Tuesday, April 16, 2024

M E L A T I 20

 M E L A T I    20

(Tien Kumalasari)

 

 

Daniel terengah-engah. Belum sampai dia melakukan apapun, dia sudah jatuh terbanting. Bukan sembarang terbanting. Orang yang membantingnya tinggi besar dan berotot. Tubuhnya terhempas, beradu dengan lantai yang keras. Tapi dia tak sempat mengaduh. Dengan sigap dia bangkit, lalu melihat ke arah depan. Hatinya sakit melihat mobil yang membawa Melati tak lagi kelihatan bayangannya. Kemarahan Daniel memuncak. Ia menerjang laki-laki kuat di depannya, dengan amarah yang meluap. Tapi sekali lagi Kabul bisa menahan amukannya, dan kembali membantingnya.

“Mana dia? Ke mana dia membawanya?”

“Apa urusanmu?”

“Dia temanku. Mau di bawa ke mana Melati?” Daniel berteriak. Ia tak menghiraukan tubuhnya yang terluka.

“Diam dan pergilah. Kalau tak ingin aku menghajarmu sampai mampus!”

“Katakan, kemana dia membawa Melati?”

“Itu bukan urusan kamu. Melati sudah menjadi milik tuan Harjo.”

Daniel kembali bersiap menghajar Kabul, kali ini karena Kabul meremehkannya, maka pukulannya berhasil menghantam pelipis kirinya, membuatnya terhuyung.

Kabul marah bukan alang kepalang. Ia menerjang Daniel dengan semua kekuatan yang dimilikinya. Tapi Daniel yang sudah bersiap berhasil menghindar. Pukulan keras yang dilakukan dengan sekuat tenaga, membuatnya kemudian tersungkur. Daniel memburunya dan menendangnya, membuat Kabul terguling-guling.

“Setan, jahanam kamu. Aku akan membunuhmu!!”

Tak sabar bertarung dengan tangan kosong, Kabul mencabut belati yang di simpan di saku celananya.

Dengan tatapan kejam, ia mengacungkan belati ditangannya, kearah tubuh Daniel. Daniel waspada, ia bersiap bertarung, demi Melati yang dicintainya. Pikirannya kacau, separuh hatinya ia bertarung, tapi separuh hatinya mengkhawatirkan Melati yang dibawa si tua tambun itu entah ke mana.

Serangan yang kesekian berhasil menggores lengannya, lalu darah mengucur membasahi baju lengan panjangnya.

Mata Daniel berkunang, tapi ia tak hendak menyerah. Ia ingin segera mengakhiri pertarungan lalu segera menyusul si tua tambun yang membawa kabur Melati. Ia harus mendapat jawaban, kemana Melati di bawanya.

Tapi darah yang mengucur, dan pikiran yang tidak fokus, membuatnya kemudian terguling di tanah. Kabul terbahak kegirangan. Belati yang berkilat-kilat, dengan ujungnya berhiaskan darah kemerahan, kemudian siap dihunjamkan ke dada Daniel yang terkapar di lantai.

Tapi tiba-tiba, sebuah mobil meluncur dan berhenti di dekat arena pertarungan itu.

Seseorang melompat turun.

“Hentikan!”

Suara menggelegar itu membuat Kabul menghentikan aksinya. Didepannya berdiri tuan muda Ramon, diikuti oleh pak Samiaji yang menatapnya marah.

“Apa yang kamu lakukan?” hardik Ramon, terdengar sangat berwibawa.

“Maaf Tuan Muda, dia laki-laki pendatang yang sangat kurangajar, berani menentang tuan Harjo. Dia teman Melati.”

“Mana bapakku?”

“Beliau sudah pergi.”

“Mana Melati?”

“Pergi bersama tuan Harjo.”

“Pergi ke mana?” suara Ramon terdengar semakin meninggi.

“Saya … tidak tahu, Tuan muda.”

“Tidak tahu? Jangan bohong kamu? Kamu tidak lupa siapa aku bukan?”

“Kalau saya mengatakannya, saya akan mendapat marah, dan mendapat hukuman,” kata Kabul pelan.

“Ramon, anak muda itu harus segera dibawa ke rumah sakit, dia luka parah,” tiba-tiba Samiaji mengingatkan.

