bisa berjalan tegak.

Yang membuatnya terkejut adalah, dia mengenali wanita itu, ketika topi yang dipakainya terangkat naik.

“Bu Rohana?”

Rohana terkejut. Ia tak menyangka bertemu Binari.

“Kamu?”

“Bu Rohana mau ke mana?”

“Mau kemana lagi? Aku tidak pernah punya tujuan, terserah kakiku membawanya,” katanya sambil berlalu. Kembali berjalan terbungkuk-bungkuk, dan menenggelamkan topinya di kepala.

“Rupanya bu Rohana memang ingin menyembunyikan dirinya dengan berjalan  terbungkuk dan memakai topi,” gumam Binari. Tapi kemudian dia tak ingin membiarkan Rohana pergi. Ia ingat tentang tas itu, dan ia ingin mengatakan bahwa tas itu sudah diambil yang punya.

“Tunggu Bu,” katanya sambil mengejar.

Rohana tetap melangkah, justru mempercepat langkahnya. Tapi Binari melangkah lebih cepat.

“Ada apa sih kamu?” hardiknya kesal.

“Tentang tas itu_”

“Ah, sudahlah, tas itu kan sudah aku berikan ke kamu?”

“Tapi saya tidak mau Bu. Sebenarnya bapak selalu membawanya ke pasar, maksudnya agar kalau kebetulan ibu lewat, tas itu akan dikembalikan. Hanya saja kemarin itu ada keluarga yang makan nasi liwet di warung bapak. Dan salah satunya mengenali tas itu.”

“Apa? Jangan mudah percaya pada orang. Itu tas bagus. Tidak aneh kalau banyak orang mengaku-aku. Sudah, minggir!”

“Tapi Bu, dia benar-benar pemiliknya. Dia mengenali aroma parfum dari tas itu. Dia keluarga kaya, mana mungkin menipu?”

“Memangnya yang bisa menipu hanya orang-orang miskin?”

“Tapi kata bapak, mereka orang-orang baik. Nama mereka bu Minar atau bu Satria, dan pemilik tas itu keponakannya yang bernama Indira.”

“Apa? Minar, Satria, Indira?”

Rohana belum pernah mengenal cucunya yang bernama Indira, karena dulu Desy tidak pernah menceritakannya. Tapi Minar dan Satria adalah orang-orang yang dikenalnya. Sangat. Karena mereka adalah anak dan menantunya.

“Ah, sudahlah … aku tidak peduli.”

Binari menatap wajah terkejut pada Rohana, ketika ia mengatakan nama-nama itu. Memang Binari sengaja, karena cerita bapaknya tentang Indira yang terkejut mendengar nama Rohana disebutnya.

“Bu, banyak foto ibu terpampang di mana-mana. Mereka keluarga ibu kan? Apa ibu tidak ingin kembali kepada mereka?”

“Apa maksudmu? Dan apa pedulimu tentang apa-apa yang aku lakukan?”

“Bukan apa-apa, hanya kasihan pada ibu. Kalau punya keluarga, bukankah sebaiknya pulang pada keluarga saja? Kalau begini ini, hidup ibu akan susah dan kekurangan. Dan kalau benar-benar terpepet, bisa melakukan tindak kriminal, misalnya mencuri, atau menipu, dan akhirnya akan berurusan dengan polisi.”

“Apa? Aku tidak mencuri! Sungguh, bukan aku yang mencuri,” katanya kasar, kemudian berlalu dengan cepat.

Binari tidak lagi mengejar. Jawaban Rohana terdengar aneh, ada yang kelepasan tentang ucapannya yang mengatakan bahwa bukan dirinya yang mencuri. Memangnya siapa yang menuduhnya? Binari menangkap sebuah kebenaran tentang pencurian uang itu. Rohana ketakutan ketika dia menyebut soal mencuri, dan tentunya dia takut berurusan dengan polisi.

Hari mulai menjelang sore, Binari kembali ke arah pasar, untuk mengambil belanjaan yang dipesan ayahnya.

