Thursday, May 9, 2024

M E L A T I 40

 M E L A T I    40

(Tien Kumalasari)

 

Melati kebingungan mau berbuat apa. Dilihatnya Nurin masih tersadar, dan berusaha bangun. Melati membantu mengangkatnya, sementara darah dari selang yang sebelumnya tertancap di tubuhnya meneteskan darah segar.

Perawat segera datang, dan membantu mengangkat Nurin, lalu menidurkannya di ranjang.

“Apa yang terjadi? Mengapa bisa begini?”

“Aku mau pulang. Aku mau pulang.”

“Mbak Nurin, tenanglah.”

Tak lama kemudian dokter datang. Beberapa perawat menancapkan kembali jarum yang terlepas, dan ada yang memegangi tubuh Nurin yang meronta.

Melati merasa miris, lalu perawat meminta agar Melati keluar terlebih dulu.

Melatipun keluar dengan perasaan cemas.

“Cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal warasnya?” gumamnya pilu.

Melati duduk di sebuah bangku. Ia ingin menanyakan di ruang apa Daniel bertugas, tapi diurungkannya. Kalau semalam Daniel bertugas, berarti hari ini dia libur.

Melati mengambil ponselnya, memutar nomor Daniel dengan ragu. Takutnya Daniel sedang tidur, karena semalaman berjaga. Tapi ternyata Daniel segera meresponnya.

“Mas Daniel, ini gawat.”

“Apa yang gawat? Kamu di mana?”

“Aku di rumah sakit. Maksudku mau menjenguk mbak Nurin. Tapi keadaannya sedang tidak baik.”

“Apa maksudnya tidak baik? Semalam dia baik-baik saja.”

“Dia berusaha mencabut selang tranfusi darah, lalu jatuh tersungkur. Barangkali karena badannya lemah.”

“Mengapa dia melakukannya?”

“Dia belum merasa tenang. Pikirannya masih kacau. Sekarang dokter sedang menanganinya.”

“Ya sudah, kita tunggu saja. Syukur kalau sudah ditangani dokter. Mengapa kamu ada di situ? Kamu tidak bekerja?”

“Aku ijin sebentar. Perasaanku tidak enak. Ingin melihat keadaannya. Ternyata memang memprihatinkan. Mas tidak ingin melihatnya?”

“Kalau dia melihat aku, malah nanti bicaranya macam-macam. Semalam dia ngoceh kepada perawat, mengatakan kalau dirinya hamil anakku.”

“Ya Tuhan,” Melati menutup mulutnya.

“Kamu jangan ikut berpikiran macam-macam. Aku tidak melakukan apapun. Nanti aku akan minta agar dia diperiksa secara menyeluruh. Apakah dia masih perawan, atau bukan. Akan kelihatan nanti, apakah aku melakukannya atau tidak. Ini menyangkut kehormatan aku.”

“Mas, tapi untuk sekarang ini keadaannya sangat memprihatinkan.”

“Dokter pasti sudah menanganinya. Semalam mereka perlu menyuntikkan obat tidur untuk menenangkannya.”

“Baiklah Mas, maaf mengganggu. Pasti Mas sedang beristirahat setelah berjaga semalaman.”

“Tidak, aku sudah bangun. Kamu pulang saja, tidak ada gunanya menunggu di situ.”

“Nanti saja, aku ingin melihat keadaannya lagi. Kasihan dia.”

“Ya ampun, Melati, dia itu ….”

“Dia itu sakit Mas, jangan mencemoohkannya.”

“Ya, aku tahu. Tapi sebaiknya kamu segera pulang, tak ada yang bisa kamu lakukan di situ.”

“Baiklah, aku akan menengok ke dalam dulu, lalu aku pulang. Siapa tahu aku bisa berbincang walau hanya sebentar saja.”

“Tunggu, kamu naik apa?”

“Naik ojol.”

“Jangan pulang dulu, tunggu aku.”

“Mas mau ke rumah sakit?”

“Ya, menjemput kamu.”

