Monday, July 29, 2024

AKU BENCI AYAHKU 16

 AKU BENCI AYAHKU  16

(Tien Kumalasari)

 

Tanpa sepengetahuan Desy, ternyata ayah Tomy tahu bahwa Desy pernah menanyakan tentang pekerjaan untuknya di rumah makan itu. Sopir yang dipercayanya itulah yang memberitahukannya.

Rupanya ketika membayar es krim yang dimakan Indira dan ibunya, sang sopir menanyakan kepada pegawai rumah makan itu, tentang apa yang dibicarakan Desy, lalu dia melaporkannya kepada majikannya.

Desy masih gemetar di depan pintu. Ia hampir yakin kalau ayah Tomy akan mengusirnya. Sebenarnya Desy tidak merasa sayang kalau harus meninggalkan keluarga itu. Tapi mestinya dia bisa mendapat pekerjaan dulu, jadi dia tidak akan kelaparan. Hanya saja pekerjaan yang ditunggu tidak segera didapatkannya. Bagaimana nanti kalau ayah Tomy mengusirnya?

“Masuklah, mengapa berdiri di situ terus?”

Desy terkejut. Ia lupa bahwa ruangan tuan besar dibatasi dengan kaca, yang dari luar tidak bisa melihat ke dalam, sedangkan dari dalam bisa melihat keluar.

Desy segera mendorong pintu, lalu mengangguk hormat kepada ayah mertuanya.

“Duduklah,” perintahnya. Tapi melihat tatapan ayah mertua yang tidak tampak garang, hati Desy sedikit lebih tenang.

Dengan hati-hati dia duduk, lalu menundukkan wajahnya sambil menautkan kedua belah tangannya.

“Kamu melamar pekerjaan di rumah makan itu?”

Desy terkejut. Sekarang ia yakin bahwa ayah mertuanya benar-benar marah dan pasti akan mengusirnya. Heran sekali Desy. Bagaimana sang ayah mertua bisa tahu kalau dia menanyakan pekerjaan di rumah makan itu? Apa pelayan yang kelihatannya ramah itu melaporkannya?

“Ss … saya minta maaf … Ss..saya hanya tidak ingin …mm..menjadi beban di tempat ini … jaj..jadi saya … menanyakan tentang pekerjaan itu di sana.”

“Mengapa kamu harus meminta maaf?”

“Kk..kalau say..saya dianggap ..bb..bersalah … saya minta maaf.”

Desy tetap menundukkan wajahnya, sehingga dia tidak melihat, bahwa wajah garang itu sedang tersenyum menatapnya.

“Aku tidak tahu, bahwa ternyata kamu perempuan yang baik.”

Desy menajamkan pendengarannya. Barangkali dia salah. Benarkah tuan garang itu mengatakan dirinya baik? Perlahan dia mengangkat wajahnya.

“Kamu seperti orang ketakutan.”

“Sayaa..saya minta maaf.”

“Minta maaf lagi?”

Desy tak tahu harus berkata apa.

“Aku tidak akan memarahi kamu. Mengapa kamu ketakutan? Benarkah kamu ingin bekerja?”

Sekarang Desy kehilangan hampir seluruh rasa takutnya. Suara tuan garang itu tak lagi garang.

“Kamu boleh bekerja di kantorku.”

Desy menajamkan pendengarannya. Itu bukan ucapan memecat atau mengusir bukan? Ia menawarkan pekerjaan di kantornya? Desy menatap ayah mertuanya dengan penuh tanda tanya. Sekarang dia melihat, bahwa ada senyuman di wajah yang segarang harimau itu.

Ketika mengetahui  bahwa Desy mencari pekerjaan, pandangan ayah Tomy sedikit berubah. Ia seorang pekerja keras, dan sangat menyukai orang yang tak suka berdiam diri. Wanita istri siri Tomy ternyata punya sisi baik yang membuatnya kagum. Karenanya ia ingin membantunya.

“Jawab pertanyaanku. Apa kamu ingin bekerja?”

“Iy … iya. Apa Bapak menyalahkan … ss… saya?”

“Tidak, orang ingin bekerja itu tidak salah. Bukankah aku menawarkan pekerjaan untuk kamu?”

