Tuesday, August 13, 2024

AKU BENCI AYAHKU 29

 AKU BENCI AYAHKU  29

(Tien Kumalasari)

 

Terengah Tomy melangkah pergi, sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri. Kenyataan bahwa Boy tak pernah mau menerimanya, sangat menyakiti hatinya. Tiba-tiba terdengar pintu kembali dibuka, tapi Tomy mengacuhkannya.

Ia terus melangkah, sampai kemudian ia menghentikannya ketika mendengar suara Monik memanggilnya.

“Mas Tomy.”

Tomy tak hendak menoleh. Ia khawatir suara yang terdengar hanyalah sebuah halusinasi.

“Mas, tunggu Mas.”

Tomy membalikkan tubuhnya, dan melihat Monik melangkah mendekat.

“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Monik pelan.

“Aku hanya ingin bilang, sesuatu yang tak penting.”

“Katakanlah, biarpun tak penting.”

“Besok aku mau pergi dari kampung ini.”

“Maksudmu … pindah kost?”

Tomy mengangguk.

“Maaf mengganggumu. Aku pergi.”

Tomy melangkah pergi. Monik memandangi punggung tegapnya dengan perasaan yang campur aduk. Laki-laki itu secara hukum masih suaminya, tapi mereka tak pernah saling mencintai. Bahkan menyentuh setelah menikahpun tak pernah. Hanya sekali, ketika awal mulanya Boy hadir di dalam rahimnya. Sesuatu yang tak mereka inginkan, dan Tomy selalu menyebutnya sebagai kecelakaan.

Monik masih berdiri di halaman, ketika Tomy tak lagi tampak bayangannya. Rupanya Tomy hanya ingin mengatakan bahwa dia akan pindah tempat kost. Apakah ada yang terasa hilang dari hatinya? Tidak. Monik menepisnya, ia tak pernah mencintainya setelah gagal merabuk tanaman rumah tangga yang diharapkan bisa tumbuh subur. Tapi ternyata tanaman itu mati kekeringan. Tak ada yang tersisa. Monik membalikkan tubuhnya, memasuki rumah setelah mengusap setitik air matanya. Galau, adakah setitik saja rasa cinta? Entahlah.

“Ibu kenapa?” sambutan si kecil Boy terasa sangat hambar. Monik merasa, Boy tak akan pernah menyukai ayahnya.

“Tidak apa-apa.”

“Mengapa bapak datang kemari?”

“Tidak apa-apa.”

“Mau mengajak kita pulang?”

“Tidak.”

“Ibu, jangan pernah mau pulang bersama bapak. Boy tidak suka,” katanya sambil lari menjauh, lalu memasuki kamarnya.

Monik menghela napas berat. Boy masih susah untuk mengerti. 

Mengapa juga Tomy bersikap seperti itu? Hanya untuk pindah kost, mengapa harus memberi tahukannya pada dirinya? Monik bisa mengerti kalau Boy belum bisa bersikap lebih lunak ketika menghadapi ayahnya. Mereka tak pernah dekat. Apalagi merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah. Boy tak memilikinya. Bapak hanya sebutan, tapi arti sebenarnya dari seorang ayah tak pernah dirasakannya. Padahal melihat sikap Tomy yang melunak, hati Monik yang semula kaku terasa lebih lentur. Tak apa kalau hanya bertegur sapa. Bukankah bagaimanapun dia adalah ayah Boy?

Monik mengunci semua pintu, kemudian masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya karena lelah bekerja seharian.

***

Tomy tak segera bisa memejamkan matanya. Banyak sandungan dalam hidupnya saat dia melangkah. Tak ada Tomy yang manja dan suka menghambur-hamburkan uang. Tak ada Tomy yang selalu membangkang pada setiap anjuran ibunya. Tak ada Tomy yang menganggap perempuan hanya mainan. Tak ada keburukan, karena apa yang dilaluinya telah memberikan dirinya banyak pelajaran. Dia mulai bisa memilah-milah, mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang pantas dilakukan dan mana yang tidak. Sekarang dia mulai ingin mendekati Boy yang selama ini tak pernah disayanginya. Dulu dia merasa, Boy hanyalah buah dari sebuah kecelakaan, dan tak pernah akan disayanginya. Tapi darimana perasaan ini tumbuh? Rasa sakit karena penolakan Boy, karena ucapan yang mengatakan benci, karena pintu dibanting keras saat dia mendatangi tempat tinggalnya?

