Friday, September 27, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 14

 MASIH ADAKAH MAKNA  14

(Tien Kumalasari)

 

Minar terpana. Beberapa saat lamanya tak mampu berkata-kata. Tampaknya pak Trimo mengetahui banyak hal tentang ibu mertuanya. Padahal bertahun-tahun tak pernah menyapa apalagi menemui anak-anaknya.

Ada rasa menyesal dan miris juga mengingat sang mertua ini. Harta yang bernilai milyard an, lenyap entah kemana, dan sang ibu mertua yang angkuh memilih menyusuri jalanan dan orang menyebutnya peminta-minta.

Ia bahkan menyamar menjadi perempuan bongkok, dan memakai topi untuk menutupi wajahnya? Pantas saja tak ada yang bisa mengenalinya.

Pak Trimo yang merasa tidak enak, lagi-lagi mengucapkan maaf.

Barangkali nyonya kaya yang duduk didepannya tersinggung, karena dirinya tahu bahwa mertuanya adalah ibu Rohana, perempuan jalanan yang tak punya tempat tinggal, dan dia pernah menyebutnya peminta-minta.

“Bu Minar … saya … sungguh saya minta maaf,” katanya pelan.

“Tidak apa-apa Pak, kenyataannya beliau memang ibu mertua saya. Baik dan buruknya biarlah saya juga ikut menyandangnya. Hanya saja begitu susahnya mengajak beliau pulang ke rumah.”

“Saya juga tidak mengerti, mengapa dia memilih jalan seperti itu.”

“Bagaimanapun saya berterima kasih, karena pak Trimo sudah mengatakan tentang penampilan ibu saya sekarang. Jadi dia pura-pura bongkok, dan selalu memakai topi lebar?”

“Iya Bu, dan memakai tongkat penyangga tubuhnya. Semoga keluarga ibu bisa segera menemukannya dan mengajaknya pulang.”

“Iya pak Trimo, dan kalau kebetulan Bapak atau Binari melihatnya, tolong beri tahu kami ya. Ah, tapi maaf, pak Trimo tidak punya ponsel ya?”

“Tidak punya Bu, untuk apa? Saya tidak pernah berhubungan dengan siapapun melalui yang namanya ponsel.”

“Tapi di jaman sekarang, ponsel itu penting lho Pak, kalau ada keperluan mendadak, bisa berhubungan langsung tanpa harus tatap muka.”

“Iya sih sebenarnya. Tapi ya nggak apa-apa Bu, besok-besok saja kalau sudah punya uang lebih. Sekarang ini kan saya baru fokus mau menyekolahkan Binari ke jenjang yang lebih tinggi.”

“Oh iya Pak, semoga berhasil. Seneng punya anak pintar.”

Minar hanya membayar makanan yang dimakan bersama Tegar, karena pak Trimo belum menghitung berapa persisnya harga pesanan itu. Tapi Minar sedikit merasa lega, mendapat keterangan tentang penampilan ibu mertuanya sekarang.

Ia berharap dengan ciri-ciri tersebut, akan lebih mudah bagi keluarganya untuk membawa pulang sang ibu mertua.

***

Berita tentang penampilan Rohana sekarang, sudah diterima oleh dua keluarga, yaitu anak-anak Rohana. Satria dan Tomy. Mereka melaporkan ke polisi sebagai laporan tambahan, kecuali itu kedua keluarga itu juga mulai memasang mata setiap pergi kemanapun, berharap bertemu wanita berjalan terbungkuk-bungkuk, memakai tongkat dan topi lebar.

Sementara itu, di rumah sakit, Boy masih harus berbaring. Kecuali kakinya belum bisa menapak, gegar otaknya juga memerlukan perawatan intensif. Mia yang selama tiga hari menungguinya hanya  sampai siang, karena dia harus bekerja, merasa lega, wajah Boy sudah tidak sepucat pada awalnya.

“Kamu selalu menunggui aku, apa tidak capek?” tanya Boy.

