Saturday, October 21, 2023

BERSAMA HUJAN 22

 BERSAMA HUJAN  22

(Tien Kumalasari)

 

Dokter Faris sudah menyendok makanannya ketika kemudian menoleh ke arah seseorang yang datang. Andin berdiri menyambut.

“Mbak Kinanti?”

Kinanti melangkah mendekat, kemudian menoleh ke arah teras dengan perasaan sungkan. Bagaimana tidak, di sana ia melihat sang dokter majikan sedang makan dan hanya menoleh ke arahnya sekilas.

“Maaf, aku mengganggu,” katanya menolak ketika Andin mengajaknya masuk.

“Tidak, aku hanya sebentar.”

“Tunggu dulu, kebetulan dokter Faris sedang sarapan, Mbak harus ikutan, ayuk.”

“Tidak, aku tidak mau. Aku sudah sarapan sejak di rumah tadi.”

“Jangan begitu, ayolah,” kata Andin sambil menarik tangan Kinanti, sehingga terpaksa mengikuti ajakan Andin.

“Kinan, ayo sarapan,” kata dokter Faris ramah, tapi ia meneruskan sarapannya.

“Maaf, saya mengganggu,” kata Kinanti sungkan.

“Tidak mengganggu, aku ambilkan piring ya. Kebetulan aku masak pagi-pagi, dan dokter Faris belum sarapan.”

“Sungguh aku sudah sarapan, silakan makan Dok.” kata Kinanti sambil duduk terpisah dari kursi dimana sang dokter sedang sarapan.

“Tumben, pagi-pagi sudah sampai di sini,” kata Andin yang akhirnya mengalah, tidak mau memaksa lagi.

“Sebenarnya aku cuma mau minta ijin untuk datang agak terlambat sore nanti, karena aku harus kontrol ke rumah sakit.”

“Oh, ya ampun, hanya itu. Baiklah, tidak apa-apa. Tapi rumah sakit pusat kan? Kenapa tidak bareng dokter Faris saja?” kata Andin, yang kemudian membuat dokter Faris menatapnya kesal.

“Aku kan tidak membawa mobil,” protes dokter Faris.

“Kan dokter membawa motor aku, jadi ….”

“Tidak, tidak usah … aku naik angkot saja, di depan situ aku bisa menunggu,” kata Kinanti sambil berdiri.

“Apa kamu merasa sakit?” tanya dokter Faris.

“Tidak, Dok, hanya agak terlambat kontrol. Perut saya terasa tidak enak sejak semalam.”

“Baiklah, poli kandungan biasanya rame, kalau kesiangan, kamu akan mendapat nomor belakangan, nanti juga kamu akan kelamaan menunggu,” kata sang dokter.

“Baik, dokter. Itu juga sebabnya saya bilang pada Andin barangkali nanti terlambat datang. Saya permisi.”

“Kenapa tidak telpon atau kirim pesan saja sih Mbak, susah-susah datang kemari.”

“Maksud aku mau menelpon kamu saat di jalan, tapi ponsel aku ketinggalan, jadi aku mampir ke sini dulu. Bukankah angkotnya lewat di depan situ?”

“Iya benar. Hati-hati ya Mbak,” pesan Andin.

Andin kembali ke teras, dan melihat dokter Faris sudah selesai.

“Terima kasih Andin, enak sekali masakan kamu.”

“Kasihan Mbak Kinanti tadi.”

Dokter Faris menahan senyumnya. Dari kemarin Andin mengatakan hal yang sama. Tak ada orangnya, mengatakan kasihan. Ketika baru saja ketemu, Andin juga mengatakan kasihan.

“Dia mau kontrol, hal biasa dilakukan wanita hamil. Mengapa kamu merasa kasihan?”

“Sebenarnya kan bisa bareng Dokter, sementara Dokter praktek di rumah sakit yang sama.”

“Aku kan tidak membawa mobil.”

“Dokter bisa membawa motornya itu kan?”

“Lalu, kamu ke kampus naik apa? Bukankah aku datang kemari karena motor kamu ada di rumah aku, sementara kamu harus pergi ke kampus?”

