Monday, April 1, 2024

M E L A T I 13

 M E L A T I    13

(Tien Kumalasari)

 

Melati agak heran, dia dipekerjakan sebagai pembantu, kenapa diberikan kamar sebagus ini? Lagi pula bibik pembantu bersikap sangat hormat kepadanya. Bahkan ia akan mengambilkan minuman untuknya ke dalam kamar?

Merasa tak enak, ia keluar dari kamar, tapi sebelum membuka pintunya, bibik pembantu sudah masuk dengan membawa nampan berisi minuman.

“Ini minumnya Mbak,” katanya sambil meletakkan gelas ke atas meja.

“Tunggu Bu, kenapa ibu melayani saya? Biar saya mengambilnya sendiri kalau saya membutuhkannya,” tegur Melati.

“Tidak apa-apa Mbak, ini perintah tuan Harjo.”

“Lagipula saya tidak suka kamar ini. Bagaimana kalau saya tidur di kamar Ibu saja? Jadi saya punya teman?”

“Mana berani saya membantah pesan tuan Harjo? Mbak adalah pembantu pribadi tuan Harjo, dan harus mendapatkan perlakuan khusus.”

“Perlakuan khusus bagaimana? Saya menjadi pembantu, tetaplah pembantu. Saya tidak mau diperlakukan seperti tamu.”

“Lebih baik MBak menunggu tuan Harjo saja, nanti katakan apa yang MBak inginkan kepada tuan Harjo.”

“Apa sebenarnya nanti pekerjaan saya?”

“Tuan Harjo tidak mengatakannya kepada saya. Dia hanya bilang, kalau Mbak ada di sini, saya tidak perlu membuatkan minuman dan menyiapkan makan. Barangkali itu nanti pekerjaan Mbak. Lalu bersih-bersih kamar tuan, juga tidak boleh. Nanti mungkin Mbak yang harus mengerjakannya.”

“Apakah sebelum saya, ada pembantu khusus yang melayani tuan Harjo?”

“Biasanya saya. Tapi barangkali pekerjaan saya tidak cukup memuaskan bagi tuan Harjo.”

Melati menatap wanita setengah tua yang tampak lugu, dan menyambutnya dengan ramah. Wajahnya terawat, pakaiannya juga bagus dan bersih. Rupanya tuan Harjo sangat menjaga kebersihan untuk semua yang ada di sekelilingnya. Benda, bahkan orang, harus rapi dan bersih.

“Silakan Mbak istirahat dulu. Kata tuan Harjo, hari ini akan pulang malam. Jadi kalau malam-malam dia datang, mbak harus siap melayani semua kebutuhannya.”

Melati berdebar. Ketika bibik pembantu pergi, ia duduk di kursi yang ada di kamar itu dengan gelisah.

Ketika ia mendengar suara azan, ia segera bangkit. Kamar mandi ada di dalam kamar itu. Ia mengambil wudhu dan bersujud. Ia selalu membawa mukena kemana-mana. Ia selalu melantunkan doa dan memohon keselamatan untuk hidupnya, juga untuk ibunya. Ia juga mohon agar selalu mendapat perlindungan dari segala marabahaya.

Melati melipat mukenanya, dan mengusap air matanya yang menitik. Bagaimanapun ia terpaksa menjalani pekerjaan ini, demi hutang ayahnya, demi ketenangan hati ibunya yang selalu merasa terbebani dengan kejadian yang tidak disangkanya ini. Dan sebenarnya juga, ia menjalaninya dengan perasaan takut. Ia tahu bahwa akan ada bahaya yang mengancamnya.

Melati meraih gelas minumnya, dan meneguknya perlahan, berharap akan bisa menenangkan kegelisahannya.

Sampai ketika saat shalat Isya selesai, belum ada tanda-tanda Harjo pulang ke rumah. Melati bermaksud keluar dari kamar, tapi pintunya ternyata dikunci dari luar. Melati merasa kesal. Apakah dia seorang tawanan? Ia masih berdiri di depan pintu, ketika bibik membuka pintunya sambil membawa nampan berisi makanan.

‘Mbak Melati, makan dulu.”

“Mengapa harus mengirimi makan ke dalam kamar? Biarlah saya keluar saja.”

“Baiklah, tapi Mbak tidak boleh kemana-mana ya?”

Melati mengangkat wajahnya, rupanya si bibik takut kalau dia melarikan diri.

“Bu, saya sudah berjanji dengan majikan Ibu, jadi saya tidak akan lari. Lagipula di depan ada penjaga, bagaimana saya bisa melarikan diri?”

“Maaf, Mbak. Saya hanya diserahi tugas menjaga Mbak. Baiklah, ayo makan di ruang makan, kalau begitu,” kata bibik pembantu sambil membalikkan tubuhnya, membawa Melati ke ruang makan.

