BERSAMA HUJAN 34
(Tien Kunalasari)
Pak Harsono menatap nanar siapa yang datang. Sepertinya ia mengenal wajah itu, walau samar. Tapi ia masih ragu memastikannya. Ia berdiri di tangga teras, sampai lelaki itu sampai di depannya.
“Selamat .. pagi.” sapanya pelan. Ada rasa takut menyelimutinya.
“Pagi. Kamu siapa?” tanyanya dingin. Tanpa ia sadari, ia tidak suka melihat kedatangan lelaki itu. Entah karena apa.
“Saya, Romi,” masih lirih suara itu.
“Sudah kuduga."
Waktu itu sudah diambang malam, Gelap disekelilingnya, sehingga ia tidak bisa begitu jelas melihat wajahnya. Saat dia menghajarnya, ia juga hanya sekilas melihat wajahnya, karena laki-laki itu hanya berguling-guling tanpa mampu sesambat.
“Jadi masih kurang aku menghajar kamu waktu itu, sehingga seberani ini kamu datang kembali kemari?” hardiknya keras.
“Saya belum mendapatkan maaf yang saya harapkan, saya benar-benar menyesal.”
“Jadi kamu masih mau aku hajar lagi seperti dulu?” suara pak Harsono semakin keras.
“Kalau itu adalah ujud pemberian maaf dari keluarga ini, saya akan menerimanya.”
“Kamu benar-benar tidak takut mati?”
“Saya ingin meminta Andin agar menjadi isteri saya,” lirih sekali suara itu, tapi pak Harsono mendengarnya. Matanya semakin berkilat, bagai memancarkan api. Ia turun dari tangga dan dengan sekali pukulan ia menghantam wajah Romi, yang karena tidak siap maka dia terjengkang ke belakang lalu jatuh terduduk.
“Saya bersungguh-sungguh. Saya sudah menyelesaikan kuliah saya, dan akan menebus semua kesalahan saya dengan_”
Sebelum kalimat itu selesai diucapkan, pak Harsono mengayunkan sebelah kakinya untuk menendang kepala Romi. Romi jatuh tertelentang dengan wajah lebam. Tapi sedikitpun ia tidak mengeluh.
Pak Harsono ingin menendangnya lagi, tapi urung ketika sebuah teriakan keluar dari dalam rumah.
“Baapaaaak, hentikan!”
Romi berusaha duduk dan menatap Andin yang datang sambil menarik lengan sang ayah.
“Andin, aku sudah selesai kuliah, aku ingin menikahimu untuk menebus dosaku,” teriaknya tertahan.
“Orang gila! Mana sudi Andin menikah sama laki-laki bejat seperti kamu! Minggat atau aku hajar lagi kamu!!” teriak marah pak Harsono yang kemudian melepaskan cengkeraman Andin di lengannya.
“Jangan Pak.”
“Andiin,” rintih Romi.
Tapi tiba-tiba seseorang muncul dihadapannya. Romi tentu saja mengenalnya. Ia adalah dokter Faris yang pernah menyelamatkan nyawanya.
“Beraninya kamu datang kemari lagi, Romi,” tegur dokter Faris yang berdiri tanpa sedikitpun ingin membangunkan Romi yang masih terduduk dengan wajah babak belur.
“Saya belum puas kalau belum mendapatkan maaf dari keluarga ini. Saya ingin menebusnya dengan menikahi Andin.”
Dokter Faris tersenyum kaku.
“Apa kamu tahu, Andin adalah bakal istri aku?”
Mata bengkak itu terbelalak.
“Kamu sungguh tidak tahu malu mengatakan itu, sementara kamu sudah melukainya, membuatnya menderita.”
“Saya justru ingin menebusnya dengan_”
“Hentikan. Keinginan kamu akan sia-sia. Lebih baik sekarang pulang dan jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.”
Romi mengusap darah yang meleleh dari kepalanya, lalu mencoba bangkit.
“Aku hanya ingin minta maaf sekarang.”
“Andin sudah memaafkannya.”
“Ayahnya sangat membenciku.”
“Seperti juga Andin, beliau pasti juga akan memaafkannya. Jadi lebih baik sampeyan segera pergi dan jangan membuat huru-hara lagi."
