Monday, September 23, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 10

 MASIH ADAKAH MAKNA  10

(Tien Kumalasari)

 

Boy yang hampir sampai ke seberang terpelanting dan tersungkur di jalan, diam tak bergerak. Indi menjerit histeris. Juga Mia yang tadinya ada di seberang, langsung menghambur dan memeluk tubuh Boy.

“Mas Boy, mas Boy,” jerit Indi sambil mendorong tubuh Mia yang masih memeluk Boy.

Mia jatuh terduduk. Kerumunan orang semakin banyak.

“Tolong bantu, tolong bantu ke mobil saya,” pekik Mia.

“Mobil aku sajaa!” jerit Indi.

“Mobilku dekat sekali, tolong bantu, tolong bantu.”

Tapi mereka tak perlu berebut. Seseorang telah memanggil ambulans. Polisi juga sudah datang.

Raungan ambulan segera terdengar, membelah awal malam yang ramai dengan hiruk pikuk kendaraan.

Indi dan Mia duduk di dalam ambulans, keduanya menangis sesenggukan.

“Ini gara-gara kamu!!” pekik Indi emosi sambil menuding ke arah hidung Mia.

Tapi Mia diam saja. Barangkali benar, Boy menyeberang karena panggilan dia, tapi bukankah seharusnya saat menyeberang dia harus hati-hati?

Mia diam karena sudah tahu sifat Indi yang gampang marah, apalagi terhadap dirinya. Yang sekarang harus dipikirkan adalah keadaan Boy. Dia terbaring diam, ada darah mengalir di kepalanya, membuat hati kedua gadis itu semakin miris.

***

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah sakit, dan Boy yang tak sadarkan diri sudah dibawa ke dalam ruang gawat darurat.

Keduanya menunggu. Indi terdiam, walau sebenarnya ingin mengumpat Mia lagi yang dianggap menyebabkan terjadinya kecelakaan itu.

“Indi, kamu tidak mengabari keluarga kamu?” tanya Mia pelan.

Indi terkejut. Ia tak membawa apapun.

“Haah? Mana tasku? Ada ponselku di sana,” kata Indi panik.

Mia ikut panik, memang sejak tadi dia tak melihat Indi membawa apapun.

“Bagaimana ini? Bagaimana ini?"

“Sebentar, saya akan berbicara dengan polisi yang mengantarkan tadi.”

Mia menemui polisi yang masih ada di depan.

Indi terpaku di tempat duduknya. Ada uang lumayan banyak di tasnya, ada banyak catatan berharga, kartu ATM, ponsel dan lain-lain.

“Bagaimana kalau tidak ketemu? Bagaimana tas itu bisa terlepas dari tanganku?” gumamnya berkali-kali.

Mia kembali, ia sudah berbicara dengan polisi, lalu mengatakan bahwa tak ditemukan sebuah tas atau apapun, kecuali dompet dan ponsel Boy yang terlempar waktu tertabrak, ditemukan oleh orang-orang sekitar.

“Tasku tidak ada? Tas warna merah marun?”

“Tidak ditemukan sebuah tas. Tapi kamu memang membawanya?”

“Ya iya, aku membawanya. Entah terjatuh atau bagaimana, aku tidak merasakannya karena panik tadi.”

“Ya sudah, biar aku saja yang menelpon ibu Monik, aku punya nomornya ternyata,” kata Mia yang kemudian menelpon keluarga Boy.

Indi melongok ke ruang gawat darurat. Masalah tas yang entah hilang di mana tidak begitu dipikirkannya. Ia mengkhawatirkan keadaan Boy yang sejak tadi diam tak bergerak. Ia berdiri dan melongok ke dalam ruang yang pintunya sedikit terbuka. Tapi salah seorang perawat segera berusaha menutupnya.

“Bagaimana kakak saya?”

“Sabar ya mbak, sedang ditangani. Silakan menunggu,” katanya. Lalu ia menutupkan pintunya.

