M E L A T I 21
(Tien Kumalasari)
Harjo keluar dengan langkah tertatih, rasa sakit masih mengganggunya. Dua orang polisi turun dari mobil.
“Selamat malam,” sapa salah satu dari polisi itu.
Harjo menarik salah satunya, membawanya masuk ke dalam.
“Bapak, yang namanya pak Harjono?”
“Iya, benar, ssst … jangan keras-keras, aku punya sesuatu. Tunggu sebentar.”
Harjo melangkah ke dalam kamar, bergegas, dengan menahan rasa sakit yang menderanya.
Polisi itu masuk ke dalam, mengikutinya, tapi salah seorang polisi yang semula ada di luar, mengikutinya.
“Ada apa?” tanyanya kepada temannya yang menunggu di depan pintu.
“Nggak tahu, tiba-tiba masuk ke dalam.”
“Jangan-jangan dia kabur,” katanya sambil mendorong pintu kamar.
Harjo tampak sudah berdiri di depan pintu.
“Ahaa, baiklah, syukurlah Anda berdua ada disini. Lihat, jangan mempersulit jalanku, aku sudah biasa begini. Ini, bawalah untuk kalian berdua. Pasti kalian sudah tahu apa yang harus kalian lakukan, bukan?” kata Harjo sambil menyelipkan segenggam uang kepada masing-masing polisi itu. Tapi tanpa disangka mereka menolaknya.
“Apa? Kalian menolak? Apa ini kurang banyak? Ada sepuluh juta untuk kalian berdua, lihat baik-baik. Apa kurang?”
“Saya bertugas menangkap Bapak, atas tuduhan menculik seorang gadis.”
“Baiklah, tapi aku mohon mengertilah, aku sudah membeli gadis itu, bukan menculiknya, lagipula ….”
”Nanti Bapak bisa memberi keterangan di kantor, sekarang kami harus membawa Bapak. Satu lagi, menyogok petugas juga sebuah kesalahan,” kata salah seorang polisi yang kemudian menangkap tangan Harjo, membiarkan uang yang digenggamnya berhamburan.
Harjo meronta dengan keras. Tapi kedua polisi itu akhirnya berhasil memborgolnya, dan membawanya keluar. Tak peduli Harjo berteriak-teriak dan memaki-maki dengan kasar. Ia melirik ke arah ruang tengah, dilihatnya Ramon sedang berbicara dengan Melati. Kemarahan Harjo memuncak.
“Ramon!! Anak durhaka kamu! Bagaimana mungkin kamu berani mencelakai ayah kamu sendiri? Penghianat!! Durhaka!!”
Tapi polisi langsung membawanya ke atas mobil.
Dilihatnya Kabul juga sudah duduk di mobil tahanan. Rupanya polisi tidak hanya datang berdua. Masih ada yang kemudian menangkap Kabul sebagai anak buahnya. Mungkin dijadikan saksi, tapi mungkin juga terdakwa. Polisi membawa mereka pergi.
Melati masih terisak di sofa. Ia benar-benar syok atas kejadian yang menimpanya.
“Melati, kamu tidak perlu cemas. Bahaya sudah lewat.”
“Terima kasih, Tuan muda,” kata Melati diselingi isak.
“Dan pak Samiaji, bagaimana bisa kalian ada di sini?” lanjut Melati.
“Ramon adalah menantuku. Kami berdua melaporkan Harjo ke polisi tadi, sebelum mengejar kemari,” kata Samiaji sambil tersenyum.
“Tolong, kabari ibu saya, bahwa saya baik-baik saja.”
“Saya sudah mengabari ibu kamu, dan mengatakan bahwa kamu baik-baik saja.”
“Syukurlah, terima kasih banyak, pak Samiaji, Tuan Muda Ramon. Sekarang saya ingin pulang.”
Samiaji mengangguk, Ramon sudah lebih dulu menuju ke arah mobil, dan memutarnya agar memudahkan mereka keluar dari tempat itu.