Sementara itu Andin sedang sibuk menenangkan ayahnya yang masih saja panas darahnya menggelegak sampai ke ubun-ubun.
“Dasar orang tidak punya malu. Tidak punya etika. Tidak punya tata susila.”
“Bapak, sudahlah, ini, minum dulu, Andin membuat jus jeruk, tadi dokter Faris yang membeli jeruknya. Pasti segar dan menenangkan.”
“Tidak tahu malu, sudah berbuat jahat, masih ingin memperistri, apa dunia ini milik dia sehingga dia bisa berbuat semaunya?”
“Ayuh, diminum dulu dong Pak,” sekarang Andin menyodorkan gelas dan sedotan ke depan ayahnya, sehingga mau tak mau ia menyedotnya.
“Wah, enak sekali jus jeruknya,” tiba-tiba dokter Faris masuk ke dalam.”
“Ini, buat dokter,” kata Andin sambil menyodorkan segelas lainnya kepada dokter Faris.
“Kemana orang itu sekarang?”
“Sudah pergi, Pak, dijamin tidak akan kembali lagi ke sini,” kata dokter Faris sambil meneguk jus jeruknya, segelas dihabiskannya.
Pak Harsono sudah merasa lebih tenang. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, setelah menghabiskan juga jus jeruknya.
Andin beranjak ke belakang, karena bau ayam ungkep menusuk hidungnya, mengingatkan dirinya bahwa ia belum selesai memasak. Dokter Faris mengikutinya, karena sejak awal dia bertekat untuk membantunya.
Melihat hal itu, pak Harsono menerbitkan senyuman, yang menandakan bahwa dirinya sudah bisa mengendapkan segala rasa yang tadi menyulut amarahnya.
***
Bu Rosi sedang duduk di ruang tengah, ketika melihat Romi datang, langsung naik ke lantai atas menuju kamarnya. Tapi ada yang membuatnya terkejut, ketika melihat wajah Romi matang biru, dan ada darah mengering di dahinya. Bu Rosi mengejarnya naik, lalu masuk begitu saja ke dalam kamar anaknya, yang belum sempat dikunci.
“Romi, apa yang terjadi?”
“Tidak apa-apa Ma.”
“Tidak apa-apa bagaimana? Wajahmu matang biru seperti itu? Berdarah pula ini?” katanya sambil menyibakkan rambut anaknya.
“Romi hanya terjatuh.”
“Tidak, jangan membohongi Mama, kamu berantem? Apa ini ada hubungannya waktu kamu terluka dan dibawa ke rumah sakit?”
“Tidak ada.”
“Elisaaa!” bu Rosi berteriak, membuat Romi kesal.
“Mengapa Mama memanggil dia?”
“Biar dia merawat luka kamu, dia kan istrimu?”
“Tidak. Romi tidak mau.”
Romi segera beranjak ke kamar mandi dengan cepat, lalu menutupkannya dengan keras dan menguncinya.
“Mama memanggil Elisa?” tiba-tiba Elisa muncul.
“Ambil obat luka, dan handuk kecil untuk mengompres wajahnya.”
“Memangnya siapa yang luka Ma?”
“Tentu saja suami kamu. Katanya jatuh, tapi mama tidak percaya. Pasti dia berantem. Cepat ambilkan, dan mangkuk yang agak besar isi dengan air hangat,” perintah sang ibu mertua.
Elisa kembali keluar, lalu turun. Ketika kembali naik ke atas, ia sudah membawa obat dan mangkuk berisi air hangat seperti yang diminta ibu mertuanya.
“Letakkan di meja itu saja.”
“Mana Romi?”
“Masih di kamar mandi, duduklah dulu.”
Elisa duduk di sofa, dekat ibu mertuanya. Sebenarnya ia penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Beberapa minggu yang lalu dia terluka, bahkan sampai dirawat di rumah sakit, sekarang terjadi lagi? Apakah ini ada hubungannya dengan peristiwa yang telah lalu? Elisa diam menunggu, membiarkan wajah ibu mertuanya gelap seperti tersapu mendung.
“Lama sekali Romi, sih,” kata bu Rosi sambil beranjak ke kamar mandi, lalu mengetuk pintunya keras.