Indi kembali duduk dengan wajah lesu. Sisa-sisa air mata masih membasah di pipinya. Mia masih duduk di sana, dan tampaknya baru saja menutup ponselnya setelah menelpon.

“Ibu Monik sudah aku kabari.”

“Terima kasih.”

Lalu keduanya duduk membisu.

“Kalau saja kamu tidak berteriak memanggil mas Boy,” tiba-tiba Indi kembali mengungkit rasa kesalnya.

“Aku minta maaf. Tadi aku sedang jalan-jalan, lalu melihat mas Boy. Spontan saja aku meneriakinya. Lama sekali kami tidak bertemu, sejak aku lulus.”

Indi terdiam. Ia tahu perhatian Mia kepada Boy sudah terlihat sejak mereka kuliah. Tapi dia kesal karena kalau ada Mia, Indi selalu disisihkan. Sebenarnya tidak, hanya perasaan Indi saja yang berlebihan. Mia sangat baik kepada Indi. Walau Indi selalu galak terhadap Mia, tapi Mia selalu bersikap manis kepada Indi, seperti terhadap adiknya sendiri.

“Indi, bagaimana keadaan Boy?” sebuah teriakan terdengar. Tampak Monik dan Tomy bergegas mendatangi.

Indi menghambur ke pelukan Monik, menangis tersedu.

“Dia tertabrak mobil. Gara-gara menyeberang jalan terburu-buru,” tangisnya.

Tomy mendekati Mia yang juga tampak sedih.

“Masih ditangani, belum ada keterangan,” kata Mia.

“Bagaimana kejadiannya?”

“Saya yang salah Om, tadi saya ada di seberang jalan, memanggil nama mas Boy. Tiba-tiba mas Boy menyeberang jalan, pastinya akan mendekati saya. Dia menyeberang tiba-tiba dan tak melihat jalan, sehingga tertabrak mobil,” terang Mia.

Tomy mendekati ruang UGD. Ia harus segera mendapat keterangan tentang anaknya. Kebetulan dokter yang menangani sudah selesai memeriksa.

Dari dokter yang merawatnya, didapatnya keterangan bahwa kaki kanan Boy patah, dan gegar otak. Tapi dia sudah tersadar. Besok akan diadakan pemeriksaan lanjutan.

***

Semuanya merasa lega, ketika bisa menemui Boy di ruang rawat.

Boy tersenyum melihat Mia ada diantara mereka.

“Bagaimana rasanya? Sakit sekali?” tanya sang ibu.

“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Kalian tidak usah khawatir,” kata Boy menenangkan hati mereka.

“Menyeberang jalan harus hati-hati, kau terlalu ceroboh,” cela sang ayah.

“Gara-gara ingin segera ketemu Mia,” gerutu Indi.

Mia hanya tersenyum, tapi Monik menjewer pelan kuping Indi.

“Tapi tasku hilang,” keluhnya kemudian.

“Iya, tadi Mia sudah mengatakan itu. Bagaimana bisa hilang?” tanya Monik.

“Indi nggak tahu Bu, tadi juga Indi pegangin, baru sadar kalau hilang setelah di rumah sakit, dan Mia minta Indi menelpon ibu.”

“Bagaimana tas bisa hilang, dasar ceroboh,” omel Boy pelan.

“Aku lari mengikuti kamu, nggak tahu jatuh di mana.”

“Ya sudah, diurus nanti saja. Yang penting kamu segera mendapat penanganan yang baik.”

“Dokter bilang harus operasi.”

“Semoga semuanya lancar. Aku akan membezoek kamu setiap hari,” kata Mia, membuat Indi cemberut.

Walau menahan sakit, entah mengapa, Boy merasa senang ada Mia diantara mereka. Mereka berkawan sejak kecil, dan perasaan yang dirasakannya sekarang sungguh berbeda. Ini perasaan orang dewasa, bukan perasaan terhadap teman sepermainan ketika masih kanak-kanak.

