M E L A T I 42
(Tien Kumalasari)
Melati tercengang. Rupanya ibu cantik itu juga terpengaruh anaknya yang pastinya sudah mengadu dan menyudutkan dirinya luar dalam. Ia menguatkan hatinya, dan berusaha tersenyum manis.
“Maaf Bu, itu tidak benar.”
“Mana ada maling mengaku?” nyonya cantik itu menghardik dengan mata mendelik.
“Melati, tolong relakan mas Daniel untuk aku ya,” tiba-tiba Nurin berkata memelas.
“Hei, mengapa kamu berperilaku seperti pengemis?” bu Nely ganti menghardik anaknya.
“Kalau Melati rela, mengapa tidak Bu, aku harus memiliki mas Daniel."
“Mbak Nurin, saya tidak bisa menghalangi siapapun yang akan melakukan apapun. Jadi saya tidak akan menahannya kalau memang mas Daniel menghendakinya. Sungguh saya merelakannya.”
“Omong kosong apa itu? Asalkan kamu rela, pastilah Daniel memilih Nurin. Kamu itu tidak ada apa-apanya dibanding Nurin. Anakku lebih cantik, dia juga lulusan universitas terkenal. Soal harta, dia tak mungkin kekurangan. Sedangkan kamu..? Kamu itu apa? Berkacalah Melati, tahu dirilah. Kamu itu bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa.”
Dada Melati terasa seperti diremas-remas. Salahkah kalau dia tidak cantik? Salahkah kalau dia bukan lulusan universitas manapun? Salahkah kalau dia miskin? Melati mengusap setitik air matanya yang keluar. Sekarang rasa sakit itu bukan hanya karena merasa dihina, tapi juga karena dilanda amarah yang tak tertahankan.
“Baiklah, saya memang hina dan tidak berharga, tapi saya punya harga diri, dan tidak akan melakukan perbuatan rendah seperti yang dilakukan mbak Nurin,” katanya gemetar menahan didih darahnya yang mulai menggelegak.
“Apa kamu bilang? Katakan sekali lagi!” mata bu Nely tak kurang melotot.
“Melati benar, dia bukan gadis yang berpendidikan tinggi, bukan gadis yang memiliki banyak harta, tapi dia adalah gadis tercantik yang pernah aku temui. Tak mungkin dia akan melakukan perbuatan rendah seperti yang Nurin lakukan.”
Melati terkejut. Nurin dan sang ibu membelalakkan mata ke arah seseorang yang baru saja datang dan rupanya mendengar ketika bu Nely mengumpat Melati dengan kata-kata pedas.
“Perbuatan rendah apa yang dilakukan anakku? Katakan, Daniel, katakan. Supaya jelas di sini, siapa yang rendah!”
“Nurin memberi saya obat tidur, lalu membawa saya dalam keadaan setengah sadar ke rumahnya, bahkan ke kamarnya, lalu membuat foto-foto yang tidak jelas itu, saat saya pulas terlelap. Pantaskah hal itu dilakukan oleh gadis baik-baik?”
“Mas Daniel …” tiba-tiba Nurin turun dari tempat duduknya di tepi ranjang, dan berlari menghambur ke arah Daniel, tapi Daniel justru meraih bahu Melati, dan mengajaknya keluar, membuat Nurin kemudian jatuh tersungkur.
“Aaughh!” jeritnya memenuhi ruangan, membuat Bu Nely semakin marah.
“Kurangajar!! Kamu menyakiti anakku!”
Melati membalikkan tubuhnya, bermaksud membantu Nurin berdiri, tapi Daniel menahannya.
“Mas, dia jatuh,” katanya memelas.
“Biarkan saja.”
“Kamu benar-benar kurangajar Daniel, kamu sudah menodai anakku, dan tidak mau bertanggung jawab, sekarang kamu membuat anakku jatuh!!” kata Nely sambil membangunkan Nurin yang menangis meraung-raung.
“Mas Daniel, jangan pergi. Katakan pada ibuku, katakan bahwa kamu mau menikahi aku.”
“Hentikan Nurin, kenapa kamu seperti itu? Biarkan dia pergi. Aku juga tak sudi punya menantu seperti dia.”
“Tapi Bu, bagaimana kalau aku hamil?” rengek Nurin masih dengan linangan air mata.