“Romi … Romi …!
“Ada apa sih Ma, Romi lagi mandi nih,” teriak Romi dari dalam.
“Kenapa lama sekali? Ditungguin Elisa nih mau ngobatin luka kamu. Cepat keluar.”
“Siapa suruh dia mengobati luka? Romi tidak mau Suruh dia pergi.”
“Romi, jangan keterlaluan. Cepatlah.”
“Romi masih akan lama, suruh dia pergi, Romi bisa melakukannya sendiri.”
Bu Rosi menarik napas kesal, lalu kembali mendekati Elisa yang menunggu dengan wajah kusut. Ia sudah tahu, Romi tak akan mau dibantu olehnya.
“Ayo kita keluar saja.”
“Sudah Elisa duga, Romi tak akan mau dibantu,” gerutu Elisa sambil berdiri.
Keduanya keluar, lalu turun ke ruang tengah,.
“Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak itu. Mama yakin dia berantem. Tapi dengan siapa?”
Bu Rosi hanya duduk termangu, dan Elisa menemaninya tanpa mengucapkan apapun.
***
Setelah tak ada suara apapun dari ibunya, Romi keluar dari kamar mandi. Darah yang mengering sudah bersih, tapi lebam di pelipisnya masih kelihatan. Ketika ia selesai berganti pakaian, ia melirik ke atas meja, dan melihat barang-barang yang tadi disiapkan Elisa. Romi merasa geram. Elisa benar-benar nekat dalam kepalsuannya. Entah apa yang akan dilakukannya nanti setelah ketahuan bahwa bayi yang dikandung bukan darah dagingnya.
Ia duduk di sofa itu tanpa mengacuhkan apapun. PIkirannya tertuju pada kejadian yang baru saja dialaminya. Ia benar-benar merasa gila karena tiba-tiba merasa bahwa ketenangan jiwanya adalah apabila Andin mau menjadi istrinya. Ia merasa sakit ketika mengetahui bahwa dokter Faris adalah calon suami Andin.
Sekarang yang membebaninya adalah Kinanti. Sudah lama dia bertanya-tanya tentang Kinanti, tapi tak seorangpun memberitahunya. Padahal ia tahu bahwa Kinanti sedang mengandung anaknya. Apakah Kinanti benar-benar menggugurkannya seperti sarannya waktu itu? Tapi Kinanti sepertinya menolak dengan marah. Ia bahkan tak mau menerima uang yang diberikannya.
Romi merebahkan tubuhnya di sofa, bingung apa yang harus dilakukannya. Kalau ia tak bisa menemukan Kinanti juga, dosa-dosa itu akan terus menggayutinya. Romi hampir merasa putus asa. Beban yang disandangnya serasa tak tertanggungkan. Bukan beban sembarang beban, tapi beban dosa. Dengan apa ia bisa menebusnya?
Hari sudah malam ketika bibik mengambil semua barang-barang yang tadi disiapkan Elisa untuk membersihkan luka Romi. Bibik melirik ke arah wajah majikan mudanya, dan merasa iba. Ia mendekat, menyentuhnya pelan.
“Tuan muda, apakah Tuan tidak ingin makan?”
Romi membuka matanya, menatap wajah teduh yang sejak ia kecil menjadi pengasuhnya. Ia bangkit dan duduk termangu.
“Tuan muda makan ya. Nyonya dan non Elisa sudah makan. Tadi nyonya membangunkan Tuan Muda, tapi tidak mau bangun.”
Bibik bersimpuh di lantai. Ia menatap kesedihan di mata momongannya.
“Makan ya, bibik siapkan di ruang makan, atau di sini saja?”
Suara lembut itu membuat hatinya luluh. Suara yang terdengar manis karena tak banyak menuntut. Tiba-tiba Romi turun dan memeluk bibik erat sekali. Rasanya sangat nyaman ketika berada dalam dekapan seseorang yang sudah jelas sangat menyayanginya. Bibik mengelus punggungnya lembut.
“Aku sedih Bik. Rasanya tak kuat menanggung beban ini.”
