Thursday, March 21, 2024

M E L A T I 04

 M E L A T I    04

(Tien Kumalasari)

 

Baskoro tersenyum melihat ulah Daniel yang tampak senyum malu-malu. Tampaknya kali ini Daniel benar-benar sedang jatuh cinta?

“Nak Daniel, ayo makan dulu, temani Nugi tuh.”

“Iya Om, Nugi hampir habis. Mau tambah kerupuk boleh kah, pak Tua?”

“Oh, boleh, tentu saja boleh.”

“Ini, om Daniel ambilkan,” kata Daniel yang kemudian mengambilkan sebuah kerupuk untuk ‘keponakannya’, kemudian duduk di depannya.

“Ini buat nak Daniel,” kata Baskoro sambil meletakkan semangkuk soto di depan Daniel.

“Kebetulan nih, nanti berangkat kerja nggak usah makan lagi,” kata Daniel sambil tersenyum.

“Om Daniel kerja malam?”

“Iya, seminggu ini kerja malam, lalu libur sehari.”

“Om Daniel tadi nabrak orang?” tanya Nugi yang rupanya mendengarkan pembicaraan pak tua dan Daniel saat baru datang.

“Iya, habis orangnya nekat jalan padahal lampu merah.”

“Tuh, bahaya kan om. Kalau lampu merah bukannya harus berhenti?”

“Betul Nugi. Kalau sudah hijau baru boleh jalan. Tapi sepertinya orang tadi tidak memperhatikan rambu lalu lintas, karena sedang sedih dan tergesa-gesa.”

“Dia bilang begitu?”

“Iya, ibunya sedang sakit.”

“Kasihan.”

“Nanti pulangnya mampir di tukang reparasi sepeda dulu ya.”

“Ngapain?”

“Sepeda mbaknya tadi om masukin ke sana, karena rusak. Kasihan, om kan yang menabrak.”

“Bukankah salah dia sendiri?”

“Nggak boleh begitu kalau ada yang kesusahan. Meskipun dia salah, dia juga harus ditolong. Apa lagi dia juga terluka sampai berdarah.”

“Oh, gitu ya? Kasihan.”

“Nugi mau nambah, makannya?” tanya Baskoro.

“Sudah kenyang pak Tua, nanti sampai di rumah, ibu menyuruh Nugi makan lagi. Kalau perut Nugi meletus bagaimana?”

Ucapan Nugi yang lucu membuat beberapa orang yang mendengar jadi tertawa.

“Memangnya gunung, bisa meletus?” sahut Daniel.

Nugi hanya tertawa. Ia menghabiskan sisa kerupuknya, dan membawa mangkuknya ke belakang. Tapi salah seorang pegawai Baskoro meminta mangkuk kotor itu.

“Terima kasih ya Mas.”

“Sama-sama, ganteng.”

“Sebentar, om habisin makannya, lalu om antar kamu pulang.”

“Mau minum apa?” tanya Baskoro lagi.

“Mau es jeruk.”

“Kalau habis makan panas nggak boleh minum dingin lhoh,” Daniel mengingatkan.

“Gerah.”

“Ya sudah, esnya sedikit saja ya,” Baskoro mengalah.

Setelah makan itu Daniel mengajak Nugi mampir ke tukang sepeda, dan ternyata sepedanya belum siap. Daniel membayar ongkosnya, setelah berpesan agar sepeda itu diservisnya sekalian.

“Kalau nanti ada gadis yang mengambilnya, berikan saja ya, soalnya saya mau kerja sore,” pesannya kepada tukang reparasi itu.

“Namanya Melati, supaya tidak keliru nanti.”

“Melati … baiklah,” jawab tukang reparasi mengingat-ingat.

***

Ketika sampai di rumah Suri, tampak Suri menunggu kedatangannya di teras. Rupanya Suri masih belum sepenuhnya tega membiarkan Nugi bersama Baskoro. Ia selalu berpesan wanti-wanti melalui Daniel, agar Baskoro tetap menyimpan rahasia hidupnya sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Barangkali kalau Nugi sudah dewasa, dan bisa menerima keadaan dengan pikiran yang lebih matang.

