MASIH ADAKAH MAKNA 11
(Tien Kumalasari)
Binari tertegun. Di depannya, berdiri sosok wanita tua yang beberapa kali datang ke rumahnya. Ia sudah senang karena lama sekali tidak muncul. Mengapa malam-malam begini datang lagi. Binari sudah memasang wajah suram.
“Binari, aku datang tidak ingin apapun. Aku sudah makan dan kenyang. Kalau aku ingin tidur, ya tidur di terasmu ini, tidak apa-apa."
“Ibu mau tidur di sini?”
“Itu gampang. Tapi kedatangan aku ini ingin menawarkan sesuatu sama kamu.”
“Menawarkan apa Bu?”
Rohana mengeluarkan tas tangan yang semula tersembunyi di balik baju.
“Ini, ada orang memberi ini, tapi aku tidak butuh. Kamu anak muda, pasti pantas memakai tas cantik ini.”
Binari menatap tas yang dibawa Rohana. Tas agak kecil yang cantik, berwarna merah marun. Menarik sih, tapi Binari bukan seseorang yang suka membeli barang-barang tak berguna. Baginya, tas tangan sangat tidak berguna. Untuk apa, dia tidak pernah pergi ke mana-mana.
“Bagaimana? Cantik kan? Cocok kalau kamu yang memakainya.”
“Tidak Bu, saya tidak memerlukan tas begituan.”
“Sayang sekali Binar, padahal ini tas mahal.”
“Apalagi mahal.”
“Tapi untuk kamu tidak mahal. Asalkan cukup untuk aku makan beberapa hari, tidak masalah.”
Mendengar perkataan untuk makan itu, hati Binari sedikit tergerak. Dia kesal, tapi kalau melihat orang kelaparan, dia sungguh tak tega.
“Ada apa?” pak Trimo yang mendengar anaknya berbicara dengan seseorang lalu keluar. Dilihatnya Rohana sedang memegang tas kecil. Ia mendengar Rohana mau menjualnya.
“Dari mana ibu mendapat tas itu?” tanya pak Trimo curiga.
“Ya ampuun, jangan bilang ini aku dapat dari mencuri. Aku benar-benar dikasih orang.”
“Tasnya bagus, mengapa dikasihkan ibu?”
“Dia orang kaya. Mengapa tidak boleh memberi barang bagus untuk orang miskin seperti aku? Tapi aku butuh makan, tidak butuh barang. Orang kaya itu tidak memikirkannya. Tolong belilah, aku butuh makan untuk sehari dua hari saja. Masa aku akan makan tas ini?”
“Berapa ibu mau menjualnya? Ibu tahu, kami orang miskin, lagi pula belum lama ini kami kehilangan uang yang tidak sedikit.”
“Yaa? Kehilangan? Kasihan. Di mana naruh uangnya? Bukankah sampeyan suka menyimpan uang di kolong dan tidak akan ada orang yang tahu?”
Pak Trimo dan Binari terkejut. Dari mana Rohana tahu kalau dirinya menyimpan uang di kolong ?
“Kok ibu tahu kalau kami menyimpan uang di kolong?” tanya pak Trimo penuh selidik.
“Apa kalian tidak menceritakannya?”
“Kami tidak pernah cerita ke siapapun. Aneh kalau ibu tahu.”
“Ah, ya … barangkali aku mendengar saat kalian berbicara tentang simpanan di kolong itu. Ya sudah, jangan dipikirkan, aku mau pergi saja. Nah, Binari, ini buat kamu saja,” kata Rohana sambil memberikan tas itu kepada Binari, kemudian bergegas pergi.
“Bu, jangan Bu … saya nggak mau,” Binari mengejarnya, tapi Rohana melangkah lebih cepat. Binari kembali ke rumah sambil membawa tas yang ditinggalkan begitu saja oleh Rohana, padahal semula ia ingin menjualnya.
“Aneh sekali orang itu.”
