Saturday, September 7, 2024

AKU BENCI AYAHKU 51

 AKU BENCI AYAHKU  51

(Tien Kumalasari)

 

Tomy hampir mengatakan sesuatu, tapi Satria memegangi lengannya dan menekannya keras, sebagai isyarat bahwa ia tak usah menjawab kata-kata ibunya yang menuduh mereka mengharapkan bagian dari uang penjualan rumah itu.

Minar yang tadinya juga terpana mendengar kata-kata ibu mertuanya, kemudian mendekat dan meraih tangannya, untuk diciumnya, tapi kemudian Rohana menghempaskan tangan itu.

“Apa kamu? Ingin merayu aku agar timbul belas kasihan aku lalu_”

“Hentikan ibu.” tak tahan Tomy berkata keras.

“Kamu berani membentak ibumu? Demi perempuan kampung ini?”

“Dia adalah istri Satria, berarti menantu ibu. Menantu adalah sama juga anak,” kata Satria yang mulai terbakar juga hatinya.

“Siapa menyetujui kamu mengambil istri dia? Apalagi setelah tahu bahwa dia anaknya Birah.”

“Dia sangat peduli pada ibu, mengapa ibu selalu menyakitinya?”

“Omong kosong apa, kamu itu.”

“Ibu, kami datang untuk melihat keadaan ibu. Kami senang kalau ibu baik-baik saja. Bukan karena uang.”

“Alaaaa, kamu ini apa, tidak usah ikutan bicara. Suara kamu sumbang, “

“Satria, ayo kita pergi saja, tidak ada gunanya kita memperhatikan keadaan ibu. Sekarang kita sudah tahu bahwa ibu baik-baik saja, ayo kita pergi,” kata Tomy yang kemudian menarik tangan Satria.

Satria mengikutinya, ia juga menarik tangan istrinya, lalu mereka masuk ke dalam mobil, dan pergi dari sana, meninggalkan Rohana yang merasa kesal karena terlambat datang ke pesta yang diadakan teman-temannya.

“Dasar tidak tahu diri. Memangnya ini rumah warisan, lalu mereka datang untuk minta bagian? Sudah pasti perempuan kampung itu yang membujuknya,” omelnya sambil mengunci pintu rumah, lalu menghampiri mobilnya. Padahal tak ada yang bicara soal warisan.

***

Di sepanjang perjalanan pulang dari rumah Rohana, Satria dan Tomy masih merasa kesal. Mereka tidak mengira ibunya punya perilaku yang sangat buruk. Bukan hanya kesukaannya pada hidup mewah, tapi rasa tidak memiliki kasih sayang walau kepada darah dagingnya sendiri, membuat kedua anak laki-lakinya merasa kecewa, tapi juga sedih.

“Mengapa ibu memiliki pemikiran seperti itu? Ia sangat berbeda. Dulu tidak pernah kasar kepadaku.”

“Karena dulu ibu hidup berkecukupan, mendapatkan tunjangan berlebih dari ayahmu, yang membuatnya tak pernah mengeluh. Tapi sekarang dia tak lagi punya sesuatu kecuali atas usahanya sendiri,” kata Satria.

“Bagaimana kalau kita memberikan sedikit uang untuk ibu, sehingga bisa meringankan bebannya?” kata Minar.

“Apa maksudmu? Berapa banyak kita bisa memberikan uang kepada ibu sehingga dia merasa cukup? Apa kamu lupa, hutang seratus juta, lalu limabelas juta, yang kemudian merepotkan anak-anaknya. Bagi ibu masih belum cukup. Harta benda habis, dan sekarang harus menjual rumah. Entah sampai kapan sisa penjualan rumah itu masih ada dalam simpanan.”

“Aku mengira tidak akan lama pasti juga akan habis.”

“Sedih kalau hal itu benar-benar terjadi. Setelah itu apa lagi yang bisa dijual? Bagaimana kalau Mas atau Tomy usul pada ibu, agar uangnya dipergunakan untuk berdagang, sehingga tidak akan habis karena uangnya kan bisa muter,” kata Minar.

“Kelihatannya susah. Ibu itu kan sudah terbiasa hidup enak. Uang tinggal menerima dan menghabiskannya. Mana bisa dia menjadi pengusaha,” sergah Tomy.