“Ibu, apa ibu masih akan menyuruh Nugi makan lagi?” tanyanya begitu memasuki kamarnya, diikuti Suri.

“Memangnya kamu sudah kenyang?”

“Tadi makan semangkuk soto, sebutir telur coklat, dan kerupuk,” katanya sambil mengelus perutnya yang kekenyangan.

Suri tersenyum.

“Ya sudah, nanti kalau Nugi lapar bilang ya, tadi ibu masak ikan goreng sama sup sayur.”

“Sebetulnya pengin, tapi nanti ya Bu.”

“Baiklah, cuci kaki tangan dan ganti baju dulu, lalu istirahat. Ibu mau pergi sebentar.”

“Ibu mau ke mana?”

“Mau ke rumah mbak Nilam. Katanya pengin makan masakan ibu.”

“Ikuuut,” rengek Nugi.

“Kamu nggak capek?”

“Nugi pengin memegang perutnya mbak Nilam. Suka, merasakan adiknya bergerak-gerak.”

“Ya sudah, ganti bajumu.”

“Dulu waktu Nugi ada di dalam perut ibu, apakah Nugi juga suka bergerak-gerak?”

Suri tertegun. Ia bahkan belum pernah merasakan bagaimana wanita mengandung. Tapi demi menyenangkan Nugi, ia menjawab sambil tersenyum.

“Tentu saja Nugi. Bayi yang sehat, gerakannya kuat.”

“Bukankah Nugi sehat? Jadi Nugi bergerak sangat kuat kan?”

“Sudah, cepat ganti bajumu, mbak Nilam sudah menunggu,” kata Suri yang merasa kurang nyaman dengan pembicaraan itu.

“Baiklah,” kata Nugi sambil berlari ke kamar mandi.

***

Melati sudah berada dikantornya kembali, dan menekuni tugasnya. Tapi ingatan tentang ibunya masih saja mengganjal hatinya. Menurut tetangga, ibunya pingsan, atau katakanlah setengah pingsan. Mungkinkah hanya kelelahan karena mencari sertifikat rumah? Melati bukan anak kecil yang begitu percaya pada apa yang dikatakan ibunya. Wajah ibunya yang sembab, bukan hanya karena tak berhasil menemukan sertifikat rumah yang dicarinya. Sejak semalam ia mendengar tangis ibunya, yang dijawabnya karena mimpi disiksa sang ayah. Apakah itu semua benar? Melati sangat menyesalkan sikap ibunya yang tampaknya menyembunyikan sesuatu, dan sesuatu itu adalah hal yang membuat ibunya sedih. Itu membuatnya gelisah, dan tidak tenang.

“Melati, ketika kamu pulang, ibu Nilam menelpon,” tiba-tiba salah seorang temannya mendekat.

“Oh … eh … apa?” Melati gugup karena tidak memperhatikan ucapan temannya.

“Hei, sedang apa sih? Ngelamunin pacar ya?”

“Ah, bukan. Kamu tadi bilang apa?”

“Tadi ibu Nilam menelpon, pesanannya sudah aku catat, ini.”

Selembar kertas diletakkan di meja Melati.

“Baiklah, terima kasih banyak ya.”

“Tampaknya kamu sedang memikirkan sesuatu. Apa sakit ibumu parah?”

“Tidak, sudah baik kok. Tadi tetangga yang kebetulan datang hanya khawatir melihat ibu lemas. Ternyata hanya kelelahan.”

“Oh, syukurlah. Aku mengerti kalau kamu begitu mengkhawatirkan ibumu, kalian hanya hidup berdua. Lihat, kamu sampai terluka begini gara-gara terburu-buru tadi.”

“Terima kasih. Itu benar. Tapi tidak apa-apa. Aku akan segera mencatat pesanan ini agar segera diatur pelaksanaannya. Pesanan ini sedikit mendadak, hanya kurang seminggu. Tapi tidak banyak, hanya selamatan tujuh bulanan yang tidak mengundang banyak tamu.”