***

Rohana duduk di sebuah bangku, di warung yang sudah tutup. Uangnya nyaris habis, dan dia menemukan sebuah tas yang bagus. Ada dompet di dalamnya, berisi uang. Ada ponsel yang juga bagus.

Rohana tertawa, dan merasa beruntung. Ada kecelakaan di jalan, dan tanpa tahu siapa yang menjadi korban, dia menemukan tas yang tergeletak tak bertuan. Perhatian semua orang tertuju pada kecelakaan itu. Tapi Rohana memperhatikan tas yang terjatuh dari tangan pemiliknya.

Kedatangannya ke Jakarta kembali, Rohana sudah berubah penampilan. Ia melihat foto-foto dirinya terpampang di mana-mana. Jadi ia kemudian membeli sebuah topi bekas di seorang tukang loak, lalu dipakainya sampai menutupi sebagian wajahnya. Ia juga memakai tongkat dan berjalan membungkuk-bungkuk si sepanjang jalan yang dilaluinya. Semua itu dilakukan agar dia tidak dikenali oleh siapapun. Jangan sampai ada yang melihat wajah sama dari dirinya dan foto-foto yang terpajang di setiap tempat.

Rohana yang kesal selalu mengambil foto yang ditemuinya, lalu dibuangnya ke tempat sampah.

Rohana membuka ponsel itu, membuang simcardnya.

“Besok ini akan menjadi uang. Ini ponsel bagus dan mahal. Aku juga menemukan  uang banyak. Ini rejeki untuk aku. Aku senang selalu mendapatkan sesuatu yang bisa membuatku bertahan. Aku capek makan makanan murahan. Tapi bahkan mulai sekarang aku bisa makan  enak lagi.”

Rohana mengambil uangnya, menyimpan ponselnya, lalu membuang dompet itu sembarangan. Ada foto Boy dan dirinya bersama ayah dan ibunya, tapi Rohana sama sekali tak ingin melihatnya. Yang penting adalah uang dan barang berharga yang menyertainya. Tasnya bagus, dia bisa menjualnya juga di tukang loak. Haa ada juga sebotol kecil minyak wangi. Rohana tersenyum. Rindu sekali dia mengguyur tubuhnya dengan wangi-wangian. Yang ini ia tak ingin menjualnya. Sama sekali ia tak melihat ataupun membaca siapa pemilik tas dan isinya tersebut. Kalau saja dia membacanya, barangkali dia akan tahu siapa yang mengalami kecelakaan malam hari itu.

Rohana berjalan ke arah tukang sate yang mangkal diujung jalan, dengan menyembunyikan tas bagus itu di dalam bajunya. Ia kehilangan tongkat yang digunakan untuk mengelabui orang-orang yang bertemu dengan dirinya.

“Bodoh. Aku buang ke mana tongkat itu?”

Walau begitu Rohana tetap berjalan terbungkuk-bungkuk, sehingga bahkan senyuman yang sekarang tersungging sama sekali tak terlihat dari wajah keriputnya.

***

Sore hari itu keluarga Satria sedang duduk santai di teras rumah. Mereka masih merasa prihatin karena sampai saat ini belum ada berita tentang Rohana walau sudah menyebar foto di mana-mana.

“Mustahil kalau ibu tidak pernah melihat foto itu,” kata Minar.

“Kelihatannya memang tidak ada niat ibu untuk bertemu dengan anak-anaknya,” kata Satria sedih.

“Apakah mungkin nenek Rohana ada di kota ini lagi? Kita ketemu kan waktu kita liburan?”

“Ada koran menulis iklan itu sampai ke luar kota.”

“Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu,” kata Tegar.

“Aku hampir lupa, di kantor akan ada jamuan sederhana, dalam rangka merayakan ulang tahun perusahaan. Bisakah kamu memikirkan apa yang pantas disuguhkan untuk makan siang di jamuan itu?"