“Saya sudah biasa naik angkot. Dokter saja yang selalu repot,” kata Andin yang sebenarnya agak kesal pada dokter Faris, yang seperti tak peduli pada Kinanti.

“Kamu selalu memikirkan orang lain, tidak memikirkan diri kamu sendiri,” dokter Faris bergumam sambil minum air putih yang dihidangkan.

“Kok dokter makannya hanya sedikit?”

“Aku makan banyak, sampai nambah tadi. Enak, terima kasih Andin.”

Andin tersenyum tipis. Ia membawa piring bekas makan dokter Faris ke belakang. Ia meletakkannya di tempat cucian piring, tapi ketika ia membalikkan tubuhnya, tiba-tiba dokter Faris sudah ada di ruang makan, meletakkan mangkuk nasi dan sisa sayur yang tadi masih ditinggalkannya.

“Ya ampun, Dokter. Biarkan saja di sana. Kok dokter susah-susah membawanya kemari sih.”

“Hanya membantu, apa tidak boleh.”

“Saya sendirian di rumah, kalau ada yang melihat dokter keluar dari dalam rumah, nanti orang bisa berpikir yang macam-macam.”

“Yang penting kita tidak melakukan apa-apa,” kata dokter Faris seenaknya, sambil kembali ke arah depan, sementara Andin segera mencuci piring-piring kotor yang belum sempat dilakukannya sejak ayahnya selesai sarapan.

Dokter Faris hampir duduk kembali di teras, ketika melihat seseorang berjalan ke arah rumah. Dokter Faris menyambut kedatangan seorang laki-laki ganteng berkumis yang berjalan mendekat, kemudian menganggukkan kepalanya. Dokter Faris membalasnya.

“Selamat pagi,” sapanya.

“Selamat pagi,” jawab dokter Faris.

”Saya … mm … apakah … Andin ada?”

“Oh, Andin ada di belakang, silakan duduk dulu, akan saya panggilkan,” kata dokter Faris yang kemudian beranjak ke belakang.

Laki-laki itu adalah Luki, yang datang pagi-pagi, khawatir Andin sudah berangkat ke kampus kalau sampai dia datang kesiangan. Agak heran dia melihat seorang laki-laki ganteng yang dengan bebas keluar masuk rumahnya. Ia sudah tahu bahwa Andin dijodohkan dengan dirinya. Walaupun keduanya belum saling sepakat karena kedatangannya baru akan menjajagi hati satu sama lain, tapi adanya seorang laki-laki lain diantara mereka tetap membuat perasaannya terganjal. Ia duduk menunggu, sambil bertanya-tanya dalam hati.

Sementara itu Andin terkejut ketika dokter Faris kembali masuk ke dapur. Ia bahkan mengambil piring yang sudah dicucinya, lalu meletakkannya di rak piring yang tak jauh dari tempat cucian itu.

“Dokter, ya ampuun, apa yang Dokter lakukan? Keluarlah, saya mohon," kata Andin tak senang.

“Kamu yang harus keluar, di sana ada yang menunggu kamu,” kata dokter Faris melanjutkan menata piring bersih di tempatnya.

“Siapa?”

“Keluarlah, orangnya ganteng, kumisnya mirip Gatutkaca,” canda dokter Faris, yang sebenarnya dilanda oleh rasa cemburu,

Andin berdebar, laki-laki ganteng berkumis? Ia bergegas ke depan, membiarkan dokter Faris melakukan apa yang disukainya.

“Mas Luki?”

“Maaf, aku mengganggu lagi.”

“Tidak … tidak … itu tadi … dokter Faris. Aku bekerja di sana setiap sore,” terangnya tanpa ditanya.

Luki tersenyum.

“O, dokter ya.”

Andin tidak suka cara Luki menyebutkannya. Ia pasti curiga, dan tiba-tiba ia merasa kesal pada dokter Faris yang nekat keluar masuk rumahnya. Bukan karena takut Luki kecewa lalu membatalkan perjodohan itu, tapi takut dikira melakukan hal yang tidak pantas dengan membiarkan laki-laki yang bukan siapa-siapanya masuk ke dalam rumah.

