ADA CINTA DIBALIK RASA 07
(Tien Kumalasari)
Nilam duduk menjauh dari Jatmiko. Ia belum mengatakan apa-apa, Jatmiko sudah berbicara menuruti kata hatinya.
“Kamu tidak usah membohongiku, Anjani.”
“Heeiii, bangunlah, kamu sedang bermimpi,” kata Nilam agak keras.
“Ini mimpi? Bisa bertemu denganmu adalah mimpi? Anjani, aku tak mengira kamu begitu cantik setelah dewasa. Mengapa kamu mempermainkan aku dengan pura-pura menjadi Nilam?”
“Ya Tuhan, kamu nerocos seenak perut kamu, dengar dulu penjelasanku. Aku Nilam, bukan Anjani.”
“Kamu berganti nama?”
“Aduuh, tahu begini aku tadi nggak usah berhenti saja. Persetan dengan kantung berisi gelang itu,” sungut Nilam.
“Anjani, mengapa begitu? Kamu kecewa bertemu aku? Menurutmu aku bagaimana? Jelek? Kusut? Bukankah aku sekarang ganteng? Memang sih, aku belum menjadi orang yang kaya raya. Mobil itupun bukan punyaku, tapi aku berharap kita masih bisa bersahabat.”
“Bisakah kamu berhenti ngomong? Biarkan aku bicara dulu, supaya kamu mengerti duduk persoalannya, dan tidak ngawur memanggil nama orang,” kata Nilam kesal.
Jatmiko tersenyum. Nilam menatapnya dan berpikir, bahwa laki-laki dihadapannya ini sedang tebar pesona. Tak urung hati Nilam berdebar. Dia memang ganteng. Lalu Nilam menghela napas panjang untuk menata perasaannya.
“Mau ngomong apa? Baiklah kalau kamu kecewa, yang penting aku puas bisa menemukan kamu kembali,” Jatmiko masih nerocos.
“Bisakah kamu diam? Atau lebih baik aku pergi saja?”
“Hei, jangan begitu. Baiklah, silakan ngomong. Tapi diam-diam aku suka melihat matamu yang bulat seperti rembulan.”
Nilam berdiri dengan kesal.
“Eh, jangan, duduklah kembali. Baik. Aku akan menutup mulutku. Bicaralah.”
Nilam kembali duduk dengan mulut cemberut.
“Kalau aku tidak menganggap ini sesuatu yang penting, aku tak akan mau meladenimu. Toh sebenarnya ini bukan urusanku…. stop, jangan bicara dulu,” kata Nilam ketika melihat mulut Jatmiko nyaris membuka suara.
“Aku sedang berada di sebuah rumah sakit, karena adikku dirawat di sana. Ketika aku mau keluar, aku menemukan kantung ini yang ketika aku buka, ternyata berisi gelang seperti yang pernah kamu tunjukkan padaku. Aku bingung harus bagaimana. Aku yakin ini milik Anjani, tapi entah di mana dia berada. Barangkali dia sakit, tapi aku belum menanyakannya ke rumah sakit apakah ada pasien bernama Anjani berobat di sana. Aku ingin memberitahu kamu, tapi aku tak pernah tahu di mana rumah kamu dan di mana kamu bekerja. Itu sebabnya aku berhenti di sini, untuk menyerahkan gelang ini pada kamu, ketika aku melihat kamu.”
Jatmiko melongo, jadi dia salah lagi? Di genggamnya gelang itu dengan perasaan linglung.
“Ya Tuhan, aku salah lagi dan menganggap kamu tetap Anjani. Maaf ya,” kata Jatmiko dengan wajah muram.
“Tidak apa-apa. Aku mengerti,” kata Nilam sambil berdiri.
“Sebenarnya ini bukan urusan aku. Aku hanya penasaran ketika kamu keliru menganggap aku Anjani, sehingga ingin sekali aku bisa bertemu dengan gadis itu. Tapi sudahlah, aku sudah menyerahkannya sama kamu, terserah bagaimana kamu akan mencarinya. Barangkali kamu bisa memulai dari rumah sakit itu,” lanjut Nilam sambil berdiri.
