Monday, August 12, 2024

AKU BENCI AYAHKU 28

AKU BENCI AYAHKU 28

(Tien Kumalasari)

 

Tomy tertegun ketika pak Ratman meminta untuk menghentikan mobilnya.

"Benar di sini pak?"

"Ya, tentu saja benar. Ini rumah perempuan gatal itu." 

Pak Ratman belum turun, masih mengamati keadaan rumah Rohana dari jauh. Tapi Tomy hampir terlonjak mendengar umpatan 'perempuan gatal' itu. Ibunyakah yang dimaksud ungkapan itu?

"Perempuan gatal?" tanya Tomy.

"Ya, agak ragu-ragu aku untuk menemui dia."

"Mengapa Bapak menyebutnya dengan perempuan gatal?" Tomy masih penasaran.

"Dia itu tadinya berhutang sama aku, sebanyak seratus juta. Janji-janji melulu untuk membayarnya, dan tak pernah kesampaian. Akhir-akhir ini dia berusaha mendekati aku, meminta aku datang, dan baru akan menemuinya lagi sekarang ini.

“Lagi?’ agak gemetar ketika Tomy menanyakannya. Hutang seratus juta, lalu mengharapkan pak Ratman datang, dan pak Ratman menyebutnya perempuan gatal? Dan itu adalah Rohana, ibunya?

“Dia pernah datang ke rumah aku, membicarakan tentang hutangnya yang belum bisa dibayar, karena dia habis ditipu orang, tiba-tiba dia sakit, jadi aku terpaksa mengantarkannya pulang. Tapi karena aku ditelpon Kartika bahwa harus segera pulang, maka aku pulang cepat-cepat. Setelah itu dia terus menerus menelpon agar aku datang menemuinya. Rupanya benar, dia perempuan gatal, maklum dia kan janda.”

Tomy mulai mengerti, ibunya berbohong. Siapa yang menipunya? Bohong kan? Untuk apa uang sebanyak itu, sementara ayahnya selalu memberinya uang yang cukup? Artinya cukup untuk makan, dan sang ibu mempergunakannya untuk bersenang-senang? Tiba-tiba Tomy merasa sedih memikirkan ibunya.

"Tomy, ayo kita pulang saja."

"Pulang?"

"Sebenarnya aku hanya ingin mengatakan bahwa dia tak usah terus-terusan menggangguku, tapi aku tiba-tiba merasa bingung."

"Mengapa bingung?"

"Ya sudahlah, memang aku bingung. Dia itu cantik, memikat. Aku ini kan laki-laki. Kalau digoda seperti itu, imanku bisa runtuh. Sesama laki-laki, kamu harus bisa mengerti."

"Tapi saya tidak mengerti."

"Rohana itu cantik. Umurnya memang tidak muda lagi, tapi tubuhnya bagus, menarik. Hanya saja aku sudah berjanji kepada diriku, bahwa aku tak akan melakukan kesenangan itu lagi. Istriku sudah cantik, dia penurut, setia, masa aku masih harus terus menerus mengkhianatinya?"

"Bukankah Bapak hanya ingin mengatakan bahwa dia tak usah menghubungi Bapak lagi?"

"Benar. Tapi bagaimana kalau aku tergoda? Ayo pulang saja, nanti aku kirim dia melalui pesan singkat. Selesai. Dan ponsel akan aku matikan setiap kali dia menelpon."

Tomy menyalakan mesin mobilnya, tapi tiba-tiba pintu rumah itu terbuka, dan Rohana berlari-lari mendekat.

"Pak Ratman ... pak Ratman ...!"

Tomy menghentikan mobilnya karena pak Ratman memberinya isyarat untuk berhenti. Entah bagaimana Tomy akan bersikap kalau nanti sang ibu melihatnya. Tomy hanya menenggelamkan topi yang dipakainya sehingga wajahnya tertutup setengahnya,

"Mengapa mau pergi? Belum juga masuk ke rumah. Saya ada kok, dikira pergi ya? Ayo turun dulu, saya sedang di dapur, memasak untuk makan malam kita."