Dulu Tomy tak peduli, lalu darimana datangnya kepedulian itu sekarang ini?

Malam itu ponselnya berdering. Tomy meraih ponselnya dengan malas. Ternyata dari Satria.

“Kamu sudah tidur?”

“Belum. Ada apa?”

“Lupa bilang, besok kamu perlu aku samperin?”

“Mengapa harus disamperin? Aku naik ojol saja seperti biasa.”

“Kamu kan mau pindahan, barangkali membawa banyak barang-barang, sebelum mobilku aku jual, kan masih bisa membantu kamu,” canda Satria.

Tomy tertawa.

“Tidak, aku punya apa? Hanya beberapa baju, tak ada yang lainnya. Masa harus dijemput mobil sih?”

“Jadi kamu bisa membawanya sendiri?”

“Bisa, jangan khawatir.”

“Ya sudah, tidurlah kembali.”

“Eh, aku memang belum tidur nih.”

“Kenapa, ini sudah malam. Mikirin mau berpisah sama Monik?”

“Apa?”

Satria tertawa, tapi kemudian menutup ponselnya begitu saja.

Tomy tersenyum. Satria bercandanya keterlaluan, pikir Tomy. Mikirin berpisah sama Monik? Mana mungkin?

Tomy menutup wajahnya dengan bantal, berusaha mengibaskan bayangan Monik dan anaknya yang tiba-tiba melintas.

***

Ketika ayah Tomy datang menjenguk Indira, dilihatnya sang cucu sedang duduk diam di tepi sebuah kolam. Sang kakek mendekati, langsung mengangkat tubuhnya, membuat Indi berteriak-teriak.

“Kakek bikin Indi kaget saja,” katanya ketika sudah diturunkan.

“Kamu lagi ngapain?”

“Itu Kek, melihat ikan-ikan.”

“Oh ya? Kamu suka melihat ikan-ikan di kolam? Besok kakek mau beli lagi yang lebih bagus.”

“Apakah ikan punya ayah?”

Ayah Tomy terkejut mendengar pertanyaan Indi.

“Mengapa kamu menanyakannya?”

“Ikan-ikan itu besarnya sama. Apa ada ayahnya?”

Ayah Tomy melihat ke arah kolam. Memang ikan-ikan itu besarnya hampir sama. Mana yang ayah, mana ibunya, nggak jelas. Tapi ayah Tomy heran, mengapa tiba-tiba Indi menanyakannya.

“Tentu saja ada. Mengapa?”

“Yang mana ayahnya?”

“Ketika anak ikan tumbuh besar, ia akan menjadi sebesar ayah atau ibunya.”

“Kapan Indi menjadi besar?”

“Nanti, lama-lama Indi akan menjadi besar.”

“Sebesar ayah?”

Mengapa hanya ayah yang disebutkan, dan bukan ibunya juga. Ayah Tomy bertanya-tanya dalam hati.

“Apa kamu rindu pada ayahmu?”

“Apa Kek?”

“Kamu ingin bertemu ayahmu?”

“Bukankah bapak sudah pergi jauh? Kata ibu dia tak akan kembali lagi kemari.”

Ayah Tomy mengangguk-angguk. Tomy bukan orang lain. Ia adalah darah dagingnya. Mana mungkin ayah Tomy membencinya dan tega melepaskannya dari kehidupannya?

“Benar. Apa kamu ingin melihatnya?”

“Apa aku bisa?”

“Kalau kamu ingin, kamu boleh bertemu, tapi sebentar saja. Tidak bisa lama.”