“Benar. Tapi yang sebelumnya tadi kurang dua bulan, dan perhelatan besar. Baiklah, aku tinggal dulu Melati, kalau butuh bantuan, panggil aku.”

“Terima kasih Ana,” jawab Melati sambil tersenyum, lalu ia mengibaskan segala persoalan tentang ibunya yang belum terjawabkan.

“Nanti sepulang kerja aku harus bertanya pada ibu tentang sesuatu yang disembunyikannya. Kalau ada permasalahan berat, ibu harus mau berbagi denganku,” gumamnya pelan, lalu mulai mengerjakan tugasnya.

***

Nilam begitu gembira melihat ‘ibunya’ datang bersama Nugi, serta membawa masakan yang dipesannya.

“Ibu, bukannya Nilam ingin merepotkan ibu, tapi Nilam kangen pada ibu,” kata Nilam sambil makan dengan lahap, sementara Nugi yang duduk di sampingnya, tak henti-hentinya mengelus perutnya yang sudah membuncit.

“Tidak apa-apa, ibu juga kangen sama kamu. Kandunganmu baik-baik saja kan?”

“Tadi pagi baru periksa ke dokter, katanya bayinya sehat. Laki-laki yang sehat, semoga menjadi anak yang kuat seperti ayahnya.”

“Aamiin. Senang ibu mendengarnya.”

“Kenapa tidak bergerak lagi sih mbak?”

Nilam tertawa.

“Kamu membuat mbak Nilam geli, tahu. Dari tadi mengelus perut mbak Nilam.”

“Suka merasakan adik bayi yang bergerak-gerak. Kata ibu, dulu ketika didalam perut ibu, Nugi juga bergerak sangat kuat. Ya kan Bu?” tanyanya kemudian pada Suri, membuat Suri kurang nyaman karena harus berbohong. Nilam menatap ‘ibunya’ sambil tersenyum penuh arti. Suri hanya mengangguk.

“Kapankah adik bayi lahir?”

“Masih dua bulan lagi.”

“Nanti Nugi mau tidur sama adik bayi.”

“Eeeh, enak saja. Adik bayi tidur sendiri di dalam box itu. Mana muat kalau Nugi ikut tidur di dalamnya.”

“Di rumah ada juga box bayi bekas Nugi kan Bu?”

“Iya, sudah ditaruh di gudang karena sudah tidak muat menampung tubuhmu yang gendut.”

“Nggak enak juga tidur di box yang sempit. Kalau adik bayi pasti muat. Nanti Nugi akan sering datang kemari untuk melihat adik bayi.”

“Iya, sering-seringlah datang kemari.”

“Kenapa ibu tidak membuat adik bayi sendiri untuk Nugi?”

“Apa?” Suri sampai berteriak.

“Nugi, ibu sudah tidak ingin punya adik bayi lagi, karena mbak Nilam sudah punya adik bayi. Jadi adik bayi ini juga adik Nugi,” kata Nilam yang mengerti bagaimana perasaan Suri.

“Horeee… ini adik Nugii…” kata Nugi sambil mencium perut Nilam bertubi-tubi.

“Nugi! Sudah. Geli tahu. Mbak Nilam lagi makan nih.”

“Ibu, Nugi sudah lapar lagi, boleh tidak ikut makan mbak Nilam?”

“Boleh … boleh … ayo ambil, itu piringnya sudah ada.”

“Katanya masih kenyang. Tadi habis mampir di sotonya Baskoro, pulang-pulang bilang kenyang.”

“Oh ya? Bagaimana kabarnya warung soto itu? Semakin ramai?”

“Kata Daniel sih sudah lumayan ramai. Aku belum pernah ke sana, paling-paling ikut makan ketika dia mengirim soto untuk Nugi, di rumah.”

“Syukurlah.”

