M E L A T I 39
(Tien Kumalasari)
Daniel melirik gadis di sampingnya, yang sedang menunduk dengan wajah kemerahan. Keberanian Daniel semakin meningkat. Hari ini arti hubungan mereka harus tuntas, tetaplah sebagai sahabat, atau kekasih.
“Kok diam?”
“Apa?”
“Lhoh, diajak bicara kok nggak nyambung sih,” kata Daniel sambil melambaikan telapak tangannya di depan wajah Melati.
“Habis … nggak tahu maksudnya.”
“O, berarti pengin diculik nih,” goda Daniel.
“Eh … !” pekik Melati pelan.
“Satu-satunya cara untuk memaksa, harus diculik dulu. Ya kan?”
“O, pengalaman pribadi ya?” kata Melati yang kemudian teringat kisah Daniel bersama Nurin kemarin malam.
Daniel terkekeh.
“Berarti setelah diculik, mas Daniel kemudian menuruti kemauannya kan?” ejek Melati.
Daniel tersenyum, agak malu karena terperosok pada gurauannya sendiri..
“Jangan senyum-senyum begitu. Ini teori yang Mas ungkapkan.”
“Sebuah teori, hanyalah teori. Tapi keberhasilannya belum tentu.”
“Belum tentu bagaimana?”
“Belum tentu berhasil. Aku … tidak terpengaruh apapun.”
Melati tak menjawab. Ia menatap ke arah jalanan yang benderang oleh lampu-lampu dipinggir jalan, dan lampu kendaraan yang berlalu lalang.
“Mel ….”
Melati menatap wajah laki-laki yang kedua tangannya sedang memegangi kemudi. Tampak gagah dan tampan. Jauh bedanya dengan pagi tadi, yang berjalan lunglai dengan wajah kuyu dan pucat. Sekarang ia begitu bersemangat.
“Jawablah sekarang dengan jujur. Aku ingin kamu mengulang jawaban kamu yang terdahulu, di mana kamu menolak cinta yang aku ungkapkan.”
“Benarkah kau tetap akan menolaknya? Membiarkan aku patah hati dan kehilangan pegangan hidup?” lanjutnya.
Melati menghela napas. Ada bahagia menyentuh hatinya, apalagi kalau teringat apa yang dikatakan Nilam, yang menginginkan dirinya menjadi saudara ipar. Rasanya kendala itu sudah tak ada. Ketika dia ingin mengangguk, tiba-tiba terlihat olehnya noda darah yang mengotori bajunya. Lalu bayangan seorang gadis yang terkulai lemah dengan darah menganak sungai.
“Tolong jawab, Melati.”
“Mas tidak kasihan pada mbak Nurin yang berkorban mempertaruhkan nyawa demi cintanya kepada Mas?”
“Bagaimana caranya aku bisa mengasihani dia?”
“Dia sangat mencintai Mas, bukan?”
“Lalu karena kasihan, maka aku harus menerima cintanya?”
Melati kembali menatap ke arah jalanan.
“Bagaimana kalau dia nekat lalu ingin melakukannya lagi?”
“Kasihan tidak ada hubungannya dengan perasaan cinta. Cinta yang didasari oleh rasa kasihan, bukan cinta namanya. Bisakah seseorang menjalani hidup bersama tanpa ada cinta di dalamnya? Bukankah akan lebih kasihan kalau hal itu terjadi pada Nurin?”
Melati tak bisa menjawab. Kalau memang tak cinta, mengapa harus dipaksa dengan segala cara?
“Jawab saja pertanyaanku, sebelum sampai ke rumah kamu.”
“Apa Mas tidak akan menyesal nantinya, aku bukan gadis yang pantas bukan?”
“Kamu sudah mengatakannya berulang kali. Jadi jangan katakan lagi,” kata Daniel agak kesal.
Melati tersenyum. Agak malu mengatakan cinta, ya kan?
“Melati, seratus meter lagi akan sampai di rumah kamu. Jawablah, tolong.”
Daniel menoleh ke arah samping, Melati sedang menatapnya sambil tersenyum malu-malu, membuat Daniel merasa gemas melihatnya.
“Mel?”
Mobil yang dikemudikan Daniel sudah berbelok ke jalan kecil, yang menuju ke rumahnya.
Melati mengangguk. Daniel tak terima.
“Aku minta kamu menjawabnya,” pinta Daniel yang sudah mulai berdebar melihat anggukan Melati.
“Yaaa.”
“Ya apa?” Daniel tetap tak terima.
“Aku cinta.”
“Cinta pada siapa?”
“Mas Daniel.”
