M E L A T I 38
(Tien Kumalasari)
Berdebar Melati mendengar kata ‘bunuh diri’. Ia segera menghentikan sepedanya, menyandarkannya di sebuah pohon dan menguncinya. Ia tak peduli seandainya sepedanya akan hilang dicuri orang. Berendap-endap Melati mendekati pagar rumah Daniel yang terbuat dari bambu. Perkataan ‘bunuh diri’ itu membuat hatinya tercekat.
Ia melongok ke dalam, melihat Daniel membalikkan tubuhnya, menatap Nurin yang membawa belati berkilat di tangan kanannya.
“Nurin, apa kamu sudah gila? Buang belati itu!” teriak Daniel yang mau tak mau juga merasa khawatir. Ini menyangkut sebuah nyawa, bagaimana dia bisa membiarkannya?
“Pokoknya kalau Mas tidak mau bertanggung jawab, lebih baik aku mati,” kata Nurin dengan air mata berlinang.
“Aku tidak mengerti, yang kamu maksudkan bertanggung jawab itu apa? Kamu bicara jangan seenak kamu.”
“Bukankah aku sudah mengatakan semuanya apa yang Mas lakukan? Tentu saja Mas tidak merasa, karena Mas setengah tidur.”
“Bukan. Malam itu aku barangkali sedang mati. Sehingga tidak merasakan apa-apa. Apa kamu pikir aku sebodoh itu? Aku tidak melakukan apa-apa, titik!!”
“Gambar yang aku tunjukkan sama kamu, bagaimana kamu bisa mengingkarinya?”
“Gambar apa? Itu buatan kamu. Pergilah dan lupakanlah. Kamu hanya berkhayal!” hardik Daniel sambil membalikkan tubuhnya dan bergegas pergi.
Tapi tiba-tiba terdengar suara orang terjatuh menimpa mobil, dan jeritan kecil. Melati terkesiap. Ia melihat darah mengalir dari pergelangan tangan Nurin, sementara Nurin terkulai memeluk samping badan mobil.
Aliran darah itu begitu cepat membanjir. Tanpa berpikir panjang Melati berteriak, dan menghambur ke arah tubuh yang terkulai, sambil berteriak memanggil Daniel.
“Mas Daniel!! Toloong.”
Daniel yang tak peduli pada ancaman Nurin, terkejut mendengar suara gadis yang dikenalnya.
“Melati?”
Daniel juga terkejut melihat darah membanjir menganak sungai, membasahi samping mobil. Ia membalikkan tubuhnya dan berlari mendekat.
“Apa kamu sudah gila?” hardiknya.
“Mas, cepat angkat dia, bawa ke rumah sakit,” teriak Melati panik.
Daniel segera mengangkat tubuh Nurin, dimasukkannya ke dalam mobil. Melati ikut masuk, dan memangku kepala Nurin. Daniel memacu mobilnya keluar dari halaman rumahnya.
Melati merasa ngeri melihat darah. Ia mencari sapu tangan dari dalam tasnya, kemudian mengikat pergelangan tangan Nurin yang terluka, untuk menghambat lajunya darah yang mengalir deras. Nurin memejamkan mata, wajahnya pucat pasi. Tak sepatahpun kata terucap dari bibirnya yang membiru. Melati merasa cemas.
“Mbak Nurin, sadar Mbak, bertahan ya Mbak ….” ucapnya terus menerus tanpa henti.
“Bagaimana kamu bisa berada di sana?” tanya Daniel.
“Aku baru pulang dari tempat aku bekerja,” jawab Melati.
“Sesore ini?”
“Aku ….” Melati ingin mengatakan bahwa dia baru pulang dari rumah Nilam, tapi diurungkannya.
“Lembur?”
“Yy… ya.”
“Nurin benar-benar gila.”
“Mas harus bicara secara baik-baik. Jangan membuat mbak Nurin menjadi nekat.”