***
“Mengapa Tuan muda Ramon melaporkan ayahnya sendiri?” tanya Melati ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
“Rupanya dia sudah kewalahan memperingatkan ayahnya. Begitu kan Ramon?” tanya Samiaji kemudian kepada Ramon yang menyetir mobil, sedangkan Melati duduk di sampingnya.
“Semoga semua ini bisa memberinya pelajaran, sehingga di masa mendatang bisa mengingatkannya pada perbuatannya yang tidak benar.”
“Dan bahwa tidak selamanya uang adalah sesuatu yang berkuasa,” sambung Samiaji.
“Kamu kenal yang namanya Daniel?” tanya Ramon.
“Daniel? Dia … “
“Pacar kamu?” sambung Samiaji.
Wajah Melati memerah. Untunglah suasana di dalam mobil adalah gelap, kalau tidak, pasti Ramon bisa melihat wajah Melati yang memerah. Tapi … pacar? Melati belum pernah kenal secara dekat. Barangkali saling tertarik, atau entah apa, tapi pacar? Melati tak mampu menjawabnya.
“Dia terluka parah,” kata Ramon mengejutkannya.
“Apa?” Melati terpekik kaget. Ia kemudian teringat ketika Harjo mau membawanya, ada Daniel datang ke sana. Melati tidak tahu, bahwa Ramon dan Samiaji mengetahuinya. Apakah mereka bertemu? Tapi terluka? Melati tidak menduganya.
“Kabul menghajarnya. Untunglah kami segera datang,” lanjut Ramon.
“Apa?” Melati masih saja memekik.
“Jangan berteriak, tenangkan hati kamu. Sekarang Daniel ada di rumah sakit.”
“Ya Allah …. apa lukanya parah?”
“Lumayan parah, tapi dokter akan menanganinya dengan baik. Kamu tidak usah panik. Besok kamu bisa membezoeknya. Bukankah sekarang ini kamu harus memikirkan ibu kamu juga?”
“Iya, benar,” jawab Melati lirih. Ada rasa khawatir tentang luka Daniel, tapi ia juga ingin segera ketemu ibunya.
“Apakah saya masih harus bekerja di rumah tuan Harjo? Saya terikat perjanjian itu … jadi ….”
“Kamu tidak usah memikirkan hutang itu. Biar aku mengurusnya. Tadinya aku mau membayarnya, tapi karena dia sudah kelewat batas, dan sudah ditangan yang berwajib, selama dia tidak bisa menunjukkan bukti bahwa benar ayah kamu berhutang, maka kamu tidak usah membayarnya,” kata Samiaji.
“Benarkah?” mata Melati berbinar. Bagaimanapun masalah hutang itu benar-benar menjadi beban bagi dirinya.
“Apa dia pernah menunjukkan surat bukti hutang ayahmu?” lanjut Samiaji.
“Saya pernah menanyakannya, tapi dia tidak mau menunjukkannya.”
“Kalau begitu kenapa kamu mau membayarnya?”
“Dia mengancam dan menakuti saya, katanya dia bisa melakukan apa saja pada keluarga saya. Hal itu membuat saya sangat ketakutan.”
“Banyak kasus yang memberatkannya,” gumam Samiaji.
Kemudian suasana menjadi senyap. Bagaimanapun Ramon juga terluka. Bahwa pesakitan itu adalah ayahnya, bagaimana mungkin dia bisa berlaku tenang seakan tidak terjadi apapun? Tapi Ramon hanya bisa menyesalinya, dan berharap agar dengan kejadian ini akan membuat ayahnya bertobat.
“Maaf Ramon, pasti kamu juga terluka,” kata Samiaji tiba-tiba.
“Tidak apa-apa Pak, memang inilah yang harus terjadi. Semoga ada pelajaran yang bisa dipetik olehnya,” kata Ramon yang berusaha tenang.
***
Karti menangis terisak ketika Melati sudah kembali ke rumah. Ia memeluknya seakan tak ingin melepaskannya lagi.
“Mengapa ibu khawatir? Bukankah Melati sudah berkali-kali bilang bahwa Melati akan baik-baik saja?”