“Mas Luki dari mana?” Andin berusaha mengalihkan pemikiran Luki.

“Sebenarnya aku hanya mampir, mana Aisah?”

“Aisah sudah pulang kemarin. Dia hanya beberapa hari menginap di sini, soalnya di rumahnya hanya ada pembantu.”

“Oh, aku kira masih ada di sini.”

“Kalau mas Luki mau bicara sama dia, bisa telpon kan? Kemarin sudah bertukar nomor kontak, bukan?”

“Ponselnya tidak aktif. Aku kira dia di sini.”

“Biar aku coba menelponnya.”

“Tidak usah, aku harus segera pergi, tapi aku mau bilang, bahwa kita akan jalan-jalan di hari Sabtu saja. Apakah kalian ada waktu? Soalnya hari Minggu sore aku sudah harus kembali, takutnya kalau kita jalan hari Minggu, jadi terburu-buru. Bukankah hari Sabtu kamu libur?”

“Iya Mas, tapi aku nanti bilang dulu sama Aisah, apakah dia bisa pergi di hari Sabtu, soalnya dia tahunya kan hari Minggu.”

“Baiklah, aku hanya sebentar, untuk mengatakan masalah perubahan hari saja, maaf, aku ditunggu taksi,” kata Luki sambil berdiri.

Andin mengantarkannya sampai ke halaman, lalu masuk ke dalam rumah, dan masih melihat dokter Faris mengelap piring dan sendok.

“Dokteeeer,” pekik Andin.

Dokter Faris menoleh dan tersenyum nakal. Lucu sekali melihat wajah Andin yang tampak kesal.

“Mengapa dokter melakukannya?”

“Memangnya kenapa? Aku biasa melakukan hal seperti itu di rumah, kok.”

“Di rumah dokter, tapi ini di rumah saya,” katanya sambil meraih serbet yang masih dipegang sang dokter. Senyuman itu masih tersungging dibibirnya, senyum nakal yang selalu menggetarkan hati Andin. Dengan segera ia menoleh ke arah lain, dan melihat bahwa meja makan itu telah bersih.

Andin hampir menangis karena kesal.

Ia membalikkan tubuhnya ke arah depan sambil menghentakkan kakinya. Dokter Faris menahan tertawanya melihat Andin marah-marah. Sungguh bibir yang penuh amarah itu kelihatan menggemaskan. Baru kali ini dokter Faris melihat Andin marah. Biasanya dia sangat patuh dan murah senyum. Seberat apapun pekerjaan yang harus dilakukannya, ia selalu menjalaninya dengan senyum. Tapi pagi ini ia melihat bibir yang bersungut membuatnya ingin mencubitnya.

Andin sudah duduk di teras, lalu dokter Faris mengikutinya, duduk di depannya. Kesalnya Andin adalah, senyuman itu membuat kemarahannya luluh, karena dadanya tak pernah berhenti berdegup kencang. Walau begitu, Andin belum ingin menampakkan senyum untuk membalasnya. Ia menatap ke arah jalanan.

“Kamu marah ya? Aku minta maaf ya.”

“Pertama, Dokter nekat memasuki rumah walau dengan alasan apapun. Ke dua, Dokter ikut-ikutan mencuci piring dan mengelapnya, ke tiga Dokter juga ikut membersihkan meja makan,” sungutnya.

“Itu salah ya?”

“Salah besar.”

Andin heran, dari mana datangnya keberanian itu, sehingga dia berani berkata keras kepada majikannya. Bagaimana kalau dia dipecat? Andin bahkan tak memikirkannya.

“Kalau begitu aku minta maaf, kan tadi sudah bilang bahwa aku minta maaf? Apa aku harus bersimpuh di depan kamu supaya_”

“Eh, apa sih Dokter,” kata Andin berteriak ketika dokter Faris menjatuhkan dirinya di lantai, dan karena bingung, Andinpun ikut-ikutan luruh ke lantai. Dan tiba-tiba saja topik yang dibicarakannya menjadi berbeda.