“Baiklah, terima kasih kamu peduli dengan gelang ini. Bolehkah kita bertukar nomor kontak? Siapa tahu aku membutuhkan bantuan kamu tentang Anjani, atau kamu menemukannya lebih dulu karena adik kamu juga ada di rumah sakit itu.”
“Baiklah, tidak apa-apa.”
Setelah bertukar nomor, keduanya berpisah. Nilam langsung ke rumah sakit, setelah mengatakan di rumah sakit mana ia menemukan gelang mote itu.
Tapi Jatmiko yang penasaran, kemudian juga mengikutinya. Benar kata Nilam, ia harus bertanya ke rumah sakit itu, apakah ada pasien bernama Anjani.
***
Tapi dengan kecewa Jatmiko menemukan jawaban, bahwa tak ada pasien bernama Anjani, baik yang rawat inap, maupun yang hanya memeriksakan kesehatannya.
“Berarti hanya membezoek seseorang yang sakit, atau mengantarkan entah siapa, tapi yang jelas bukan dia yang sakit. Dan ini membuat aku lebih bingung lagi,” gumam Jatmiko pelan.
Jatmiko duduk merenung di lobi rumah sakit itu. Ia tahu Anjani ada dikota ini, tapi tak tahu di mana dia berada. Seperti sudah dekat, tapi ia tak bisa menjangkaunya.
“Berarti Anjani juga membawa gelang ini ke mana-mana, seperti juga aku. Lalu ia tak sadar kantung berisi gelang ini terjatuh. Pasti dia bingung mencari-carinya,” Jatmiko masih bergumam lirih. Dan ada perasaan senang ketika menyadari bahwa Anjani juga membawa gelang itu ke mana-mana. Berarti dia juga berharap bisa bertemu dengannya.
“Anjani, di mana kamu?” lirihnya.
Lalu Jatmiko mengirim pesan singkat kepada Nilam, dan mengatakan bahwa Anjani tidak menjadi pasien di rumah sakit itu.
Nilam merasa kasihan. Ketika mereka berpisah setelah ketemu di pinggir jalan itu, ia melihat wajah Jatmiko sangat memelas. Pasti ia lebih sedih lagi ketika tidak menemukan jejak Anjani di rumah sakit ini.
“Kamu sudah pulang?”
“Aku masih di lobi. Ya sudah, aku mau pulang sekarang. Tapi aku ingin membezoek adik kamu dulu, di mana ruangnya?” kata Jatmiko ketika kembali mengirim pesan.
Lalu Jatmiko menuju ke kamar yang ditunjukkan Nilam. Ia sudah pernah bertemu ibu Nilam, jadi kalau dia datang menjenguk, tidak merasa sungkan.
Dan Suri memang menerima kedatangan Jatmiko dengan ramah.
“Tidak menyangka, bisa ketemu nak Jatmiko lagi. Dari mana nak Jatmiko tahu kalau kami sedang ada di sini?”
“Tadi ketemu Nilam, Bu.”
“O. Iya? Terima kasih mau menengok adik Nilam.”
Jatmiko mendekati ranjang, dan menyalami Nugi.”
“Adik ganteng sakit apa?”
Nugi menatap laki-laki yang masih memegangi tangannya.
“Mas, pacarnya mbak Nilam?” celotehnya mengejutkan, bukannya menjawab pertanyaan Jatmiko.
Nilam melotot memandangi adiknya, tapi Jatmiko tersenyum senang.
“Bolehkah aku menjadi pacar kakak kamu?”
“Mbak Nilam suka nggak? Masnya ini ganteng,” katanya sambil menatap kakaknya.
“Diam. Anak kecil ngomongin pacar,” gerutu Nilam sambil memelototi adiknya.
“Aku suka mas ganteng.”