Tapi dengan tersenyum manis, Mia menggelengkan kepalanya. Siang itu dia sudah menyuapi Boy makan. Sebentar lagi dia pulang.

“Mengapa bersusah payah untuk aku?”

“Cari sendiri jawabnya,” kata Mia sambil tersenyum.

“Kamu tahu, mengapa aku menyeberang jalan dengan tergesa-gesa? Aku kangen sama kamu.”

Ucapan Boy membuat wajah Mia memerah.

“Benarkah?”

“Belah dong dadaku, kalau kamu nggak percaya?”

“Iih, masa membelah dada mas Boy. Kasihan dong.”

“Supaya kamu tahu isi hatiku, kan?”

“Aku sudah tahu kok.”

“Masa? Dari mana kamu tahu?”

“Dari ….. apa ya … mungkin perasaan aku yang bicara, tapi aku nggak mau mengatakannya.”

Satria tersenyum mendengar jawaban Mia yang seakan menyembunyikan perasaannya.

“Mia, lama sekali kita tidak bertemu, padahal kita tinggal di satu kota.”

“Satu kota tapi jauh. Lagian aku baru akan mengambil S2, tapi ada kendalanya, ketika ibuku harus mengajak aku pindah ke Bandung.”

“Kamu di Bandung?”

“Sudah setahun ini. Tapi kemudian aku menjadi asisten dosen di sebuah universitas. Oh ya, aku sering ketemu Tegar lhoh.”

“Iya, Tegar sudah mengatakannya.”

“Baiklah, kita sudah lama berbincang, sejak tadi, bahkan menunggui mas sejak pagi, Mas tertidurpun aku masih di sini, sekarang aku pamit. Sebentar lagi Indi akan datang, dia judes kalau sama aku.”

Boy tertawa.

“Jangan diambil hati, dia itu hanya mulutnya yang judes, tapi hatinya baik kok.”

“Iya, aku tahu. Kelewat dimanja sama kakaknya, soalnya.”

“Mungkin iya. Ya sudah, kamu boleh pulang, hati-hati di jalan ya.”

Ketika Mia belum sampai di pintu, Indi datang sambil membawakan kakaknya makanan. Hari itu Indi juga membawakan es krim seperti dipesan kakaknya, tapi diam-diam saja. Takut kena marah ayah dan ibunya kalau sampai ketahuan.

Melihat Mia sudah mau pulang, Indi tersenyum tipis.

“Indi, aku mau pulang dulu ya, mas Boy sudah makan tadi.”

“Syukurlah, aku jadi tidak punya pekerjaan,” katanya sambil melenggang mendekati kakaknya.

Mia tersenyum.

“Hayoo, itu bawa apa?” tegur Mia ketika melihat Indi membawa sesuatu, tapi dari keresek yang dibawanya, ia tahu bahwa itu es krim.

Indi meletakkan jari telunjuknya ke bibir.

“Sssst.”

“Eh, tanya dulu sama dokternya, boleh nggak mas Boy makan es krim?”

“Nggak apa-apa. Kan cuma es krim. Mas Boy yang pesan kok.”

“O, mas Boy tuh. Ketahuan dokternya kena marah lhoh.”

Tapi sambil meninggalkan senyuman Mia kemudian meninggalkan ruangan.

“Mana es krimnya?” tanya Boy serasa tak sabar.

“Tapi katanya nggak boleh tuh.”

“Siapa yang bilang?”

“Dia tuh,” katanya sambil mulutnya monyong ke arah pintu, sementara Mia sudah pergi dan tak kelihatan bayangannya lagi.

“Nggak apa-apa, sudah lama aku tidak makan es krim.”

“Sudah gede, sudah punya pacar juga, masih suka es krim.”

“Kamu juga kan?” ledek Boy.

Indi tersenyum. Ia mengambil kotak es krim yang dibawanya, menyendok untuk kakaknya di sebuah mangkuk kecil, kemudian menyuapkannya kepada kakaknya.

“Kok kamu juga makan es krimnya?” tegur Boy ketika melihat Indi menyendok untuk dirinya sendiri berkali-kali.