“Andini Setyawati, maukah kamu menjadi istri aku?”

Andin gemetar mendengarnya. Ia menatapnya bingung, tanpa sadar bahwa keduanya sama-sama bersimpuh di lantai yang kalau ada yang melihatnya pasti terasa lucu, karena tampak seperti dua anak kecil sedang bermain-main.

“Bukankah semalam aku sudah mengatakannya, bahwa hari ini kamu sudah harus menjawabnya?”

“Tt..tapi … “ Andin masih saja gemetar.

“Apa karena laki-laki ganteng berkumis yang baru saja datang, maka kamu ragu-ragu menjawabnya. Ganteng aku kok. Lihat, aku tak punya kumis, tapi aku punya jenggot tipis yang menawan lhoh,” canda dokter Faris, membuat Andin mau tak mau mengulaskan senyuman. Tapi kemudian dia berdiri, lalu duduk kembali di kursinya. Tapi dokter Faris masih bertumpu pada lututnya.

“Dokter jangan begitu. Duduklah di atas.”

“Jawab dulu pertanyaan aku, aku akan tetap begini sampai kamu menjawab pertanyaan aku.”

Andin kebingungan.

“Bagaimana kalau saya langsung pergi ke kampus dan meninggalkan dokter di sini?”

“Pergilah, aku akan tetap begini.”

“Dokter, jangan begitu. Tolong, hentikan.”

“Aku tidak mau berhenti.”

“Dokter kan tahu, aku ini siapa? Aku ini bagaimana? Dokter akan kecewa, lalu akan membuat saya menderita.”

“Aku menerima kamu dengan segala kelebihan dan kekurangan kamu, aku berjanji akan membuat kamu bahagia, dan tak akan pernah membuatmu  menderita.”

Mata Andin berkaca-kaca.

“Saya akan memikirkannya terlebih dulu.”

“Sudah lama aku mengatakan hal itu, baik secara tersamar atau terang-terangan. Aku kira sudah cukup waktu untuk berpikir.”

“Saya … harus bilang … pada bapak.”

“Yang penting adalah kata hati kamu. Kalau seandainya bapak nanti menolaknya, aku akan menerimanya dengan legawa.”

Andin kehabisan kata-kata.

“Ini sudah siang, apa kamu tidak takut terlambat?”

“Baiklah, saya akan berkemas dulu,” kata Andin sambil berdiri, kemudian beranjak ke belakang.

Sesungguhnya Andin sedang ingin menangis di kamarnya. Tangis  yang tidak diketahui dari mana datangnya. Dari rasa bahagia, atau dari kesedihan yang selalu melingkupi perasaannya.

Sambil berganti pakaian dia menimbang-nimbang, haruskah dia menerima atau menolak. Akankah dia bahagia kalau hidup bersamanya, atau akan berakhir dengan derita? Walau dokter Faris sudah berjanji akan membahagiakannya, menerima segala kelebihan dan kekurangannya, tapi itu kan hanya janji, dan janji itu bisa saja diingkari.

“Ya Tuhan, apa yang harus hamba lakukan?”

Andin duduk di cermin, menghapus sisa air matanya, menyapunya dengan bedak tipis. Kemudian dia memakai sepatunya dan merapikan buku-buku yang akan dibawanya. Memang benar, hari sudah siang. Pasien dokter Faris pasti akan dengan sabar menunggu seandainya dokter Faris datang terlambat. Tapi dosennya mana mau menunggu keterlambatannya.

Andin bergegas keluar, dan dengan heran dia masih melihat dokter Faris berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya. Dia benar-benar membuktikannya.

“Dokter, jangan begini.”

“Aku sudah bilang bahwa akan tetap begini sampai kamu menjawabku.

Karena kebingungan, Andin ikut-ikutan berdiri di depan dokter Faris, dengan bertumpu pada kedua lututnya. Dokter Faris menatapnya tajam.

“Apa jawabmu?”