Tomy memejamkan matanya. Tak sampai hati ia melihat penampilan ibunya, yang memakai pakaian rumahan dengan sangat sexy. Suaranya itu juga sangat membuat telinganya sakit. Mengapa ibunya seperti itu? Tomy ingin menangis. Ternyata dia dibesarkan disebuah lingkungan yang buruk. Ibu yang tercela dan tidak tahu malu.

Pak Ratman turun dari mobil, dan Rohana menyambutnya dengan hangat. Ia bahkan tanpa tahu malu menggandeng tangan pak Ratman. Apa yang dikatakan pak Ratman terbukti? Bahwa seorang laki-laki tidak akan kuat imannya menghadapi rayuan seorang perempuan cantik? Melihat pak Ratman mengikuti Rohana, hati Tomy serasa di remas-remas. Ingin rasanya dia berteriak-teriak, memaki siapapun yang ada di dekatnya. Ingin rasanya dia menarik tangan ibunya, memberinya peringatan bahwa itu tak pantas. Tapi Tomy hanya menahan semua perasaan itu di dalam hatinya. Ia memejamkan matanya dan bersandar, berusaha menghempaskan perasaan galau itu di hatinya.

Tapi tak lama kemudian ia dikejutkan dengan suara pintu dibuka, dan langkah-langkah kaki mendekat.

"Pak Ratman, tega sekali membiarkan masakan saya mubadzir. Sudah dua kali pak Ratman mengecewakan saya," katanya sambil berdiri di depan pintu mobil yang oleh pak Ratman sudah ditutup.

"Maaf, Bu. Tadi sudah saya katakan bahwa saya tidak punya banyak waktu."

"Soalnya saya juga akan membicarakan soal hutang saya,"

"Itu mudah, Bu. Bayarlah semampu ibu, saya tidak akan memaksa."

"Benarkah?"

"Benar."

"Ya ampun Pak, sebenarnya saya ingin memberikan hadiah sebuah pelukan hangat buat Bapak," kata Rohana dengan suara mendayu-dayu.

"Jalan, Tom."

Tomy menjalankan mobilnya menjauh, meninggalkan Rohana yang berjingkrak kegirangan. 

"Syukurlah, aku juga tak akan berselera melayani laki-laki tua dan jelek seperti dia. Yang penting hutangku mendapat keringanan. Bahkan kalau aku tak bayar sekalipun, dia pasti tak akan marah. Gampang nanti, aku bisa membicarakannya lagi."

Rohana masuk ke rumah dengan perasaan lebih ringan. Perkara masakan yang tak tersentuh oleh laki-laki yang diincarnya, tak masalah. Dia bisa menyimpannya untuk dimakan pada hari-hari berikutnya. Bukankah irit lebih baik?

***

Tomy terdiam di sepanjang perjalanan. Ocehan pak Ratman yang berhasil menghindari rayuan Rohana sama sekali tak didengarnya.

"Tom, kok kamu diam saja? Kamu tidak percaya bahwa aku tidak melakukan apa-apa pada perempuan itu? Sungguh aku berusaha menjauh, dan aku sudah mengatakan apa yang ingin aku katakan."

"Pak Ratman hebat."

"Hebat apanya Tom? Sebenarnya juga sayang dilewatkan sih."

Pak Ratman terkekeh sendiri.

"Tidak ... tidak ... sekarang aku adalah laki-laki baik Tom, tak mungkin aku melakukannya lagi. Semuanya sudah lewat, dan ayahmu sudah mengingatkan aku."

Tomy terkejut mendengar pak Ratman mengatakan 'ayahmu'. Apa maksudnya? Tapi rupanya pak Ratman buru-buru meralatnya. Ia memang kelepasan bicara.

"Aduh, aku ngelantur. Mengapa aku bicara 'ayahmu'? Maksudku ayahku. Kenapa bisa ayahmu?"

"Ayah Bapak masih ada?"