“Perasaan ibu tak enak sejak sore. Lalu pak Samiaji tiba-tiba menelpon, mengatakan bahwa kemungkinan besar kamu ada dalam bahaya.”
“Pak Samiaji mengatakan itu?”
“Tadinya bertanya, apakah kamu masih bekerja di rumah tuan Harjo, ibu tidak bisa berbohong, karena entah bagaimana, pak Samiaji sudah tahu semuanya. Lalu tiba-tiba, entah sengaja atau mungkin kelepasan bicara, pak Samiaji mengatakan bahwa mungkin kamu ada dalam bahaya. Ibu ingin menyusul kamu tapi tidak tahu persis alamat tuan Harjo, lagi pula pak Samiaji melarangnya. Saat itu nak Daniel ada di rumah. Ibu terpaksa mengatakan semuanya, karena dia melihat ibu sedang kebingungan dan menangis.”
"Jadi mas Daniel pergi ke rumah tuan Harjo karena mendengar cerita ibu?"
"Iya, ibu terpaksa mengatakannya karena dia mendengar sebagian pembicaraan ibu dengan pak Samiaji."
"Sekarang mas Daniel ada di rumah sakit, karena berantem dengan Kabul."
"Ya Allah, bagaimana keadaannya?"
"Besok Melati mau melihat keadaannya. Untunglah tuan muda Ramon segera datang dan menghentikannya."
“Siapa tuan muda Ramon?”
“Anaknya tuan Harjo. Tapi sepertinya dia tidak suka atas perbuatan ayahnya. Entah bagaimana, tuan muda Ramon dan pak Samiaji akhirnya melaporkannya kepada polisi.”
Lalu Melati mengatakan apa yang dialaminya, membuat Karti berulang-ulang mengucapkan syukur karena anaknya luput dari perbuatan bejat Harjo.
***
Pagi itu rumah sakit sudah ramai, karena banyak pengunjung yang datang membezoek. Nurin melihat di setiap kamar, mencari temannya yang kabarnya dirawat di sana. Tiba-tiba matanya menatap sebuah nama di salah satu kamar yang dilewatinya.
“Daniel Prasetya? Apakah itu Daniel, duda sombong yang pernah aku kenal?” gumamnya.
Nurin mengetuk pintu perlahan, lalu masuk. Dilihatnya seorang pasien laki-laki terbaring, dengan lengan dibebat perban, dan wajah matang biru. Nurin mendekat dan terkejut. Memang dia Daniel yang pernah dikenalnya.
“Mas Daniel?”
Daniel yang semula memejamkan matanya, kemudian membukanya. Kepalanya masih terasa pusing, tapi dia mengenali gadis yang ada di depannya. Daniel terkejut, bagaimana Nurin bisa mengetahuinya? Bahkan dia tidak mengabari siapapun ketika dia berada di rumah sakit. Baskoro pun tidak. Ponselnya terjatuh entah di mana. Lagipula karena lukanya yang parah, dia tidak bisa memikirkan apapun. Perasaan tenang yang dirasakannya adalah ketika laki-laki tua berwajah teduh itu mengatakan bahwa akan membawa Melati kepadanya. Berarti laki-laki setengah tua itu akan menolong Melati, semoga berhasil.
“Mas Daniel? Apa yang terjadi?”
Pertanyaan itu menyadarkannya.
“Bagaimana kamu tahu bahwa aku ada di sini?”
“Aku tidak tahu, aku sedang mencari kamar inap teman aku, lalu membaca nama Mas di pintu itu.
“Oh … “
“Kamu kenapa? Luka begini parah?”
Daniel mencoba tersenyum. Ia enggan mengatakan apapun.
“Kamu kecelakaan? Nilam sudah tahu?”
Daniel menggeleng.
"Biar aku menelpon dia,” kata Nurin yang tanpa menunggu persetujuan Daniel, segera menelpon Nilam.
“Ya, Nurin?” Nilam menjawab setelah Nurin menelponnya.
“Apa kamu sudah tahu, kakak kamu ada di rumah sakit?”
“Kakakku siapa?”
“Kamu punya kakak berapa biji sih?”
“Mas Daniel?”