“Ibu sudah melaporkannya kepada polisi, dia akan menanggung akibatnya.”
“Tapi bagaimana kalau aku hamil, Bu? Tolong hentikan dia. Melati sudah merelakannya.”
“Tidak. Biarkan dia membusuk di penjara!”
“Bagaimana kalau aku hamil Bu?” Nurin meronta-ronta.
“Aku carikan kamu suami yang lebih pantas, bukan laki-laki tak bertanggung jawab seperti dia.”
“Tidak mau … tidak mau … “
Karena bu Nely kewalahan, maka ia meminta tolong perawat agar menenangkan anaknya. Sementara Daniel sudah pergi sambil menggandeng Melati yang sebenarnya masih ingin menolong Nurin.
Karena keadaan Nurin yang kembali tidak stabil, dokter yang kemudian memeriksanya, meminta agar jangan pulang dulu. Dokter itu kemudian merekomendasikan Nurin untuk ditangani seorang ahli spesialis jiwa.
***
Daniel mengajak Melati duduk di sebuah bangku di lobbi. Wajah Melati sedikit pucat, telaga bening menggenang di pelupuk matanya.
“Mengapa kamu nekat datang kembali kemari, Mel. Kamu sudah tahu bahwa mereka tetap tidak menyukai kamu, dengan tuduhan yang pasti menyakiti hati kamu.”
“Sebenarnya aku merasa kasihan kepada dia. Dia begitu menderita dan pasti juga sakit. Tadi dia minta agar aku merelakan mas Daniel untuk dia.”
“Dia itu sakit jiwa. Jadi tak akan bisa berpikir seperti pemikiran orang waras.”
Melati terdiam. Memang benar, cara Nurin berbicara juga sudah tidak seperti orang waras. Dia sudah tahu bahwa Daniel menolaknya, tapi dia tetap meminta agar dirinya merelakannya. Sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin dilakukan oleh orang dengan pemikiran waras.
“Aku hanya ingin berbincang, dan membuka mata hatinya dengan caraku. Agar dia juga tidak membenciku.”
“Dengan cara apa kamu akan berbincang dengannya? Tidak akan ada cara kecuali kalau dia sudah benar-benar waras. Sekarang jangan pikirkan lagi tentang dia. Pikirkan saja tentang diri kita.”
“Apa yang harus aku pikirkan tentang diri kita?”
“Aku dan kamu saling mencintai, aku sudah lama menduda, jadi aku akan segera melamar kamu.”
“Apa?” mata Melati terbelalak.
“Mengapa terkejut? Kamu biarkan aku menjadi duda lapuk?” canda Daniel.
Melati tersipu.
“Aku masih tetap meminta agar Mas memikirkannya lagi.”
“Aku sudah lelah berpikir tentang kamu. Aku akan memulai hidup baru dengan memiliki istri, dan kamulah gadis yang aku pilih. Apakah kamu akan menolakku? Jawab Melati, apa kamu menolakku?"
Melati tak segera menjawab.
“Kasih tahu nggak yaaa?” Melati yang mulai bisa menenangkan hatinya, kemudian ingin menggoda Daniel agar kekasihnya itu penasaran.
“Heei, kamu mau main-main denganku? Tentu saja aku harus kamu kasih tahu. Kalau aku sudah datang menemui ibumu, bersiap melamar, terus tiba-tiba kamu menolakku, bisa pingsan dong aku.”
“Hanya pingsan kan?”
“Apa? Kamu ingin aku mati?”
Melati terkekeh, membuat Daniel semakin gemas.
“Tapi aku punya sebuah permintaan.”
“Oh ya? Silakan, asal jangan minta emas segunung, atau berlian sebesar kerbau.”
“Eh, mengapa kiasannya kerbau sih. Emas segunung, berlian sebesar gajah….”
“Sama saja … dua-duanya nggak bisa aku berikan. Jadi … katakan apa permintaan kamu?”
“Aku hanya minta agar Mas mencabut laporan tentang mbak Nurin.”
“Apa?”
“Anggap saja dia tidak waras, jadi jangan libatkan dia dengan kasus hukum.”
“Tapi dia mencemarkan nama baik aku.”
“Kalau tuduhannya itu jelas tidak terbukti, bukankah hal itu sudah sama dengan kembalinya nama baik Mas?”