Tapi tiba-tiba terdengar langkah mendekat dengan tergesa-gesa, membuat keduanya terkejut setengah mati. Luki muncul kembali, dan berdiri tertegun di depan teras.

***

Besok lagi ya.

54 comments:

  1. 🌸🌷🌸🌷🌸🌷🌸🌷
    Alhamdulillah
    "Bersama Hujan" 22
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai πŸŒΉπŸ¦‹
    🌸🌷🌸🌷🌸🌷🌸🌷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah BeHa_22 sdh tayang..... Maturnuwun bu Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI......

      Delete
    2. Ayoooo Andin....
      Terima donk lamaran dokter Faris ganteng...Jd ikutan gemes sm sikapnya Andin...
      Luki silahkan mundur aja...Aisah menantimu...
      Makin penisirin aja nih Bu Tien...Sabar menanti hari Senin yaa...πŸ™πŸ¦‹πŸŒΉ

      Delete
  2. Andin oh Andin kenapa mengapa tinggal tunggu apa.cerita begini yang bikin gemes.hebat Bunda Maturnuwun salam SEROJA πŸ‘πŸ™

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maunya pembaca Andin dengan dokter, Ais dengan Luki, Kinan dengan Romi. Lha Elisa gimana..
      Baru setengah jalan, masih banyak kemungkinan terjadi.
      Kita ikuti saja cerita selanjutnya.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  5. Alhamdulilah BH episode 22 sdh tayang Terima kasih bu Tien , smg bu tien selalu sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT, jangan capek capek ya bun .. salam hangat dan aduhai bundaku sayang.

    Andin terima dr Faris ya ..jangan berpura pura terus . Nanti menyesal lo...

    .

    ReplyDelete
  6. Wahai anakku Andin......
    Nikmat bu Tien manakah yang engkau dustakan?
    Kamu sdh dipertemukan dengan dr. Faris yang ganteng dan tidak berkumis, sudah berjanji akan membahagiakanmu lahir batin tanpa mempertimbangkan keadaanmu, kenapa kamu ragu?

    Belum tentu Lukianto hatinya setulus dr. Faris.. Apalagi jika dia tahu masa lalumu.....
    Biarlah Luki berbahagia dengan Aisah sahabatmu.
    Gak usah Kinanti kamu kasihani...... Biarlah Kinanti dinikahi Romi, ayah dari janin yang dikandung nya...... Romi akan memilih Kinanti dari pada Elisa yang sdh membohonginya....
    Cepat matur bapakmu, pak Harsono, Pak aku wis dilamar majikan ku dr. Faris, mau dijadikan istrinya.
    Biatlah mas Luki berbahagia dengan Aisah teman masa kecilnya.......
    Bokeh ya Pak? Aku mohon restumu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Andin ayoo berani ngomong donh sm bpkmu..
      tuuuh... udh dpt restu dari kakek Habi.. πŸ‘πŸ‘πŸ˜‚

      Delete
  7. Alhamdulillah , Terima kasih bunda semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..πŸ™

    ReplyDelete
  9. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun Bu Tien BERSAMA HUJAN sampun tayang mugio kaparingan sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah Bersama Hujan 22 sdh hadir
    Andiiin.. terima lah dr Faris..
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...
    Semoga bunda sehat selalu..

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~22 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  14. Ceritanya makin seru tapi ini kan baru setengah jalan ya. Nggak sabar menunggu selanjutnya, tapi apa boleh buat.
    Trimakasih ibuTien. Salam sejahteta, dan sampai jumpa besok malam.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah, sangu malming baca cerbung mbakyuku Tienkumalasari dear, matur nuwun inggih salam sehat n aduhaai dari Bambu Apus, JakTim

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat aamiin

    ReplyDelete
  17. Habis; besok lagi ya, terus iklan obat..
    Wuah ini buat radio cocok nich.
    Luki lihat sang dokter masih posisi seperti itu, tapi kan dalam hati Andin ingat tadi pagi wajah ayahnya seolah ada kekhawatiran karena penolakannya.
    Tuh kan jawaban Andin molor lagi, nganti nglempus yΓ₯, mendengkur
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bersama hujan yang ke dua puluh dua sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  19. Kenapa ya Andin jual mahal, terimalah andinnn. Jika aku jadi Andin langsung sabet hehehe... Biar bunda punya cerita kita ikutin aja, meooww
    Makasih bunda tayangannya

