BERSAMA HUJAN 21
(Tien Kumalasari)
Dokter Faris menoleh ke samping, dimana Andin baru saja mengucapkan kata-kata yang membuatnya terkejut. Ia sedang membicarakan dirinya, tapi tiba-tiba menyelipkan sebuah nama di pembicaraan itu. Kinanti? Mengapa Andin tiba-tiba mengingat Kinanti?
“Mengapa kamu mengatakan itu?”
“Bukankah wanita seperti Kinanti itu pantas dikasihani? Dia sudah seperti kakak saya sendiri, dan kesedihannya aku juga ikut merasakannya.”
“Baiklah, memang pantas dikasihani, tapi sejujurnya, aku sedang bicara soal cinta. Dan kamu pasti tahu arah pembicaraan aku bukan? Kamu bukan anak kecil, dan kamu bukan gadis yang bodoh.”
“Dalam soal itu, saya memang bodoh,” kata Andin pelan.
Dokter Faris tertawa lirih. Baiklah, gadis bodoh, akan aku beri tahu kamu secara jelas, bahwa aku mencintai kamu, dan ingin mengambil kamu sebagai istri,” dokter Faris meluncurkan kata-kata itu dengan gemas, karena Andin tampak selalu menghindar. Tapi ucapan itu benar-benar membuat Andin terkejut. Ia tentu saja tak mengira sang majikan akan berkata seterus terang itu. Oh ya, karena dirinya mengatakan bahwa dia bodoh, bukan? Diam-diam Andin mengulaskan senyum, tapi ada rasa miris mendengar keterus terangan dokter ganteng itu.
“Mengapa diam? Dan mengapa senyum-senyum begitu?”
“Dokter kan tahu, siapa aku.”
“Tentu saja aku tahu. Kamu adalah Andini, asistenku yang cantik dan pintar, kecuali dalam hal perbincangan tentang cinta.”
Senyuman Andin melebar. Ia memang bodoh, tapi sesungguhnya dia bukan bodoh, hanya merasa rendah. Mengapa dokter Faris seperti memaksakan kehendak? Apa dia lupa siapa dirinya? Lupa bahwa dia pernah menolongnya saat keguguran, dan itu adalah cacat cela yang selalu dijauhi laki-laki. Hamil tanpa suami. Gadis yang bukan perawan. Adakah laki-laki menyukainya?
“Bukankah saya bukan gadis yang pantas? Pastinya Dokter tidak lupa.”
“Aku tahu siapa kamu, dan aku yakin kamu bukan gadis yang buruk dengan cacat cela yang kamu sandang. Kamu hanya terluka karena sebuah kebiadaban laki-laki, dan itu bukan cacat cela.”
“Bukankah mbak Kinanti lebih pantas dikasihani?”
Dokter Faris benar-benar kesal. Ingin rasanya dia menerkam gadis itu dan memakannya hidup-hidup.
“Mengapa kamu selalu menyebut nama Kinanti?”
“Kalau Dokter tidak peduli tentang sebuah cacat cela, bukanlah mbak Kinanti lebih pantas dikasihani?”
Dokter Faris menghentikan mobilnya tiba-tiba.
“Dokter,” Andin menatap sang dokter yang menatapnya tampak marah. Didepannya adalah lampu jalanan yang terang benderang dan Andin melihat wajah ganteng itu merah padam.
“Dokter marah?”
“Marah sekali aku, karena harus menghadapi gadis bodoh seperti kamu,” katanya geram. Ia bahkan mencengkeram kemudi mobil dengan kuat untuk melampiaskan kekesalannya.
“Andin, rasa belas kasihan itu berbeda dengan cinta. Paham? Aku berbelas kasihan kepada siapapun juga yang menderita, itu karena naluri kemanusiaan aku. Tapi jatuh cinta itu tidak bisa disangkutkan dengan rasa kasihan. Karena kasihan, lalu jatuh cinta? Aku yakin kamu hanya pura-pura bodoh.”
Andin diam, bahkan setelah beberapa saat lamanya dokter Faris menjalankan kembali mobilnya.
“Dia pantas dikasihani,” gumamnya pelan.
Dokter Faris menghembuskan napas kesal.
“Baiklah … baiklah … “
Andin menatap sang dokter, berharap kata ‘baiklah’ itu adalah karena menuruti keinginannya.