“Pengin.”

“Perasaan lebih banyak kamu yang menyendok, daripada aku.”

“Iih, pelit amat sih, masih banyak tuh. Nanti kamu bisa menghabiskannya sendirian.”

“Oh ya, kemarin om Satria dan ibu Minar bercerita tentang nenek Rohana.”

“Iya, tasku ketemu, nggak tahu bagaimana, yang membawa kok bisa nenek Rohana.”

“Ibu Minar juga bercerita tentang itu.”

“Tapi ada yang kamu belum tahu. Dompet aku juga sudah ketemu.”

“Benarkah?”

“Tadi pagi seseorang mengantarkannya ke rumah. Dia menemukannya dipinggir jalan. Aku sangat berterima kasih sekali.”

“Syukurlah, jadi aku tidak harus mendengar kamu uring-uringan kalau bicara tentang dompet. Tapi duitnya masih utuh?”

“Ya enggak, surat-suratnya yang masih utuh. Dia orang baik, pasti bukan dia yang mengambil uangnya. Tampaknya yang menemukan tas aku, mengambil uang dan ponsel, kemudian membuang dompetnya di sembarang tempat. Tapi tas itu kan ditemukan nenek Rohana. Apa mungkin nenek Rohana yang mengambil uang dan dompetku?”

“Ibu bilang, katanya nenek Rohana dikasih sama orang kaya.”

“Tapi mulai sekarang kita harus mengawasi kiri kanan kalau lagi jalan. Siapa tahu ketemu nenek bongkok, pakai tongkat dan pakai topi lebar.”

“Iya benar. Prihatin sekali mendengar cerita tentang nenek. Sungguh susah mengajaknya pulang kepada anak-anaknya. Semoga nenek tidak melakukan hal-hal buruk.”

“Aamiin. Eh, Mas tahu nggak, yang menemukan dompet aku itu ganteng lhoh.”

“Tuh, kan. Makanya sejak kamu datang senyum-senyum terus, rupanya ketemu cowok ganteng?”

“Cuma kenal sekilas. Kelihatannya juga dia lebih muda dari aku.”

“Darimana kamu tahu?”

“Kelihatan, seperti masih imut, begitu.”

“Nggak apa-apa, jatuh cinta kepada yang lebih muda itu juga bukan dosa.”

“Enak aja, siapa yang jatuh cinta. Ketemu juga baru tadi.”

“Tapi sinar matamu ketika bercerita itu kelihatan kalau kamu suka.”

“Suka sih, tapi bukan cinta. Suka karena dia kelihatannya lucu, dan baik.”

“Lucu? Dia melawak?”

“Bukan?” Indi terkekeh.

Lalu Indi menceritakan ketika dia lagi bersih-bersih rumah sambil bernyanyi, lalu Azka muncul. Dan memuji suaranya bagus.

“Lucu kan?”

“Kamu senang dipuji suara kamu bagus? Suara gembreng saja, bagus?”

“Iih, jahat kamu. Ya sudah, aku nggak mau nyuapin es krim lagi,” kata Indi sambil menjauh.

“Eittt! Nggak, maaf, aku kan suka bercanda.”

“Ya sudah, cepet habiskan ini, keburu bapak datang, kena marah, kapok.”

“Ada apa kalau bapak datang?” tiba-tiba Tomy muncul, membuat keduanya terkejut.

“Eeh, ada Bapak,” kata Indi sambil membawa kotak es krimnya, ke arah kulkas.

“Ada apa sih? O, bapak tahu, kamu makan es krim?”

“Pengin Pak, cuma sedikit kok,” kata Boy tersipu.

“Kamu itu lagi dalam perawatan. Jangan makan sembarangan.”

“Cuma sedikit. Lagian es krim bukan racun kan?”

“Kalau dikasih tahu ngeyel. Pokoknya nggak boleh, nanti tanya dulu sama dokternya, baru boleh dimakan,” tandas Tomy.

“Iya.”