“Bagaimana cara kita menolongnya?” sambung Minar lagi.

“Dia tidak butuh pertolongan,” kata Tomy, sedih.

***

Hari terus berjalan. Siang hari itu Minar sudah ada di ruang bersalin. Kirani, Birah dan Sutar sudah ada di luar ruangan untuk menunggui kelahiran sang cucu. Satria dengan gelisah mondar mandir, karena sang bayi belum juga muncul.

“Duduklah, nak. Nanti kamu capek, mondar mandir terus,” kata Sutar.

Satria tersenyum, kemudian barulah dia duduk di samping ayah mertuanya. Tapi ia tetap tak bisa mengurangi kegelisahannya. Tomy tidak ada di dekatnya, karena hari itu dia sudah mulai kuliah. Tentu saja Tomy mendapat perlakuan istimewa ketika mulai kuliah, karena pak Ratman mendapat pesan wanti-wanti dari sahabatnya, bahwa kalau Tomy kuliah, pak Ratman harus memperlakukannya berbeda. Ia tetap bekerja, tapi di jam-jam harus kuliah ia harus tetap kuliah.

Tak ada yang iri, karena semua orang sudah tahu bahwa Tomy adalah sopir kesayangan pak Ratman, karena dia adalah anak sahabatnya.

Akhir-akhir ini Satria memang sangat dekat dengan Tomy, sehingga dalam kegelisahannya, ia juga berharap ada Tomy di dekatnya. Lalu untuk mengurangi rasa gelisahnya, ia menulis pesan singkat kepadanya.

“Minar hampir melahirkan, kamu doakan agar semuanya lancar ya.”

Lalu Satria menyandarkan tubuhnya di kursi. Tapi begitu pintu ruang bersalin dibuka, Satria segera melompat dan berlari mendekat.

Sayup terdengar sebuah lengkingan yang nyaring.

“Anak saya?”

“Benar Pak, anak Bapak sudah lahir, dia laki-laki yang cakap, dan sehat,” kata perawat yang kemudian berlalu entah mau ke mana.

“Suster, boleh masuk?”

“Jangan dulu Pak, nanti akan diberi tahu,” katanya sambil tetap berjalan menjauh, tampak tergesa-gesa.

“Istri saya bagaimana?”

Tapi perawat itu sudah tak kelihatan lagi. Satria mengusap wajahnya, tapi tetap berdiri di dekat pintu ruang bersalin.

Sutar mendekat, diikuti yang lain.

“Bagaimana?”

“Anak saya sudah lahir. Dia laki-laki.”

Ucapan alhamdulillah berbarengan keluar dari mulut setiap orang yang ada.

“Bagaimana keadaan Minar?” tanya Birah.

“Pastilah baik-baik saja,” kata yang lain.

Lalu pintu terbuka.

Satria kembali mendekat.

“Bu Minar perdarahan,” kata perawat yang keluar.

“Apa?”

“Dibutuhkan darah untuk transfusi. Golongan darahnya O, sedangkan rumah sakit kehabisan stok.”

“Ambil darah saya."

Yang bersuara adalah Birah dan Kirani, hampir bersamaan.

“Darah saya O.”

“Saya juga 0.”

“Kalau begitu silakan ikut saya untuk diperiksa, kalau benar, maka kami bisa mempergunakannya untuk transfusi.”

Satria memaksa masuk untuk bertemu sang istri, dan perawat itu mengijinkannya.

Begitu melihat istrinya yang pucat dan lemah, Satria segera memeluknya.

“Minar, terima kasih karena telah melahirkan anak kita,” katanya sambil menciuminya bertubi-tubi.

“Anak kita cantik atau ganteng?”

“Ganteng dong. Waktu kita periksa kandungan, bukankah dokter sudah mengatakan bahwa anak kita laki-laki?”

“Aku lupa.”

“Masa lupa? Masih muda sudah pelupa.”

“Tadi aku melihatnya, tapi tidak jelas, mataku kabur, kepala sangat pusing.”

“Iya, kamu lemah karena baru melahirkan anak kita. Kamu perdarahan, sehingga butuh darah untuk transfusi.”