“Be .. benarkah?”

“Datanglah ke kantor, besok pagi. Sopir akan mengantarkan kamu,” kata ayah Tomy yang kemudian berdiri, dan keluar dari ruangannya. Membiarkan Desy termangu beberapa saat lamanya.

Diluar, ia menghampiri Indira yang sedang menidurkan bonekanya di ranjang kecil mainan. Begitu melihat kakeknya, Indira segera berlari dan memeluknya.

“Kakek … mengapa Indi tak melihat ada Kakek?”

Sang kakek mengangkat tubuh Indira, diangkatnya tinggi, membuat Indira berteriak-teriak girang.

“Bonekanya bagus?”

“Bagus. Ibu yang memilihkannya.”

“Baiklah, main lagi sana, kakek mau kembali ke kantor.”

“Apa kakek marah pada ibu?” tanya Indi ketika melihat sang ibu keluar dari ruang kerja sang kakek, dan sedang mengusap matanya dengan jemarinya.

“Tidak. Siapa bilang kakek marah?”

“Ibu, apakah ibu menangis?” tanyanya sambil mendekati ibunya, dan menatap wajahnya.

Desy tersenyum dan menggelengkan wajahnya.

“Apa ibu menangis?” tanyanya lagi.

“Tidak. Ibu baik-baik saja. Tadi kemasukan debu, agak pedih.”

“Kakek jangan marah pada ibu ya?” katanya kemudian sambil mendekati kakeknya.

Sang kakek hanya tersenyum, kemudian mencium kedua pipi cucunya, lalu melangkah keluar.

Indira mengikutinya dari belakang, demikian juga Desy. Ada yang berbeda pada perasaan Desy. Seperti mimpi rasanya ketika ia melangkah di belakang ayah Tomy.

Ketika sang ayah mertua mau masuk ke mobilnya, Desy membungkukkan sedikit badannya, dan mengucap dengan bibir gemetar.

“Terima kasih banyak, Bapak.”

Laki-laki setengah tua itu tersenyum tipis.

“Jangan terlambat,” katanya sambil menutup pintu mobilnya, kemudian sang sopir membawanya berlalu.

“Benarkah kakek tidak marah pada ibu?” rupanya Indira masih belum percaya.

“Tidak. Kamu tahu, besok ibu akan bekerja di kantor kakek.”

“Bekerja? Jadi ibu mau pergi?”

“Ibu pergi pada pagi hari setelah menemani Indi sarapan, kemudian berangkat ke kantor kakek. Mungkin sore baru pulang, entahlah. Terserah kakek.”

“Nanti Indi tidak ditemani tidur?”

“Ibu menemani kamu tidur malam, siangnya sama bibik seperti biasa. Indi harus patuh kan? Anak baik harus patuh.”

Indi mengangguk. Anak itu seperti mengerti bahwa ibunya sedang gembira. Matanya yang berbinar, membuat Indi ikut senang.

***

Sebulan sudah berlalu. Ketika Desy menemukan kehidupan baru yang membuatnya senang, Tomy masih seperti hari-hari sebelumnya. Beberapa kali Satria memintanya datang, tapi Tomy enggan menurutinya. Ia merasa sang kakak hanya akan memberinya pekerjaan yang sama sekali tidak disukainya. Bagian pemasaran, sama sekali tidak membuatnya tertarik. Lalu driver itu pekerjaan gampang. Tomy sedikit tertarik. Tapi driver? Dia yang anak juragan, kaya raya, kemudian menjadi sopir yang disuruh-suruh? Beda tipis dengan pembantu kan?

Tomy yang dididik dengan segala kemanjaan telah membuatnya menjadi picik dan tidak bisa berwawasan luas. Ia hanya ingin enak dan enak. Ia bahkan mengabaikan kepergian kedua istrinya karena tidak ingin terbebani oleh masalah-masalah yang dianggapnya tidak begitu penting. Rohana, sang ibu, yang sudah kesal kemudian membiarkannya. 

Akhirnya Rohana benar-benar kehabisan uang untuk berfoya-foya, sampai membuatnya harus menjual mobilnya.