“Tuan sedang terbebani oleh apa? Bibik dengar Tuan sudah lulus, dan tidak lama lagi akan menggantikan Nyonya memimpin perusahaan peninggalan tuan besar. Apakah itu membebani Tuan?”
Romi melepaskan pelukannya, duduk didepan bibik, bersandar pada sofa yang semula ia tidur di atasnya.
“Duduklah di atas, tuan,” pinta bibik.
“Bukan itu yang membebani perasaanku, Bik. Aku terlalu banyak dosa. Dosa itu tak tertanggungkan olehku. Aku tak kuat menanggungnya, Bik,” pelan Romi mengatakannya. Bibik trenyuh mendengarnya. Tuan muda yang sejak kecil adalah anak yang lucu dan periang, tapi setelah dewasa menjadi laki-laki tampan yang sangat menawan, manja kepada orang tuanya, dan berteriak marah kalau keinginannya tak terpenuhi. Laki-laki yang semula terlihat garang, kali ini terduduk lesu di hadapannya. Bibik merasa tak akan mampu menyibakkan duka itu. Ada apa gerangan sang tuan muda ini, pikir bibik sambil meraih tangan Romi dan menepuknya lembut.
“Apakah Tuan Muda tahu, bahwa ada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Murah dan Pengampun? Kalau Tuan Muda merasa berdosa, mohon ampunlah kepada Nya. Hanya kepada Nya, Tuan,” kata bibik tanpa menanyakan dosa apakah gerangan yang telah diperbuatnya.
Romi diam membisu.
“Selama ini bibik tidak pernah melihat Tuan Muda bersujud kepadaNya, padahal saat bersujud itu, kita akan merasa dekat denganNya, dan dengan demikian jiwa kita akan terasa tenang. Mohonlah ampun setelah bersujud, maka Tuan akan merasakan sesuatu yang nyaman dalam hati Tuan.”
Bersujud? Baru kali ini Romi ingat bahwa dia punya kewajiban untuk bersujud, dan tidak pernah dilakukannya. Lama sekali ia tidak pernah melakukannya, seperti pernah diajarkan oleh almarhum ayahnya, dan gurunya di sekolah.
Bibik berdiri, membuka almari Romi dan di rak paling bawah, dibawah tumpukan handuk, ada selembar sajadah terlipat rapi. Sangat rapi karena tidak pernah dibukanya. Bibik memberikannya kepada Romi.
“Berwudhu, dan bersujudlah, Tuan,” bibik menggelar sajadah itu ke arah kiblat, lalu menarik tangan momongannya, dituntunnya ke kamar mandi.
Bibik menutupnya, menunggunya di pintu.
Bibik tersenyum melihat Romi keluar dari kamar mandi, dengan wajah basah, lalu melangkah ke arah sajadah. Bibik menungguinya tak jauh dari sana, melihat momongannya shalat, lalu berlinanglah air matanya. Air mata bibik semakin deras mengalir, ketika mendengar Romi menangis terguguk saat bersujud.
“Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Sesembahanku,” bibik tak tahan lagi, ia bangkit kemudian keluar dari kamar sambil mengusap air matanya.
***
Besok lagi ya.
ππΈππΈππΈππΈ
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 34
yang bikin penasaran
sudah tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat & smangats
slalu. Salam aduhaiπΉπ¦
ππΈππΈππΈππΈ
Ye...... Aku ditinggal...
DeleteSelamat jeng Sari.....
Terimakasih bu Tien Bersama Hujan Episode ke 34 malam ini sdh tayang.
Kok gak kapok ta Rpmi, betani-beraninya menyambangi rumah pa Harsono.....
Hore... makasih Mbak Tien sayang. Salam sehat selalu.
DeleteTd pas bisa jaga gawang Kakek Habi...jd deh lsg copas komen yg sdh disiapkan...hehehe
DeleteEpisode hr ini sedih...mbrebes mili deh, semoga Romi mendapat hidayah...
DeleteLho komenku gak bs masuk
DeleteTrmksh
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Yes tayang makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Alhamdulilah..suwun bunda Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur suwun ibu Tien BeHa sudah tayang
ReplyDeleteSemoga ibu Tien tansah pinaringan sehat
Salam tahes ulales Dan tetap Aduhaiii π❤️
alhamdulillah
ReplyDeletesehat selalu bunda
Bersama hujan sdh tayang.. bersamaan hujan deras di Sawangan Depok.. matur nuwun bu Tien.. salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, BH 34 telah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien.