“Kabul, angkat dia, masukkan ke dalam mobilku.”

“Baik.”

Mau tak mau Kabul menurutinya. Ia mengangkat Daniel yang terkulai lemah, ke dalam mobil yang dibawa Ramon.

“Ke rumah sakit dulu, lalu memburu Harjo, kemana dia pergi membawa Melati,” titah pak Samiaji geram.

“Kamu juga ikut!” perintah Ramon kepada Kabul, yang kemudian diturutinya.

Di dekat gerbang, Ramon memerintahkan penjaga agar memasukkan sepeda motor yang tadi masih tersandar di luar pagar, yang diyakininya, pastilah milik anak muda yang terluka.

“Sebenarnya kamu siapanya Melati?” tanya Samiaji sambil menoleh ke belakang, dimana Daniel terkulai, dengan baju yang semakin basah memerah.

“Saya … temannya …”

“Teman, atau pacar?” sambung Ramon.

“Saya … baru … baru … pendekatan.”

“Bagus sekali Melati kalau punya pacar segagah kamu, siapa namamu, anak muda?” sambung Samiaji.

"Saya.. Daniel."

Suara Daniel semakin lemah.

Begitu sampai di rumah sakit, Ramon menyelesaikan urusan administrasi dan menyerahkan kepada dokter agar Daniel di rawat dengan baik, lalu mereka bergegas pergi.

Sebelum pergi, Samiaji menepuk bahu Daniel dan membesarkan hatinya.

“Aku akan membawa Melati kembali kepadamu,” ucapnya sambil tersenyum.

Senyuman teduh itu sedikit membesarkan hati Daniel, yang kemudian mendapat perawatan sesuai perintah Ramon.

***

Kabul diperintahkan agar duduk di samping Ramon, sedangkan pak Samiaji duduk di belakang.

“Kemana ayahku membawa Melati?”

“Tuan Muda, sesungguhnya … saya tidak tahu …”

“Jangan bohong, ayahku sangat mempercayai kamu,” kata Ramon dengan nada mengancam. Kabul bungkam. Kalau bukan Ramon yang mengancamnya, dia pasti sudah naik pitam dan menghajarnya.

“Jawab!”

“Sebenarnya … tuan Harjo tidak mengatakan mau membawa Melati ke mana, tapi ….”

“Tapi apa?”

“Mungkin di vilanya yang baru. Tuan muda belum tahu vila tuan Harjo yang baru?”

“Tunjukkan jalannya, awas, jangan coba-coba mempermainkan aku.”

Mobil yang dikendarai Ramon melaju cepat, menuju ke arah luar kota.

***

Melati terduduk di sofa dengan lunglai. Sudah sejak tadi sumpal sapu tangan bau itu dilepas dari mulutnya. Tapi dia tak kuasa mengucapkan sepatah katapun juga. Harjo duduk di depannya, menyodorkan segelas minuman hangat ke arahnya.

“Minumlah, agar kamu merasa lebih tenang.”

Melati memalingkan wajahnya. Dari pintu kaca ia bisa melihat, bahwa suasana di luar sudah gelap. Malam sudah mulai merangkak.

“Biarkan saya pulang,” katanya lirih.

“Mengapa terburu-buru. Ini adalah juga salah satu dari tugas kamu.”

“Tuan membohongi saya. Biarkan saya pergi.”

“Kemana kamu akan pergi? Bisakah kamu mengetahui ke mana jalan pulang? Ini ada di luar kota. Lebih baik sekarang minumlah dulu, agar kamu merasa lebih tenang.”

“Saya tidak mau minum, saya hanya mau pulang.”

“Apa kamu takut aku memasukkan sesuatu ke dalam minuman kamu? Aku berbeda sama kamu. Aku tak perlu membubuhkan minuman berisi obat untuk kamu minum, karena kamu toh juga akan menuruti semua kemauan aku.”

Mata Melati terbelalak.

“Apa yang akan tuan lakukan?”

Harjo tertawa, sangat memuakkan. Melati memalingkan wajahnya, jijik dan takut. Amat sangat takut.

“Melati, aku berlaku sangat lembut sama kamu. Mengapa kamu selalu tampak ketakutan? Lihatlah aku, jangan kamu kira aku bisa berbuat hal yang jahat kepadamu.”