    ReplyDelete
  20. Semoga dr Fariz tetep kekeh pingin nyunting Andin, apapun kondisinya.
    Terimakasih bu Tien, salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  21. Gemes sama Andin...ayo gercep Ndin. Keburu dr Faris kesal & kelain hati.
    Mtr nwn Bu Tien. Sehat sll.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah...
    serrruuuuuuu, lucu...
    Terina kasih Mbu Tien... Sehat sllu bersma keluarga tercinta

    ReplyDelete
  23. Andin … Andin.. lek wes ngono yok opo iku…ayo sopo seng biso nolong.. Wes serahkan ke bu Tien aja..πŸƒ‍♀️πŸƒ‍♀️ itu komentnya jeng Wahyu Wydiawati dari Las Vegas Amrik hehehe...Bener kita tunggu lanjutannya lusa inggih, wassalam...

    ReplyDelete
  24. Andin
    Percayalah kau bahwa Dokter Faris tuh bnr2 cinta sama kamu
    Jangan ragukan lagi cintanya

    Sementara Luki dtg tp untung juga utk pembicaraan seakan di alihkan ke Aisah meskipun hati kecil Dokter Faris selalu berkata bahwa itu Luki adalah org yg mau di jodohkan utk Andin

    Namanya udah jatuh cinta apapun pasti akan di tempuhnya
    Andin sbnrnya juga suka seh, tapi msh malu menerima cintanya
    Percaya deh bsk juga akan luluh

    Sekokohnya pertahanan Andin pasti akan mikir juga kalau Dokter Faris tuh tulus cintanya
    Daripada hrs dgn si kumis tipis tuh Dokter Faris ada jenggot tipis juga ganteng

    Tp kok Luki juga dtg terus seh
    Jadi penasaran deh

    Yuuk kita tunggu bsk Senin yah
    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  25. Lucu juga kelakuan dr Faris , trs apa jawabmu Andin ? terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  26. Walaah...Kinanti to yang datang? Ganggu aja.πŸ˜… Semoga Andin jadian ama dr.Faris ya...eh, itu si Luki juga...bolak balik... ganggu terus ah! Semoga berjodoh dgn Aisah.πŸ™πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien, salam sehat.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, BERSAMA HUJAN(BH)22 telah tayang , terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  28. Lho ya Luki kq ganggu aja ce...πŸ˜…

    Matur nuwun bunda Tien...πŸ™

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah bunda Tien ...
    Cerita yg menyenangkan...aku membacanya ikutan serasa msh muda ,
    Sedang jatuh cinta😁😁
    Ayoolah Andin diterima lamarannya dokter Faris

    ReplyDelete
  30. Hamdallah.. Bersama Hujan 22 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Krn dr Faris sdh cinta berat sama Andin, maka tingkah laku nya tdk malu malu lagi, membuat Andin kesal dan marah. .he..he..

    Sebalik nya Andin msh blm bisa menjawab permintaan dr Faris. Andin msh berkelit dan berbelit belit...he..he.


    Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  31. Dokter Faris memang ADUHAI
    Matur nuwun, Mbak Tien.

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun Bu Tien, sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  33. Aduh, ceritanya semakin seru...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien "Be Ha 22" nya. Salam sehat dan bahagia selalu. Aamin 🀲

    ReplyDelete
  35. Makasih mba Tien.
    Salam hangat dan selalu bahagia. Aduhai

    ReplyDelete
  36. Andin lanjutannya BH 23 blm tayang ya??

    ReplyDelete
  37. Kok tumben belum tayang ...msh repot kayaknya Bu Tien

    ReplyDelete

DIMANA

 DIMANA (Tien Kumalasari) Hai malam Temaram dan gelap menyelimutimu Sepi menyengat Dingin menyergap Nanap mataku memandangi langit Tak tampa...