Semoga Bunda selalu sehat wal’afiat, semangat dan bahagia bersama Keluarga. Aamiin π€²π½π€
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda Tien..baca sampai terharu.....Semua berakhir dgn bahagia...smg Kinanti mau menikah dengan Romi....Dan Elisa juga bertaubat..
ReplyDeleteAlhamdulillah BERSAMA HUJAN~34 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Allah .Maturnuwun Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah...matur nuwun Bu Tien BERSAMA HUJAN sampun tayang
ReplyDeleteIbu Tien sdh baikkah?
ReplyDeleteTrima kasih untuk episode2yg sdh di gelarkan.
Salam sehat selalu.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda Tienπ
Semakin terang jalan ceritanya. Yang tersesat telah menemukan jalannya.
ReplyDeleteMenunggu Kinanti apakah mau diperistri Romi.
Juga Elisa kapan terbukti mengandung bukan anak Romi.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sugeng daluuu mbak Tien.... Sehat bahagia selalu njiih...
ReplyDeleteMatur Nuwun BeHa 34 yg bikin baper.... kecian jg Rominya yaaa....
Salam Aduhai dari Surabaya πππ❤️
Semoga Romy benar² bertaubat dan berusaha menjadi lebih baik, terima kasih Bunda Tien Kumalasari, semoga selalu sehat dan tetap semangat ya, salam.hangat dari Pasuruan
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Kasihan jg Romi...ikut mbrebes mili. Alhamdulillah sdh bertobat, smg berjodoh dng Kinanti
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Terima kasih atas segala dukungan, penyemangat dan perhatian yang penuh cinta, buat bapak2, kakek2, opa:
ReplyDeleteKakek Habi, Nanang, Bambang Subekti, Djoko Riyanto, Hadi Sudjarwo, Wedeye, Prisc21, Latief, Arif, Djodhi, Suprawoto, HerryPur, Zimi Zainal, Andrew Young, Anton Sarjo, Yowa, Bams Diharja, Tugiman, Apip Mardin Novarianto, Bambang Waspada, Uchu Rideen, B Indiarto, Djuniarto, Cak Agus SW, Tutus, Wignyopress, Subagyo, Wirasaba, Munthoni, Rinta, Petir Milenium, Bisikan Kertapati, Syaban Alamsyah,
Dan mbakyu, ibu, eyang, nenek, oma, diajeng:
Nani Nuraini Siba, Iyeng Santosa, Mimiet, Nana Yang, Sari Usman, KP Lover, Uti Yaniek, Lina Tikni, Padmasari, Neni Tegal, Susi Herawati, Komariyah, I'in Maimun, Isti Priyono, Yati Sribudiarti, Kun Yulia , Irawati, Hermina, Sul Sulastri, Sri Maryani, Wiwikwisnu, Sis Hakim, Dewiyana, Nanik Purwantini, Sri Sudarwati, Handayaningsih, Ting Hartinah, Umi Hafid, Farida Inkiriwang, Lestari Mardi, Indrastuti, Indi, Atiek, Nien, Endang Amirul, Naniek Hsd., Mbah Put Ika, Engkas Kurniasih, Indiyah Murwani, Werdi Kaboel, Endah, Sofi, Yustina Maria Nunuk Sulastri, Ermi S., Ninik Arsini,
Tati Sri Rahayu, Sari Usman, Mundjiati Habib, Dewi Hr Basuki, Hestri, Reni, Butut, Nuning, Atiek, Ny. Mulyono SK, Sariyenti, Salamah, Adelina, bu Sukardi, mBah Put Ika, Yustinhar, Rery, Paramita, Ika Larangan. Hestri, Ira, Jainah, Wiwik Nur Jannah, Laksmi Sutawan, Melly Mawardi, Tri, Rosie, Dwi Haksiwi, Purwani Utomo, Enny, Bunda Hanin , Dini Ekanti, Swissti Buana, YYulia Dwi, Kusumawati,
Salam hangat dan ADUHAI, dari Solo.