“Kurang baik apa aku tadi? Dia tak bisa memaksakan kehendak.”
“Tap … pi … mas melakukan yang ….” Melati berusaha mengingatkan Daniel bahwa dia bersalah.
“Kamu tahu dari mana?”
“Mbak Nurin … datang ke kantor..”
“Jadi dia mampir kemana-mana dan menyebarkan berita omong kosong itu?” gerutu Daniel.
“Omong kosong?”
“Tentu saja omong kosong. Dia pikir aku laki-laki serendah itu?”
“Tapi … ” Melati membungkam mulutnya sendiri, karena menyesal ingin mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Ia tak ingin membuat Daniel malu.
“Apa dia menunjukkan foto itu?”
Melati terdiam. Ia melihat sapu tangan yang mengikat pergelangan tangan Nurin kembali membasah oleh darah.
“Mas, bisa cepat sedikit, darahnya mengalir terus. Aku khawatir mbak Nurin tidak tertolong.”
“Di depan adalah rumah sakit. Hanya saja, jalan memang sedang rame.”
Walau begitu Daniel mempercepat laju mobilnya.
Sebelum sampai dia menelpon rumah sakit agar menyiapkan brankar di lobi ruang UGD, agar Nurin cepat ditangani.
Ketika diangkat ke atas brankar, Nurin sudah tampak lemah tak berdaya. Melati terus mengikutinya sambil memanggil-manggil namanya.
***
Baskoro pulang dari warung agak sore. Dari jauh ia melihat pintu rumah yang terbuka. Baskoro mengira Daniel ada di rumah. Tapi di pelataran, ia melihat ceceran darah, dan bekas ban mobil. Baskoro terkesiap.
“Darah? Mengapa ada darah di sini? Darah apa ini?”
Baskoro berjongkok, bau anyir darah tercium oleh hidungnya. Ia masuk ke rumah dengan bergegas, sambil memanggil-manggil nama Daniel.
“Nak Daniel … nak Daniel …”
Baskoro mencari disetiap sudut rumah, di kamar, di kamar mandi, tak ditemukannya Daniel. Baskoro keluar, dan saat itulah ia melihat mobil memasuki halaman.
Baskoro mengenali mobil itu, karena sudah sering melihatnya datang ke rumah. Tak lama kemudian Wijan turun, Baskoro menyambutnya dengan tergopoh-gopoh.
“Nak Wijan … nak Wijan … “
Wijan heran melihat wajah Baskoro yang tampak gelisah.
“Ada apa? Mas Daniel di rumah kan?”
“Tidak, saya baru pulang dari warung, rumah dalam keadaan kosong, tapi pintu tidak terkunci. Saya juga melihat bekas mobil di sini, dan juga ceceran darah.”
Wijan terkejut, matanya menatap ke arah tanah di mana Baskoro menunjuknya.
“Darah?”
Wijan berjongkok mengamatinya, karena hari mulai remang.
“Ini darah apa?”
“Itulah yang membuat saya bingung.” Saya baru akan menelpon nak Daniel, lalu nak Wijan datang.
Wijan mengambil ponselnya, ditelponnya Daniel.
Daniel yang waktu itu duduk di ruang tunggu mengangkatnya.
“Ya, Mas Wijan.”
“Mas Daniel ada di mana?”
“Saya di rumah sakit.”
“Siapa yang sakit?”
“Nurin. Tadi mau bunuh diri.”
“Apa?”
“Ceritanya panjang. Apa pak Baskoro sudah pulang ke rumah?”
“Ada, Mas mau bicara?”
“Tidak, mau minta tolong, di luar pagar ada sepeda Melati, tolong di masukkan ke dalam rumah, tadi pergi dengan terburu-buru.”
“Ada Melati juga? Kami melihat darah di halaman.”
“Ya, nanti saya ceritakan.”
“Ini di rumah sakit tempat kamu bekerja?”
“Ya. Mas mau ke sini?”