“Aku selalu khawatir kalau … ah tidak … “  Suri urung mengatakannya karena ada Nugi di depannya, tapi Nilam tersenyum mengerti.

“Dia tidak akan ingkar. Ibu tidak usah khawatir.”

“Ibu, potongin ikannya,” teriak Nugi.

Suri segera mengambil ikan dan memotongnya untuk Nugi, setelah menyisihkan duri-durinya.

“Selamatan tujuh bulanan sudah dipesan?”

“Sudah Bu, suka sekali melihat contoh-contoh tradisi tujuh bulanan adat Jawa. Ada bidadari Kamaratih dan Batara Kamajaya dilukis di atas kelapa gading.”

“Kelapa gading itu apa? Bukankah gading itu gigi gajah yang panjang itu?”

“Dinamakan kelapa gading, karena warna  kulitnya kuning seperti gading.”

“O, itu. Nugi pernah melihat kelapa seperti itu.”

“Di mana?”

“Di sekolah Nugi ada. Pohonnya pendek, tidak tinggi seperti kelapa biasa.”

“Betul, dan makan yang baik, jangan sambil ngoceh,” tegur Suri.

Nugi tertawa.

“Ngoceh seperti burung,” gumam Nugi, lalu menyuapkan makanannya.

“Lha iya, kamu itu seperti burung, kalau ngomong nggak berhenti-berhenti,” kata Nilam.

Nugi meringis. Senang dimanja dimana-mana.

***

Hari sudah sore ketike Melati dijemput ojol yang dipesannya. Ia hanya akan turun di tempat reparasi sepeda, di mana tadi siang Daniel membawanya.

Ketika turun, Melati melihat sepedanya sudah berdiri tegak di depan bengkel. Melati meraba tasnya, mengambil dompetnya dengan berdebar-debar. Kalau nanti uangnya kurang, ia harus meninggalkan lagi sepedanya di situ. Ya kalau tidak segera tutup, kalau tutup, ia harus kembali besok pagi lagi.

“Selamat sore,” sapanya.

“Mas, mau mengambil sepeda saya ini.”

“Oh ya, mbak namanya siapa?”

“Saya Melati.”

“Oh, iya benar. Masnya sudah berpesan kalau sepeda ini milik mbak Melati.”

“Berapa semuanya Mas?”

“Ini sudah dibayar lunas.”

“Sudah dibayar lunas? Tt.. tapi ….”

“Masnya tadi sudah membayar semuanya, sekalian diservis juga, supaya jalannya lebih ringan.”

“Oh, ya ampun.”

“Sudah, sekarang sudah bisa mbak bawa pulang. Kalau masih ada yang kurang nyaman dipakai, besok mbak bisa membawanya kemari lagi. Soalnya sekarang ini sudah mau tutup. Baiklah Mbak, silakan dibawa dan dicoba.”

“Terima kasih banyak,” kata Melati sambil menuntun sepedanya, kemudian menaikinya dengan perasaan tak menentu. Rasa sungkan menyelimuti hatinya. Sudah melanggar rambu lalu lintas, menimbulkan kecelakaan, diobati, diantar pulang, kemudian kerusakan sepedanya dibayari pula. Bagaimana dia akan membayar semuanya? Atau paling tidak mengucapkan terima kasih? Rumah Daniel saja dia tidak tahu.

Melati kebingungan sampai ia tiba di rumahnya kembali.

***

Ia melihat ibunya duduk di teras rumah. Wajahnya masih pucat, dan sembab itu juga belum hilang. Dia mendekat, kemudian mencium tangan ibunya.

“Kenapa duduk di luar Bu, udara diluar sangat tidak enak, lembab, tapi gerah.”

“Iya, ibu baru saja keluar karena merasa gerah,” katanya kemudian memasuki rumah bersama Melati.

“Ibu sudah makan siang?”

“Bukankah ibu makan sebelum kamu kembali kerja?”

“Oh iya, Melati lupa. Melati ganti baju dulu, nanti Melati belikan lauk untuk makan malam.”

“Tidak usah, timlonya masih ada.”