“Tidak usah, kenapa repot?”

“Tidak repot. Pokoknya tunggu aku, jangan pulang dulu.”

Melati menutup ponselnya, ada sedikit rasa sungkan, mengapa Daniel harus repot-repot menjemputnya. Tapi Melati segera bangkit, ketika beberapa saat kemudian melihat beberapa perawat dan dokter keluar dari ruangan di mana Nurin dirawat.

“Bagaimana keadaannya, dokter.”

“Dia hanya perlu istirahat dan menenangkan diri. Tampaknya ada beban berat yang disandangnya,” kata dokter itu, kemudian berlalu.

Melati melangkah masuk ke dalam ruangan. Beberapa petugas sedang membersihkan ruangan yang terkena bercak darah. Di atas ranjang, Nurin terbaring sambil memejamkan mata. Wajahnya pucat. Bibirnya seputih kertas.

Melati mendekat dengan perasaan iba. Ia meraih tangan Nurin, dan mengelusnya perlahan. Tanpa diduga, mata Nurin tiba-tiba terbuka, dan menatap Melati dengan tatapan penuh kebencian.

“Mengapa kamu kemari lagi?” hardiknya, walaupun pelan.

“Saya hanya ingin melihat keadaan mbak Nurin. Apakah sekarang sudah merasa lebih nyaman?”

“Apa maksudmu? Kekasihku tak mau bertanggung jawab, bagaimana aku bisa merasa nyaman?”

“Maksud Mbak Nurin ….”

“Kamu belum mengerti ketika aku cerita sama kamu? Kekasihku, adalah mas Daniel. Tapi tiba-tiba dia menjauhiku, dan aku sudah tahu apa penyebabnya.”

Nurin berhenti bicara, yang biarpun suaranya lemah, tapi matanya menatap Melati tajam. Hal itu membuat Melati agak mundur ke belakang, dan tangan yang semula mengelus lengan Nurin, terlepas seketika.

“Kamu ingin merebutnya dariku?” ucapan lemah itupun tajam. Seperti ujung belati menghunjam jantungnya.

“Saya … merebutnya? Tidak. Kalau memang Mbak dan mas Daniel berjodoh, saya akan berbahagia,” kata Melati sambil menahan linangan air mata.

“Bohong!! sentak Nurin.

“Sungguh, saya tidak ingin merebut siapapun, atau merusak kebahagiaan siapapun.”

“Nyatanya mas Daniel yang semula bersikap manis, tiba-tiba menjadi dingin, seakan tak peduli sama aku. Itu karena kamu, bukan?” suara Nurin semakin lemah. Barangkali pengaruh penenang yang diberikan dokter sedang bereaksi. Tapi Melati merasa, bahwa suara lemah itu mencabik-cabik batinnya. Ia bahkan tak mampu menjawabnya. Mulut Nurin kemudian terkatup, demikian juga matanya.

Melati tak sanggup lagi menahan air matanya. Sakit hatinya karena Nurin menuduh dirinya telah merebut Daniel.

Ia sedang mengelap wajahnya yang basah dengan air mata, ketika tiba-tiba Daniel muncul di belakangnya.

“Melati, mengapa menangis? Nurin tak apa-apa kan?”

Melihat kedatangan Daniel, tangis Melati kembali pecah, membuat Daniel bingung dibuatnya.

“Ada apa?”

“Mas, aku mau pulang dulu.”

“Melati, katakan dulu, ada apa.”

Melati berdiri, dan beranjak keluar dari ruangan. Daniel mengikutinya.

“Katakan ada apa.”

“Aku tidak mau dituduh merebut kekasihnya.”

“Apa maksudnya ini?”

“Mbak Nurin mengatakan, bahwa aku telah merebut mas Daniel. Kembalilah bersamanya, aku tak mau merusak hubungan kalian.”

“Ya Tuhan, Melati …. mengapa kamu mendengarkan ocehan orang yang tidak sadar sepenuhnya? Dia itu tidak waras. Kamu tidak usah mendengar perkataannya.”