“Saya mau ke situ sekarang,” kata Wijan.
Ketika ponsel sudah dimatikan, Wijan pergi ke luar pagar, dan melihat sepeda kayuh bersandar di pohon. Ia sungkan menyuruh Baskoro seperti permintaan Daniel. Ia segera mengangkat sepeda itu dan membawanya masuk ke rumah.
“Sepeda siapa ini, Nak?”
“Kata mas Daniel, ini sepeda Melati. Tolong, dibawa ke dalam rumah ya Pak, saya mau ke rumah sakit.”
“Ada Melati, ada darah. Apa yang terjadi? Saya ikut ke rumah sakit ya Nak.”
“Ayo Pak.”
Baskoro memasukkan sepeda Melati ke dalam rumah, lalu mengunci rumahnya dan ikut ke rumah sakit bersama Wijan.
***
Wijan geleng-geleng kepala mendengar cerita Daniel tentang apa yang dilakukan Nurin. Daniel sekaligus menceritakan peristiwa malam itu dan mengapa dia bisa berada di rumah Nurin.
“Aku sudah menduga, pasti itu hanya akal-akalan Nurin saja,” kata Wijan.
“Tapi Nak, yang saya tidak mengerti, mengapa nak Daniel mau diajak Nurin, dan mau juga ketika diberi obat,” sela Baskoro.
Sore itu perasaan saya sedang kacau. Nurin menemukan saya sedang sendirian, lalu mengatakan bahwa dia mau mengantarkan saya pulang. Kepala saya pusing, lalu Nurin mampir ke apotik, katanya untuk membeli obat. Saya diberinya dua butir obat, yang katanya bisa menghilangkan pusing. Saya menurut saja. Saya tidak mengira dia membawa saya ke rumahnya, dalam keadaan setengah tidur, sampai kemudian pulas dan terbangun pada pagi harinya. Saya sadar bahwa saya tidak melakukan apa-apa. Saya juga tidak tahu Nurin memotret ketika kami berada di bawah selimut. Saya pulas dan benar-benar pulas. Tapi kemudian dia menuntut saya agar bertanggung jawab. Marah dong saya, bertanggung jawab atas apa? Ketika sore tadi dia datang dan mengulangi tuntutannya itu, saya tetap saja menolaknya. Dia mengancam mau bunuh diri, saya tetap meninggalkannya, tapi ternyata dia benar-benar mengiris nadinya, dan nyaris tewas. Melati kebetulan lewat di depan rumah waktu itu, sehingga kemudian memanggil saya yang sudah mau pergi, lalu kami membawanya ke rumah sakit,” terang Daniel panjang lebar.
Dada Melati terasa lebih longgar ketika mendengar cerita Daniel. Ternyata Daniel tidak melakukan apa-apa terhadap Nurin. Ia melihat hari mulai gelap, sang ibu pasti khawatir karena dia belum sampai rumah. Karena itulah dia kemudian berdiri menjauh dari mereka, untuk mengabari sang ibu.
"Seperti diatur oleh Yang Maha Kuasa, Melati muncul disaat mas Daniel sedang kacau, dan ada peristiwa mengerikan seperti ini. Apakah ini semua berarti bahwa Melati adalah jodoh mas Daniel,” kata Wijan.
“Nah, tadinya saya berharap nak Daniel bisa jadian sama nak Nurin. Ternyata begitu kelakuannya. Kecewa saya. Dan nak Melati ini, adalah pelanggan saya. Dia sering beli soto untuk ibunya. Dia juga cantik dan lembut, anak buah saya sering membicarakannya,” kata Baskoro sambil tersenyum.
Daniel hanya tersipu. Seandainya benar, Melati ditakdirkan menjadi jodohnya, alangkah bahagianya. Tapi hati Melati tak mudah ditebak. Dia selalu bersikap manis kepada siapa saja. Bahkan terhadap Nurin yang belum lama dikenalnya.