Walau begitu kesombongan masih saja terbawa dalam sikapnya. Ketika ia tak pernah membawa mobil saat bertemu teman-temannya, ia mengatakan kalau mobilnya dijual dan sedang memilih-milih mobil yang baru dan lebih bagus.

Tomy yang merasa terpaksa, pada suatu hari mendatangi rumah Satria. Saat itu masih sore, dan ternyata Satria belum pulang ke rumah. Ia hanya bertemu Minar, yang menemuinya di teras.

“Sebentar lagi mas Satria pulang. Kamu tunggu saja di sini," kata Minar setelah menghidangkan segelas kopi.

“Ada apa aku diminta datang berkali-kali?”

“Entahlah, barangkali hanya diajak berbincang.”

“Berbincang…” gumamnya.

“Kamu belum mendapat pekerjaan?”

Tomy menggeleng lemah.

"Ketika orang sudah mentok dalam mencari sesuatu, maka hal yang harus dilakukan adalah mengambil hal terbaik yang  ditawarkannya. Aku ingin menceritakan sesuatu tentang kehidupan keluargaku. Dulu, ayahku kehilangan pekerjaan karena pertimbangan usia. Karena tak ada pekerjaan, maka dia menerima saja bekerja menjadi kuli bangunan.”

“Kuli bangunan? Maksudmu … kamu ingin agar aku menjadi kuli bangunan?”

“Aku bercerita tentang ayahku. Aku yakin kamu tak bisa menjalaninya.”

“Sampai sekarang, ayahmu masih menjadi kuli bangunan?”

“Kemudian seseorang menolongnya, memberinya pekerjaan yang lebih bagus. Sebuah pengalaman hidup yang belum tentu orang lain bisa menerimanya, tapi karena rasa tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga, membuatnya menjalani apa yang bisa dijalaninya. Sebuah perjalanan hidup, Tomy. Ini kebalikannya dengan apa yang kamu alami. Dulu kamu bisa hidup enak, mewah, tidak kekurangan pastinya, tapi kemudian sesuatu telah merubahnya. Kamu merasakan bahwa hidupmu telah berubah, bukan?”

“Ini tidak pernah aku bayangkan.”

Sebuah mobil berhenti di halaman. Mobil keluaran lama, bukan mobil mewah seperti punya Tomy dulu, yang sekarang telah berada di tangan ayahnya. Tomy kemudian merasa, bahwa hidupnya memang sudah berubah.

Dari memiliki mobil mewah, sekarang tidak punya apa-apa. Sedangkan mobil Satria yang sederhana, dari dulu masih ada. Ia tahu sang ibu pernah menawarkan mobil baru, tapi ditolaknya. Satria yang sederhana selalu mendapatkan ketenangan dalam hidupnya, karena kemewahan yang dimiliki orang tuanya tetap membuatnya sederhana dan apa adanya.

“Ada tamu, rupanya?” sapa Satria ketika memasuki rumahnya.

“Baru pulang?”

“Sudah biasa, jam segini baru pulang. Kamu sudah lama?”

“Lumayan, sudah menghabiskan segelas kopi.”

Satria duduk di depan Tomy. Selama menjadi saudara, belum pernah mereka berbincang sedemikian akrab. Saling sapa pun juga jarang, karena memang tinggal di rumah yang berbeda. Ayah Satria membelikan rumah kecil ketika Satria kuliah di Jakarta, karena Satria enggan tinggal bersama ibunya yang sudah menikah lagi.

“Pekerjaan marketing yang pernah aku katakan dulu itu sudah terisi.”

Wajah Tomy tetap datar, karena ia memang tidak tertarik. Ia tahu, itu bukan pekerjaan mudah. Harus pintar bicara, harus bisa menarik perhatian. Ah, sudahlah, tak terbayangkan oleh Tomy pekerjaan itu.

“Tapi kamu kan tidak tertarik pekerjaan itu? Satunya lagi driver, apalagi. Yang driver sampai sekarang belum ada. Pimpinan aku terlalu memilih-milih. Tapi itupun kamu tidak tertarik bukan?”

“Aku bingung harus melakukan apa.”