“Baiklah, aku kasihan sama dia, tentu saja. Tapi bukan kemudian aku harus menjadi suaminya.”
Andin memejamkan matanya. Rupanya dia kecewa.
“Ada banyak hal untuk bisa menolongnya. Membantunya dalam keuangan, membantu merawat bayinya, memberinya peluang untuk tetap bekerja sambil mengasuh anaknya. Banyak sekali. Kamu dengar Andin, dan kamu mengerti? Kamu harus yakin bahwa aku pasti melakukannya. Sekarang masalah Kinanti kita tutup. Kita sudah sampai di rumah kamu, dan kamu istirahatlah, lalu memikirkan perkataan aku atau jelasnya lamaran aku. Besok aku minta sudah ada jawabannya.”
***
Andin memasuki rumah dengan perasaan tak menentu. Ada bahagia mengiringinya, tapi sungguh Andin sangat takut melangkah. Bukankah lebih baik menata hidupnya sendiri tanpa harus memaksakan kehendak yang kemudian akan membuat orang lain kecewa? Setulus apapun cintanya, rasa kecewa itu pasti ada. Itu sangat membuatnya takut. Lalu apa kata sang dokter tadi? Besok sudah ada jawabannya? Terbersit pikiran Andin untuk membolos besok sore.
Ia melangkah masuk, dan tak melihat ayahnya yang biasanya duduk di teras atau di ruang tamu setiap dirinya belum pulang. Ia menuju ke kamar ayahnya, lalu membuka perlahan pintunya.
Dilihatnya sang ayah berbaring, lalu terbatuk-batuk. Andin terkejut. Ia mendekat perlahan, lalu seperti merasa ada yang mendekat, pak Harsono membuka matanya.
“Kamu sudah pulang?” suara itu pelan, seperti tersekat di tenggorokan, lalu dia terbatuk lagi.
“Bapak sakit?”
“Hanya kena flu, sudah minum obat. Kamu baru pulang?”
“Maaf, Pak. Tadi pasien sangat banyak, lebih dari biasanya.”
“Anak perempuan, pulang malam sendirian, membuat bapak khawatir saja.”
“Dokter Faris mengantarkan kami.”
“Kamu dan … teman barumu itu?”
“Iya, namanya Kinanti. Karena sudah malam, dokter Faris mengantarkan kami sampai ke rumah.”
“Syukurlah.” lalu pak Harsono terbatuk lagi.
“Bapak sudah makan?”
“Sudah makan, sedikit, soalnya keburu minum obat batuknya. Kamu makanlah sendiri.”
“Kalau baru sedikit, biar Andin ambilkan lagi ya, sama minuman hangat buat Bapak,” kata Andin sambil berlalu. Pak Harsono sudah membuka mulut untuk menolaknya, tapi Andin sudah menghilang dibalik pintu.
Andin cepat-cepat membersihkan diri, lalu berganti pakaian, langsung ke dapur, membuat teh panas untuk ayahnya, lalu mengambilkan nasi dengan sayur yang sebenarnya sudah dingin. Ketika ia meletakkan piring dan minuman itu di meja, ia melihat tudung saji tertutup, dan mencium aroma gurih dari dalamnya. Andin membukanya, dan melihat ada tiga potong lele goreng di atas piring. Rupanya sang ayah sempat membeli lauk saat pulang tadi.
Andin urung meraih sisa oseng, lalu meletakkan lele goreng itu di nampan. Bergegas Andin membawanya ke kamar. Didengarnya suara ayahnya terbatuk lagi.
“Aduh, bapak batuknya kok parah begitu?”
“Bukan parah, baru malam ini merasa batuk. Itu kamu membawa apa?”
“Ini teh hangat untuk Bapak.”
Pak Harsono bangkit. Bapak tidak apa-apa, ayo kita keluar saja. Makan minum di kamar, seperti orang sakit saja.
“Benar, Bapak tidak apa-apa?”
Pak Harsono tak menjawab, tapi melangkah keluar kamar.
Andin mengikutinya, sambil membawa nampan itu kembali.
Pak Harsono duduk di ruang makan. Andin menghidangkan teh hangatnya, lalu duduk di dekatnya.
Pak Harsono menghirupnya pelan.