Melati sudah selesai menelpon ibunya, kemudian kembali duduk di dekat Daniel.
“Mas sudah bicara dengan dokternya, bagaimana keadaannya?” tanya Melati.
“Tampaknya masih ditangani. Nanti aku tanyakan keadaannya.”
“Mas sudah mengabari keluarganya?"
"Ibunya sedang di luar kota, tapi aku sudah menelpon Nilam untuk mengabari.”
Ketika kemudian dokter mengabari bahwa masa kritis sudah lewat, Melati merasa lega. Ia tak perlu menunggu karena hari mulai malam.
“Mas, karena mbak Nurin sudah ditangani dan bisa diselamatkan, saya mau pulang dulu ya,” kata Melati kepada Daniel.
“Aku antarkan saja, masa kamu akan pulang sendiri?”
“Mas naik apa?” tanya Wijan.
“Aku membawa mobil Nurin, biar aku pakai untuk mengantar Melati saja. Kalau mas Wijan mau pulang, pulang saja dulu.”
“Sebaiknya mas Daniel menunggu sampai keadaan mbak Nurin membaik. Masa dia ditinggalkan sebelum jelas keadaannya,” cela Melati.
Daniel merasa terpukul oleh kemuliaan hati Melati. Dan itu membuatnya semakin kagum. Tapi apa yang dilakukan Nurin menambah kekesalan hatinya, yang tadinya sudah kesal.
“Melati, aku kan kenal semua perawat di rumah sakit ini. Aku akan berpesan kepada mereka agar menjaganya, dan mengabari kalau ada apa-apa. Dan meminta agar kalau memang harus dirawat, agar diberikan kamar yang baik untuknya.”
“Mas tega?” tanya Melati yang masih mengkhawatirkan keadaan Nurina.
“Aku nanti kembali ke sini, karena tugas jaga malamku akan aku tukar hari ini.”
Melati hanya mengangguk. Ia menangkap rasa ketidak senangan Daniel karena kejadian ini. Tapi ia tak bisa apa-apa.
“Baiklah, besok kalau waktuku senggang, aku akan membezoeknya.”
***
Melati duduk diam di samping kemudi, sementara Daniel menjalankan mobilnya pelan. Bayangan mengerikan yang dilihatnya pada sore hari masih terbayang dalam benaknya. Tak disangkanya Nurin begitu nekat. Tapi Melati yakin, senekat apapun Nurin, Daniel tak akan luluh. Ia melihat begitu kerasnya hati Daniel, dan tak tampak sedikitpun rasa kasihan melihat keadaan Nurin yang lemah dan berdarah-darah.
“Mas, bukankah sepeda saya masih ada di rumah Mas?” tanya Melati yang tiba-tiba teringat pada sepeda kayuhnya.
“Ya, aku sudah minta pak Baskoro untuk menyimpannya di rumah.”
“Kalau begitu kita ke rumah Mas saja, biar saya pulang naik sepeda.”
“Jangan. Ini sudah malam, tidak bagus anak gadis bersepeda sendirian malam-malam begini.”
“Memang aku hanya punya sepeda, mau bagaimana lagi?”
“Jangan bandel. Banyak orang jahat. Kalau kamu diculik, bagaimana?” kata Daniel sambil tersenyum, berharap Melati bisa tertawa mendengar candaannya.
Dan Melati memang bisa tertawa. Ia menampakkan lesung pipit yang begitu manis.
“Mana ada orang mau menculik saya? Saya tidak punya apa-apa.”
“Bagaimana kalau ada?”
“Tidak ada yang mau. Saya tidak punya harta, hanya sebuah sepeda kayuh. Pasti mikir lah kalau mau menculik saya.”
“Benar, aku juga sedang mikir.”
“Maksudnya?”
“Mikir ... bagaimana caranya, supaya bisa menculik kamu,” kata Daniel enteng. Entah dari mana datangnya keberanian itu, dari yang semula merasa kesal atas penolakan Melati. Daniel tak mau diam. Dia harus memperjuangkan cintanya.”