“Duduklah. Dan silakan makan.”

Melati duduk, mengamati ruang makan yang cukup luas. Harjo hanya sendirian, tapi meja makan yang terdapat di ruang makan itu tampak sangat besar. Meja yang berbentuk bundar, dan bisa diputar, sehingga tidak terlalu susah meraih, apabila menginginkan lauk yang letaknya jauh di depan.

Melati tak berselera. Suguhan yang maha mewah, bukan santapan yang biasa baginya. Ada ikan, ada ayam, ada daging yang dimasak beraneka masakan.  Ya Tuhan, apakah tuan Harjo bisa melahap makanan sebanyak ini seorang diri?

“Makanlah Mbak, saya akan duduk di situ, barangkali Mbak membutuhkan sesuatu.”

“Bu, mengapa saya dilayani seperti tamu? Saya juga pembantu seperti Ibu.”

“Mbak makan saja, kalau pulang malam, tuan Harjo jarang makan. Saya sudah susah-susah memasak, kalau tidak dimakan paling juga akan dibuang ke tempat sampah.”

“Mengapa harus dibuang? Di luar sana banyak orang dan anak-anak yang kelaparan. Tidak bisakah dibagi untuk orang-orang itu?”

“Bagaimana caranya? Makanan sebanyak ini?”

“Mengapa Ibu masak sebanyak ini sedangkan tuan Harjo hanya sendirian?”

“Tuan Harjo selalu mau banyak makanan di hadapannya, saya hanya menuruti perintahnya.”

“Ibu bisa membungkus nasi, diberi lauk yang tidak termakan. Jadikan beberapa bungkus, lalu Ibu berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.”

Bibik tampak termenung. Ia belum pernah mendengar saran seperti itu. Tapi ia tertarik. Bibirnya mengulaskan senyum. Ide bagus, mengapa tak pernah terpikirkan?

“Bagus sekali Mbak, bagaimana Mbak bisa punya saran sebagus itu?”

“Karena saya juga orang tak punya, Bu. Rasanya sayang makanan yang tidak termakan harus dibuang, sementara diluar sana banyak yang membutuhkan.”

“Baiklah, sisa makanan akan saya hangatkan, besok pagi akan saya bungkus menjadi beberapa bungkus, dan akan saya bawa ke pasar. Pasti banyak yang mau.”

Melati bersyukur, di dalam keluarga Harjo yang kasar dan jahat, masih ada seorang pembantu yang memiliki nurani.

“Makanlah dulu Mbak.”

“Saya tidak lapar. Kecuali kalau Ibu ikut makan di sini.”

“Apa? Apa Mbak ingin membunuh saya secara tidak langsung.”

“Apa maksudnya?”

“Kalau tuan Harjo tahu saya duduk di situ, pasti saya akan dibunuh. Ini sebuah peraturan yang sudah lama diterapkan, bahwa pembantu dilarang duduk di kursi majikan.”

“Tapi saya ini siapa? Bukankah saya juga akan menjadi pembantu di sini?”

“Tuan Harjo yang meminta begitu, saya tidak berani membantahnya. Jadi makanlah.”

“Tuan Harjo tidak ada, duduklah dan makan bersama saya. Kita ini sama.”

“Tidak mungkin Mbak, biarpun tuan tidak ada, banyak kamera di setiap sudut rumah. Tuan pasti akan mengetahuinya.”

Melati mendongakkan kepalanya. Dan benar, di setiap sudut ia melihat benda kecil yang dia tahu bahwa itu adalah CCTV.

“Ya Allah ….”

“Makan saja MBak.”

Melati urung menyendok nasi.

“Ibu bawa masuk saja semuanya, saya tidak mau makan.”

“Tapi Mbak, bagaimana nanti kalau tuan Harjo tahu lalu saya yang kena marah.”

“Ini kemauan saya. Saya mau kembali ke kamar,” katanya sambil berdiri, kemudian menuju kamar di mana pertama kali dia memasukinya.

Ia meletakkan tasnya di meja. Tas berisi uang yang akan diserahkannya pada tuan Harjo. Dia akan menuruti kemauan tuan Harjo, dengan perjanjian di atas kertas.

Ia duduk di sofa yang ada dikamar itu, lalu ia mendengar suara kunci dari luar. Rupanya bibik masih saja ketakutan, dan membuatnya terkunci di kamar.

Lelah dan gelisah yang terus menghantuinya, membuatnya tak juga terlelap. Ia berbaring di sofa panjang, dan terus menerus dihantui ketakutan.