Melati masih memalingkan wajahnya.

“Dengar Melati, kalau kamu bisa menyenangkan aku, menuruti apa kemauanku, semua hutang ayah kamu akan lunas. Lalu … lihatlah rumah ini … vila ini … indah, dan menyenangkan. Besok kalau hari terang, kamu akan melihat ada taman indah dibelakang vila, ada kolam renang, aku yakin kamu akan menyukainya. Dan satu lagi, kelak vila ini akan menjadi milik kamu.”

Melati bergidik ngeri. Iming-iming yang memabokkan, bagi penyuka harta dan kemewahan. Tapi Melati adalah gadis lugu yang hanya bisa melakukan hal-hal baik. Ia tak peduli segala gemerlap kemewahan. Ia hanya ingin hidup tenang dan tenteram.

“Kamu tidak tertarik?”

“Saya hanya ingin pulang.”

“Melati, kamu tidak punya pilihan. Baiklah, kamu bisa menenangkan diri dulu, aku mau mandi, agar kamu menatapku lebih sedap,” Harjo meringis dan lagi-lagi gigi yang bolong satu itu tampak menjijikkan. Untunglah dari tadi Melati tak ingin menatapnya. Tapi diam-diam Melati merasa lega. Ada harapan yang melintas, setelah Harjo pergi, maka dia akan berusaha kabur.

Melati menoleh, dan merasa lega karena bayangan Harjo tak kelihatan. Ia berdiri, dan mengendap-endap seperti maling. Ia langsung menuju ke arah pintu dengan hati berdebar-debar. Tangannya sudah memegang gerendel pintu, dan merasa yakin bahwa dia akan berhasil kabur.

Tapi wajah Melati kemudian pucat pasi. Pintu itu dikunci. Tak ada kunci tergantung di sana. Melati lupa, Harjo pasti bukan orang bodoh. Mana mungkin dia membiarkan pintu terbuka sementara dia ada di kamar mandi?

Melati panik, ia berlari ke pintu samping, sama saja. Ke pintu belakang? Sia-sia saja. Semuanya terkunci. Melati merasa seperti  sedang dikurung di dalam sangkar, tak mampu keluar. Air mata mulai merembes keluar. Ia terduduk di lantai dengan putus asa. Air matanya bercucuran. Ia terkejut ketika tiba-tiba bahunya disentuh dari belakang. Melati memekik keras.

“Jangan sentuh saya.”

“Melati, mengapa kamu tidak pintar memilih? Bukankah aku sangat baik dan menawan? Aku bisa memperlakukan kamu dengan lembut. Sungguh.”

“Menjauhlah. Jangan mencoba menyentuh saya.”

“Melati, apa maksudmu? Di sini hanya ada kita berdua. Apa kamu ingin aku berbuat kasar. Lihat aku, sebagai laki-laki aku tidak mengecewakan.”

“Ini tidak ada dalam perjanjian kita. Menjauhlah.”

“Bukankah kamu berjanji melayani aku?”

“Bukan dengan menyentuh saya. Tolong mengertilah.”

Harjo penasaran. Ia sudah berusaha berlaku lembut, dan berusaha meluluhkan hati Melati, tapi Melati benar-benar menolaknya.

“Melati, tahukah kamu bahwa aku bisa memaksamu?”

“Tuan telah mengingkari janji. Saya tetap tidak mau.”

Harjo tertawa panjang. Merasa aneh karena seorang gadis tidak mau menuruti kemauannya, sementara selama ini dengan iming-iming uang ia bisa mendapatkan pelayanan yang memuaskan dari perempuan yang diinginkannya. Hal ini membuatnya penasaran. Tapi kesabaran ada batasnya. Apa yang bisa dilakukan Melati kalau dia memaksanya?

“Melati ….”

Tiba-tiba Harjo mengangkat tubuh Melati yang masih bersimpuh di lantai. Melati meronta. Harjo memang sudah tidak muda lagi. Mengangkat tubuh yang meronta-ronta membuatnya terhuyung-huyung.

Keduanya terjatuh di lantai. Melati merasa jijik, dengan sekali tendang, Harjo terlempar sambil mengaduh, karena Melati menendang bagian bawah perutnya. Ia berguling-guling dilantai. Melati kembali berlari ke arah pintu, tapi lagi-lagi ia tak mampu membukanya. Padahal sementara Harjo membungkukkan badan sambil mengaduh-aduh, dia bisa punya banyak waktu untuk kabur.