“Masih ada? Seberapa sih ibu memakannya?”

“Pokoknya masih cukup. Tadi bu Samijan kemari lagi, memberi ibu lima butir ayam kampung, katanya baik untuk kesehatan.”

“Oh ya? Bu Samijan memang baik,” katanya sambil berlalu.

Tapi ketika ia sudah duduk santai bersama ibunya, ia menanyakan tentang sesuatu yang sesungguhnya dipikirkan ibunya.

“Mengapa kamu bertanya begitu?”

“Bu, Melati bukan anak kecil. Melati tidak bisa dibohongi karena melihat keadaan nyata yang tampak pada wajah ibu. Tolong katakan Bu, beban apa yang memberatkan bagi ibu. Mari kita memikulnya bersama.

Karti menatap anaknya. Mata yang kemudian berkaca-kaca, tiba-tiba luruh menjadi tangisan. Rasanya ia harus mengatakannya, karena bagaimanapun ia menyembunyikannya, pasti Melati akan terus mencari kebenarannya.

“Sesungguhnya, ayahmu meninggalkan hutang.”

Melati terkejut.

“Hutang kepada siapa? Dan berapa?”

“Tuan Harjo, sebanyak lima puluh juta.”

“Apa? Lima puluh juta?”

“Belum bunganya yang 20 persen per bulan.”

“Dia itu lintah darat!!” pekik Melati geram.

“Dia hanya memberi kita waktu seminggu. Itu sebabnya ibu mencari sertifikat rumah, barangkali bisa dijadikan agunan untuk mencari uang, atau menjualnya. Tapi sertifikat itupun hilang.”

“Besok Melati akan pergi menemui lintah darat itu,” kata Melati dengan berapi-api karena dibakar kemarahan yang memuncak. Tak tega melihat ibunya menangis berkepanjangan.

***

Besok lagi ya. 

62 comments:

  1. 🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼
    🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗

    Alhamdulillah, Melati eps_04 hari: Kamis, 21-Maret-2024 sudah hadir, gasik.
    Matur nuwun bu Tien.😊

    Semoga bu Tien sehat selalu dan selalu sehat.
    Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

    Waduh...... Melati nekat banget.... akan melabrak tuan tanah Harjo.......
    💪💪💪

    Kakek Habi Bandung🇮🇩

    🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗🦗
    🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼🧚🏿‍♀️🌼

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah tayang *MELATI* ke empat
    Moga bunda Tien sehat selalu doaku
    Aamiin yaa Rabbal'alamiin

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  4. 🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 04 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Salam aduhai...😍🤩
    🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Hamdallah...cerbung Melati 04 telah tayang.

    Terima kasih Bunda Tien

    Salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  7. Terima kasih Bu Tien, moga2 Ibu sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Sukardi

      Delete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda MELATI sudah tayang
    Salam aduhai hai hai hai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  10. Alhamdulilah Melati 04 sdh tayang... terima kasih bunda Tien Kumalasari, Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat, bahagia dan dilancarkan semua urusannya salam hangat dan aduhai bun...

    ReplyDelete

  11. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 04* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  12. Terima kasih Mbu Tien..mulai pnas nich ceritanya... sehat sllu bersama keluarga trcnta

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, MELATI 04 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, sabaaar Melati puasa Ramadhan nih , 😂😂🤭
    Tenang Melati nnt kamu bakal ketemu dg Daniel diacara 7blnnya Nilam.
    Aduhaiii deh,...