Melati terus berjalan ke arah depan, Daniel mengikutinya.

Ketika Melati mengambil ponsel untuk menelpon ojol, Daniel merebut ponselnya, lalu menariknya ke parkiran motor. Tak ingin menarik perhatian orang-orang sekitar, Melati terpaksa mengikutinya.

“Kasihanilah dia, jangan hiraukan aku. Bukankah cinta tak harus memiliki?”

“Cinta tak harus memiliki, kalau tak cinta, mengapa harus memiliki? Aku hanya mencintai kamu. Jangan merasa kamu merusak hubunganku dan Nurin, kami tak pernah berhubungan apapun. Dia hanya temannya Nilam, belum lama berkenalan denganku. Jadi bagaimana dia mengatakan bahwa kami ada hubungan? Apalagi cinta. Sejak awal aku tidak suka sama dia.”

Daniel sudah naik ke atas motornya, lalu meminta agar Melati naik di boncengan.

“Mas Daniel, aku tahu bagaimana perasaannya, aku merasa kasihan.”

Daniel menjalankan motornya keluar dari halaman rumah sakit.

“Kamu tahu perasaannya, mengapa tidak tahu bagaimana perasaanku? Apa kamu tidak merasa kasihan sama aku?”

“Mas.”

“Jangan membantah. Yang ada adalah aku cinta kamu, dan kamu cinta aku. Titik.”

Daniel memacu sepeda motornya.

“Ke mana aku harus mengantarkan kamu?”

“Kembali ke tempat kerja.”

“Baiklah, nanti aku akan menjemput kamu.”

“Tapi aku membawa sepeda.”

“Tinggalkan saja, pokoknya aku akan menjemput kamu, dan besok pagi aku juga akan mengantarkan kamu ke tempat kerja, dari rumah kamu.”

“Sekarang makan di warung pak Baskoro dulu ya?” lanjutnya.

“Tidak, jangan mas, aku sudah lama meninggalkan pekerjaanku. Soal makan, pasti temanku sudah menyediakannya untuk aku.”

“Baiklah, dengar apa yang aku katakan ya? Kamu harus menunggu aku, baik nanti pulangnya atau besok ketika kamu mau berangkat kerja,” kata Daniel tandas.

“Tapi Mas….”

“Kamu tidak boleh membantah… menurutlah apa yang aku katakan.”

***

Baskoro terkejut ketika melihat Daniel muncul di warung. Tapi Baskoro merasa lega, wajah Daniel tampak baik-baik saja.

“Nak Daniel dari mana?”

“Saya dari rumah sakit.”

“Bagaimana dengan nak Nurin?”

“Sudah ditangani dokter, semoga baik-baik saja. Aku lapar nih pak.”

“Ayo, silakan duduk, biar aku siapkan. Tadi sebenarnya saya juga sudah mengirimkan ke rumah, soalnya nak Daniel sudah lama tidak makan soto buatan saya.”

“Gampang Pak, dimakan nanti malam kan nggak apa-apa. Sekarang sedang ingin makan di sini.”

“Silakan sepuasnya, mau nambah apa,” kata Baskoro sambil menyajikan sendiri semangkuk soto di hadapan Daniel.

“Kangen sotonya, padahal baru seminggu nggak makan soto pak Bas. Tetap enak. Segar, ngangenin.”

Baskoro tertawa.

“Nak Daniel selalu begitu, bisa menyenangkan hati saya.”

“Ini memang benar. Tadi sebenarnya mau mengajak Melati sekalian makan di sini, tapi dia sepertinya terburu-buru, karena meninggalkan pekerjaan di kantornya.”

“Oh, tadi ke rumah sakit bersama nak Melati?”

“Melati datang duluan ke sana, saya menyusulnya, dan mengantarkannya pulang.”

“Nak Melati gadis yang baik. Biarpun dia tahu bahwa nak Nurin suka pada nak Daniel, tapi dia tetap bersikap baik.”