Haa... Melati kemudian melihat ke arah jendela. Ia bisa membukanya. Ada harapan, tapi harapan itu pupus ketika dia melihat terali besi mengungkung jendela itu.

Melati mengucurkan air matanya kembali. Keadaannya sangat menyedihkan. Wajahnya pucat pasi, tak ada harapan untuk terlepas. Haruskah dia menyerah kepada takdir? Hidupnya harus berakhir dibawah kuasa Harjo yang tiba-tiba tampak seperti iblis pemangsa yang sangat kejam?

Melati terkulai lemas. Ia benar-benar putus asa.

“Apakah aku akan berakhir di sini? Ya Allah, demikian besar kuasaMu, tak ada yang bisa mengalahkanMu. Apapun yang terjadi, ini adalah kehendakMu. Ya Allah, kalau memang ini adalah takdirku, aku berserah kepadaMu. Aku akan menerimanya dengan sepenuh rasa syukur yang bisa aku lakukan. Tapi aku mohon Ya Allah, lindungilah ibuku, bahagiakanlah hidupnya, walau tanpa diriku. Aku sungguh berserah kepadaMu, Ya Allah,” Melati menutupi wajahnya, dan dari sela-sela jari tangannya, air matanya mengucur deras.

Sementara di tempat yang agak jauh, Harjo masih meringkuk memegangi bawah perutnya yang terasa nyeri.

“Setan alas kamu, perempuan keparat kamu. Awas, setelah ini aku akan membuat kamu lumat menjadi debu. Auugh… benar-benar jahanam. Awas kamu… tak mungkin kamu bisa terlepas dari tanganku. Apapun yang kamu lakukan.”

Harjo bangkit perlahan. Rasa sakit sudah agak berkurang. Ia melihat Melati duduk merangkul lututnya di bawah jendela. Tak ada suara terdengar. Jangan-jangan Melati pingsan?

Dengan menyeret tubuhnya, Harjo beringsut mendekati Melati. Dua atau tiga langkah lagi tangannya akan berhasil menjangkau tubuh mungil itu. Melati mengangkat wajahnya yang semakin pucat. Dia bangkit dan menjauh dari sana.

“Kamu tak akan lepas dariku, mengapa tidak menyerah saja? Setelah ini aku akan membuat kamu bahagia. Mengguyurmu dengan segudang harta. Kamu tidak akan kekurangan, Melati. Jangan mengecewakan aku. Kalau aku marah, kamu akan hancur. Bukan hanya kamu, tapi juga seluruh keluarga kamu,” ancam Harjo sambil masih menahan sakit.

Harjo berusaha berdiri. Lalu tertatih melangkah. Melati sudah menjauh. Harus mengitari sofa yang lumayan besar kalau Harjo ingin menjangkaunya.

Tapi tiba-tiba terdengar sirene mobil polisi. Semula Harjo mengira bahwa mobil itu hanya lewat di depan vila miliknya, tapi ternyata suara itu semakin dekat, dan berhenti di halaman rumahnya.

Harjo melongok ke arah luar.

“Polisi? Apa mereka sudah gila? Tapi apa yang harus aku takutkan? Uangku tak terhitung. Demi mendapatkan Melati akan aku guyur kalian dengan uangku,” lalu Harjo terkekeh.

Tertatih ia mendekati pintu. Ia akan menyiapkan berapapun jumlah uang yang mereka inginkan, agar segera enyah dari hadapannya. Tapi Harjo tertegun, diantara mobil polisi itu dia melihat Ramon, dan juga Samiaji, bahkan ada Kabul.

“Keparat kamu Kabul. Kamu mengkhianatiku?”

***

Besok lagi ya.