“Iya.”
“Lhoh, dia kenapa?”
“Luka parah, dia belum mengatakan penyebabnya, mungkin kecelakaan. Lukanya parah.”
“Apa? Mengapa dia tidak mengabari aku? Di rumah sakit tempat dia bekerja?”
“Tidak, ini rumah sakit swasta, nanti aku kirim alamatnya. Kamu harus datang dan melihat keadaannya.”
“Bagaimana sih mas Daniel. Ada apa dengan dia?”
“Aku belum bicara banyak, tadi aku baru mau mencari teman aku yang dirawat, tiba-tiba membaca namanya di pintu, aku langsung masuk. Pokoknya parah, kau harus segera datang.”
“Baiklah, aku segera ke sana.”
Pembicaraan itu berhenti, Nurin kembali mendekati ranjang tempat Daniel berbaring.
“Aku sudah mengabari Nilam. Mengapa Mas tidak mengabarinya?”
“Ponselku hilang.”
“Sebenarnya Mas kenapa, kecelakaan di mana?”
“Berantem.”
“Apa? Berantem? Seperti ABG saja, pakai berantem segala.”
“Memangnya ABG saja yang boleh berantem?”
“Aduh, parah banget. Siapa membawa Mas kesini?”
Daniel memejamkan matanya. Ia merasa pusing. Lalu memberi isyarat agar Nurin berhenti bicara.
***
Baskoro sedang sibuk melayani pembeli ketika ponselnya berdering. Ia heran, tumben-tumbenan Nilam menelponnya.
“Ada apa, Nilam?”
“Mengapa pak Baskoro tidak mengabari saya bahwa mas Daniel kecelakaan?”
“Apa? Siapa bilang nak Daniel kecelakaan?”
“Pak Baskoro tidak tahu?”
“Saya berkali-kali menghubungi nak Daniel, sudah sejak semalam, tapi tidak dijawab. Saya pikir dia tidur di rumah kamu. Jadi dia kecelakaan? Di mana?”
“Saya juga baru mendengar, saya akan ke rumah sakit dulu, kemudian akan mengabari Bapak.”
Nilam menutup pembicaraan itu. Perasaannya tak enak. Ia menelpon suaminya, kemudian segera berangkat ke rumah sakit. Nurin sudah memberikan alamatnya, jadi dia segera menuju ke sana.
Ketika dia tiba di rumah sakit dan menemukan kamarnya, dilihatnya seorang gadis berdiri termangu di depan pintu.
Nilam tidak lupa, dia adalah gadis pegawai perusahaan katering langganannya.
“Mbak?” sapanya.
“Bu Nilam?”
“Iya, aduh … apa saya pernah mengenal namanya ya, kok lupa, padahal sering ketemu.”
“Saya Melati.”
“Haa, Melati ya, maaf, agak lupa. Kenapa berdiri di sini?”
“Saya … “
Melati ragu-ragu mengatakannya. Tadi dia sudah masuk ke dalam, dan keluar lagi sebelum bertemu Daniel, karena melihat Nurin duduk di samping ranjang, dengan kedua siku bertumpu di kasur tempat Daniel berbaring. Nurin tampak sangat perhatian. Entah perasaan apa yang berkecamuk di hati Melati, tapi yang jelas dia tak ingin mengganggu mereka. Ia pernah melihat gadis itu, ketika selamatan tujuh bulanan di rumah Nilam. Gadis yang lebih pantas berada di samping Daniel. Melati sudah mau pergi ketika Nilam tiba-tiba muncul.
“Mbak Melati mau membezoek mas Daniel? Kenal baik kan?” Nilam pernah mendengar Daniel menyebut nama Melati, dan yang dimaksud pastilah Melati yang ada di depannya, bukan Melati almarhumah istrinya.
“Tidak, saya sudah kok, sekarang saya mau pulang.”
“Nanti saja, bareng saya.” tawar Nilam.
“Tidak, saya mau langsung bekerja. Terima kasih, bu Nilam,” Melati tersenyum lembut, kemudian berlalu. Nilam menatap punggungnya, sampai kemudian bayangan Melati menghilang di sebuah tikungan.