“Namaku Jatmiko, adik ganteng, kamu siapa?” tanya Jatmiko.
“Aku Nugi.”
“Nugi cepat sembuh ya.”
Nugi mengangguk, sore ini ia merasa lebih enak, badannya tidak sepanas kemarin. Hanya masih sedikit lemas.
Jatmiko hanya sebentar, karena sepulang dari kantor langsung ke rumah sakit.
Suri mengucapkan terima kasih, dan menganggap Jatmiko laki-laki yang baik.
Setelah Jatmiko pulang, Suri menatap anak gadisnya.
“Dia laki-laki baik. Ibu senang kalau kalian berjodoh,” katanya pelan
“Ibu ini ngomong apa sih?”
“Apa kamu tidak menyukai dia?”
“Tidak,” kata Nilam tandas.
“Nilam, apa kekurangannya nak Jatmiko itu? Ganteng, baik.”
“Dia juga tidak menyukai Nilam. Kenapa ibu selalu mengatakan itu?”
“Masa sih? Ibu lihat cara dia menatap kamu. Tampaknya dia suka. Mana mungkin laki-laki tidak suka pada anak gadis ibu yang cantik ini?”
“Ibu ada-ada saja.”
“Benar kan?”
“Dia sudah punya pacar, Bu.”
“Masa? Kenapa dia begitu menaruh perhatian sama kamu. Dia bela-belain datang kemari untuk menjenguk Nugi. Itu tandanya dia mencari perhatian kamu.”
“Ibu ngarang ah. Dia kesini juga karena mencari pacarnya.”
“Nanti Nilam ceritain, sekarang Nilam mau mandi dulu, setelah itu Nilam nggantiin ibu menunggui Nugi, lalu ibu boleh pulang, istirahat.”
Suri mengangguk, tapi tak terima pada jawaban Nilam. Ia tetap menganggap bahwa Jatmiko menyukai Nilam.
***
Anjani sedang menunggui ayahnya di siang hari itu. Kata dokter, hari itu ayahnya boleh pulang dulu, setelah jadwal operasi ditentukan. Anjani melihat sang ayah sudah lebih segar, walau badannya tampak masih kurus setelah selama beberapa tahun keluar masuk rumah sakit. Anjani berharap, setelah operasi nanti ayahnya akan benar-benar sehat. Anjani hanya punya ayahnya. Ia tak sanggup hidup tanpa ayahnya di saat seperti ini. Pengorbanannya adalah demi kesehatan sang ayah. Ia bersedia menjadi istri Usman karena ayahnya, bukan hanya karena tekanan dari ibu tirinya.
Karena kesibukannya, Usman hanya menyuruh sopir untuk menjemput ‘calon mertuanya’ yang akan pulang hari ini. Anjani bernapas lega. Pertemuan dengan Usman selalu membuat dadanya sesak dan perutnya terasa mual. Sudah lama terjadi, dan selalu saja begitu.
“Katanya pak Usman mau menjemput?”
“Tidak, dia sibuk. Tapi ada sopirnya,” kata Anjani sambil mengemasi barang-barang ayahnya sebelum kepulangannya.
“Berapa banyak uang yang harus dibayar Pak Usman untuk sakitku ini?”
“Bapak tidak usah memikirkannya. Bapak harus senang, dan tidak banyak pikiran, supaya Bapak tetap sehat. Ya kan?”
“Apa kita menunggu ibumu?”
“Tidak, ibu bilang akan menunggu di rumah.”
“Baiklah, kemarin dia juga sudah kemari.”
Setelah memastikan bahwa semua pembayaran sudah beres, Anjani memapah sang ayah menuju mobil yang sudah menunggu.
Dalam perjalanan pulang, Anjani terus memikirkan semua kebutuhan yang dicukupi semuanya oleh Usman. Ia merasa kesal telah resign dari kantor tempatnya bekerja, karena desakan ibunya, dengan alasan harus menunggui ayahnya saat dirawat.