“Rupanya Bapak tadi membeli lele goreng?”
“Iya. Kamu suka?”
“Bapak makan saja dulu.”
“Aku tadi sudah makan. Kan tadi bapak bilang kalau sudah makan, karena harus segera minum obat.”
“Kan cuma sedikit. Ini, Andin ambilkan lagi.”
“Tidak usah. Kamu saja yang makan.”
Andin tak bisa memaksanya. Ia terpaksa makan sendiri, karena memang sudah lapar. Tapi ia khawatir tentang batuk ayahnya yang bertubi-tubi.
“Enakkah, lele gorengnya?”
“Enak Pak. Besok Andin angetin untuk sarapan. Kebetulan Bapak membeli lauk, soalnya sisa yang Andin masak tadi tinggal sedikit, dan sepulang kuliah tidak sempat memasak.”
“Bukankah pagi sudah memasak?”
“Tinggal sedikit, soalnya tadi ada tamu ikut makan pagi di sini.”
“O, nak Aisah?”
“Bukan hanya Aisah. Mas Luki.”
Wajah pak Harsono tampak sumringah.
“Tadi Luki datang kemari? Bahkan ikut makan masakan kamu? Padahal tadi kamu hanya masak oseng atau apa, tadi, dan keripik ikan asin?”
“Iya, emang. Dia mau kok. Dan makan banyak, katanya enak.”
Wajah pak Harsono semakin sumringah.
“Benarkah?”
“Sebenarnya Andin malu, tapi dia mau, ya sudah.”
Lalu Andin terdiam, ia tak ingin berbicara tentang Luki lagi, bahkan tak ingin mengatakan bahwa hari Minggu nanti Luki mengajak dirinya dan Aisah jalan-jalan.
“Mungkin mas Tijab sengaja tidak memberi tahu aku, agar bisa menjadi kejutan.”
“Ternyata dia teman Aisah di masa kecil,” sambung Andin pada akhirnya.
“Oh ya? Jadi rame tadi, kalau nak Aisah masih ada di sini? Mana sekarang nak Aisah, aku lupa menanyakannya.”
“Iya, lumayan rame. Tapi Aisah langsung pulang setelah dari kampus tadi.”
Tapi kemudian wajah pak Harsono berubah sendu. Harapan untuk bermenantukan Luki menguap perlahan. Ia sadar, bahwa Andin bukan lagi gadis yang diinginkan oleh setiap lelaki. Diam-diam pak Harsono merutuki malam jahanam yang membuat anak gadisnya, permata hatinya, terluka berdarah-darah.
Andin melihat wajah ayahnya, yang tiba-tiba tampak murung, ketika melihat sikapnya yang dingin ketika berbicara tentang Luki. Apakah ayahnya kecewa? Tiba-tiba sang ayah berdiri. Setelah menghabiskan tehnya.
“Bapak mau tiduran dulu, kepala bapak agak pusing.”
Andin meletakkan sendoknya, mengikuti ayahnya yang kemudian masuk ke dalam kamar.
“Biar Andin gosok dada dan punggung Bapak, agar lebih nyaman.”
“Tidak usah Ndin, lanjutkan makan kamu. Tadi bapak sudah menggosoknya sendiri. Bapak mau segera tidur saja,” katanya menatap Andin, sebelum membuka pintu dan menutupnya kembali setelah masuk. Andin membalikkan tubuhnya, kembali ke ruang makan.
Sayup terdengar ayahnya terbatuk lagi.
***
Ketika bangun di pagi harinya, Andin melihat ayahnya sudah duduk di ruang tengah, padahal hari masih pagi benar.
Andin terkejut ketika sang ayah juga sudah membuat minuman yang diletakkan di meja di depannya, dua gelas teh.
“Bapak sudah bangun? Dan sudah membuat minuman sendiri?”
“Duduklah, minum teh kamu. Bapak sengaja tidak membangunkan kamu, takut kamu capek.”
“Bapak kan masih sakit? Semalam masih batuk-batuk kan?”
“Sudah berkurang, kamu tidak usah khawatir.”
“Pagi ini, rencananya akan mengajak Bapak ke rumah sakit.”
“Memangnya bapak kenapa? Bapak baik-baik saja kok. Ayo, minumlah dulu.”