"Sudah lama meninggal. Tapi ... dia datang dalam mimpiku."

"O, dalam mimpi?"

"Iya, dalam mimpi itu dia menasehati aku, supaya tidak melakukan hal-hal buruk lagi."

"Oh, syukurlah."

"Oh ya Tom, kapan kamu mau pindah rumah? Nanti biar kamu bawa saja mobil ini, kalau kamu mau membawa barang-barang. Jadi gampang kan, kalau pakai mobil?"

"Tidak usah Pak, saya tidak punya apa-apa, hanya sebungkus pakaian ganti dan seragam kerja. Tidak ada yang lain."

"Tapi pakai mobil kan lebih enak."

"Tidak usah Pak,  naik ojol saja."

"Kapan? Besok hari Minggu lhoh, mobilnya bisa kamu pakai."

"Terima kasih Pak, tapi saya mau naik ojol saja."

"Besok kan?" pak Ratman kelihatan mendesak.

"Iya, baiklah."

"Nah, gitu dong. Supaya dekat rumah, kalau aku butuh kamu bisa langsung datang tidak pakai lama," canda pak Ratman.

Tomy hanya tersenyum tipis. Bayangan dan ingatan tentang ibunya masih terbayang dalam benaknya.

***

Ketika sampai di kantor kembali, ia melihat Satria masih ada. Sekarang baru waktunya pulang, karena tadi pak Ratman memang mengajak pulang lebih awal.

"Tumben Tom, pak Ratman sudah pulang."

"Iya, tadi menyuruh aku mengantar ke suatu tempat, jadi pulangnya sudah tadi-tadi."

"Mengantar ke mana?"

"Ke ... itu ... nggak tahu, temannya," kata Tomy yang tak ingin mengatakan apapun. Tapi Rohana kan juga ibu Satria. Apa salahnya kalau Satria juga tahu?

"Kelihatannya orang penting."

"Ayuk, aku pulang numpang ya, nanti aku ceritakan sesuatu."

"Tentang apa tuh? Bukan dongeng anak-anak kan?"

"Orang sudah hampir tua, mengapa ada dongeng anak-anak segala? Pokoknya bersiaplah, aku numpang dan ini setengah maksa," kata Tomy yang ingin segera mengatakannya pada Satria.

"Baiklah, aku kemasi barang-barangku ini dulu."

Ketika mereka sudah dalam perjalanan pulang, Tomy segera mengatakan apa yang baru saja dialaminya.

"Itu ibu?"

"Ibu kita. Aku tak mengira ibu bisa berbuat seperti itu. Nanti setelah mandi aku akan ke sana."

"Mengapa setelah mandi, dan tidak sekarang saja?"

"Sekarang?"

"Ya, apa jawab ibu ketika mengetahui bahwa kita tahu segalanya tentang ibu."

"Baiklah, terserah kamu saja."

"Tapi aku harus memberi kabar dulu pada Minar, supaya dia tidak khawatir kalau aku terlambat pulang."

***

Rohana tentu saja mencak-mencak mendengar kedua anak lelakinya mencela perbuatannya. Ia tak mau disalahkan, kecuali hanya berkeyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah karena terpaksa.

"Apa kalian kira aku tertarik pada laki-laki tua buruk rupa itu? Enak saja. Aku hanya ingin berbincang tentang hutangku, agar dia memberinya keringanan. Orang-orang suruhannya bersikap sangat kejam kalau menagih. Benci aku."

"Untuk apa ibu berhutang sebanyak itu?" tanya Tomy.

"Kalian tidak usah ikut campur. Tapi dari mana kalian tahu semua itu?"

"Itu tidak penting. Tapi untuk apa ibu berhutang sebanyak itu?" tanya Satria.

"Itu bukan urusan kalian, dan aku juga tidak minta dari kalian kok."

"Bu, ibu adalah ibuku, juga ibu Tomy, kalau ibu susah, kami pasti juga akan ikut susah."