“Melati … Melati … mengapa cara berpikir kamu sesederhana itu?” keluh Daniel sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tiba-tiba dering ponsel Daniel terdengar, yang kemudian Daniel segera mengangkatnya.
“Ya, Sus. Oh, sudah keluar? Ya, aku belum ke rumah sakit, jadi belum tahu. Apa? Nurin masih perawan, dan tentu saja tidak hamil? Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Sus, kamu telah mengabari aku berita baik ini. Tentu, segera serahkan saja hasilnya ke kantor polisi.”
Daniel memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu tangannya dikembangkan, seakan ingin memeluk Melati. Tentu saja Melati menghindar.
“Hei, kenapa sih, Mas suka begitu? Sudah dua kali Mas melakukannya,” sungut Melati.
Daniel tertawa masam.
“Maaf, kalau sedang gembira, bawaannya ingin memeluk kamu saja. Tapi kan nggak jadi, kenapa kamu cemberut begitu?”
“Kalau gembiranya tidak sedang bersama aku, misalnya disamping gadis lain yang sedang duduk di dekat Mas, lalu Mas juga akan memeluk dia, begitu?”
“Ya tidak, aku bilang tadi kan ‘memeluk kamu’, jadi kalau didekatku ada gadis lain ya pasti enggak lah, kan hanya kamu? Memangnya aku cowok apaan?” sungut Daniel dengan gaya kemayu, membuat Melati terpingkal-pingkal.
Alangkah senang hati Daniel melihat Melati tertawa lepas seperti itu. Baru kali ini ia melihatnya dan Daniel merasa sedang melihat matahari menyembul diufuk timur, bercahaya dan menghangatkan.
***
Melihat putrinya kembali tergolek di tempat tidur, lemah dan tak bersemangat, hati bu Nely merasa sedih. Tapi dia juga marah. Ia kecewa karena Nurin dianggap sakit jiwa. Hari itu Nely pergi ke kantor polisi, memperjelas laporan sebelumnya yang ditangani oleh anak buahnya. Ia minta agar pemeriksaan atas diri Daniel segera dilakukan. Tapi dia sangat terkejut mendengar keterangan dari pihak kantor polisi.
“Bu, laporan sudah diterima, tapi sebelum ini ada juga pelaporan dari pihak lain, bahwa ada pencemaran nama baik yang dilakukan oleh putri ibu terhadap saudara Daniel.
“Dia itu bohong. Ada bukti foto yang menunjukkan bahwa tuduhan saya benar.”
“Tapi kami sudah menerima laporan bahwa ternyata nona Nurina masih perawan dan tentu saja dia tidak hamil. Jadi tidak ada hubungan badan seperti yang dituduhkan oleh nona Nurina.”
“Apa? Itu bohong bukan?”
“Laporan itu datangnya dari rumah sakit, setelah diadakan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan nona Nurina.”
“Berarti …. berarti …. anakku …. bohong?”
“Nanti di pengadilan, nona Nurina bisa dikenakan pasal pencemaran nama baik. Dan ditambah melakukan pelaporan palsu.”
“Lalu anakku akan dihukum?”
“Silakan ibu menunggu, semuanya sedang dalam proses.”
“Tidaaaaakk!”
Bu Nely kembali ke rumah sakit dengan wajah pucat dan tubuh lunglai. Sedianya melaporkan, malah sudah lebih dulu dilaporkan, dan ternyata apa yang dikatakan Nurin adalah tidak benar.
Begitu sampai di dekat Nurin, ia menggoyang-goyangkan tubuhnya karena Nurin tampak tertidur pulas.
“Nurin! Bangun! Bangun, bodoh!! Kamu mencelakai dirimu sendiri, bukan hanya dengan percobaan bunuh diri, tapi juga dengan mengatakan hal yang tidak benar! Bangun! Aku tidak mengira kamu sebodoh ini!!” kata Nely hampir berteriak.
Nurin membuka matanya dengan malas.
“Ada apa ?”
“Ada apa … ada apa … kamu bohong! Kamu mencelakakan diri kamu sendiri!”
“Ada apa sih Bu? Kalau mas Daniel tidak mau, bilang bahwa Melati sudah merelakannya, pasti dia akan mau.”