Andin duduk dan menikmati minuman yang dibuat ayahnya.
“Kalau begitu, bapak nanti istirahat saja di rumah. Sebelum berangkat, Andin akan masak sup ayam buat Bapak, biar segar.”
“Bapak tidak apa-apa, bapak mau masuk kerja.”
“Bapak kan sakit?”
“Hanya flu biasa. Batuk karena flu, jangan dibesar-besarkan.”
“Ya sudah, Andin ke dapur dulu. Mau masak sup buat Bapak. Kemarin pagi sebenarnya sudah beli ayam, belum sempat memasaknya,” kata Andin sambil melangkah ke dapur.
Pak Harsono menghela napas panjang. Ada sakit mengiris dadanya, manakala mengingat keadaan putrinya. Apakah kejadian itu akan merusak masa depan anaknya? Bagaimana dia akan bisa tenang saat meninggalkannya ketika melihat sang anak belum bisa menikmati kebahagiaan dalam hidupnya? Kedatangan Lukipun tidak membuatnya senang, karena harapan yang semula menghiasi mimpi-mimpinya sudah buyar terhembus badai.
Ia bangkit dan bermaksud mandi. Tapi sebelum masuk ke kamar mandi, Andin sudah menyiapkan seember penuh air hangat.
“Bapak harus mandi dengan air hangat,” katanya sambil menyiapkan perangkat mandi untuk ayahnya.
Pak Harsono tersenyum penuh haru. Air matanya sempat menitik sebelum dia mengguyurkan air hangat itu ke sekujur tubuhnya.
***
Segera setelah berpakaian, pak Harsono duduk di ruang makan, atas permintaan Andin. Ia masih sesekali mendengar ayahnya terbatuk, walaupun tidak sedahsyat semalam.
“Makanlah supnya, Pak, masih hangat.”
“Terima kasih, Andin. Hm, baunya menggugah selera,” kata pak Harsono sambil menikmati makannya, setelah Andin menyiapkannya di piring.
“Bapak masih batuk. Menurut Andin, lebih baik ke dokter dulu.”
“Apa sih? Ini hanya batuk karena flu. Bapak sudah minum obat dan semalam sudah bisa tidur nyenyak. Setelah makan ini, nanti bapak akan minum obatnya lagi. Kamu tidak perlu khawatir. Bapak akan baik-baik saja,” kata pak Harsono sambil menyuap dengan nikmat.
Andin menemani ayahnya sarapan, dan tidak lagi menentangnya. Ia hanya berharap, apa yang dikatakan ayahnya itu, benar adanya. Bahwa itu hanya batuk karena flu, dan semuanya akan baik-baik saja.
Pak Harsono sudah menyiapkan obat flu di dekatnya, yang kemudian ditelannya setelah makan.
“Lihat, keringat bapak bercucuran, karena sup hangat itu. Benar-benar membuat bapak menjadi sehat dan kuat,” kata pak Harsono sambil berdiri.
Seperti biasa, Andin mengantarkan ayahnya sampai ke halaman.
Dan seperti sebelumnya pula, saat dia mau masuk ke dalam rumah, dilihatnya dokter Faris memasuki halaman dengan sepeda motornya.
“Ya ampuun, dokter,” sambutnya sambil turun dari teras, menunggu sang dokter menghentikan kendaraannya.
“Berangkat jam berapa? Ayuh, sekalian berangkat,” kata sang dokter sambil mendekat.
“Saya harus bersih-bersih dapur dulu, baru saja selesai menemani bapak sarapan,” kata Andin sambil mempersilakan dokter Faris duduk di teras.
“Kamu sudah sarapan? Aku baru mau mengajak kamu sarapan.”
“Dokter belum sarapan? Maukah sarapan di sini?”
“Benarkah?” mata sang dokter berbinar.
“Tapi makan di teras saja ya, makanannya akan saya bawa ke sini, tidak enak mengajak dokter masuk ke rumah.
“Terserah kamu saja,” kata dokter Faris sambil tersenyum.
Andin menyiapkan nasi dan semangkuk sup ayam, serta tahu goreng di meja teras. Lengkap dengan piring dan segala perlengkapan makan.
“Hm, sempat-sempatnya kamu masak, baunya sedap sekali.”
“Silakan dokter makan.”