"Siapa bilang ibu susah? Biasa saja kok. Ibu akan bisa mengatasi semuanya, kalian tidak usah repot memikirkan ibumu. Dan kamu Tomy, jangan sok punya uang, kamu hanya bekerja sebagai sopir, untuk apa peduli pada hutang ibumu?"

"Bu, kalau memang ibu membutuhkannya, Satria dan Tomy pasti juga akan membantu."

"Tidak perlu. Memalukan sekali, aku tidak akan minta bantuan siapa-siapa, sekarang kalian pergilah. aku akan mengatasi semuanya sendiri. Jangan sok kasihan pada ibumu ini. Pergi ... pergi!!"

"Ibu akan melakukannya dengan merayu orang di mana ibu berhutang?" kata Tomy lantang, sehingga Satria kemudian menggenggam lengannya agar berhenti bicara keras.

"Apa katamu? Lancang kamu Tomy. Setelah kamu tidak membutuhkan ibumu, kamu berani sekali mencela ibumu."

"Tomy hanya ingin agar ibu tidak bertindak yang melampaui batas, demi untuk meringankan hutang lalu berbuat yang tidak tahu malu."

"Tomy!! Pergi kamu Tomy! Pergiiii!!! Kamu juga Satria, pergi kaliaaann!"

Rohana menjerit-jerit tak terkendali. Satria menarik tangan Tomy, diajaknya pergi.

"Ibu jangan marah-marah pada kami. Kami mengatakan semuanya, agar ibu tidak melakukan hal yang memalukan. Kami akan bersedia membantu," kata Satria lebih lembut. Walau begitu Rohana menanggapinya dengan amarah yang masih membara.

"Tidak, untuk apa membantu? TIdak, aku tidak butuh bantuan kalian. Aku masih bisa mengatasi masalahku sendiri. Sudah ... sudah ... pergiiii !!!"

Tomy dan Satria meninggalkan ibunya yang masih berteriak-teriak marah. Sikap itu membuat keduanya semakin sedih.

***

Tapi sesampai di rumah, Satria tak ingin mengatakan permasalahan itu kepada Minar. Ia takut hal itu akan mengganggu pemikiran Minar, dan berpengaruh pada kandungannya. Walau begitu sikap Satria yang berbeda tetap membuat Minar curiga.

"Mas sedang memikirkan apa sih?"

"Kamu ada-ada saja. Aku tidak sedang berpikir apapun. Eh, berpikir juga sih, tentangmu, tentang anak kita."

"Bukan, ini tidak biasa. Apa ada masalah di kantor? Mas tadi terlambat pulang mampir ke mana?"

"O, tadi itu hanya mengantarkan Tomy membeli sesuatu, besok dia akan pindah ke rumah yang diberikan untuk Tomy tinggal, jadi ada yang butuh dibelinya, gitu lhoh."

Tapi Minar tidak terima. Dia terus mendesak sang suami agar berterus terang.

"Minar, aku harus berkata apa. Mm, tidak, aku sedang berpikir untuk ... menjual mobil itu, bagaimana?" akhirnya keceplosan juga apa yang dipikirkannya.

"Menjual mobil? Mengapa Mas menjualnya? Bukankah Mas masih bisa mempergunakannya? Masih bagus kan?"

"Maksudku, supaya besok-besok kita bisa membeli yang lebih bagus."

"Kalau begitu ya besok saja menjualnya, tidak terlalu penting mobil itu kan?"

"Supaya nanti kalau kamu sudah merasa mau melahirkan, bisa mengantar kamu dengan lebih cepat."

"Mas bagaimana sih, melahirkan kan masih lama? Jangan mengada-ada deh. Mas butuh uang?"

"Nggak begitu butuh, hanya persiapan untuk biaya melahirkan kamu saja."

"Mas, aku masih punya tabungan sedikit. Ketika aku mau pindah, ibu Kirani memberi aku bekal uang. Kalau Mas butuh, boleh dipakai kok."

Satria bingung. Dia sudah berbelit-belit memberi jawaban. Tapi sesungguhnya dia memang ingin menjual mobilnya, untuk membayar hutang ibunya. Ia tak ingin ibunya sampai menjual harga diri demi hutang itu.