***

Lebih jam sepuluh malam, pak Trimo baru pulang dari pekerjaannya. Binar yang merasa iba sudah menyiapkan kopi panas buat sang ayah, dan menyiapkan makan malam.

“Bapak pasti sangat lelah,” katanya saat mereka selesai makan.

“Tidak, kan bapak sudah bilang, ini biasa.”

Pak Trimo menyerahkan uang pendapatannya memarkir kepada Binari. Binari menggenggam uang itu dengan penuh haru.

“Belanjaan sudah diambil?”

“Sudah.”

“Tinggal beras, tapi biar bapak sendiri yang mengambilnya, karena berat.”

“Tadi Binar ketemu bu Rohana.”

“Oh ya? Kamu sudah bilang kalau tasnya sudah diambil pemiliknya?”

“Sudah. Dia terkejut ketika Binar menyebut nama bu Minar dan suaminya.”

“Dia bilang apa?”

“Dia ingin kabur saja. Binar sudah kepalang nekat, lalu BInar mengatakan tentang foto-foto itu, dan menanyakan mengapa tidak ingin pulang, sementara keluarganya mengharapkannya kembali? Tapi dia marah-marah.”

Lalu Binar menceritakan tentang Rohana yang tampak ketakutan ketika dia menyebut tentang pencurian dan urusannya dengan polisi. Tanpa dituduh bahkan dia bilang bahwa tidak mencuri. Pak Trimo geleng-geleng kepala.

“Ada lagi Pak, tampaknya bu Rohana tak ingin dikenal orang dengan foto-foto dia yang dipampang di mana-mana. Dia sekarang pura-pura menjadi orang bongkok, dan memakai topi lebar yang menutupi hampir separuh wajahnya.”

“Sungguh aneh. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa orang memilih hidup sengsara daripada hidup bersama keluarganya, sementara keluarganya pastinya sangat mengharapkannya kembali.”

“Sungguh susah dimengerti.”

“Ya sudah, ini sudah malam, kamu tidurlah. Maaf bapak pulang kemalaman, sehingga kamu harus menunggu.”

“Tidak apa-apa kok Pak, biasanya Binar juga belajar sampai larut.”

“Tapi kamu sempat belajar kan?”

“Ya belajar Pak, masa tidak?”

Pak Trimo mengelus kepala anaknya, membuat mata Binar membasah karena terharu.

***

Boy sudah dioperasi dua hari yang lalu. Indi hanya sesekali menemani, karena Mia menunggi setiap pagi sampai siang di rumah sakit.

Hari itu Monik sedang memasak, Indi membersihkan rumah sambil bersenandung dan bernyanyi pelan. Perasaan keluarga sudah tampak sedikit lega, karena Boy sudah menjalani perawatan dengan hasil yang baik.

Indi berhenti bersenandung ketika seseorang berdehem di depan teras. Rasa malu membuat wajahnya memerah.

“Suaranya bagus,” kata tamu tak diundang itu sambil tersenyum.

Indira terpana. Ia belum pernah mengenal anak muda yang datang, yang dengan sok kenal mengomentari suaranya.

“Selamat pagi,” sapa tamu itu.

“Pagi,” sahut Indi masih dengan wajah merah. Malu dong sedang bernyanyi dikomentari.

“Ini rumah Indira?”

Indi menatap heran.

“Saya Indira.”

“Ya, saya sudah bisa menebaknya, saya sudah tahu Anda adalah Indira.”

Huh, benar kan, sok kenal?

“Bolehkah saya duduk? Saya ingin mengantarkan dompet yang saya temukan.

”Haa, dompet?” pekik Indi tanpa sadar.

“Eh, silakan masuk, mm … tapi saya sedang bersih-bersih.”

“Di teras saja, tidak apa-apa, saya hanya sebentar.”

Indira mempersilakan tamunya duduk dengan berdebar. Benarkan dompetnya ditemukan oleh anak muda berkumis tipis ini?

“Nama saya Azka,” kata si anak muda sambil mengulurkan tangan.

“Saya … saya sudah menyebutkan nama saya kan?”

Azka, laki-laki berkumis tipis itu tertawa pelan.