***

Entah sudah jam berapa, ketika kemudian Melati kaget melihat seseorang berdiri di depan sofa. Melati bangkit dengan tergesa-gesa, ketika menyadari bahwa yang berdiri di depannya adalah tuan Harjo.

Laki-laki itu tersenyum. Maksudnya menampakkan senyuman manis, tapi Melati merasa bahwa ia sedang menyeringai seperti kucing liar bertemu musuh.

“Melati, sudah aku duga bahwa kamu pasti datang. Ini hari terakhir yang aku berikan. Mana yang kamu pilih? Mengembalikan uang, atau bekerja seperti permintaanku?”

Melati merasa kesal. Harjo tahu bahwa ia tak mungkin mendapatkan uang sebanyak itu.

Melati meraih tasnya, dan mengeluarkan uang yang sudah dirupiahkannya.

“Ini, saya hanya punya ini, yang pernah saya berikan ketika masih berbentuk dolar. Saya menukarkannya dengan rupiah.”

“Tapi Melati, aku tidak mau itu. Aku mau lunas semuanya.”

“Baiklah, bagaimanapun saya sudah di sini. Tapi tak mungkin saya berada di sini selamanya bukan?”

“Benar, jangan khawatir. Aku tidak suka orang ingkar kepadaku, jadi aku juga tidak mau ingkar. Kamu boleh berhenti bekerja di sini setelah hutang itu lunas.”

“Tolong diperhitungkan dengan jelas, berapa pendapatan saya sehari, sehingga saya tahu kapan saya bisa keluar.”

“Baiklah, kamu tidak usah khawatir. Hutang ayahmu akan segera lunas.”

“Saya minta perjanjian secara tertulis. Tolong kurangi hutang itu dengan uang yang sudah saya berikan ini.”

Harjo tertawa terbahak-bahak. Ia tahu, Melati bukan gadis yang bodoh. Ia menilainya ketika tahu bahwa Melati menanyakan surat perjanjian hutang ayahnya waktu itu, padahal tidak pernah ada surat seperti yang dimaksud.

“Kamu ingin surat?”

“Tentu saja. Saya ingin semuanya menjadi jelas.”

“Bagaimana kalau besok pagi? Aku sangat lelah, dan aku ingin kamu memijit kakiku.”

“Apa? Tidak mau. Jelaskan dulu semuanya dengan surat.”

Harjo sangat kesal. Sebelum ini tak pernah ada orang yang berani menentangnya. Tapi gadis kecil ini begitu berani membantah perkataannya. Tapi ia tak ingin menakuti Melati dengan sikap yang memaksa. Ia akan bersabar, sampai Melati menganggap bahwa dia adalah orang yang baik. Karena dia menginginkan lebih. Melati adalah berlian yang belum digosok, ia akan membuatnya menjadi ratu di rumah ini. Harjo menelan ludahnya, lalu keluar dan ketika kembali telah membawa selembar kertas. Dengan tersenyum ia meletakkan kertas dan alat tulis di atas meja.

“Kalau kamu sudah masuk ke dalam perangkap aku, apa susahnya membuatmu tak berkutik?” kata batin Harjo yang lagi-lagi tersenyum menyeringai.

“Berapa Tuan akan membayar saya dalam semalam?”

“Bagaimana kalau limaratus ribu?” kata Harjo yang merasa dirinya sangat royal kepada gadis itu.

“Lalu bagaimana perhitungan hutangnya? Jangan lupa, uang yang saya bawa ini, sebanyak limabelas juta, harus sudah dikurangkan dari semua hutang.”

“Baiklah, sisa hutang kamu tinggal empat puluh lima juta. Bukankah ini terlalu murah? Aku sudah tidak lagi menambahkan bunga di nominal enam puluh juta.”

“Dasar lintah darat. Yang sepuluh juta adalah uang renten yang kamu makan. Kamu bilang terlalu murah?” kata batin Melati sambil menahan amarahnya.

“Jadi …. kamu akan berada di sini setiap sore sampai pagi, selama sembilan puluh hari.”

Melati menahan jerit luka di hatinya. Tapi ia tak bisa apa-apa.

“Tuan tulis semuanya dengan jelas, rangkap dua. Ada meterai juga.”

Perjanjian itu sudah dituliskan, termasuk tugasnya di rumah itu, yaitu melayani tuan Harjo setelah pulang kerja.

Setitik air mata, tetap saja menetes dari mata indahnya, walaupun Harjo sudah menuruti kemauannya dengan membuat perjanjian pada surat bermeterai. Untunglah Harjo punya persediaan meterai di rumahnya.

“Melati, jangan sedih. Aku tak akan membuatmu sengsara. Ini memang yang terbaik yang harus kamu lakukan. Aku sudah murah hati, bukan?”