"Mas, sebenarnya pasti Mas bukan ingin menjual mobil demi kehamilan aku atau kelahiran anak kita. Ada sesuatu? Mas takut aku sedih, aku kecewa, aku kepikiran ... kalau Mas mengatakan permasalahan apa yang sedang Mas sandang?"

Satria kehabisan alasan. Berbohong yang bagaimanapun, Minar akan mengetahuinya, karena ia sangat peka terhadap semua hal yang dilihat dari suaminya. Ia sedang sedih, sedang lelah, sedang ada masalah di kantor, Minar akan merasakannya dan selalu menginginkan jawaban yang benar.

"Mas benar, ingin menjual mobil itu karena butuh uang?"

Satria diam agak lama sebelum akhirnya memberikan jawabannya.

"Aku harap kamu tidak kecewa. Benar, aku ingin menjual mobil itu, tapi bukan untuk aku."

"Untuk siapa Mas?"

"Kamu jangan marah kalau aku mengatakannya ya?"

"Mas kok begitu. Kalau memang Mas butuh uang untuk suatu keperluan, mengapa aku harus marah? Mas menghilangkan uang perusahaan? Membuat rugi perusahaan? Berapa banyak Mas? Kira-kira uangku cukup nggak ya Mas, berapa sih?"

Satria memeluk istrinya dengan haru. 

"Untuk membayar hutang ibu," bisiknya di telinga Minar.

"Hutang ibu? Ibu punya hutang? Berapa?"

Satria merasa lega, tak tampak perasaan tertekan pada wajah istrinya. Ia menatapnya dengan heran.

"Ibu punya hutang seratus juta, aku ingin membantunya."

"Seratus juta? Aku punya uang Mas, tapi tidak sampai seratus juta, hanya limapuluh jutaan. Bisa dicicilkan?"

"Minar, sudah, jangan pakai uangmu, aku jual mobilnya saja, nanti aku akan berusaha membeli lagi, tidak usah yang mahal."

"Ya sudah, terserah Mas saja. Semoga permasalahan ibu cepat selesai."

Sekali lagi Satria memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang.

***

Malam itu Satria sudah menelpon Tomy, agar Tomy tidak terlalu kepikiran tentang masalah ibunya, karena besok pagi dia akan menjual mobilnya.

Tomy merasa sedih tidak bisa melakukan apa-apa karena ia baru saja bekerja dan belum punya tabungan yang cukup. Ia harus berterima kasih kepada Satria atas pengorbanannya, yang walaupun Rohana juga ibu Satria, tapi Satria tidak pernah mendapat kasih sayang sebanyak dirinya.

Walau begitu ia merasa lega dan tak terlalu berat memikirkannya.

Sekarang ia harus bersiap-siap, karena besok dia akan pindah ke rumah yang diberikan atau dipinjamkan pak Ratman untuknya. 

Ketika ia keluar untuk membeli sesuatu, sekilas ia menoleh ke arah rumah, di mana Monik dan Boy tinggal. Ada rasa aneh ketika ia harus meninggalkan tempat itu. Perlahan kakinya melangkah, melintas didepan rumah itu. Pintunya tertutup. Dan memang selalu tertutup, baik Monik ada di rumah ataupun tidak.

Tiba-tiba tanpa dirasa, kaki Tomy melangkah ke halaman rumah itu, entah siapa yang menuntunnya.

Ia berdiri di depan pintu, tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Seperti orang linglung Tomy kemudian membalikkan tubuhnya, tapi kemudian terdengar pintu terbuka. Ia menoleh, dan melihat Boy berdiri di tengah pintu. Hanya beberapa saat, kemudian terdengar pintu dibanting keras. Tomy merasa sakit. Seakan daun pintu itu benar-benar jatuh ke dadanya.

***

besok lagi ya.