“Harus mencari pendonor, bukan?”

“Ibu Birah dan ibu Kirani sudah siap diambil darahnya.”

“Ya Allah, nanti ditubuhku akan mengalir darah kedua ibuku, ibu kandungku dan ibu sambungku. Ini kehendak Tuhan, karena kami tidak terpisahkan.”

“Istirahatlah, kamu masih pucat, aku akan melihat anakku.”

Dan itu benar, dua flacon darah yang diambil dari tubuh Kirani dan Birah, berhasil ditransfusikan ke tubuh Minar, sehingga Minar bisa tertolong dan sehat kembali.

***

Di hari kepulangan Minar dan bayinya, seorang pasien masuk ke ruang gawat darurat. Satria terkejut, karena pasien itu adalah ibunya.

“Apa yang terjadi?”

“Katanya kecelakaan Pak, wanita itu mengemudikan mobilnya, menabrak tiang listrik. Luka parah, sekarang sedang ditangani.”

“Aku ingin melihatnya.”

“Tidak bisa Pak, pasien langsung ditangani dokter karena lukanya parah. Bapak siapanya?”

“Saya anaknya.”

“Baiklah, tunggu dulu di sini, kalau ada apa-apa kami akan mengabarinya kepada Bapak,” kata perawat itu sambil berlalu.

“Ada apa Mas?” tanya Minar sambil mendekat, sedangkan anak bayinya digendong Birah. Mereka sedang menunggu Satria yang sedang berbincang dengan dokternya.

Bergegas Satria mendekati istri dan keluarga lain, lalu mengajaknya segera pulang. Ia hanya akan mengantarkan mereka ke rumah, kemudian kembali lagi ke rumah sakit untuk melihat keadaan ibunya. Diperjalanan dia menelpon Tomy, dan untunglah Tomy tidak sedang kuliah, sehingga Satria bisa mengajaknya ke rumah sakit. Ia mampir ke kantor, sekalian minta ijin kepada pak Ratman untuk mengajak Tomy ke rumah sakit.

***

Ternyata keadaan Rohana sangat parah. Ia menderita gegar otak dan kaki kirinya patah. Ketika Satria dan Tomy sampai di sana, sang ibu belum sadar. Dokter mengatakan bahwa mereka harus bersabar. Kemungkinan kakinya harus dioperasi.

Betapapun kesal mereka kepada Rohana, tapi Rohana adalah ibunya. Rasa khawatir memenuhi benak mereka.

Ketika mereka sedang menunggu, Minar menelponnya, untuk menanyakan keadaan ibunya.

“Sampai sekarang ibu belum sadar,” jawab Satria.

“Kata dokter bagaimana?"

“Kaki sebelah kiri patah, dan gegar otak. Kemungkinan akan dioperasi. Tapi masih menunggu untuk beberapa pemeriksaan."

“Mas, kalau butuh biaya, aku masih punya sedikit uang, barangkali bisa untuk menambah kekurangan seandainya harus membayar biaya-biaya itu.”

“Nanti aku kabari lagi bagaimana kelanjutannya. Kamu tidak usah khawatir. Yang penting ibu sudah ditangani.”

“Ya mas, tapi nanti bapak sama ibu harus kembali. Kalau Mas tidak bisa mengantarkan, biar aku memanggil taksi saja.”

“Iya, mintakan maaf kepada bapak dan ibu ya, kalau sampai nanti aku belum bisa pulang untuk mengantar."

“Kata ibu, justru akan berangkat lebih awal untuk pamit sama Mas di rumah sakit.”

“Kalau sudah ada kepastian tentang tindakan yang harus dijalani, aku pulang saja dulu, karena Tomy juga ada di sini.”

“Ya Mas, mana yang terbaik saja.”

Ketika Satria menutup ponselnya, dokter mengabari bahwa Rohana sudah sadar. Melihat ke dua anaknya ada di dekat mereka, Rohana menangis.

“Aku kok seperti ini? Biaya rumah sakit itu mahal bukan? Apakah aku harus mengeluarkan banyak uang?”

Tomy merasa kesal. Sang ibu bukan memikirkan sakitnya, justru mempertanyakan biayanya. Sambil menangis pula, padahal ia belum lama ini masih memiliki banyak uang dari penjualan rumahnya.