Daniel ingin melepaskan pegangan tangannya pada kemudi, untuk memeluk Melati. Tapi Melati menggoyang-goyangkan tangannya pertanda menolak. Begitu mobil berhenti, Melati langsung turun, kemudian berlari ke arah teras, di mana sang ibu menunggu sejak sore harinya.
***
Karti terkejut, ketika Melati tiba-tiba memeluknya, ia melihat bercak-bercak merah pada bajunya.
“Melati, bajumu kenapa?”
“Bukankah tadi Melati sudah menelpon ibu, bahwa Melati sedang menolong orang kecelakaan?”
“Oh, ya ampuun, sampai berdarah-darah begitu? Tapi bagaimana sekarang keadaannya?”
“Sudah ditangani.”
“Itu kamu diantar siapa?”
“Mas Daniel. Sekarang Melati mau mandi dan ganti baju dulu ya Bu.”
“Baju kamu harus direndam dulu pakai sabun, noda darah susah hilangnya. Padahal itu kan baju kerja?”
“Iya Bu, Melati rendam dulu saja,” kata Melati sambil menjauh.
“Selamat malam, Bu,” sapa Daniel yang sudah langsung naik ke teras.
“Malam Nak, masuk yuk.”
“Di sini saja Bu, lagian Daniel tidak lama. Nanti harus dinas malam.”
“Oh, ya ampun. Tapi duduklah sebentar, ibu buatkan minum ya,” kata Karti yang langsung beranjak ke belakang tanpa menunggu jawaban Daniel.
Daniel tersenyum. Sungguh ini adalah malam yang membahagiakan, karena jawaban Melati ternyata seperti yang diharapkannya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari teman perawat. Daniel mengangkatnya.
“Ya, bagaimana? Sudah sadar? Baiklah. Carikan kamar terbaik. Itu orang kaya. Apa belum ada keluarganya yang datang? Tidak apa-apa, nanti aku dinas malam. Awasi terus saja. Memanggil-manggil namaku? (Daniel tertawa) .. Bukan … hanya teman. Sudah, jangan hiraukan. Terima kasih banyak ya.”
Daniel menutup ponselnya, agak khawatir karena katanya Nurin tampak gelisah dan belum sepenuhnya sadar.
Daniel menelpon Nilam, yang pastinya sudah menghubungi orang tua Nurin seperti permintaannya tadi.
“Nilam, bagaimana dengan orang tuanya?”
“Sudah, ternyata mereka bukan di luar kota, tapi di luar negri. Mereka hanya menanyakan apakah keadaannya berbahaya. Aku sudah menelpon rumah sakit, katanya sudah sadar, dan sudah dipindahkan ke ruang rawat.”
“Kapan orang tuanya akan datang?”
“Belum bisa dipastikan. Malah mereka menitip ke aku. Gimana sih, aku juga bingung nih. Mendengar anaknya mau bunuh diri, seperti tidak perhatian begitu.”
“Barangkali sedang sangat sibuk.”
“Memang mereka sangat sibuk, tapi sesibuk apapun, mendengar anaknya terluka, mengapa seperti menganggapnya enteng.?
“Ya sudah, kita tunggu saja bagaimana nanti. Mas Wijan sudah sampai rumah?”
“Baru saja, katanya tadi mengantarkan pak Baskoro dulu. Ini Mas lagi di mana?”
“Di … rumah Melati ….”
“Haaa, ya sudah, aku nggak mau ganggu. Semoga malam ini menyenangkan,” kata Nilam sambil tertawa, tapi segera mematikan ponselnya.
Daniel kesal Nilam seperti mengejeknya, tapi sambil mengantongi kembali ponselnya, mulutnya masih menyunggingkan senyuman.
“Silakan diminum Nak, masih hangat.”
“Terima kasih Bu. Setelah ini saya mau pamit.”
“Diminum dulu, sambil menunggu Melati, sepertinya dia sudah selesai mandi.”
***
Baskoro menyiapkan makan malam, karena Daniel mengatakan akan dinas malam, setelah pulang dari rumah Melati. Daniel masih berada di dalam kamarnya, tampaknya bersiap untuk berangkat.
Baskoro yang melihat mobil yang dibawa Daniel belepotan darah, segera mengambil selang untuk mencuci mobil itu. Bau anyir masih melekat, jadi Baskoro mengguyurnya dengan air sabun.
Daniel yang melihatnya dari dalam berteriak.
“Biar saya saja nanti, Pak.”
“Nggak apa-apa. Rasanya aneh, melihat mobil belepotan darah. Lagipula baunya juga nggak enak.”
“Iya, pak Baskoro kan capek, ini sudah malam.”
“Nggak apa-apa. Nak Daniel makan saja sana, sudah aku siapkan. Nanti di tempat kerja nggak usah makan.”
“Terima kasih Pak.”