“Mau, aku mau.”

“Janji ya, tidak akan lama?”

Indira mengangguk. Dia tidak tahu di mana dia bisa menemui ayahnya. Tapi ia percaya, sang kakek tak akan mengingkari janjinya.

“Kapan Indi bisa ketemu bapak?”

“Segera. Ikutlah denganku.”

Indira berlari-lari kecil mendekati sang kakek, yang kemudian menggendongnya masuk ke dalam mobil.

Ayah Tomy seorang yang keras, tegas dan tak pernah tergoyahkan. Karena itulah dia selalu sukses dalam mengelola perusahaannya. Tapi pak Drajat, ayah Tomy, memiliki sisi hati yang lembut dan perasa. Melihat Indira termenung sambil memandangi ikan-ikan yang berkeliaran di kolam, ia tahu bahwa sesungguhnya Indi kangen pada ayahnya. Ada rasa haru yang menyentuh sanubarinya.

***

Hari itu pak Ratman menerima telpon dari pak Drajat. Mereka berbincang lama, dan terkadang bercanda. Mereka memang sahabatan sejak masih muda, walau umur pak Ratman beberapa tahun lebih tua dari pak Drajat.

Setelah beberapa saat menelpon, tiba-tiba pak Ratman memanggil Tomy.

Tomy yang segera menghadap, mengira pak Ratman ingin pulang siang hari itu juga. Tapi ketika ia menghampiri tas kerja pak Ratman, pak Ratman menggoyang-goyangkan tangannya tanda melarang.

“Tomy, siang ini kamu tidak mengantarkan aku pulang terlebih dulu. Aku lupa, tadi Kartika memesan untuk dibelikan es krim di rumah makan Ayem Tentrem. Ambil es krim pesanannya, lalu kamu bawa pulang dan berikan kepada Kartika."

“Baiklah.”

“Kamu tinggal datang dan bilang akan mengambil pesanan Kartika. Kamu tidak usah membayarnya, karena aku sudah menstransfer pembayarannya.

"Baik.”

Tomy segera mundur, dan pergi ke rumah makan, di mana pak Ratman menyuruhnya mengambil pesanan untuk Kartika. Rupanya pak Ratman tidak ingin pulang cepat, buktinya justru menyuruh mengirimkan es krim pesanan Kartika.

“Kartika memang kolokan. Es krim saja minta ayahnya yang membelikan, bukankah dia bisa berangkat sendiri untuk membeli?” omel Tomy dalam perjalanan ke rumah makan yang dimaksud, demi mengambil pesanan Kartika.

Tapi baru saja dia memasuki rumah makan itu, seorang anak kecil terdengar memanggilnya.

“Bapaaak!”

Tomy terkejut. Ketika ia menoleh ke arah datangnya suara, matanya terbelalak karena melihat Indira berdiri di tengah pintu.

“Indira?” pekik Tomy.

Indira segera berlari mendekati sang ayah.

“Kamu sama siapa?”

“Sendiri,” katanya sambil tertawa-tawa.

“Sendiri?” Tomy menoleh ke sana dan kemari, tapi ia tak melihat siapapun yang dikenalnya. Tapi dia tak percaya Indira datang sendiri.

“Bapak, aku mau es krim

“Baiklah, ayo makan es krim,” kata Tomy sambil menggandeng tangan Indira, sementara matanya terus mencari-cari seseorang, yang datang bersama Indi.

“Indi sendiri. Bapak nggak percaya? Ayo makan es krim saja.”

Tomy tersenyum. Tiba-tiba saja rasa kebapakannya muncul. Memang, selama ia bersama Desy, sudah ada Indi bersamanya, tapi ia tak pernah memperlihatkan kasih sayang yang besar, sebagai seorang ayah dan anak. Kali ini, ada perasaan lain di hatinya. Entah mengapa, ia merasa menjadi bapak. Ia merasa bahwa Indi adalah darah dagingnya yang harus dikasihi dan dilindunginya. Perasaan ini mirip seperti perasaannya, ketika bertemu kembali dengan Boy.