“Semoga dia adalah pilihan yang tepat untuk hidup saya.”

“Saya selalu mendoakan agar nak Daniel berbahagia bersama gadis pilihan yang tidak mengecewakan.”

“Tapi tadi dia sempat menangis.”

“Kenapa?”

“Ketika bertemu Nurin. Nurin justru menuduh Melati merebut saya darinya. Tentu saja dia sakit hati. Tadi bahkan meminta agar saya bersama Nurin saja. Mana mungkin bisa saya menjalaninya?”

“Hatinya sungguh mulia. Rela berkorban demi kebahagiaan orang lain.”

“Kalau itu terjadi, justru bukan kebahagiaan yang kami temukan. Aku tidak mencintai Nurin, dan Nurin pasti tersiksa hidup disamping orang yang tidak mencintai. Lalu akan menemukan hidup bahagia dari mana?”

“Betul juga ya. Menurut saya, satu-satunya jalan ialah menyadarkan nak Nurin.”

“Semoga saja bisa. Tapi menurut saya, lebih baik saya melaporkan hal ini ke polisi saja.”

“Nah, itu lebih baik Nak, untuk membersihkan nama nak Daniel yang telah difitnah oleh nak Nurin.”

“Ya Pak, akan segera saya lakukan."

“Nambah sotonya Nak?”

“Separo saja ya Pak, hampir kenyang nih.”

“Boleh, boleh.”

***

Ketika kemudian pada keesokan harinya Nilam juga datang menjenguk Nurin, Nurin yang sudah terbangun, justru menangis terisak-isak. Nilam menggenggam tangannya erat.

“Apa yang kamu tangiskan? Kamu telah melakukan hal bodoh. Kamu pikir kematian akan bisa menyelesaikan semua persoalan kamu?”

“Nilam, siapa yang tidak sakit hati ketika merasa dikhianati?”

“Siapa yang mengkhianati kamu?”

“Bukankah aku pernah mengatakan semuanya sama kamu?”

“Mas Daniel?”

“Dia ingkar. Dia tak mau bertanggung jawab.”

“Apa kamu yakin, mas Daniel benar-benar melakukan kesalahan? Seperti … mm … memperkosa … ah bukan … menggauli kamu?”

“Kamu tidak percaya walaupun aku sudah menunjukkan foto itu?”

“Tidak, hanya foto tidur bersama, tapi apa yang dia lakukan, tidak jelas di foto itu. Ya kan?”

“Apa aku tidak tahu malu, sehingga harus memotret kelakuan yang tidak senonoh seperti itu?”

“Mengapa kamu memotretnya? Untuk membuktikan kebersamaan kamu? Mengapa sebuah kebersamaan harus ditunjukkan dengan sebuah potret?”

“Aku sudah khawatir kalau mas Daniel akan mengingkarinya, makanya aku membuat potret itu.”

“Kalau memang mas Daniel mencintai kamu, tanpa potret itupun dia pasti mau mengambil kamu sebagai istri.”

Nurin menangis bertambah keras, membuat Nilam semakin kesal. Ia menganggap Nurin sudah tidak waras.

“Nurin, bukankah aku pernah memberi saran bahwa kalau kamu memperebutkan cinta, rebutlah dengan cara yang terhormat. Kamu itu gadis terpelajar lhoh. Kelakuan itu tidak pantas.”

“Diaaaamm!!”

Nilam terkejut. Di dalam keadaan seperti itu, Nurin tak akan bisa mendengarkan perkataan yang diucapkan. Ia hanya bisa mengeluh dan mengeluh, serta merasa dikhianati.

“Ya sudah, kalau begitu kamu perlu menenangkan diri, aku pulang dulu. Oh ya.. besok orang tua kamu akan kembali dari luar negri.”

“Nilam, bujuk mas Daniel supaya bisa mengerti aku, kalau aku hamil, bagaimana?” Kalau kepada Nilam bahkan kepada Melati, Nurin mengatakan rasa takutnya kalau sampai dia hamil, tapi kepada para perawat dia mengaku sudah hamil. Pernyataan yang membingungkan.