Daniel menuju ke meja makan, menikmati nasi gudeg yang dibelikan pak Baskoro. Daniel harus berterima kasih, karena selama ada Baskoro, dia bisa hidup dengan teratur. Sarapan pagi selalu ada, minuman hangat pagi sore tersedia. Makan malam tak pernah terlambat. Ia juga bersyukur, karena bisa merubah kehidupan seseorang yang tadinya hidup dijalanan, menjadi orang rumahan yang baik dan penuh pengertian. Diam-diam ia berjanji, kalau kelak dia sudah beristri, dia akan terus mengajak Baskoro untuk tetap tinggal bersamanya.
Daniel hampir menyelesaikan makan malamnya, ketika Baskoro mendekat dan duduk di depannya.
“Pak Bas silakan makan sekalian.”
“Aku kan tidak ke mana-mana, jadi bisa makan kapan saja. Tapi nak Daniel yang harus bekerja, harus makan yang cukup. Dinas malam pasti berat, ya kan?”
“Tidak juga, Pak. Kan saya sudah bertahun-tahun menjalaninya.”
“Baiklah, selalu hati-hati dalam bekerja ya Nak.”
“Ya Pak, setelah ini saya langsung ke rumah sakit. Lagi pula mobil itu punya Nurin, nanti akan aku tinggal saja di rumah sakit.”
“Bagaimana keadaan nak Nurin? Saya dan nak Wijan pulang setelah nak Daniel mengantarkan nak Melati.”
"Sekarang sudah dipindahkan ke ruang rawat inap, tapi belum ada keluarganya yang menjenguk.”
“Orang tuanya masih di luar kota?”
“Ternyata bukan di luar kota, tapi di luar negri. Belum tahu kapan mereka kembali.”
“Kasihan sekali.”
“Nanti saya akan langsung menjenguknya,” kata Daniel sambil berdiri.
“Bagaimanapun dia pantas dikasihani,” kata Baskoro sambil mengantarkan Daniel sampai depan rumah.
***
Ketika Daniel memasuki ruangan Nurin, dilihatnya Nurin masih membuka matanya. Sekantung darah tergantung, terhubung ke selang yang mengalirkan darah itu ke tubuh Nurin. Ia kehilangan banyak darah, sehingga harus ada transfusi darah. Beruntung darahnya bukan golongan yang susah dicari, dan persediaan darah yang dibutuhkan ternyata ada di rumah sakit itu. Begitu melihat Daniel, ia segera melambaikan tangannya.
“Orang tua kamu belum bisa pulang, karena masih ada di luar negri.”
“Ya, aku tahu.”
“Kamu harus banyak istirahat.”
“Mengapa kalian menolongku? Aku lebih suka mati.”
“Memangnya kamu itu siapa, sehingga berhak menentukan hidup dan mati?”
“ Pokoknya lebih baik aku mati.”
“Hentikan omong kosong itu. Sekarang kamu sedang dirawat, dan semua berharap kamu segera sembuh. Jadi beristirahatlah dengan baik,” kata Daniel sambil menjauh, lalu keluar dari dalam ruangan itu.
“Mas Daniel ….” kata Nurin lemah.
Daniel menoleh sekilas, dan mengulang apa yang tadi diucapkannya.
“Beristirahatlah, agar kamu segera pulih.”
Lalu terdengar pintu ditutup. Daniel tak tampak lagi bayangannya.
“Dia sungguh kejam. Dia tak merasa menyesal walaupun aku nekat melakukannya. Dia tega sekali,” katanya sambil menangis terisak-isak.
Ketika kemudian ada perawat masuk, ia mendekati Nurin, dan menyapanya dengan lembut.
“Kenapa menangis Mbak? Tenang ya Mbak, Mbak menginginkan apa?”
“Aku ingin mati, mengapa mereka menolongku?”
“Jangan Mbak, orang sakit saja diobati biar sembuh, mengapa Mbak yang sehat malah ingin mati?”
“Kamu tidak tahu apa-apa. Pergilah,” katanya dengan tatapan tajam, sehingga membuat perawat itu melangkah mundur.
“Mbak, tenanglah.”
“Pergiiii!!!”
“Baik, baiklah, saya akan pergi.”
“Panggil mas Daniel kemari!!” teriaknya.
“Mas Daniel bertugas di bagian lain. Bukan di sini.”
“Pergi kamuuuu! Pergii!! Panggil mas Daniel kemari, aku sedang mengandung anaknya. Dengar. Aku mengandung anaknya.”
Perawat itu khawatir Nurin akan melakukan sesuatu yang berbahaya, karenanya ia memilih keluar dari ruangan. Ditemuinya Daniel.
“Mas Daniel, pasien itu benar-benar tidak waras.”