 

 

 

 

54 comments:

  1. Alhamdulillah tayang *MELATI* ke dua puluh
    Moga bunda Tien sehat selalu doaku
    Aamiin yaa Rabbal'alamiin

    ReplyDelete
  2. 🍄🎋🍄🎋🍄🎋🍄🎋
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 20 sdh tayang.
    Allah msh melindungi
    Melati, anak baik yang
    sangat jujur. Harjono yg
    digrebek polisi semoga
    mendapat ganjaran
    setimpal dan dimasukkan
    hotel Prodeo, ben kapok.
    Matur nuwun Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga Bu Tien tetap
    sehat & smangaats.
    Salam aduhai...😍🤩
    🍄🎋🍄🎋🍄🎋🍄🎋

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  4. 𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩....
    𝘔𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪 𝘦𝘱𝘴_20 𝘴𝘥𝘩 𝘵𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨.
    𝘔𝘢𝘵𝘶𝘳 𝘯𝘶𝘸𝘶𝘯 𝘣𝘶 𝘛𝘪𝘦𝘯....

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah. , Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  6. Alhamdulillah..polisi datang...Melati selamat dari keparat Harjo... Harjo tdk berkutik krn ada Ranon, besannya Samiaji dan Kabul.. Penjara menanti. Matur nuwun bu Tien..salam sehat dan semangat.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,Akhirnya Daniel, Pak Samiaji menolong Melati👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  8. Saya tahu, Bu Tien itu hatinya teramat baik dan lemah lembut. Beliau telah menyelamatkan Melati.
    Maturnuwun Bu.

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun Bu Tien......

    Minal Aidzin wal Faidzin.....

    Mugi Bu Tien sehat selalu sekeluarga....

    Aamiin....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Apip. Mohon maaf lahir batin

      Delete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  11. Alhamdulilah melati 20 sdh tayang.. maturnuwun bu Tien semoga bu Tien selalu sehat dan bahagia... salam hangat dan aduhai bunda

    Alhamdulilah melati tertolong disaat yang gawat.... rasakanlah menginap di hotel Prodeo ..tuan harjo

    ReplyDelete

  12. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 20* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  13. Alhamdulillah. Trm ksh bu Tien, Melati 20 sdh tayang. Semoga bu Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Handayaningsih

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, MELATI 20 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah...
    Selamatkan Melati ya Alloh..
    Syukron nggih Mbak Tien .. ikut deg-deg-an🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  17. Daniel pasti kalah melawan raksasa pengawal bos. Ya diterima saja, abot abote nglabuhi gegantilaning ati.
    Cepat sekali Harjo tertangkap. Mungkin dia akan beraksi dengan cara lain. Apa lagi ya idenya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Aduhai, menegangkan.....
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah... Melati selamat. Terimakasih... Bunda Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dan bahagia dari Yk.....

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, Melati kamu terselamatkan,,,👍👍👍
    Pahlawan kamu di rmh sakit' ,,

    Matur nuwun Bu Tien, 🤗🥰
    Salam sehat wal'afiat selalu 😍

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun, Mbak Tien.
    Salam sehat selalu....🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Melati sdh tayang lancar sekali
    Semoga bu tien selalu diberi sehat n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  24. Imajinasi Mbak Tien memang luar biasa...
    erimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  25. Sudah bisa komen sekarang, ternyata karena saya menon-aktifkan Javascript

    ReplyDelete
  26. Hamdallah...cerbung Melati 20 telah tayang

    Taqaballahu Minna Wa Minkum

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu nggeh Bunda. Bahagia bersama Keluarga di Sala.

    Cerita nya msh menegangkan, Harjono nekat membawa kabur Melati.
    Ingin 'ngerjain' Melati, tapi sayang ke buru di jemput paksa oleh Polisi.

    Gagal maning...gagal maning ya Harjono...😁😁

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matursuwun, salam sehat selalu BuTien

    ReplyDelete
  28. Terima kasih bu Tien ... Melati 20 sdh tayang ... tambah seru ceritanya , bikin deg degan ,,, syukurlah penyelamat sdh datang ... ditunggu lanjutannya ...
    Smg bu Tien & kelrg sll bahagia dan sehat wal'afiat ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  29. Bu Tien memang penuh ide dan kejutan yg sulit ditebak...tbukan Daniel yg menyelamatkan Melati.

    ReplyDelete
  30. Makasih mba Tien.
    Salam sehat penuh semangat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah MELATI~20 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat semangat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete

M E L A T I 31

  M E L A T I    31 (Tien Kumalasari)   Ketika meletakkan ponselnya kembali, Daniel tertegun mengingat ucapannya. Tadi dia menyebut Nurin? J...