“Aku bisa mengerti, selamanya kamu belum pernah merasakan apa yang namanya membutuhkan. Ketika seseorang membutuhkan, maka ia akan menjalani semuanya agar kebutuhan itu terpenuhi."

“Aku sekarang sedang membutuhkan pekerjaan itu.”

“Tapi kamu memilih-milih pekerjaan. Harus menjadi atasan. Kemampuan kamu tidak bisa menjangkau keinginan itu. Seorang pimpinan membutuhkan kecakapan, disertai pendidikan yang memadai. Kamu hanya bisa menjadi pimpinan di perusahaan ayah kamu sendiri. Tapi diluaran? Maaf, kamu tidak laku.”

Wajah Tomy menjadi gelap. Tapi apa yang dikatakan Satria tidak ada yang salah.

“Kecuali … kecuali … kamu mau melakukan apa saja, tanpa merasa rendah, tanpa merasa malu atau sakit hati ketika direndahkan.”

Minar yang sejak kedatangan Satria lalu masuk ke dalam, kemudian keluar sambil membawakan kopi untuk suaminya, dan juga untuk Tomy, karena kopi yang dihidangkan sejak awal sudah habis tandas.

“Kamu menyuruh aku datang karena kamu ingin memaki-maki aku?”

“Tomy, aku tidak memaki atau memarahi kamu. Aku berkata apa yang ada di dalam hatiku demi kamu. Darah yang mengalir di tubuh kita ada yang sama, karena ibu kita sama. Tapi kita berbeda. Aku lebih suka hidup sederhana, sedangkan kamu ….”

“Aku akan mencoba hidup sederhana.”

“Bagus. Nanti setelah kamu pulang, kamu rasakan apa yang aku katakan, setelah kamu bisa mengerti, datanglah lagi kemari. Bukankah berbicang begini lebih membuat batinmu tenang?”

Satria banyak menasehati Tomy. Hal yang belum pernah terjadi. Kehidupan yang membuatnya terombang-ambing karena ibunyapun kurang memperhatikannya, membuat kemudian ia ingin memenuhi panggilan saudaranya. Barangkali ia bisa berbagi. Dan tampaknya sesuatu terjadi dalam hatinya.

Sejak saat itu mereka menjadi lebih akrab. Lalu Tomy bersedia menjalani pekerjaan sebagai sopir di kantor Satria.

***

Tapi pekerjaan yang dijalani Tomy membuat Rohana mencak-mencak karena merasa direndahkan.

Hari masih pagi, dan Tomy baru mau berangkat kerja. Seminggu Tomy menjalani pekerjaan ini, baru hari ini Tomy berterus terang kepada sang ibu.

“Apa kamu sudah tidak waras? Kamu menjadi sopir, sedangkan kamu itu anak orang berada. Apa tidak malu kalau ketemu orang yang kamu kenal?”

“Mengapa harus malu Bu, ini pekerjaan halal kan?”

“Dasar bodoh! Satria itu ingin membuat kamu terhina. Aku yakin ini pasti karena ulah istrinya. Dia ingin membalas dendam karena aku membencinya, dan kamu adalah anakku. Dia ingin menunjukkan betapa hinanya kamu.”

“Mengapa ibu begitu? Bukankah ini juga pekerjaan?”

“Pekerjaan itu yang pantas, yang terhormat. Kamu itu mendapat pekerjaan sebagai pesuruh, tahu!”

“Ibu jangan begitu, Tomy sudah senang menjalani pekerjaan ini.”

“Hentikan! Ibu malu, tahu!”

“Ibu ini bagaimana, Tomy nggak kerja, ibu ngomel, Tomy bekerja, ibu juga ngomel. Bingung aku.”

“Bekerja itu yang bagus. Bukan menjadi sopir.”

“Ini pekerjaan yang bisa Tomy jalani. Tomy harap ibu tidak mengusikku.”

“Tapi aku malu. Aku tidak mau.”

“Hanya pekerjaan ini yang bisa Tomy jalani dan temukan. Tomy tidak punya pendidikan tinggi,” kata Tomy sambil berlalu, takut terlambat sampai di kantornya.

Rohana membanting-banting kakinya. Ia meraih ponselnya dan melapor kepada suaminya tentang pekerjaan yang dijalani Tomy.