“Bukankah uang ibu masih banyak?”

“Apa katamu? Kalau aku mengeluarkan biaya untuk rumah sakit, nanti aku makan pakai apa?” katanya.

Walau masih menahan pusing dan sakit, tapi masalah uang tetap menjadi pemikirannya. Intinya adalah bahwa dia tak ingin kehilangan uangnya.

“Tadi Minar bilang, masih punya tabungan, nanti bisa untuk membantu pengobatan ibu.”

“Apa? Aku tidak mau uang dia. Malu-maluin saja.”

Tomy yang merasa kesal kemudian mengajak Satria keluar dari ruangan. Ia menyerahkan semuanya pada dokter yang menanganinya.

“Aku mau pulang dulu. Mertuaku pulang hari ini. Aku harus mengantarkannya ke bandara.”

“Baiklah, sampaikan salamku kepada mertua kamu. Maaf aku masih harus di sini dulu, sambil menunggu kelanjutan dari penanganan untuk ibu.”

“Baik, terima kasih Tom. Aku akan menstransfer kamu uang, barangkali kamu memerlukannya untuk ibu. Nanti Minar juga akan memberikan beberapa dari tabungannya.”

“Maaf kalau aku belum bisa membantu banyak, kamu kan tahu bagaimana keadaanku?”

“Jangan pikirkan, aku mengerti kok.”

Ketika Satria pulang, Tomy merasa kesal karena sang ibu sangat keterlaluan. Ia tak mau kehilangan sedikitpun uang.

“Kalau Satria tidak kebetulan melihatnya, lalu apa yang akan ibu lakukan? Keterlaluan,” kata Tomy dalam hati, sambil duduk di bangku tunggu. Ketika itulah petugas datang dan mengatakan bahwa Rohana tak mau dirawat di ruang biasa. Harus ruang VVIP yang pasti biayanya mahal.

“Tidak Sus, tidak usah ruang VVIP, ruang klas satu saja sudah bagus kan?” kata Tomy sambil menahan rasa kesal yang sudah memuncak di ubun-ubunnya.

***

Tapi Rohana memang beruntung. Selama dia dalam perawatan, banyak yang membantu memikul biayanya. Ada pak Ratman, ada Minar, bahkan Kirani yang akan berangkat pulang juga meninggalkan sejumlah uang. Hanya saja Satria tidak merasa perlu mengatakan semuanya kepada sang ibu, walaupun dia mengatakannya pada Tomy tentang semua yang diterimanya.

“Ya ampun Sat, keluargamu banyak membantu. Ini aku juga diberi pak Ratman untuk membantu. Dan kamu benar. Kita tidak usah mengatakannya pada ibu. Nanti ibu kesenangan, malah minta pindah ke kamar VVIP lagi."

Sudah sepuluh hari Rohana dirawat di rumah sakit. Keadaannya sudah membaik, tapi kaki yang bekas dioperasi masih terbalut perban. Ia juga hanya bisa berjalan dengan sebuah tongkat penyangga, yang disediakan rumah sakit, kalau ia ingin berjalan-jalan, seperti anjuran dokter agar dia melatihnya dengan berjalan-jalan.

Setiap kali sang ibu mengeluh tentang pembayaran biaya, Satria dan Tomy selalu mengatakan bahwa ibunya kan masih punya banyak uang, padahal mereka sudah membereskan semua tagihan.

Hari itu, ketika Satria mampir ke rumah sakit untuk membezoek ibunya, dilihatnya orang-orang di rumah sakit kelihatan panik. Satria masuk ke ruang ibunya, dan mendapati ruang itu kosong. Perawat mengatakan bahwa Rohana kabur.

***

besok lagi ya.

 

 

91 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  2. alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  3. ☘️πŸŒ»πŸŒ·πŸŒΉπŸ…πŸŒΉπŸŒ·πŸŒ»☘️

    Alhamdulillah AaBeAy_51 sudah hadir......
    Terima kasih Bu Tien.

    Rasain loe ......
    Rohana kecelakaan, mobilnya menabrak tiang listrik kakinya patah ......