“Mm … iya, apa ya enaknya?” kata Minar.

“Bagaimana kalau nasi liwet?” kata Tegar.

“Haa, itu ide bagus. Nasi liwet mas.”

“Kalau nasi liwet, bagaimana kalau pesan di tempatnya pak Trimo?”

“Nah, iya betul. Sekalian kita bisa balas budi karena dia menemukan dompet Tegar waktu itu.”

“Besok aku akan menemui Binari,” kata Tegar bersemangat.

“Wah, langsung semangat,” ledek sang ibu.

“Ibu gimana sih, ini kan usulan bagus?”

“Iya, ibu tahu. Begini saja, kapan pelaksanaannya Mas?”

“Besok tanggal 20 ini. Kecuali itu ada yang pesan menu lain. Aku mengusulkan nasi liwet saja,” kata Satria.

“Besok pagi antarkan ibu ketemu pak Trimo ya, kamu sudah tahu di mana dia mangkal?”

“Belum tahu Bu, pagi-pagi Tegar harus bertanya dulu.”

“Ya sudah, atur saja. Aku tahunya beres,” kata Satria yang kemudian meraih ponselnya yang berdering.

“Tomy? Ada berita tentang ibu?”

“Bukan Sat, Boy masuk rumah sakit.”

“Haa? Kenapa?”

“Kecelakaan sore tadi. Sekarang dirawat. Besok mungkin operasi, kaki kanannya patah.”

“Parahkah?”

“Gegar otak juga.”

“Aku ke situ saja sekarang.”

Satria menutup ponselnya. Minar dan Tegar menatapnya penuh tanda tanya.

“Aku mau ke rumah sakit.”

“Siapa sakit?”

“Boy kecelakaan.”

“Apa? Di mana?” teriak Tegar dan Minar hampir bersamaan.

“Ayo ke rumah sakit. Jelasnya nanti di sana.”

***

Pak Trimo masih belum bisa tidur. Kehilangan uang sebanyak itu, walau sudah berminggu-minggu masih membuatnya terluka. Maklumlah, ia punya harapan dengan itu, demi anak semata wayangnya.

Tiba-tiba ia melihat seonggok kain atau entah baju, tertumpuk di sudut ruang. Ia berdiri untuk mengamatinya, ternyata tumpukan baju-baju. Punya siapa ini?

Binari yang sudah selesai belajar, tertegun melihat sang ayah masih duduk di ruang tengah.

“Bapak belum tidur?”

“Sebentar lagi, masih belum mengantuk.”

“Ini sudah malam. Besok Bapak kesiangan bangun lhoh.”

“Iya, sebentar lagi. Ini lho Bin, ini apa? Kok ada baju sekian banyaknya?”

“O, ini baju dari penjahit sebelah Pak.”

“Bapak tidak mengerti, apa baju-baju itu dititipkan di sini?”

“Bukan begitu Pak, sepulang sekolah Binari membantu memasangkan kancing di baju-baju itu.”

“Apa? Maksudnya kamu bekerja menjadi buruh di penjahit itu?”

“Hanya sekedar mengisi waktu luang walau hanya sebentar. Lumayan bisa mendapat uang yang bisa ditabung.”

“Apa? Jadi kamu bekerja memasang kancing demi mendapat uang? Berapa yang kamu dapat dengan pekerjaan ini?”

“Lima atau enam ribu rupiah,” kata Binari pelan.

“Tidak Binari, kamu sudah lelah. Kamu membantu bapak, lalu sekolah, lalu bersih-bersih rumah. Bagaimana kamu bisa konsentrasi belajar kalau punya seabrek pekerjaan yang kamu kerjakan setiap hari?”

“Tidak apa-apa Pak, Binari bisa kok.”

“Hentikan. Kembalikan besok baju-baju itu. Tugasmu hanya belajar. Tugas mencari uang adalah bapak.”