60 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~28 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  3. πŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’ž
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    AaBeAy_28 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🀩
    πŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’žπŸŒ·πŸ’ž

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ibu... Matur nuwun
    Mugi tansah pinaringan sehat lan tetep paring panglipur lumantar cerbung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Butut

      Delete
  5. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete

  6. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 28* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  7. Alhamdulilah, ak be ay 28 sdh tayang ...salam hormat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ™❤️❤️

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ˜€

    ReplyDelete
  9. Sugeng ndalu bunda Tien, sehat2 selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wiwik

      Delete
  10. Matur nuwun salam sehat penuh berkat

    ReplyDelete
  11. Lwt tulisan tgn bu Tien ...Tomy akan menjd manusia yg lbh baik stlh berbagai peristiwa yg menimpanya dan kebijakan ayahnya... Sptnya diakhir crt Monik dan Desy akan jadi 2 istri Tomy yg direstui papanya. Smg ya mb Tien wlu tdk ada satupun wanita yg suka punya madu. Slm aduhai utk mb Tien...smg sehat selalu. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sapti
      Hehee.. iya kah?

      Delete
  12. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™
    Sehat selalu kagem bunda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padma Sari

      Delete
  13. Sedikit koreksi, bu..."ibu Kirani" bukan "ibu Kartika" ya...typo saja sih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Nuwun, ibu Nana, sudah diganti sekarange
      Gara2 laptop ngadat

      Delete
  14. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam hangat... semoga sehat bahagia selalu bersama keluarga, sll dlm lindungan Alloh swt. Aamiin

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari,

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.
    Satu2 terurai....
    Tadi masih setia nunggu tayang , sampai jam 07.20 blm juga tayang ..akhirnya Sholat ..maem ..dan baru baca di blog.
    Syukron nggih Mbak Tuen 🌹🌹🌹🌹🌹
    Semoga selalu sehat Aamiin😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Susi
      Maaf, laptop saya rewel tadi

      Delete
  17. Kalau uangnya dikasih Satria ke Rohana,takutnya bukan dibayarkan ke hutangnya, malah dipakai buat foya2 lagi.
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  19. Alhamdulillah aq buueennci ayahku sdh tayang
    Terima kasih bu tien, semoga sehat² selalu n tetap semangat

    ReplyDelete
  20. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Arif

    ReplyDelete
  21. Apa bijaksana kalau Satria membantu Rohana. Paling dibelokkan lagi untuk senang' sendiri.
    Kalau Boy langsung menutup pintu, mudah mudahan Monik mau menemui.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  22. Matur nuwun Bu Tien, senang sekali tiap hari Senin karena dapat membaca kelanjutan cerita lagi dari Ibu. Tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
  23. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -28 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien,
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin.

    Mantab...Kakak dan Adik.. kompak mengingatkan dan menyadarkan Ibunda nya. Tapi apa mau di kata, ternyata Ibu nya masih keras kepala, blm menyadari klu perbuatan nya tsb bikin malu keluarga, ya wis lah.

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°πŸ’

    Tomy makin galau ya , mikir ibunya tambah Boy yg blm bisa menerima kehadiran nya , sabaaar ya dek πŸ˜‚πŸ€­

    Wah jd ketahuan semua ya dg pak Ratman , lihat besok saja ah,😁🀭

    ReplyDelete
  25. Tomi memetik apa yang dia tabur... Boy belum bisa bersikap manis pada bapaknya.. selanjutnya terserah bunda Tien. Salam sehat selalu, bahagia dan aduhaiii

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 28 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  27. Replies
    1. Trmhasih Bu Tien .A be Ay 28 dah hadir.
      Semoga Bu Tien bersama keluarga sehat walafiat .
      Aamiin yra .🀲🌹🌹

      Delete
  28. Terimakasih .Bu.Tien. A Be Ay 28. Dah hadir.
    Moga Bu Tien sehat selalu
    Amiin🀲

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 10

  MASIH ADAKAH MAKNA  10 (Tien Kumalasari)   Boy yang hampir sampai ke seberang terpelanting dan tersungkur di jalan, diam tak bergerak. Ind...