Tapi setelah ayahnya pulang, kemudian ia bermaksud kembali bekerja. Tak enak kalau semuanya tergantung Usman. Bukankah dia sebenarnya bukan anggauta keluarganya? Hanya karena menginginkan dirinya maka Usman mau melakukan semuanya. Tapi menjadi beban sangat membuatnya tidak nyaman. Karena itulah dia bermaksud kembali bekerja.
***
Ketika di rumah, disaat makan malam, Anjani mengutarakan maksudnya untuk kembali bekerja. Sang ibu, dengan tatapan tidak senang, menentangnya.
“Mengapa harus bekerja? Bukankah pak Usman sudah memenuhi semua kebutuhan kamu?”
“Pak Usman bukan siapa-siapa kita, mengapa harus selalu bergantung padanya?”
“Anjani, apa kamu lupa bahwa pak Usman telah banyak mengeluarkan uang demi ayah kamu ini? Dia tidak akan keberatan melakukan, karena kamu akan menjadi istrinya.”
“Baru akan, dan belum. Saya tidak ingin selalu menjadi beban. Tidak enak rasanya kalau selalu menggantungkan semuanya dari dia. Hal-hal sepele yang kita butuhkan, ada baiknya kita mencukupinya sendiri. Karena itulah Anjani ingin bekerja.”
“Anjani benar. Dia sekolah tinggi, untuk apa ilmu yang didapat kalau hanya duduk santai di rumah?” sambung sang ayah.
“Dia tidak santai, kan ayahnya sedang sakit?”
“Aku tidak apa-apa. Biarkan Anjani bekerja, kalau dia menginginkannya. Pensiunku tidak cukup, dan Anjani pasti menginginkan sesuatu juga. Pasti dia senang kalau bisa membeli apa yang dia inginkan, dengan hasil keringatnya sendiri.”
“Kalau begitu Anjani harus minta ijin pak Usman dulu,” sungut sang ibu yang ketakutan, kalau Anjani punya uang, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk meminta uang kepada Usman, seperti yang dilakukannya selama ini. Dasar tak tahu malu.
“Mengapa harus minta ijin kepada dia? Dia itu orang lain,” kesal Anjani.
“Apa katamu? Apa kamu lupa bahwa kita sudah mendapatkan banyak perhatian dari dia? Apa salahnya kamu meminta ijin agar dia merasa dihargai?”
“Tidak Bu, kalau Anjani ingin bekerja lagi, biarkan dia bekerja, kebaikan pak Usman bukan berarti harus mengikatnya. Toh dia belum menjadi suaminya.”
“Terima kasih Pak. Anjani senang Bapak bisa mengerti,” kata Anjani sambil memeluk ayahnya.
“Kamu sudah banyak berkorban untuk bapak, lakukan apa yang kamu inginkan,” kata sang ayah lembut, tanpa peduli pada wajah istrinya yang masam.
Anjani senang. Malam itu juga dia mempersiapkan semua berkas untuk melamar pekerjaan. Lalu ia mencari cari nama perusahaan yang sekiranya membutuhkan karyawan.
Sebenarnya ia ingin kembali ke perusahaan di mana dulu dia bekerja, tapi ternyata sudah ada yang menggantikannya. Anjani menyesal tergesa keluar dari sana.
Ada satu … perusahaan otomotif, ah … yang dicari adalah sarjana tehnik, yang berpengalaman di bidangnya … tentu bukan ini … lalu ada lagi … tidak sesuai dengan pendidikannya, marketing? Tidak … tapi apa salahnya mencoba? Bukan harus menjadi sekretaris, yang penting dia harus bekerja.
Pagi hari itu, setelah membantu ibunya membuat sarapan dan melayani ayahnya serta menyiapkan obat yang harus diminumnya, Anjani berkemas untuk mencari pekerjaan. Ia sudah mempersiapkan semuanya.
“Kamu nekat?” tanya sang ibu dengan wajah muram.