“Benar,” katanya sambil mengeluarkan sebuah dompet, yang kemudian diulurkannya kepada Indi.

“Ini punya saya,” kata Indi dengan wajah berseri, setelah melihat kartu-kartu dan surat yang ada di dalam masih lengkap.

“Saya menemukannya di jalan, sebenarnya sudah dua hari yang lalu, tapi saya belum sempat membawanya kemari, karena kemudian saya harus bertugas ke luar kota.”

“Tidak apa-apa. Saya harus berterima kasih karena ini surat-surat penting.”

“Apa tadinya di dalam ada uangnya? Yang saya temukan hanya itu. Barangkali penemunya sudah mengambil dan membuang yang tidak berguna baginya.”

“Ada, tidak masalah. Sebenarnya yang hilang bukan hanya dompet ini. Dompet ini ada di dalam tas, ada ponsel saya juga.”

“Oh, begitu? Tapi yang saya temukan hanya ini, dan kebetulan ada alamat di KTP nya. Tentang tasnya, saya tidak menemukannya.”

“Tasnya secara kebetulan saya temukan juga.”

“Jadi yang menemukan tas itu hanya mengambil isinya dan barang berharga yang ada di dalamnya.”

“Iya, biarlah. Yang penting ini,” kata Indi sambil mengacungkan dompetnya.

“Baiklah, kalau begitu saya permisi.”

“Mengapa buru-buru, saya belum membuatkan minum juga.”

“Tidak apa-apa. Saya harus kembali ke kantor. Oh ya, boleh saya minta nomor kontaknya? Barangkali kita bisa berteman.”

Indira tersenyum. Berteman? Mengapa tidak? Indi segera memberikan nomor kontaknya, sebelum Azka pergi.

Berlari-lari kecil Indira menuju dapur, lalu merangkul sang ibu dari belakang, membuat Monik berteriak karena sedang memegang alat penggorengan.

“Ya ampun … Indi … panas nih, kalau minyaknya mengenai kulit ibu bagaimana?”

“Nggak lah Bu, Indi merangkulnya pelan.”

“Lihat nih Bu,” lanjutnya sambil melepaskan rangkulannya, dan mengacungkan dompet yang baru saja diterimanya.

“Heeeiii, ketemu?”

“Ada cowok berkumis yang datang baru saja.”

“Cowok berkumis? Pasti ganteng dong, soalnya kamu senyum-senyum begitu,” goda Monik.

“Ah, ibu. Indi senyum-senyum karena dompet Indi sudah ketemu. Dia yang menemukannya.”

“Dia tadi ke sini, kok ibu nggak dengar kalau ada tamu?”

“Dia buru-buru mau ke kantor, katanya.”

“Ah, syukurlah kalau begitu. Ibu senang. Sudah selesai bersih-bersihnya?”

“Sudah beres dong bu. Sekarang mau bantuin ibu masak. Nanti siang Indi bawa masakan ibu ke mas Boy.”

“Baiklah.”

***

Kurang tiga hari dari acara yang diadakan di kantor Satria, Minar memerlukan datang menemui pak Trimo di pasar. Kecuali kembali menikmati nasi liwet bersama Tegar yang mengantarkannya, Minar juga ingin melunasi berapa harga semua pesanannya.

“Jangan sekarang Bu, nanti saja kalau acaranya sudah selesai.”

“Kenapa tidak sekarang, nanti buat belanja kurang, bagaimana?”

“Tidak, sudah disiapkan semua, lagian belum saya hitung Bu.”

“Nggak apa-apa ya, belum dilunasi sekarang?”

“Nggak apa-apa Bu. Tapi ada yang ingin saya tanyakan. Saya mohon maaf sekali kalau saya lancang.”

“Ada apa Pak?”

“Ini tentang wanita yang bernama Rohana.”

“Bapak tahu?”

“Saya heran ketika non Indi mendengar nama Rohana, lalu kelihatan terkejut dan wajahnya pucat. Maaf sekali lagi Bu, bukan maksud saya merendahkan. Tapi barangkali ada hubungan entah apa dengan Ibu.”