“Pasien mana?”
“Yang kabarnya pacar mas Daniel itu.”
“Ah, ngawur. Nurin, maksudnya? Dia bukan pacar aku.”
“Tapi dia terus-terusan mengatakan bahwa mas Daniel adalah pacarnya. Ia bahkan mengatakan bahwa sedang mengandung anak Mas.”
“Apa?”
“Memang dia agak kurang waras. Dalam laporan tidak ada catatan bahwa dia sedang hamil.”
“Memang tidak. Dia sedang mengigau.”
“Aku baru saja keluar dari sana. Waktu itu dia sedang menangis, aku datang untuk menghiburnya, tapi dia mengusirku. Aku langsung keluar, takut dia melakukan hal yang mengkhawatirkan. Dia bisa melakukan percobaan bunuh diri, bagaimana kalau dia nekat?”
“Laporkan saja ke dokter Marta, biar beliau menanganinya.”
“Baiklah.”
Malam itu Nurin diberi suntikan yang bisa menenangkannya, sehingga dia bisa tertidur pulas. Daniel berusaha tidak masuk ke ruangannya. Ada perasaan kasihan, tapi juga kesal.
“Mengapa orang seperti Nurin tidak bisa menerima keadaan?”
Ia juga kesal karena orang tuanya tidak segera datang. Lalu ia mendesak Nilam agar menelpon lagi orang tua Nurin. Memang hanya Nilam yang kenal dekat dengan mereka.
***
Keesokan harinya, saat istirahat siang, Melati memerlukan pergi ke rumah sakit, di mana Nurin dirawat. Ia merasa sangat prihatin, dan ingin berbincang dengannya.
Tapi ketika ia masuk ke ruangannya, dilihatnya Nurin tertelungkup di lantai, darah berceceran di mana-mana. Melati berteriak histeris.
“Mbak Nuriiiinn!!”
***
Besok lagi ya.
Suwun mb Yien
ReplyDeleteSuwun mb Tien
DeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteHamdallah...cerbung Melati 39 telah tayang
ReplyDeleteTaqaballahu Minna Wa Minkum
Terima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Siip...Daniel dapat kesempatan berduaan dengan Melati..PDKT mulai...😁😁
Melati kamu tdk boleh rendah diri ya, krn di keluarga Wijan tdk membeda bedakan kasta seseorang
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah ... terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
semoga selalu sehat
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke tiga puluh sembilan
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Maaaf 39
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteTerima kasih, bu Tien cantiik... sehat2 sekeluarga, ya...
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerima kasih jeng Mita
Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🤲🤲
ReplyDeleteMELATI engkau putih harum mewangi .hmm Aduhai 💐
Maturnuwun🌷🌻🙏🙏
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah ... maturnuwun Bu Tien ... Semoga bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
semoga sehat walafiat
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdulillah MELATI~39 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah MELATI 39 sdh hadir
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien
Semoga Bu Tien sehat2 selalu bersama klg. Aamiin
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Selamat berbahagia ya Daniel, meskipun baru awal, tapi Melati sudah memberikan lampu hijau.
ReplyDeleteLucunya si Nurin, dia hanya mau main main tapi tega menyiksa diri.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
💐🌸💐🌸💐🌸💐🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 39 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku smoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🤩
💐🌸💐🌸💐🌸💐🌸
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai deh
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteOoh...berarti bener tuh si Nurin sakit jiwa...yang suka menyakiti diri sendiri untuk menarik perhatian orang lain itu lho...hobby kok 'menumpahkan darah'.😰
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien... Semoga sehat selalu...🙏🙏🙏😘😘😀
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Duh Nurin drama apa lg tuh , 😁
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien 🤗🥰
Sehat wal'afiat selalu
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 39* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Manusang bu Tien, Melati menuju bahagia yaa..slm aduhai
ReplyDeleteHanupis pak Djoni, baru muncul setelah bertahun tahun menghilang
DeleteAlhamdulillah Melati - 39 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Nuwun sewu mbak Tien, seingat saya Nurin pernah menyatakan bahwa dia belum pernah berhubungan dg lelaki, artinya masih perawan. Shg bila dokter menyatakan Nurin tidak dalam keadaan hamil, dpt diperluas bahwa dia mash perawan (virgin in tact). Shg Daniel terbebas dari fitnah
ReplyDeleteOke mas Tok.. matur nuwun, siyaap
DeleteNurin ini mengganggu orang kasmaran saja...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMIRa
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Uchu
Sami2 jeng Ning
ReplyDeleteAduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteSalam aduhai deh
Apa yg terjadi lagi dg Nurin? Terimakasih Bunda Tien sehat sehat selalu dan bahagia bersama amancu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Nanik