“Sangat aneh. Tiba-tiba tas ini yang tadinya mau dijual, diberikan begitu saja pada Binar.”
“Yang lebih aneh, bagaimana dia tahu tentang simpanan uang di kolong itu.”
“Apa yang Bapak pikirkan?”
“Jangan-jangan ….”
“Dia yang mengambil uang Bapak?"
“Hanya dia orang asing yang pernah datang kemari, dan dia tahu di mana letak penyimpanan uang itu. Tapi susah menuduhnya, kita kan tidak punya bukti?”
“Hampir pasti dia yang mencuri.”
“Bagaimana caranya dia masuk? Apa kamu melihat dia datang kemari saat kita kehilangan?”
“Tidak. Dia lama tidak kemari. Binar tidak pernah melihatnya. Tapi entahlah kalau dia bisa menyelinap sehingga kita tidak tahu bahwa dia masuk ke rumah.”
“Oh iya Pak, Binari lupa cerita, dan tadi juga lupa mengatakannya pada bu Rohana.”
“Tentang apa?”
“Binari melihat banyak foto-foto bu Rohana di pasang di mana-mana.”
“Kenapa?”
“Dia ternyata punya keluarga, keluarganya itulah yang mengharap bu Rohana pulang. Tapi apa dia tidak membaca atau melihat gambar itu ya?”
“Tadi kamu tidak mengatakannya.”
“Binari lupa, tapi masa dia tidak melihatnya? Gambarnya ada di mana-mana. Tapi tadi yang di dekat sekolah sudah tidak ada. Siapa sebenarnya dia ya Pak?”
“Entahlah. Mengapa dia memilih hidup di jalanan. Ah, tapi aku jadi hampir yakin kalau dia yang mengambil uang kita.”
“Kita lapor ke polisi saja Pak?”
“Nggak usah. Tidak ada gunanya. Kita orang miskin, nanti akan banyak urusan, aku malah tidak bisa bekerja kalau harus berurusan dengan yang berwajib. Kita juga tidak punya buktinya. Sudah susah, uang kita tidak akan kembali.”
“Lalu bagaimana dengan tas ini pak?”
“Besok bapak bawa berjualan saja. Siapa tahu wanita itu lewat, nanti aku paksa dia untuk menerimanya kembali.”
“Baiklah kalau begitu. Sekarang benar-benar sudah malam. Sebaiknya kita tidur.”
***
Malam itu di ruang rawat Boy agak banyak orang. Mia masih di sana, lalu keluarga Satria datang. Mereka sibuk menanyakan apa yang telah terjadi, lalu dengan semangat menggebu Indi menceritakan semuanya, dan tentu saja ceritanya condong menyalahkan Mia yang memanggil Boy dari seberang jalan.
Semuanya hanya tersenyum, tapi Monik menepuk bahu Mia, dan memintanya agar Mia tidak tersinggung.
“Tidak apa-apa Bu, memang Mia bersalah karena membuat mas Boy menyeberang jalan tiba-tiba.”
“Semua itu kecelakaan. Tidak ada yang sengaja. Yang penting, marilah kita berharap agar Boy segera pulih dan sehat kembali,” kata Tomy yang tidak ingin masalah itu diperpanjang.
Tegar mendekati Indi, setelah mengungkapkan rasa prihatin kepada Boy atas terjadinya kecelakaan itu.
“Mengapa cemberut? Jelek lhoh. Senyum dong, biar cantik.” goda Tegar.
“Memangnya aku ini nggak cantik?”
“Iya, cantik. Maksudnya biar tambah cantik, jangan cemberut.”
“Aku tuh sedih mas Boy kecelakaan. Lalu aku juga sedih, tas aku hilang dalam peristiwa itu.”
“Tas? Kok bisa? Ada copet?”
“Bukan. Ketika aku panik melihat mas Boy tertabrak mobil, aku lupa apakah tasku terjatuh di sekitar tempat itu. Aku ingat setelah sampai di rumah sakit.”