“Oh, iya Pak, nggak apa-apa. Saat ini keluarga kami memang sedang mencari keberadaannya. Terus terang, sebenarnya dia itu ibu mertua saya.”

“Ya Tuhan, benarkah? Maaf Bu, sungguh saya minta maaf.”

“Kami sudah berusaha mencarinya, tapi belum berhasil karena dia tampaknya tidak ingin kembali kepada anak-anaknya. Entah di mana dia sekarang.”

“Bu, saya ingin memberi tahu. Bu Rohana memang kelihatannya ingin menyembunyikan diri. Saya tidak tahu apa sebabnya. Sekarang ini, dia pura-pura menjadi wanita bongkok dan berjalan memakai tongkat, kecuali itu dia juga memakai topi lebar agar tidak terlihat wajahnya. Itu sebabnya sulit orang mengenali dia.”

Gemetar Minar mendengar penuturan pak Trimo.

***

Besok lagi ya.

 

69 comments:

  1. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Salam sehat selalu

    🙏😍

    ReplyDelete

  2. ☘️🌻☘️🌻☘️🌻☘️🌻

    ******************************
    Alhamdulillah......

    *MASIH ADAKAH MAKNA?*

    Sudah hadir makan ini.
    Terima kasih bu Tien, salam SEROJA.

    ******************************

    ☘️🌻☘️🌻☘️🌻☘️🌻

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Alhamdulilah "Masih Adakah Maknanya 13 " sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri

      Delete
  5. Alhamdulillah MAM 13 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien 🙏
    Sugeng ndalu, mugi Ibu & kelg.tansah pinaringan sehat🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Sis
      Sugeng dalu

      Delete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 13, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete

  8. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~13 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah cerbung M A M makin bikin pinisirin 👍🌷🌹💐
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏

    ReplyDelete
  10. 🌺🪻🌺🪻🌺🪻🌺🪻
    Alhamdulillah 🙏🦋
    eMAaeM_13 sdh tayang.
    Matur nuwun nggih,
    doaku smoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia.
    Aamiin. Salam seroja. 😍
    🌺🪻🌺🪻🌺🪻🌺🪻

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah MAM 13 sdh hadir. Matur nuwun bu Tien yg baik. Salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  13. Selamat ya Indira... ada kenalan baru. Tidak usah marah lagi kepada Mia, biar kita berjalan di jalan kita sendiri".
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 13* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Aduh ....kepengin nya terus mbaca dan mbaca....tpi sayang tunggu besok lagi...hati penasaran bgt nih siapa cowo berkumis .....dan bagaimana siRohana bisa ketemu gak ya sama Minar
    Mks bun.... selamat malam....salam sehat tetap semangat

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, eMAeM 13 telah tayang.
    Matur nuwun bunda Tien.
    Selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin ..

    ReplyDelete
  17. Hehe...kapan ya Rohana bisa ketemu keluarganya...pasti Satria mau mengganti uang pak Trimo yg dicuri Rohana.😀

    Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  18. Dasar Rohana keras kepala, sengaja membuang foto yang disebar dan menyampaikan jadi wanita tua yang bungkus agar tidak diketahui keluarga nya tapi kedok nya sudah ketahuan, sebentar lagi pasti ketemu.... Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii...

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu...

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah... Terimakasih mbakyu sehat selalu...

    ReplyDelete
  21. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 13 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin


    Nenek Rohana berjalan pake topi dan tongkat berpura pura jadi bongkok, biar mirip s Bongkok dari Notre Dame 😁 tapi kelakuan nya seperti Nenek Lampir, suka ambil barang, bukan hak milik nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  22. Alhamdulillaah,matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Duh yg baru pertama melihat cowok ganteng berkumis, langsung galau ya Indi 😁

    ReplyDelete
  23. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam hangat, semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah " Masih Adakah Makna-13 sdh hadir.
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin.
    Salam Aduhai

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 13

  MASIH ADAKAH MAKNA  13 (Tien Kumalasari)     Binar termenung mendengar kata-kata ayahnya. Benarkah Rohana adalah keluarga Tegar? “Bapak ti...