Tiba-tiba terdengar langkah kaki orang di luar. Binari membuka pintu dan terkejut melihatnya. Aroma wangi menusuk hidungnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

34 comments:

  1. Replies
    1. Selamat buat Yangtie sering terdepan dalam menyongsong kehadiran cerbung Bu Tien.
      Jadi penasaran aku dan teman²ku, tentang jati diri Yangtie, saya sdh undang lewat nomor HP-ku tp sd saat ini blm ada respon. Belum ada gayung bersambut.

      Delete
  2. Alhamdulillah
    eMAaMa 09...telah tayang
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Tetap sehat..Tetap semangaat .💪😍

    Salam ADUHAI..dari Antapani

    🙏😍💐🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah
      eMAaMa 10...telah tayang
      Matur sembah nuwun Mbak Tien
      Tetap sehat..Tetap semangaat .💪😍

      Salam ADUHAI..dari Antapani

      🙏😍💐🌹

      Delete
    2. Matur nuwun Budhe Tien.....
      Salam sehat nggih, mugi2 tetep semangat menulis buat para penggemarnya.
      Sugeng dalu, sugeng aso salira

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cerbung M A M makin bikin pinisirin 👍🌷🌹💐
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏

    ReplyDelete
  6. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun, salam sehat , tetap semangat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah "Masih Adakah Maknanya 10 " sudah tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🙏🌷🌷🩷🩷

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah ... maturnuwun Bu Tien ... srmoga panjenengan sehat2

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 10, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  11. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  12. Rohana merasa mendapat rejeki nomplok. Bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Tetapi menyimpan atau menjual tas atau ponsel dapat mengundang pertanyaan, dapat menggiring kepada pemiliknya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Siapa kira² yang datang , Rohana kah ? Tidak tahu malu banget, Terima kasih Bu Tien Kumalasari , salam sehat penuh semangat Bunda 💪

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 10* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Allhamdulillah, semangat sehat mbakyu... Mtnw

    ReplyDelete
  16. Waduuh...kok makin parah sifat Rohana yang licik dan serakah nih? Jadi kepo, kalau dia berani mendekati keluarga Trimo lagi...hmmm...apakah pada akhirnya 'dijodohkan' oleh ibu Tien ya? 🤔🤭😅

    Terima kasih, ibu Tien makin bikin penasaran pembaca nih...salam sehat ya, bu...🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah " Masihkak Ada Makna - 10" sdh hadir.
    Terima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Allahumma Aamiin
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, eMAeM 10 sdh hadir.
    Matur nuwun bunda Tien.
    Semoga bunda selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin ..

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
    Salam aduhaiii

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah.... terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  21. 🦋🍃🦋🍃🦋🍃🦋🍃
    Alhamdulillah 🙏🤩
    eMAaeM_10 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍
    🦋🍃🦋🍃🦋🍃🦋🍃

    ReplyDelete
  22. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 10 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Waduh Rohana berpesta pora lagi dengan uang yng bukan hak nya. Padahal dompet tsb adalah punya cucu nya. Masa bodoh dia.

    Kedatangan Tegar di rumah Binari, semoga membawa keberuntungan buat pa Trimo.

    ReplyDelete
  23. Memang rasa tinggi hati dan kesombongan itu susah dikendalikan.
    Ya kan bu Rohana.

    ReplyDelete
  24. Halah siapa yg datang kerumah pak trimo ni ya, jangan-jangan si rohana aliyas si muka tembok nih yg datang

    Mks bun MAM 10 sdh tayang....selamat malam,smg sehat"selalu n jaga kesehatan ya bun

    ReplyDelete
  25. Waduh, Boy kakinya patah. Semoga gpp, operasinya lancar dan berhasil baik. Indi kok nyebelin ya? Mudah2an bu Tien segera menyadarkannya

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 10

  MASIH ADAKAH MAKNA  10 (Tien Kumalasari)   Boy yang hampir sampai ke seberang terpelanting dan tersungkur di jalan, diam tak bergerak. Ind...