“Mau pesan apa?”

“Yang coklat, Indi suka coklat. Bapak juga ya?”

“Baik, bapak juga akan pesan es krim coklat untuk bapak sendiri.”

Tomy memesan es krim, sementara matanya terus melihat kesekeliling tempat mereka. Tak mungkin Indi sendiri, pasti ada temannya. Desy?

“Bapak mencari siapa?”

“Benar kamu sendiri? Tidak bersama ibu?”

“Bersama orang.”

“Orang … siapa?”

“Es krimnya sudah datang, ayo kita makan.”

Anak kecil ini kok bisa-bisanya menutupi sesuatu yang pastinya dirinya tidak boleh tahu. Tomy bingung harus dengan apa untuk memaksa Indi bicara.

“Ayo Bapak makan es krimnya, kenapa bengong?”

Indi dengan lahap menyantap es krimnya. Ia tersenyum ke suatu arah, lalu mengacungkan jempolnya. Tomy menoleh ke arah di mana tadi Indi menatap, tapi tak ada siapa-siapa yang sekiranya mengantarkan Indi sampai ketempat itu.

“Kamu tadi senyum-senyum sama siapa?”

“Tidak sama siapa-siapa.”

“Kamu mengacungkan jempolmu sama siapa?”

“Ini, es krimnya enak.”

Indi asyik menghabiskan es krimnya. Tomy terus saja berpikir. Pasti bersama Desy yang enggan bertemu dengannya. Ia mengambil ponselnya, menelpon nomor kontak Desy, tapi ternyata nomornya mati. Sudah sejak Desy pergi dia menelpon dengan nomor itu, tapi tak pernah nyambung.

“Indi nanti mau pulang ke mana?”

“Ke rumah kakek.”

“Kamu pasti tidak sendiri.”

“Sendiri kok, Bapak.”

Indi sudah selesai makan es krimnya.

“Mau beli untuk dibawa pulang?”

“Nggak usah.”

Tomy kemudian teringat bahwa dia sedang mengambil pesanan es krim untuk Kartika.

“Tunggu di sini ya, ada yang harus bapak kerjakan,” kata Tomy sambil berdiri.

Memamg benar ada pesanan es krim dari pak Ratman dan sudah dibayar, karenanya Tomy tinggal mengambilnya saja. Tomy menenteng kotak es krim yang sudah dimasukkan ke dalam paper bag, lalu kembali ke meja, di mana Indi sedang menunggu. Tapi ternyata Indi tidak ada lagi di sana. Tomy kebingungan.

“Indi! Indiii!” Tomy berteriak-teriak. Lalu dia keluar mencari-cari. Tapi Indi tak kelihatan bayangannya.

“Bapak mencari siapa?” tanya satpam yang sedang berjaga.

“Seorang anak kecil, rambutnya dikucir dua. Bapak melihatnya keluar dari sini?”

“Oh, dia? Dia sudah naik mobil bersama seorang laki-laki tua.”

“Laki-laki tua?”

“Iya, dia juga yang tadi datang bersama anak kecil itu, dan menunggu di sini.”

Tomy merasa lemas.

“Bapak … “ bisiknya pelan dengan perasaan yang tak bisa digambarkan. Gembira bertemu anak, kemudian kecewa karena pergi begitu saja? Laki-laki tua itu pasti ayahnya.

“Bapak sedang menyakiti aku lagi,” bisiknya sambil melangkah ke arah mobilnya.

***

 Tomy memasuki rumah pak Ratman, disambut bu Ratman dengan heran, karena Tomy datang sendiri.

“Nak Tomy, mengapa datang sendiri? Bapak mana?”

“Bapak masih di kantor. Saya kemari hanya untuk mengantarkan es krim pesanan mbak Kartika,” kata Tomy sambil memberikan paper bag kepada bu Ratman.

“Ya ampuun, Kartika pesen es krim?”