“Kamu kenapa bawain kakakmu es krim?”

“Mas Boy yang minta. Kasihan kan?”

“Bilang saja kamu juga mau.” omel Tomy.

“Maaf Pak. Nggak tega mendengar mas Boy merengek-rengek.”

“Eh, siapa yang merengek?”

“Sudah, kamu itu lagi sakit, nggak di rumah, nggak di rumah sakit sama saja.”

“Nggak Pak, kami nggak berantem, cuma bercanda. Supaya mas Boy nggak merintih-rintih kesakitan terus.”

“Memangnya kamu masih merasakan sakit Boy?”

“Kadang-kadang pusing, dan bekas operasi kadang-kadang juga ngilu.”

“Kamu harus sabar. Dokter sudah menangani dengan baik. Paling sehari dua hari kamu sudah sembuh.”

“Aamiin,” kata Indi.

“Kok Bapak sendirian? Mana ibu?”

“Bapak dari kantor, langsung kemari, nanti sore bapak sama ibumu.”

“Bapak tidak usah tidur di sini, Boy nggak apa-apa sendiri.”

“Kita lihat saja nanti. Kalau kamu masih merasa sakit, Bapak masih akan tetap tidur di sini.”

***

Siang itu Tegar mau berangkat ke kampus. Ada kelas siang hari itu. Tiba-tiba sang ibu mendekat.

“Tegar, kamu kan punya ponsel yang kamu sudah bosan, dan kamu bilang rusak, ternyata kata bapak masih bagus?”

“Iya, kenapa? Kan bapak yang menyimpan?”

“Oh, disimpan bapak ya?”

“Disimpan atau nggak tahu di kemanakan, tapi ketika bapak beli yang baru untuk Tegar, Ponsel itu diminta bapak.”

“Iya, ibu ingat. Malah bapak bilang kalau masih baik kan? Dasar kamu, mau minta yang baru saja buat alasan ponsel rusak.”

“Memang agak nggak enak dipakainya Bu. Memangnya kenapa?”

“Ibu ingin memberikan ponsel itu untuk pak Trimo. Bagaimana?”

“Untuk Binar saja Bu, pak Trimo nanti nggak bisa mengoperasikannya.”

“Sembarangan kamu, memangnya orang tua tidak bisa mengoperasikan ponsel?”

“Kan lebih baik diberikan yang muda, kalau perlu pak Trimo bisa memakainya, tapi harus diajarkan dulu.”

“Ya sudah, nanti gampang.”

“Ibu tanyakan dulu pada bapak, masih ada nggak,” kata Tegar sambil berjalan ke arah motornya.

“Baiklah. Ibu tanyakan.”

“Nanti biar Tegar yang memberikannya.”

“Maksud ibu, mau ibu berikan besok kalau ada acara di kantor bapak.”

“Ya, kalau begitu nanti Tegar juga ingin membantu mengatur makanannya,” katanya sambil nyengir, kemudian berlalu, sebelum sang ibu mengomelinya.

“Dasar, anak itu. Apa benar, dia suka sama Binari?”

***

Hari itu Azka baru keluar dari kantor. Hari sudah agak sore, karena pekerjaan begitu menumpuk. Azka memang masih muda, tapi dia pekerja keras, dan juga pintar. Ia menempuh gelar sarjana ekonomi dalam empat tahun, dan sedang bersiap untuk menempuh S2 nya, hanya saja sang ayah membebaninya dengan pekerjaan di kantor. Maklumlah, dia anak tunggal dan kakeknya yang sudah meninggal mempercayakan perusahaan itu untuk dikelola ayahnya, yang kemudian meminta agar Azka bisa memahami cara mengemudikan sebuah bisnis begitu gelar sarjana didapatkannya.

Ia harus mampir di sebuah toko buku sepulang dari kantor, karena Azka juga seorang kutu buku. Ia membaca banyak pengetahuan tentang bisnis yang diharapkan bisa memajukan perusahaannya.