Nilam terus saja melangkah, dan berpapasan dengan perawat yang membawa seorang wanita, tapi bukan orang tua Nurin.

***

Besok lagi ya.

 

72 comments:

  1. 🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 40 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga Bu Tien tetap
    sehat & smangaats.
    Salam Seroja...🌹😍
    🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  2. 👩‍❤️‍👩👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨

    Alhamdulillah.....
    MELATI_40 sudah tayang.

    Betul, cinta tidak harus memiliki.
    Tapi apa artinya 'cinta' jika tidak ingin memiliki?

    Cinta harus diperjuangkan, Dhe.
    Bila memiliki, harus memiliki _*raga juga hatinya*_

    Apa artinya memiliki raganya bila hati untuk yang lain??

    Suit.... Suit.... Suit.....
    Iku yen aku lho, .....
    'CINTA LUAR DALAM'

    👩‍❤️‍👩👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨👩‍❤️‍👨

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beda kasus mas Kakek. Itu gambaran hati seorang gadis yang mulia hatinya

      Delete
  3. Alhamdulillah tayang *MELATI* ke empat puluh
    Moga bunda Tien sehat selalu doaku
    Aamiin yaa Rabbal'alamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In

      Delete
  4. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  6. Nurin...Nurin...sudah di RS aja masih berani 'nantang' Daniel...bisa hamil dari mana sih? Wkwkwk...dasar cewek ga bener! Nggemesin!😜

    Terima kasih, bu Tien...salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.... sehat2 sllu bunda, salam SeRoJa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wiwik

      Delete
  8. Terima kasih,bu Tien cantiiik... salam sehat untuk sekeluarga, ya Bu...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah MELATI~40 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  11. Terimakasih bunda Tien semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🤲🤲
    Nurina oh Nurin yang kurang kasih sayang 😡
    Maturnuwun🌷🌻🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  13. Maturnuwun bu Tien Melati 40 sdh.hadir ...semogabu tien selalu sehat dan bahagia ... salam hangat dab aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai deh

      Delete
  14. Trimakasih Bunda Tien.... semoga Bu Tien delalu diparingi sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  15. Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Segera saja lakukan visum, biar ketahuan kebohongan Nurin. Kalau orang tuanya datang apa yang akan dikatakan ya...
    Daniel akan mulai aktif antar jemput Melati, begitu lebih baik.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete

  17. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 40* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  18. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  19. Alhamdulillah Melati - 40 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, sehat dan bahagia selalu, Bun...
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  20. Alhamdulillah Melati dah hadir....

    Matur nuwun Bu Tien....
    Semoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....

    Aamiin.......

    "Melati....
    jagalah cintamu...
    Jagalah hatimu...
    Jagalah kehormatanmu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Apip

      Delete
  21. Penasaran..siapa wsnita itu ya.
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, MELATI 40 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Uchu

      Delete
  23. Terimakasih bunda Tien cerbung Melati 40 sudah dinikmati, salam sehat selalu dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  24. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sul
      Aduhai deh

      Delete
  25. Hamdallah...cerbung Melati 40 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Kok nekat ya Nurina.

    Dia hidup sendiri jauh dari perhatian ortu nya di luar negeri.

    Mungkin dia haus perhatian dan kasih sayang.

    Sehingga bertindak nekat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  26. Alhamdulillah Melati - 40 sdh hadir
    Matursuwun Bu Tien, sehat dan bahagia selalu, Bun...
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Umi

      Delete
  27. Alhamdulillaah,, Nilam paham kl Nurin semakin nekat,, siapa yg dtg diantar perawat...apa suruhan Nurin seru nih

    Matur nuwun Bu Tien 🤗🥰
    Salam sehat wal'afiat semua ya

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 24

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  24 (Tien Kumalasari)   Sutris menatap ayahnya yang tersenyum entah apa artinya. Ia benar-benar tidak mengert...