“Tanyakan orang-orang yang ada di sana ketika itu dong.”
Mia sudah bertanya pada polisi yang masih ada di tempat kejadian, katanya nggak ada tas berwarna merah maroon seperti punya aku.”
“Uangnya banyak?”
“Uangnya nggak seberapa, tapi ponselku ada di sana, dompet, surat-surat penting.”
“Seperti aku yang pernah kehilangan dompet. Tapi untungnya ditemukan oleh orang baik. Dompet itu awalnya diantarkan ke rumah, tapi waktu itu rumah kosong. Dia berpesan agar aku mengambil di alamatnya. Dan dompet itu sudah kembali, utuh.”
“Semoga ada orang yang mengembalikannya, utuh seperti punyamu.”
“Aamiin.”
“Padahal tas itu masih baru, agak mahal sih, itu hadiah dari ibu waktu aku ulang tahun,” kata Indi penuh sesal.
“Tidak usah sedih, nanti ibu belikan lagi yang baru. Juga ponselmu yang hilang,” kata Monik berusaha menyenangkan Indi.
“Bener ya Bu, yang warnanya sama. Merah maroon, itu kesukaan Indi.”
“Iya. Sudah, jangan dipikirkan lagi.”
“Surat-suratnya itu,” sesal Indi.
“Nanti aku ganti suratnya,” canda Tegar.
“Surat apa memang? Itu surat-surat penting.”
“Surat cinta dong,” kata Tegar yang kemudian tertawa ngakak.
“Dasar kamu tuh. Masa sama sepupu cinta-cintaan?” pekik Indi sambil memukul lengan Tegar.
“Bercanda. Aku juga nggak mau jatuh cinta sama gadis galak kayak kamu.”
“Sudah bercandanya. Nanti Boy nggak bisa tidur gara-gara kalian brisik,” kata Minar.
***
Pagi hari itu Minar memasak setup makaroni. Ia membuatnya, untuk dikirimkan ke rumah sakit. Ia memanggil Tegar, yang dikiranya sudah berangkat ke kampus.
Tegar beranjak ke ruang makan, melihat sang ibu sedang memasukkan setup makaroni ke dalam rantang.
“Ibu kira kamu sudah berangkat ke kampus.”
“Hari ini Tegar tidak ke kampus. Bukankah nanti mau mengantar ibu ke pasar untuk ketemu pak Trimo?”
“Oh, ya sudah kalau kamu tidak lupa.”
“Pagi ini Tegar mau menemui Binari dulu untuk menanyakan posisi pak Trimo mangkal. Nanti keburu dia berangkat ke sekolah.”
“Ya sudah, berangkatlah, sekalian ke rumah sakit ya, bawa ini untuk Boy. Sudah ibu masakin.”
“Ya sudah, lalu ibu siap-siap ya, kita langsung ke pasar.”
“Iya, jangan khawatir. Ibu segera mandi dan begitu kamu datang kita langsung berangkat. Ibu juga sekalian mau belanja.”
“Baiklah, Tegar berangkat dulu ya.”
“Hati-hati”.
Tegar memacu sepeda motornya, dan ia terlambat sedikit karena ia melihat Binari sudah naik ojol. Tak kurang akal, Tegar mengejarnya, dan mereka berhenti hampir bersamaan di depan sekolah Binari.
Begitu turun dari ojol Binari terkejut melihat Tegar.
“Mas Tegar kok ada di sini?”
“Aku mengikuti kamu, ketika kamu sudah terlanjur naik ojol.”
“Kenapa sih? Mas Tegar kayak nggak punya kerjaan saja, mengikuti orang mau berangkat ke sekolah.”
“Eh, kerjaanku banyak, tahu,” kata Tegar kesal merasa di olok-olok gadis ekor kuda itu.
Binari tertawa.
“Lalu kenapa kemari?”
“Ibuku mau ketemu pak Trimo.”
“Ketemu ayahku?”