“Maaf, Bu. Ini jalan terbaik untuk mencari uang. Biar sedikit, bisa meringankan beban keluarga kan?”
“Aku akan menelpon pak Usman.”
“Bu, jangan terlalu bergantung pada pak Usman. Kalau kita sudah lama menjadi bebannya, bukan berarti kita lalu sepenuhnya bergantung pada dia. Anjani benar, biarkan dia melakukannya.”
Anjani sudah bersiap, lalu berpamit kepada sang ayah dan juga ibu tirinya.
“Semoga berhasil,” kata sang ayah, sedangkan ibunya hanya mengangguk dengan wajah masam.
Anjani mengambil sepeda motornya, ia sudah mantap akan bekerja. Ia melihat kembali alamat yang sudah dicatatnya. Perusahaan Batik Raharjo Sentosa, Jl, Kapten Pattimura.
Anjani mengendarai sepeda motornya dengan bersemangat.
***
Besok lagi ya.
ππ️ππ️ππ️ππ️
ReplyDeleteAlhamdulillah ππΈ
ACeDeEr_07 sdh hadir.
Jatmiko ngeyel bangets,
nganggap Nilam itu Anjani.
Akhirnya paham jg, tp wis
kadung naksir Nilam...π
Anjani melamar ke Perusahaan
Pak Raharjo, ketemu deh dg
Wijanarko, hehe makin seruu...
Matur nuwun Bu Tien
cantiq & baik hati.
Semoga lancar operasi
kataraknya.
Cepat sehat kembali. Aamiin. π€²
Salam hangat & aduhai.
ππ️ππ️ππ️ππ️
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Sukardi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteADUHAI jeng In
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien π
Sami2 ibu Indrastuti
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah , Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah tayang makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteTerima kasih, bu Tien cantiik... semoga operasinya besok berjalan lancar dan suksesπ
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerima kasih jeng Mita
ReplyDeleteAlhamdullilah
Ada Cinta Dibalik Rasa 07 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah ACeDeeR_07 sdh tayang..... Terima kasih bu Tien. Siapkan pisik dan mental ya Bu Tien, untuk menghadapi tindakan besuk pagi-pagi operasi katarak mata kiri, semoga lancar operasinya dan dimudahkan segala urusannya. Aamiin ya Mujiibassailiin.
ReplyDeleteSalam Aduhai dari mBandung.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Sugeng ndalu Bunda Tien..
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..07 telah tayang. Matur nuwun
Seperti nya Nilam terpana dengan tebar pesona nya Jatmiko
Salam sehat penuh semangat nggeh Bunda Tien, semoga operasi Katarak nya berjalan lancar. Aamiin
Alhamdulillah
DeleteT
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~07 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah ... trimakasih ... sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga selalu selalu sehat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Terima kasih Bu Tien, semoga lancar dan sehat kembali.
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Belum sempat baca, komen dulu...kalimat terakhir: Anjani mengendarai sepeda motornya...mungkin lebih tepat ya? Karena kalau "mengayuh" umumnya sepeda onthel. Maaf usulan saja.
ReplyDeleteTerima kasih untuk terus berkarya, ibu Tien. Besok istirahat dulu beberapa hari...ikut mendoakan semoga operasi kataraknya berjalan lancar dan berhasil dengan baik, bu Tien cepat pulih kembali..πππ
Terima kasih ibu Nana
DeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
Matur nuwun
Pertemuan dg Wijan... terima kasih Mbu Tien...
ReplyDeleteSemoga lancar dan sehat selalu....
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, smg sehat sll aamin
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Hi, jangan2 tempat Jatmiko bekerja? Aduhai.
ReplyDeleteHanya ibu Tien yg tahu dan akan di bawa kemana jln critanya.
Salam sehat.selalu.
Matur nuwun ibu Rossie
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun bunda Tien..π
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda...
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padmasari
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga selalu sehat.