    Matur nuwun Bu Tien
    Sehat wal'afiat semua ya , 🙏🤗🥰

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat.Daniel ayo bantu Melati👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
  16. Hati² Melati, jangan sampai terjerat rentenir.
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap aduhai

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah MELATI~04 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat semangat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  18. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun pak Djodhi

    ReplyDelete
  19. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun pak Arif

    ReplyDelete
  20. Ha ha ha
    Senang sekali Harjo ada yang datang, ana kutuk marani sunduk.
    Kabul, ånå tamu bul, siapaken camilan dan juga minuman.
    Target sudah masuk nich, langsung masuk karantina, lho modelnya kok kaya teletubis; Haryo maen peluk aja.
    Meronta berteriak menarik perhatian orang yang lewat, kebetulan pemerhati melati yang pas lewat, 'lepaskan'.
    Disaduk mules kowe, mules, gampang ngremus brambang, aneh, terus; anggêr bisa bola bali gase metu rak anteng. rumangsaku gedang lho.
    Iya nyatané toples mbako ne kung kaé di cêmplungi kulité.
    apa kuwi ra gathuk.x
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Melati yang ke empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bunda Tien, waduh gawat Melati kalau bertemu tuan Harjo bisa- bisa diculik...

    ReplyDelete
  22. Waduh! Nugi sudah mulai nanya2 tentang jati dirinya tuh...bu Suri sudah gelisah. Lintah darat namanya pak Harjo...awal2 saya heran, namanya mirip pak Raharjo ayah Wijan.😅

    Terima kasih, ibu Tien...semoga makin sehat ya...🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, Terimakasih mbakyu... Sehat selalu njih... Selama romadhon bacanya malam2 atau malah pagi hehee... Sugeng siam🙏

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu....

    ReplyDelete
  25. ✨🌟✨🌟✨🌟✨🌟✨
    * Barokallahu Fii Umrik*..
    *Bunda TIEN KUMALASARI.* 💞💞
    *🎂.,¸¸,.🎀.,¸¸,.🎀.,¸¸,.🎂*

    🍄Sehat selalu
    🍄Bahagia selalu
    🍄Tambah segala kebaikan

    *Penuh Keberkahan* dan sll dlm Lindungan Allah SWT..Aamiin yra.🤲🤲🤲

    🎂🎂🎂🎁🎁🎁🤝🤝🤝🎉🎉🎉🥳🥳🥳🎊🎊🎊🥗🥗🥗🙏🙏🙏😘😘😘

    ReplyDelete
  26. Terima ksih cerbung melatinya bunda..slm Seroja dari Sukabumi🙏😘😘🌹

    ReplyDelete
  27. Wah... Melati jd arek Surabaya, bonek wani nglabrak Pak Harjo.
    Sugeng ambal warsa Bunda Tien mugi sisaning yuswa borokah, rejekinipun lancar tur kathah, putra mantu wayah soleh solehah .. akhir gesang husnul khotimah, diganjar swarga jannah

    ReplyDelete
  28. Maaf Melati_5, agak telat tayangnya.
    Ambal warsa ke 75, banyak tamu ada juga rombongan PCTK Semarang, dll

    Bu Tien, belum selesai nulisnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dimaklumi Kakek Habi...Ditunda besok ya gpp, kan Bu Tien sdg merayakan ultah bersama sedulur pctk...Jgn dibebani hrs tayang Melati 05 mlm ini...
      ┏━🍃🌷🌿🌿🌷🍃━┓
      🦋 _*YAUMUL MILAD*_ 🦋
      🎂 _*Bu Tien Kumalasari*_ 🎂
      _Barakallahu fii umriik_
      _Fii afiat_
      _Fii rizki_
      _Fii dunya wal akherah_
      _*Aamiin YRA.-bsh-*_ 🤲🏻
      ┗━🍃🌷🌿🌿🌷🍃━┛

      Delete
  29. Sugeng ambal warso semoga diberi kesehatan sehingga masih aktif berkarya diberi kelimpahan rejeki yang barokah dan kebahagiaan bersama keluarga besar. aamin.

    ReplyDelete
  30. Yaumil milad mb Tien ... Dgn doa wish you all the best ... Smg diberikan kesehatan yg prima, rizki yg barokah dan bahagia selalu bersama keluarga dan komunitas pctk. Slm aduhai selalu utk tetap berkarya ... Slm seroja utk kita semua....

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 28

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  28 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap tajam suaminya. Tak percaya apa yang baru saja didengarnya. “Kang...