“Iya, bapak yang menyuruh saya mengantarkan ke rumah, sementara bapak belum bisa segera pulang.”

“Anak itu memang keterlaluan.”

Bu Ratman tersenyum dan mengucapkan terima kasih, sementara Tomy segera pamit untuk kembali ke kantor.

Bukan hanya Tomy. Ternyata bu Ratman juga heran, si centil Kartika meminta agar dipesankan es krim dan segera dibawa ke rumah. Tapi Tomy tak begitu memperhatikan masalah Kartika dan es krimnya. Ia hanya heran bisa ketemu Indi dalam sekejap mata, kemudian pergi lagi. Mengapa ayahnya melakukan hal itu kepadanya? Apakah sang ayah benar-benar membencinya?

Menitik air mata Tomy, mengalami kejadian-kejadian yang terkadang menyakitkan dalam dia menjalani hari-harinya. Dibenci anak, diketemukan dengan anak, tapi hanya sekejap. Dulu ia tak pernah mempedulikan masalah perasaan hatinya. Tapi sekarang, Tomy sudah menjadi manusia yang memiliki hati dan rasa.

***

Besok lagi ya.

64 comments:

  1. 🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
    Alhamdulillah πŸ™πŸŒΉ
    AaBeAy_29 sdh tayang.
    Matur nuwun sanget,
    tetep smangats nggih Bu.
    Semoga slalu sehat dan
    bahagia. Aamiin.
    Salam Aduhai πŸ˜πŸ¦‹
    🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai deh

      Delete
  2. Terima kasih bunda Tien ..sehat2 utk bunda ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun ibu Agustina

      Delete
  3. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 29 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien

    ReplyDelete
  7. Maturnuwun Bu Tien... Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  8. Alhamdulilah maturnuwun bu Tien ...salam sehat dan aduhai aduhai ❤️❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kasihan juga Tomy ya ... semoga dengan pelajaran ini tomy menjadi lebih baik... bu Tien paling bisa menganduk aduk perasaan pembaca ....

      Delete
  9. Alhamdulilah matursuwun Bu Tien ...salam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga ❤️❤️

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun ibu Yati

      Delete
  11. Bukan main permainan perasaan yang diperankan Tomy. Ada yang membenci, ada yang merindukan.
    Istri pertama mulai perhatian, tapi anaknya tetap membenci.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  12. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete

  13. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 29* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  14. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°πŸ’

    Terharu ..😭😌.. sabar ya Tomy semua perlu perjuangan, tinggal sedikit lg kamu bisa meraih semuanya
    Aduhai 😍

    ReplyDelete
  15. Jadi bertanya2...apakah kisah Tomy akan berakhir dgn poligami? Sudah beberapa judul cerbung ibu Tien yg bertema serupa akhir2 ini ya...menarik.πŸ™‚

    Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Meski telat sy bacanya...
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  17. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -29 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien,
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin.

    Mantab....Tomy dulu, dengan Tomy skrng sdh lain beda, dulu sebutan nya anak manja...anak Mama...tapi skrng berani menegur Mama nya...yang akan bikin malu Keluarga..😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  18. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien trs sehat² selalu n tetap semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
      Matur nuwun pak Arif

      Delete
  19. Alhamdulillah ...kari unet komennya..... Matur Bu Tien ABeAy_29 sampun tayang.

    Alhamdulillah Tomy sdh berubah pikiran, yen dugaanku sih teklek kecemplung kalen (istri resmi) Ning tergantung penulis lho ya......
    jangan² aku salah duga ....

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dan bahagia selalu....

    ReplyDelete
  21. Makasih mba Tien.
    Salam bahagia selalu.
    Semakin aduhai...

    ReplyDelete
  22. Kok seri yang ini terasa pendek sekali ya....
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete

MASIHKAH ADA CINTA

 MASIHKAH ADA CINTA (Tien Kumalasari) Masihkah ada cinta Ketika kau sakiti aku Ketika manisnya madu telah berlalu Ketika kau guyur aku denga...