Tanpa diduga Melati terkekeh pelan.
“Kok tertawa? Serius nih.”
“Untuk apa menculik orang seperti saya?”
“Karena kamu tidak akan mau kalau tidak dipaksa.”
“Dipaksa apa?”
“Dipaksa untuk mengakui cinta.”
***
Besok lagi ya.
🌼🌹🍀🌼🌹🍀🌼🌹🍀🌼🌹🍀
ReplyDeleteAlhamdulillah......
MELATI Eps_38 sudah tayang.
Terima kasih😘💕
Salam SEROJA dan.....
Tetap ADUHAI...
🌼🌹🍀🌼🌹🍀🌼🌹🍀🌼🌹🍀
Sami2 mas Kakek
DeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteSuwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Delete🦋🌷🦋🌷🦋🌷🦋🌷
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏
MELATI 38 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien
yang baik hati.
Semoga Bu Tien tetap
sehat & smangaats.
Salam Seroja...🌹😍
🦋🌷🦋🌷🦋🌷🦋🌷
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteHamdallah...cerbung Melati 38 telah tayang
ReplyDeleteTaqaballahu Minna Wa Minkum
Terima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Cakep lho 'permainan drama' nya Nurin..sampai mau bunuh diri segala...😁
Tapi sing becik ketitik...sing ala bakal ketara.
Wijan menemukan kejanggalan dlm Nurin 'bermain drama'..tsb.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,ayo Daniel Melati siram cinta kalian dengan kejujuran ,ketulusan dan saling percaya.Nurin pasti kena karmanya 💐👍
ReplyDeleteMaturnuwun🌷🌻🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah tayang *MELATI* ke tiga puluh delapan
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Trimakasih Bu Tien .... semoga Bu Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulilah melati 38 sdh tayang..terima kasih bun ..salam hangat dan aduhsi smg bunda tien sll sehat dan bahagia aamiin yra
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Alhamdulillah, MELATI 38 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah akhirnya Daniel bisa ada kesempatan berduaan dengan Melati dan mulai mengusik hati Melati. Semoga berjodoh. Aamiin. Matur nuwun bu Tien..cerita yang makin romantis. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah, MELATI 38 telah tayang, matursuwun bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
DeleteAlhamdulillah MELATI~38 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih binda Tien
Salam aduhai hai hai
Sami2 ibu Endah
DeleteAduhai deh..
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah .... terimakasih Bunda 🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bubda
Sami2 ibu Nanik
DeleteNuriiin ,,,😀😀😀modus
ReplyDeleteGak bakalan yaaa Daniel mau sama kamu
Mbak Yaniiiik
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillaah, senangnya mereka berdua, Daniel & Melati,, 😍💖🌿💖
ReplyDeleteMau bilang apa Melati ...ayo🥰
Aduhaiii 😍
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🙏🤗🥰
Sami2 ibu Ika
DeleteAamiin
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan tetap semangat. Aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Alhamdulillah terima kasih mbak Tien Kumalasari, salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Ninik
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu.....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteAamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteSembah nuwun bunda Tien, Melati38
Semoga selalu sehat , semangat ,bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT
aamiin Yaa Robbal'Alamiin
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun Anrikodk
Alhamdulillah Melati - 38 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Terima kasih Bunda..Melati nya
ReplyDeleteSalam sehat n Aduhai
Sami2 ibu Sriati
DeleteAduhai deh
Melati orang baik, bahkan menolong orang yang tidak disukai. Hayo berjuang untuk Daniel.
ReplyDeleteMumpung di rumah sakit, bagaimana kalau Nurin 'divisum' sekalian...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 38* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Sami2.
ReplyDeleteHoreee
Bu Djoko juara
Pokoknya saya sebagai pembaca harus pasrah mau diapakan oleh Mbak Tien...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteTerimakasih... Bunda Tien
ReplyDelete