Nilam langsung masuk ke dalam. Dia juga ingin segera mengetahui keadaan kakaknya.
“Mas Daniel, ada apa ini?”
Nilam langsung menubruk kakaknya yang kemudian meringis kesakitan karena tubuh Daniel terasa ngilu semua.
“Aauhh, pelan-pelan dong.”
“Mas kenapa? Kecelakaan di mana?”
“Bukan kecelakaan.”
“Lalu? Kenapa bisa luka parah seperti ini?”
“Aku berantem.”
“Apa? Berantem sama siapa? Apa yang terjadi?”
“Demi menyelamatkan seorang gadis.”
“Oh, ini masalah seorang gadis? Mas mengganggu pacar orang?”
“Pacar aku yang diganggu. Semoga dia baik-baik saja, aku sedang memikirkannya.”
“Sebenarnya siapa pacar Mas?” Nurin memotong pembicaraan itu.
“Melati, dibawa lari laki-laki tua itu.”
“Apa? Barusan aku ketemu Melati diluar pintu. Bukankah dia baru saja menjenguk Mas di sini?”
“Apa?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah maturnuwun bu Tien🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Ika
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSuwun mb Tien
DeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang *MELATI* ke dua puluh satu
ReplyDeleteMoga bunda Tien sehat selalu doaku
Aamiin yaa Rabbal'alamiin
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Matur nuwun
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiiikk
Delete💛🌻💛🌻💛🌻💛🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
MELATI 21 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh.
Doaku smoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🌹
💛🌻💛🌻💛🌻💛🌻
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
𝔸𝕝𝕙𝕒𝕞𝕕𝕦𝕝𝕚𝕝𝕝𝕒𝕙 𝕄𝕖𝕝𝕒𝕥𝕚 𝕖𝕡𝕤 𝟚𝟙 𝕤𝕕𝕙 𝕙𝕒𝕕𝕚𝕣....
ReplyDelete𝕄𝕒𝕥𝕦𝕣 𝕟𝕦𝕨𝕦𝕟 𝔹𝕦𝕕𝕙𝕖 𝕋𝕚𝕖𝕟..
𝕊𝕒𝕝𝕒𝕞 𝕊𝔼ℝ𝕆𝕁𝔸
Sami2 mas Kakek
DeleteAlhamdulillah , Terima kasih bunda semoga sehat walafiat nggeh
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
DeleteAlhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 21, salam sehat dan tetep semangat ya, salam hangat dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah.... terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
ReplyDeleteAlhamdulillah matur nuwun bunda Tien, smg sehat2 selalu salam aduhai dri Bintaro
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik
Alhamdulillah, Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat wal'afiat dan bahagia selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Melati terlalu rendah diri, bukankah ibunya mengatakan, Daniel ada di rumahnya ketika ibunya bertelepon. Bahkan dia juga melihat Daniel mendatanginya.
ReplyDeleteYa.. menunggu lanjutan ceritanya, yang lebih heboh lagi.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah MELATI~21 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteS3moga Bu Tien selalu sehat dan semangat menjumpai penggemarnya lewat karyanya
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah akhirnya Harjo dan Kabul dibawa polisi. Wah Melati cemburu sama Nurin yang lagi bezuk Daniel. Semoga dimudahkan pertautan dua hati Daniel d an Melati. Aamiin.
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Noor
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *MELATI 21* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah, MELATI 21 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulilah melati 21 sdh hadir... aduuuhh melati terluka melihat nurin mepet mas daniel ... terima kasih bunda tien , salam sehat dan aduhai bun
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,Akhirnya orang baik Pak Samiaji menolong Melati dan Daniel 👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Herry
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Terima kasih mbak Tien.
ReplyDeleteDidoakan semoga mbak Tien sehat selalu. Amin.
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Andrew
Akhirnya Melati selamat .. Terimakasih... Bunda Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Alhamdulillah.. terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteSepertinya ceritanya terasa lebih pendek, hik hik hik...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Masa sih?
DeleteSami2 Mas MIRa
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