“Mas harus bertindak, ini sangat memalukan!”

”Apa maksudmu memalukan? Dia mencuri? Merampok? Menipu orang?”

“Dia bekerja sebagai sopir di kantor Satria.”

“Apa?”

***

Besok lagi ya.

 

76 comments:

  1. 🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    AaBeAy_16 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🀩
    🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  2. Alhamdulillah....
    ABeAy_16 sdh hadir.....
    Matur nuwun Dhe .....
    Salam SEROJA.

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien

    ReplyDelete
  5. Terima.kasih, bu Tien cantiik....sehat selalu, yaaπŸ’•

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
    Waduuuhhhh telat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 jeng Susi hehee.. larinya kurang cepat..

      Delete
  7. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  8. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Trimakasih ... semoga Bu Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  10. Alhamdulillah... trm ksh bunda Tien, salam aduhai dri Bintaro

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah "Aku Benci Ayahku " 16 sampun tayang
    Maturnuwun bu Tien .. bu Tien gerah menopo bu , Syafakillah bu, mugi mugi ibu enggal dangan, bu Tien sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️🌹🌹

    Rohana rohana... kebakaran jenggot tomy jadi supir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Kecapekan barangkali

      Delete
  12. Desy jadi pegawai , tapi Tomy jadi sopir.
    Apik kuwi...

    ReplyDelete

  13. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 16* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  14. Alhamdulillah " Aku Benci Ayahku - 16" sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  15. Maunya yang enak, sekolah tidak selesai, ingin jadi pemimpin. Ya merangkak dari bawah mestinya. Ayah Tomy tentu mendukung anaknya.
    Desy malah kerja kantoran, namanya nasib jangan diirikan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  16. Alhamdulillah, AaBeAy_16 sdh hadir
    Matur nuwun bunda Tien , , πŸ™πŸ¦‹
    Semoga bunda Tien & kelg slalu sehat & bahagia. Aamiin πŸ€²πŸ™
    Salam Aduhaii...😍🀩

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ermi

      Delete
    2. Alhamdulillah..terimakasih mba Tien atas tayang nya ABAY 16.
      Mg mba Tien sehat2 selalu .

      Delete
  17. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -16 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin

    Tomy kamu hrs berani bersikap untuk memperbaiki nasib mu sendiri

    Rohana hrs di shock therapy nih, agar tdk selalu negative thingking..melulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  18. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™
    Sehat selalu kagem bunda

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padma Sari

      Delete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien abeay sdh tayang
    Semoga bu tien sehat² selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Arif

      Delete
  21. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  22. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Mundjiati

    ReplyDelete
  23. Rohana-rohana, jadi orang mbok ya jangan sombong"amat sii, ingat kamu sdh jatuh miskin,anak gak kerja kamu marah" ee anak kerja kamu kalang kabut kaya kebakaran jenggot

    He..he mks ya bun, jadi ikutan jengkel tuh sama rohana.,.selamat mlm bun salam sehaaat

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillaah matur nuwun πŸ™❤️
    Semakin membaik & sehat wal'afiat ya Bu Tien πŸ€—πŸ₯°πŸ’

    Senang rasanya Desy sdh bekerja di kantor ayah Tomy dan Tomy mau berubah, tinggal Emak Rohana yg msh gengsi ,, yg bisa buat penyakit hati
    Selanjutnya, 🀩

    ReplyDelete
  25. Terima kasih Bu Tien, sehat sehat ya Bu, ...... semoga keluarga semakin baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Tugiman

      Delete
  26. Makasih mba Tien.
    Salam hangat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matursuwun Bu
    Sehat dan bahagia selalu ! Salam hangat dan semangat 🌷

    ReplyDelete
  28. Bagus! Tomy memang harus dididik kerja dari bawah, supaya bisa bertanggung jawab terhadap keluarganya. Biar kapok dia, merasakan susahnya cari nafkah.πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sayang...❤️🌹

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 12

  MASIH ADAKAH MAKNA  12 (Tien Kumalasari)   Indira tak ingin mengedipkan matanya. Ia harus yakin, apakah itu tas miliknya, atau hanya mirip...