    Salam SEROJA & TETAP ADUHAI

    ☘️πŸŒ»πŸŒ·πŸŒΉπŸ…πŸŒΉπŸŒ·πŸŒ»☘️

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Terima kasih bu Tien, semoga ibu selalu sehat dan dalam lindungan Allah ...aamiin yra ...salam.hangat dan aduhai aduhai bunda ...

      Oalaaaah rohana kabuuur ...takut suruh bayar biaya RS...

      Delete
    2. Aamiin Ya Robbal'alamiin
      Sami2 ibu Sri

      Delete
  5. Alhamdlillah ... trimakasih Bu Tien
    Semoga sehat sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien..
    Smg selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin ..

    ReplyDelete
  7. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun Bunda Tien,mugi tansah pinaringan kasarasan ,salam Aduhai.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien.
    Kesan moralnya aja dumeh 😁

    ReplyDelete

  11. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~51 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Mbu Tien... luar biasa, makin asyiiik trs...

    ReplyDelete
  14. Matursuwun mbk Tien mugi tansah sehat

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 51 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Matur nuwun bunda Tien K ABAy'a
    Semoga selalu sehat, semangat dan selalu dalam lindungan Allah SWT
    Aamiin

    ReplyDelete
  17. Malam mbak sehat selalu dan tetap semangat, salam buat koko prabu

    ReplyDelete
  18. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...t ksh bunda, semoga bunda Tien selalu sehat...aamiin

    ReplyDelete
  19. Matur suwun mbak Tien, salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete

  20. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 51* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  22. Tambah sengit sama Rohana. Bu Tien pancen Iyyee pinter mengaduk2 emosi

    ReplyDelete
  23. Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  24. Hahaha...kapok tuh Rohana dikerjain anak2nya...kabur deh dari RS, takut hartanya berkurang untuk bayar biaya RS.πŸ˜…πŸ˜€πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien...sudah bikin baper pembaca. Salam sehat.πŸ™

    ReplyDelete
  25. Penasaran Rohana kok bisa kabur padahal kakinya masih belum pulih... Terimakasih bunda Tien, selamat berlibur, salam sehat selalu dan aduhai...

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah " Aku Benci Ayahku- 51" sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  27. Owalah Rohana gimana si, dasar orang gak punya muka, muka tembok kali, gak punya rasa malu, dikasih minta j@ntung, udah ditengokin anaknya mlh minta yg kagak"

    Mks bun ABA 51 nya...selamat malam sehat"selalu, salam hangat dari kota getuk goreng

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak dong getuk goreng
      Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  28. 🌽πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    AaBeAy_51 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🀩
    🌽πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•πŸŒ½πŸ₯•

    ReplyDelete
  29. Waduuuhh...Rohana, sy ikut kesal.🀭
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah... Sehat-selalu mbakyu... Absen ini... Hehe..

    ReplyDelete
  31. Alhamdul8llah, matursuwun Bu Tien sayang
    Salamsehat, srmoga sehat dan bahagia selalu bersama amancu πŸ’–

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Rohana namanya ya tetep biang kerok , kirain dah kecelakaan sadar , makin parah , pake acara kabur takut disuruh bayar RS , 😁
    Makin aduhaiii deh Bu Tien,,, jd terbawa emosi dg tingkah Rohana

    Selamat beristirahat πŸ™

    ReplyDelete
  33. Rohana menderita kelainan jiwa...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Selamat malam bu Tien ... Terima kasih ABA ke 51 sdh tayang ...
    Dasar Rohana gak tau malu dan hatinya jahat ... kasihan anak2 nya ...
    Semoga bu Tien & kelrg happy dan sehat selalu ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  35. .Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 51 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Rohana kabur dari RS, malu2 in kedua anak nya, padahal semua biaya sdh di beresin. Kapan insyaf nya ya Rohana

    ReplyDelete
  36. Rohana..... orang kok ya bikin masalah saja, kapan warase.
    Trimakasih bu Tien, semoga sehat selalu.Aamiin

    ReplyDelete
  37. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 09

  MASIH ADAKAH MAKNA  09 (Tien Kumalasari)   Binari melotot dengan kaki gemetar. Di depannya, sang ayah memegang kotak yang telah kosong, de...