DeleteAlhamdullilah
Bersama Hujan 34 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
Alhamdulilah BH 34 sdh tayang, terima kasih bu Tien. .. semoga ibu Tien selalu sehat dan sejahtera serta berbahagia salam hangat dan aduhai bundaku sayang..
ReplyDeleteSyukurlah romi sdh sadar akan kesalahannya... semoga semua menjadi baik
Alhamdulillah.. Romi sudah sadar dan mau bertobat.. semoga cepat bertemu Kinanti. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 34,salam sehat dan semangat sll dari Lampung
ReplyDeleteMakin seru deh alur ceritanya
ReplyDeleteMksh bunda Tien, rasanya jd takut nih komen gak bs masuk
Sehat selalu doaku
Waduh pak Harsono kalap lgi, π
ReplyDeleteLagian lho si Romi ini jg membagongkan tenan kq, ndak kapok aja ππ
Matur nuwun bunda Tien...π
Hamdallah.. Bersama Hujan 34 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteRomi sdh insyaf, menyadari kesalahannya, dan tanpa malu datang lagi ke rumah Andin untuk meminta maaf dan ingin menikahinya, tapi kemudian malu sendiri krn ada dr Faris yng sdh berterus terang sbg calon suami Andin.
Cara lain untuk menebus semua dosa nya, maka Romi hrs mencari Kinanti dan menikahi nya.
Salam berakhir pekan untuk semua Sedulur PCTK
Terima kasih Mbu Tien... terharuuu dan sangat² luar biasa.... semoga Romi menemukan maaf nya Kinanti.... seht sllu bersma keluarga trcnta ..
ReplyDeleteHadeeh Romi ttp aj gak punya malu, nekat bnr tuh
ReplyDeleteMana pak Harsono udah bnr2 naik pitam, kemarahan yg tak bisa di bendung
Babak belur deh muka Romi
Untung Andin dan Dokter Faris segera dtg utk menahan kemarahan pak Harsono
Sesampainya drmh bu Rosi bingung lht muka Romi lebam juga ada darah kering yg ada di keningnya
Di panggil lah Elisa utk merawat lukanya, akan tetapi Romi ttp menolaknya
Dan bibik yg akhirnya dgn sabar dan penuh perhatian bisa menyadarkan Romi sehingga jd ingat Allah
Dan bnr deh makin seru
Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
Tunggu besok lagi ya
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Yg ditunggu sdh tayang...
Semoga bunda sehat selalu..
Salam Aduhai utk bunda.. π₯°πΉ
Syukurlah
ReplyDeleteAda pamomong yang lebih mengenal Romi sejak kecil, tentu mau mengerti tentang kegundahan hati, betapa kalut nya Romi sampai merasa dirinya tidak berguna; putus asa.
Lumayan jadi ada kekuatan, sedikit demi sedikit menata langkah menjalani hidup.
Lebih bisa menguasai diri.
Mencari keberadaan Kinan, sebuah usaha menebus dosa katanya, yang begitu yakin anaknya yang dalam kandungan Kinan
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke tiga puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
ADUHAI. ... ikutan basah mata ini
ReplyDeleteMatur nuwun, Mbak Tien. Semoga kita selalu sehat, nggih...
Asyik ...sudah hadir ya Bun ...
ReplyDeleteSalam sehat,Aduhai..
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, sampun tayang.
ReplyDeleteSaget minangka kanca malem minggon nongkrong wonten cafe alun-alun Balung.
Matur nuwun Bu Tien, mugi2 panjenengan terus sehat wal afiat.
Aamiin yaa rabbal alamiin π€²
Alhamdulillah.. Sehat selalu mbakyu...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
π Sedih bacanya ,,, ternyata Romi telah berubah n menyadari kekeliruannya , smg mau menikah dg Kinanti kl Kinan juga mau ππ
Salam sehat wal'afiat selalu & aduhaiii
π
Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu Bund...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat.
Aduhai
Luar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteTerimakasih banyak Bu Tien, sehat2 selalu Ibu.... salam aduhaiiii
ReplyDeleteTerima ksih bunda cerbungnya..slm sehat sll unk bunda ππππΉπΉ
ReplyDelete