Salam hangat selalu aduhai
Semoga Bunda Tien diberikan berkah kesembuhan dan kesehatan, baik dalam masa perawatan dan pemulihan Operasi Mata , Aamiin Yaa Robb.π€²π€²π€² Matur nuwun Cerbungipun πΉπΉπΉπππ
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sul
Semoga berjodoh dg Wijan ya Anjani,, ngarep ya.....π€©π€©
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, π€π₯°
In syaa Allaah dimudahkan, dilancarkan operasi katarak nya &
Sehat wal'afiat kembali serta melanjutkan kisah Nilam, Wijanarko & Anjani , Jatmiko , Aamiin ❤️
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillah, matur nwn semoga bu Tien dan keluarga selalu sehat wal afiat.
ReplyDeleteSalam dari mBantul
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's, salam dari Solo
Alhamdulilah Nilam dan Anjani sudah tayang terima kasiih bu Tien , semoga ibu selalu diberikan kesehatan dan dimudahkan dan dilancarkan operasi kataraknya besok , dan ibu akan lebih sehat dan lebih kinclong pandangannya ...aamiin yra
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri Maryani
Terimakasih Bu Tien cerbungnya dah tayang...
ReplyDeleteSehat2 selalu buat Bu Tien & keluarga πππΉ❤
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Alfes
Matur nuwun Bu Tien. Semoga operasi katarak ke-2 berjalan lancar dan sukses menyehatkan paningal Ibu kembali, aamiin...
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteHangat
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSamiw KP Lover
DeleteTerima kasih bu Tien ... ACDR ke 07 sdh tayang dan sdh dibaca ... pokoke seru deeh...
ReplyDeleteRupanya besok bu Tien op katarak yg ke 2 ya , smg op nya berjalan lancar dan cepat sembuhnya ... Salam sehat dan happy sll .
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Alhamdulillah, matursuwun mbakyu... Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kun Yulia
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kun Yulia
Matur nuwun
ReplyDeleteSemoga oprasi katarak nya lancar yaaa sayangkuuhh
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun mbakYaniiik
Tuh kan, mana ada orang mau susah, yang gampang-gampang saja, istilah krida lumahing asta.
ReplyDeleteBanyak tuh yang pada teriak janji besok akan begini, akan begitu.
Trus piyΓ©, kreatifitas dikembangkan!, yang lagi trend apa itu di berdayakan.
Kita punya kepandaian apa, di terapkan jadi masuk golongan produktif, gitu.
Halah nanti malah tambah lebih kreatif, ketemu buto cathil, apa tuh; ya di cathil. Disunat ya, apanya.
Nggladrah.
Gini aja biar Anjani memberdayakan diri biar jadi manusia merdeka, walaupun itu usaha apa aja, kan bisa masuk; pemasaran kan.
Iya, nggak ada pemasaran ya susah, hasil produk itu beredar, publikasi? itu ya kaya pengumuman.
Waduh apa boleh buat, nggak mau di gombali Usman, Anjani mencoba
masuk ke perusahaan batik.
Itu kreatip nggak melulu polosan, ada gambar nya.
Ih ketemu Wijan blaik; kok kaya adik nya (Nilam).
Kan pernah satu kampus, pada hal usul kerjasama dengan bisnisnya Usman, rame nich bakalan, Usman naksir anak buah Rahardjo, trus minta agar mengeluarkan Anjani.
Wijan dasarΓ© tajam perasaanya, kaya ada sesuatu yang perlu dibantu.
Usman sok kaya apapun punya, harus nurut; ini ada hati, pertimbangkan.
Kulit wis nglempit, isih dulat dulit, perlu donk.
Kaya lupa; kan orang pada lebih senang lihat 1yang seger-segerkan?!
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada cinta dibalik rasa yang ketujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Nanang
Syafakillah Bu Tien, dan segera bisa pulih kembali.
DeleteSyafakillaah mb Tien...operasi katarak tadi lancar dan segera pulih seperti harapan para pctk. Aamiiin Yaa Robbal'aalamiin.
ReplyDelete