Melati tak menjawab. Ia memasukkan selembar surat yang sudah ditanda tangani itu, ke dalam tasnya.

“Malam ini aku sangat lelah, aku ingin kamu memijit kakiku,” kata Harjo yang tanpa ba-bi-bu langsung naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana.

Melati terpana. Ia memang harus menurutinya, tapi menyentuh kulit pak tua bangka itu membuatnya bergidik ngeri. Haram bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

Ia meraih tasnya, mengambil sarung tangan yang sudah disiapkannya. Entah mengapa, tiba-tiba ia teringat untuk membawa sarung tangan itu.

“Cepatlah Melati, malam ini aku akan mencoba merasakan pijitan tanganmu.”

Gemetar Melati ketika melangkah mendekat.

“Jangan takut, aku hanya minta dipijit. Apa kamu melihat hantu, sehingga matamu tampak ketakutan seperti itu?”

Melati tak menjawab. Baiklah, hanya memijit. Ia akan memijitnya terlalu keras sehingga tua bangka itu kesakitan.

Tapi Melati kecele. Tubuh Harjo yang tambun, memiliki daging yang tebal di setiap anggota tubuhnya. Ia sudah memijitnya sangat keras, tapi laki-laki itu tidak tampak kesakitan, justru keringat membasahi keningnya, bahkan di seluruh tubuhnya.

“Pijitanmu sangat enak, aku bisa terlelap kalau begini. Bagaimana kalau pindah ke kamarku saja?”

Melati terbelalak. Pindah ke kamar si tua itu?”

***

Besok lagi ya.

 

55 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  2. 🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 13 sdh hadir.
    Akhirnya Melati mulai
    kerja dirmh Harjo...
    Hadeeuh deg2an disuruh
    mijet kakinya Harjo.
    Semoga Melati slamet,
    luput dimangsa oleh
    penjahat Harjo yg serem🤦🏻‍♀️
    Tunggu kelanjutannya aja deh.
    Matur nuwun Bu Tienkuuh.
    Doaku smoga Bu Tien
    selalu sehat & bahagia
    bersama kelg tercinta.
    Salam aduhai...😍🤩
    🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih ibu Sari
      Aduhai deh

      Delete
  3. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah Melati 13 sudah tayang, terima kasih bunda Tien Kumalasari, Semoga bu Tien selalu sehat, bahagia dan dalam lindungan Allah SWT, salam hangat dan aduhai bun.🩷🩷🌹🌹

    Semoga Melati selamat dari bencana, pembaca jadi deg degan .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih ibu Sri

      Delete

  5. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 13* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih pak Wedeye

      Delete
  6. Alhamdulillah Melati 13 sdh tayang
    Semoga bunda Tien sehat selalu 🙏🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih ibu Wiwik

      Delete
  7. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat _Melati disarang penyamun.Ayo Daniel segera bergerak👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih pak Herry

      Delete
  8. Hamdallah...cerbung Melati 13 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien

    Sehat selalu nggeh Bunda. Salam Ramadhan penuh Berkah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih pak Munthoni

      Delete
  9. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal Alamiin
      Terima kasih bu Djoko

      Delete
  11. Alhamdulillah...
    Jangan mau Melati .
    Syukron nggih Mbak Tien ..tetep Sehat semua Aamiin.🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Terima kasih iibu Susi

      Delete
  12. Perjanjian Kerja diatas meterai, jadi cukup kuat. Kalau ada yang 'minta lain' diluar perjanjian bisa ditolak. Juga tidak dapat keluar begitu saja dari pekerjaan itu.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Terima kasih pak Latief

      Delete
  13. Alhamdulillaah,
    Melati extra sabaaar ya semua ada Ujian nya ,,,kelak semua akan berbuah manis,,,,,🌿💖

    Matur nuwun Bu Tien
    Salam sehat wal'afiat semua ya 🙏🤗🥰

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah maturnuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode baru, salam hangat dan tetep semangat inggih dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, matur nwun bu Tien, salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  16. Terimakasih Bu Tien cerbungnya, salam sehat bahagia selalu 🙏🌹❤

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah MELATI~13 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲.

    ReplyDelete
  19. Terima kasih Mbu Tien... part ini mmbuat mmbca hmpir tanpa nafas...

    Sehat sllu bersama krluarga trcnta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Terima kasih pak Zimi

      Delete
  20. Serem.. Melati berada di kandang singa, semoga selamat.. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai selalu..

    ReplyDelete
  21. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  22. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Terima kasih pak Arif

    ReplyDelete
  23. Waduh kasihan Melati...semoga cepat tertolong lepas dari jeratan lintah darat Harjo ya...

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...