“Mau pesan nasi liwet untuk acara di kantor bapak.”
“Oh, begitu” Kenapa tidak ke rumah?”
“Ini mau ke pasar saja, makanya aku mengikuti kamu. Ibu sama aku mau ke pasar, sekalian belanja.”
“Oh, baiklah, kalau begitu.”
Tegar segera meninggalkan sekolahan itu setelah Binari memasuki halaman sekolah, dan menatap ekor kuda itu sambil tersenyum-senyum.
***
Hari masih pagi, tapi di rumah sakit itu Indi sudah ada di sana.Rupanya ia menggantikan ayahnya yang semalam tidur di rumah sakit menemani anaknya.
“Masih pagi, sudah bangun?”
“Aku tuh selalu bangun subuh, tahu,” kata Indi.
“Tegar, pagi-pagi sudah sampai kemari?” tanya Boy.
“Ini, ibu masak setup makaroni untuk kamu.”
Boy tampak tersenyum senang.
“Ibu Minar selalu mengerti apa yang aku sukai.”
“Mau makan sekarang Mas? Aku suapin ya?” tanya Indi.
“Ya, aku mau.”
Indi dengan semangat menyuapi kakaknya, karena Boy makan begitu lahap.
Baru separuh mangkuk, tiba-tiba terdengar sapa nyaring.
“Selamat pagi.”
Indi menoleh, dan sedikit kesal melihat Mia datang membawa rantang.
“Lagi makan ya? Ini aku bawakan bubur untuk mas Boy,” kata Mia.
“Mas Boy sudah makan setup makaroni dari ibu MInar nih.”
“Oh, terlambat aku rupanya,” jawab Mia sambil tersenyum.
“Nanti aku juga mau buburnya kok,” kata Boy yang tak ingin membuat Mia kecewa.
“Ini setupnya bagaimana?” kata Indi.
“Nanti aku makan lagi, sekarang makan buburnya dulu.”
Indi tentu saja merengut. Ia meletakkan mangkuk berisi setup makaruni yang tinggal separuh.
“Tuh, mas Boy mau makan bubur,” katanya pada Mia.
“Mas, aku mau pulang dulu ya, sudah ada dua gadis cantik yang menemani," kata Tegar.
“Mengapa buru-buru?”
“Mau mengantar ibu belanja ke pasar.”
“Aku ikut kamu saja,” kata Indi tiba-tiba.
“Ikut aku? Aku mau belanja sama ibu.”
“Nggak apa-apa, aku ikut belanja sama ibu Minar. Mas Boy kan sudah ada yang menemani,” kata Indi sambil mendekati Boy.
“Mas aku ke pasar dulu ya. Makan buburnya yang banyak,” kata Indi sambil melirik ke arah Mia.
“Nanti kemari lagi kan?” tanya Boy.
“Iya. Lagi pengin belanja sama ibu Minar. Mas mau dibelikan apa?”
“Terserah kamu saja.”
Indi menarik tangan Tegar, keluar dari ruangan. Tegar hanya tersenyum. Ia tahu, Indi hanya ingin menghindari Mia.
***
Minar senang, Indi ikut bersamanya ke pasar.
“Kamu sudah sarapan? Nanti kita makan nasi liwet ya,” kata Minar dalam perjalanan ke pasar.
Indi yang duduk di samping kemudi, mengangguk senang.
“Iya, lama sekali Indi nggak makan nasi liwet.”
“Itu tempatnya, sudah kelihatan.”
Mobil diparkir sangat dekat dengan tempat di mana pak Trimo menggelar dagangannya.
Mereka segera menuju ke arah warung itu, lalu duduk di bangku yang disediakan.
“Pak Trimo ya?” sapa Tegar.
“Seperti pernah melihat wajah anak muda ini ya,” gumam pak Trimo.
“Saya Tegar, yang dulu dompet saya hilang dan ditemukan oleh Binari.”
“Oh, ya ampuun. Angin apa yang membawa nak Tegar kemari.”