“Kamu masih saja gila!!” umpat Nely yang kesal terhadap sikap anaknya. Bicaranya semakin ngelantur.
“Dengar. Dengar baik-baik. Kamu bohong tentang pelecehan itu, Daniel tidak melakukan apa-apa. Pastinya benar apa yang pernah Daniel katakan, bahwa dia hanya tidur karena kamu telah memberinya obat. Lalu kamu merekayasa foto-foto yang kamu pakai untuk memaksanya. Bodoh kamu! Sungguh bodoh! Dan kamu akan celaka karenanya!”
“Ibu, aku tidak mengerti apa yang Ibu katakan,” Nurin menangis terisak-isak.
“Jangan menangis! Tangis kamu hanya membuat aku semakin marah! Bodoh!! Aku kira kamu pintar, ternyata kamu bodoh!!”
Bu Nely terus memaki-maki, dan Nurin terus saja menangis, seperti tak tahu apa yang dikatakan ibunya.
***
Hari itu Nilam meminta Melati datang ke rumahnya, sepulang dari kantor. Melati datang bersama Daniel, karena sudah beberapa hari ini Daniel menjemput dan mengantar Melati setiap pergi bekerja.
Ternyata Nilam hanya ingin mengatakan keinginan Daniel agar bisa segera melamarnya.
“Aku harap bisa secepatnya. Setelah itu, kami akan segera menikahkan mas Daniel dan kamu. Mengapa aku yang mengatakannya, karena aku dan mas Daniel sudah tidak punya orang tua, dan aku adalah satu-satunya keluarganya yang sudah menikah. Tapi tentu saja nanti yang akan mewakili keluarga adalah ayahku, dan mas Wijan, dibantu ibu Suri.”
Melati tertunduk, tersipu.
“Saya mohon keluarga mas Daniel memikirkannya lagi.”
“Mengapa kamu selalu berkata begitu?” cela Daniel dengan mulut cemberut.
“Kami sudah memikirkannya, dan mas Daniel sudah cinta mati sama kamu. Dia sudah kebelet punya istri, takut lumutan.”
Tiba-tiba terdengar Wijan tertawa mendengar kata lumutan. Demikian juga Daniel, dan Melati yang hanya tersipu malu.
“Apanya yang lumutan?” tanya Wijan sambil terus saja terkekeh.
Tapi tak seorangpun menjawabnya, kecuali hanya tertawa-tawa.
“Mas, sebagai hadiah pernikahan, ini, aku berikan untuk Mas,” kata Wijan sambil menyerahkan sebuah map yang ketika dibuka adalah sertifikat rumah. Ada juga sebuah kunci mobil.”
“Mas, ini apa? Aku kan belum menikah, kok sudah ada hadiahnya. Hadiah yang begini besar? Sudah atas nama saya? Apa ini tidak terlalu mewah untuk aku, Mas?” kata Daniel terharu.
“Terima saja, tak baik menolak rejeki. Mengapa aku berikan sekarang, supaya sebelum menikah nanti, mas bisa membawa Melati ke sana, menata ruang dan isinya, yang sepertinya sudah lengkap, sehingga nanti setelah menikah, Mas bisa langsung tinggal di sana dengan nyaman. Pakai juga mobilnya.”
“Mas Wijan …. ini ….”
Tiba-tiba ponsel Daniel berdering.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah tayang *MELATI* ke empat puluh dua
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
ReplyDelete𝔄𝔩𝔥𝔞𝔪𝔡𝔲𝔩𝔦𝔩𝔩𝔞𝔥 𝔐𝔢𝔩𝔞𝔱𝔦 𝔢𝔭𝔰_42 𝔰𝔲𝔡𝔞𝔥 𝔱𝔞𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔱𝔢𝔭𝔞𝔱 𝔴𝔞𝔨𝔱𝔲.
𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 😘💕
𝘉𝘶 𝘛𝘪𝘦𝘯, 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘌𝘙𝘖𝘑𝘈 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘈𝘋𝘜𝘏𝘈𝘐 😘💕
𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘯𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘪𝘣𝘶𝘯𝘺𝘢 (𝘕𝘦𝘭𝘺) 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢...
𝘏𝘢𝘺𝘰 𝘔𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨..... 𝘔𝘢𝘫𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴...
𝘋𝘢𝘯𝘪𝘦𝘭 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘶..
🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️🌼🧚🏿♀️
Matur nuwun mas Kakek
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteHamdallah...cerbung Melati 42 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Selamat berakhir pekan bersama Keluarga nggeh Bunda.
Melati kamu bandel ya, menemui Nurin hanya akan menambah sakit hati mu kambuh lagi.
Bu Nely dan Daniel rupa nya sedang prang mulut atau prang...prangan nih...😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteHoree
ReplyDeleteHoreee
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
ReplyDeleteNurin karena ulahnya hancur hidupnya😡.Melati sambut masa bahagiamu 🌹
Maturnuwun🌷🌻🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Trimakasih Bu Tien ...... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Matur nuwun jeng Tien salam sehat
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteSalam sehat
Trm ksh bunda... sugeng ndalu, sehat2 selalu njih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah, MELATI 42 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah akhirnya terbukti kalau Nurin bohong, hasil test Nurin masih perawan. Semoga segera Daniel melamar Melati...tapi ada gangguan apa lagi ? Wah bu tien bisa saja membuat penasaran. Salam sehat selalu. Ditunggu kelanjutannya episode 43.
ReplyDeleteSalam sehat juga ibu Noor
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah... sedangkan lagi Melati dan Daniel menikah.. Terimakasih bunda Tien salam sehat dan aduhai selalu.. selamat berakhir pekan berkumpul bersama keluarga tercinta...
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteTerima kasih
Alhamdulillah MELATI~42 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulilah melati 42 adh tayang .... terima kasih bun sehat selalu ya bun.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Horee aku senang bu Nely akhirnya malu gak ketulungan dan akhirnya marah2 sama Nurin karena ternyata yg pembohong anaknya sendiri udah kena batunya
ReplyDeleteHadeeh udah siapapun org yg baik2 begitu mendekat kena umpatan
Sekarang dah mulai gigit jari....
Trus nunggu bsk lagi lanjutannya
Bgmn bunda Tien yg selalu bikin penisirin bingitz
Yg pntg ttp sehat selalu doaku
Semangat jelas buat bunda Tien
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Senjata makan nona, rasain tuh tunggu yah panggilan dari Kantor Polisi
Terima kasih jeng In
DeleteAlhamdulillah MELATI~42 sudah hadir, matursuwun Bu Tien, semoga sehat & bahagia selalu bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin ya robbal'alamin..🤲.
Reply
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillaah, senangnya dpt hadiah dr Wijan,,, tp tlp dr siapa tuh kantor polisi kah ..
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua 🤗🥰
Salam Aduhaiii 😍
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam aduhai deh
Nah, sudah terbuka yang benar dan yang salah. Mungkin tinggal satu episode tamat.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAduhai banget baca episode ini.
ReplyDeleteYg nelp.mngkn Anjani, ingin memastikan siapa yg akan mjd pendamping Daniel di pernikahannya nanti.
Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Sami2 ibu Endah
ReplyDeleteSehat selalu juga
Sami2 jeng Ning
ReplyDeleteSehat dan aduhai deh
Matur nuwun ibu, in shya allah ibu tansah pinaringan sehat & tetap menghibur
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 42* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, begitupun sifat Nurin yg menurun dari ibunya. Beda sekali dengan Melati dan ibunya... Semoga Daniel cepat melamar Melati ya...biar tidak diganggu2 lagi.😀
ReplyDeleteTerima kasih, bu Tien. Salam sehat.🙏
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 42 sdh tayang.
Baru sempat buka blog nih,
Abis ada acara...
Alhamdulillah Daniel &
Melati segera menikah.
Hadiahnya mantabs dari
Wijan, rumah n mobil,
ikut senang & bahagia.
Tinggal gimana nih nasib
Nurin, ikut prihatin deh.
Tunggu kelanjutannya, bgmn
Bu Tien mengaduk-aduk
perasaan kita semua..🤔🤦🏻♀️
Matur nuwun Bu Tien
yang baik hati.
Semoga Bu Tien tetap
sehat & smangaats.
Salam Seroja...🌹😍
🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
Alur ceritanya seperti yang diinginkan pembaca...
ReplyDeleteEntahlah kalau seri berikutnya, Mbak Tien mempermainkannya lagi...
Terimakasih Mbak Tien...
Makasih mba Tien
ReplyDelete