Ketika keluar dari toko buku, ia melihat seorang wanita tua, sedang mengelap kaca mobilnya. Azka membiarkannya, kemudian memberinya sejumlah uang. Begitu duduk, Azka teringat akan menelpon Indira. Maka diangkatnya ponselnya, dan diputarnya nomor kontak Indira. Besok kan hari Minggu, siapa tahu dia bisa berkunjung ke rumahnya. Tapi tiba-tiba wanita tua itu tak mau pergi, tangannya mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil. Azka membukanya dengan heran. Wanita itu menunjuk kain lapnya yang terjepit di pintu mobil.

“Oh, maaf ya Bu,” lalu Azka membiarkan wanita itu mengambil lapnya setelah membuka pintunya. Tiba-tiba ia seperti pernah melihat wajah seperti wanita itu, di sebuah koran yang dibacanya pagi tadi. Ia membuka lagi pintu mobilnya untuk mencari-cari, tapi wanita itu sudah tak kelihatan batang hidungnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

35 comments:

  1. Alhamdulillah....
    Episode 14 eMaAeM sdh ditayangkan.....
    Matur nuwun, bu Tien.....

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Salam sehat selalu

    🙏😍

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, maturnuwun Bunda Tien

    ReplyDelete
  6. 🎍🎋🎍🎋🎍🎋🎍🎋
    Alhamdulillah 🙏🤩
    eMAaeM_14 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍
    🎍🎋🎍🎋🎍🎋🎍🎋

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah cerbung M A M makin bikin pinisirin 👍🌷🌹💐
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete

  9. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 14* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete

  10. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~14 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan tetap sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  11. Maturnuwun Bu Tien .... semoga sehst selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 14, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun bu Tien yg baik. MAM sdh tayang. Rupanya Rohana hampir ditemukan jati dirinya.
    Wah Kakek Habi lajuu

    ReplyDelete
  14. Mks bun MAM 14sdh tayang.....selamat mlm bun smg sehat" selalu n bahagia bersama klrg tercinta

    ReplyDelete
  15. Yaah...kenapa pak Trimo nggak cerita aja bahwa dia jg kehilangan uang tabungannya yg di kolong? Gemes....😀

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sayang, sehat selalu ya...🙏🙏🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun jeng Tien , salam sehat , aku nguler kambang wae

    ReplyDelete
  17. Makin seru ceritanya mbak Tien...ngk sabar nunggu episode berikutnya...

    ReplyDelete
  18. Ada tiga pasangan nih... Boy-Mia, Indi-Azka, Satria-Binar. Bakalan seru kalo nikahnya bersama.
    Rohana mulai terdeteksi oleh keluarga, akan maukah hidup bersama anak cucunya..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulilah "Masih Adakah Maknanya 13 " sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

    ReplyDelete
  20. Sebentar lagi Rohana ketemu keluarga nya... maukah Rohana berkumpul dengan anak cucunya? Terimakasih bunda Tien, sehat selalu, bahagia selalu dan aduhaiii...

    ReplyDelete
  21. Sebentar lagi Rohana ketemu keluarga nya... maukah Rohana berkumpul dengan anak cucunya? Terimakasih bunda Tien, sehat selalu, bahagia selalu dan aduhaiii...

    ReplyDelete
  22. Mungkinkah wanita tua itu Rohana? Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, kami tunggu kelanjutanya, semoga Bunda sehat selalu Aamiin

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Masih adakah makna sdh tayang
    Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
    Salam berbahagia n aduhai

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien 🙏🌷🩷
    Selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin 🤲

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  26. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 14 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Nenek Rohana berpenampilan si Bongkok, datang tak di undang...mengelap bersih kaca mobil nya Azka. Setelah di kasih uang, pergi tanpa kesan. Azka heran, nenek Rohana cepat berlalu..😁😁

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 14

  MASIH ADAKAH MAKNA  14 (Tien Kumalasari)   Minar terpana. Beberapa saat lamanya tak mampu berkata-kata. Tampaknya pak Trimo mengetahui ban...