“Kami mau makan nasi liwet dulu Pak,” kata Minar ramah.
Ketika Minar dan Tegar beramah tamah, Indi menatap ke arah sebuah benda yang digantungkan di belakang pak Trimo. Sebuah tas berwarna merah maroon, dan itu seperti miliknya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteeMAaMa 11...telah tayang
Matur sembah nuwun Mbak Tien
Tetap sehat..Tetap semangaat .πͺπ
Salam ADUHAI..dari Bandung
ππππΉ
ππ»ππ»ππ»ππ»
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
eMAaeM_11 sdh tayang.
Matur nuwun nggih,
doaku smoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia.
Aamiin. Salam seroja. π
ππ»ππ»ππ»ππ»
Trmksh mb Tien
ReplyDelete☘️πΉ☘️π☘️πΉ☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah. ....
Terimakasih bu Tien, eMaAeM_11 malam ini sudah tayang ........
Ketemu dech dompet Indi....
Bakal rame besuk.... di episode 12.....
Tetap sehat bu Tien.....
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah "Masih Adakah Maknanya 11 " sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun πππ·π·π©·π©·
DeleteAlhamdulillah MAM 11 sdh terbit. Matur nuwun Bu Tien π
ReplyDeleteSugeng ndalu, mugi Ibu & kelg.tansah pinaringan sehatπ
Waduh indi ngliat tas nya sendiri....gimana ya reaksi pak trimo dan semua orang" disitu ya....tunggu saja besok yaaaa
ReplyDeleteMks bun MAM 11 dah tayang....met sore menjelang malam bun
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang
ReplyDeleteMatur nuwun , terus berkarya , semoga selalu sehat
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah .... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah matur nuwun bunda, selalu sehat utk bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..ππ
Sehat selalu kagem bunda..π€²π€²
Alhamdulillah.
ReplyDeleteKetemu dah tas merah marunya.
Syukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Matur nuwun ibu Tien yg baik.
ReplyDeleteEh Indi melihat tasnya ada di grobak pak Trimo, jangan2 dia nuduh pak Trimo yg mencuri?
ReplyDeleteAlhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~11 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..π€²
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°
ReplyDeleteSemoga tdk terjadi salah paham.
Salam aduhaiii
Alhamdulillah, eMAeM 11 sudah hadir.. matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga sll sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin ..
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *masih adakah makna 11* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih benda tien semoga sehat walafiat
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu π€²
ReplyDeleteAlhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 11, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Jangan sampai salah faham Indi, dikira Pak Trimo yg nemuin Tas nya, terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteHamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 11 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Semoga ada titik terang dengan di ketemukan nya tas Indi tsb. Tapi pa Trimo hrs cerita tentang tas tsb, kehadiran nenek Lampir yng kedatangan nya misterius, juga uang pa Trimo yang hilang secara misterius juga, ceritakan pada Minar..ππ
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien sehat² n senantiasa dlm bimbingan n lindungan Allah SWT
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur suwun ibu
ReplyDeleteTernyata Rohana itu pencuri yang bodoh. Datang dua kali ditempat korbannya.
ReplyDeleteUrusan tas Indi mungkin segera selesai. Cuma dengan cepat apa lewat jalan berbelit. Terus surat"nya bagaimana...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaiii
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien Kumalasari ... M A M ke 11 sdh hadir ... makin seru ceritanya ...
ReplyDeleteSmg bu Tien & kelrg bahagia dan sehat selalu ... Semangat bu .. Salam Aduhai .
Alhamdulillah cerbung M A M makin bikin pinisirin + hebohππ·πΉπ
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²ππ
Heran ya...kok Binari tidak ingat kalau dia pernah curiga mendengar suara benda jatuh yang mencurigakan waktu mandi itu, dan pintunya tidak ditutup pula (eps.07), padahal sudah 2x ada kesempatan cerira ke bapaknya.π€
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.ππ