“Mana mungkin aku makan sendiri, temani dong,” protes sang dokter.
Tapi tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang.
“Selamat pagi …”
***
Besok lagi ya.
πͺ·ππͺ·ππͺ·ππͺ·πͺ·ππͺ·
ReplyDeleteNah lo...... dasar dokter nekat, langsung tembak ditempat tanpa basa-basi, jadinya Andin kaget dong. Besok harus sudah memberi jawaban, ditolak apa diterima lamaran majikannya?
Pak Harsono juga sumringah, bahwa Luki sdh datang kerumah tapi bahkan sampai merasakan masakan Andin.....
Pak Harsono semakin semangat......
Terus piye jal ??????
πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉπ·
Terima kasih bu Tien.....
DeleteSalam SEROJA aja lali Sumringah dan tetap sehat dan ADUHAI
Yen Budhebketok kuyus aku sedih....
Cemunguttttttt
He eh aku pangkling jew lht photonya smlm
DeleteSemangat bunda Tien
Sehat selalu doaku
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah
"Bersama Hujan" 21
sudah tayang.
Matur nuwun Bu Tien
Tetap sehat & smangats
selalu yaa Bu...
Salam Aduhai πΉπ
ππππππππ
Gemes bangets sama Andin..Mindernya kebangetan, sampai dibilang gadis bodoh...Kasian jg gak punya kepercayaan diri sama sekali...
DeleteDokter Faris serius melamar Andin...kira2 Andin menerima gak yaa...
Ada lagi saingannya Luki...Makin penisirin deh...
Tunggu lanjutannya besok...
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteBagaimanapun Andin merasa rendah diri, apalagi terhadap seorang dokter. Tapi saya mengharap Andin mau menerima pinangan mas dokter.
DeleteMungkin Romi datang akan minta maaf dan bersedia bertanggung jawab, atau Luki yang akan mengajak jalan jalan...
Jawabnya Besok lagi ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yes..sdh hadir
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun mbak Tien
Sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteSemoga bunda Tien, selalu sehat dan bahagia
Alhamdulilah ...terima kasih bu Tien bersama hujan 21 sdh tayang ..ibu sehat sehat selalu ya ..salam hangat dan aduhai bundaku sayang
ReplyDeleteHoooreeee.... mtr nuwun bunda Tien, salam sehat ya
ReplyDeleteTerimakasih karyanya bu tien... Setiap malam selalu menunggu... Selalu sehat nggih bu
ReplyDeleteSuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah....suwun bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien.
ReplyDeleteAyo Andin terima aja cintanya dokter Faris, aku jadi seneng deh.
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih Bu Tien BH 21 sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah...matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteMaturnuwum Bunda semoga tetap sehat wal afiat
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~21 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Yg ditunggu sdh tayang...
Semoga bunda sehat selalu..
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda selalu sehat aamiin
Saking gemesnya sampai Faris berterus-terang menyatakan nya.
ReplyDeleteBelum sampai jawaban itu terucap sudah sampai rumah, nunggu lagi.
Susah nya Faris nangkap terwelu ya.
Gimana jadi pergi; ngikutin ajakan Luki?
Aku nggak mau ngganggu Andin yang di jodohkan ayahnya, kamu harus jawab dulu niat Faris yang sudah berterus-terang dan ingin menjadikan kamu istrinya.
Baru aku berani deketan sama teman lamaku.
Begitu besar peran Ais di pertemanan ini.
Belum lagi mempertemukan Kinan sama Romi.
Ini malah Luki
Luki bukan kucing lho, tapi kemaren dapat ikan asin ehh dateng lagi, tuman rupanya masakan Andin.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke dua puluh satu sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Akhirnya dokter Faris gemes dgn Andin hihihi...lanjut mbakyuku Tienkumalasari sayang matur nuwun inggih n wassalam..
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun bu Tien, salam sehat dan Aduhai dari mBantul
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSiapakah tamu yang datang mengganggu?
ReplyDeleteLuki atau Romi? Penasaran sabar menanti besok... terimakasih bunda Tien, salam sehat dan aduhai selalu
Siapa ya..yg dtg pagi" ke rmh Andin??
ReplyDeletetambah penasaran.. tunggu bsk lg..
Tks bunda Tien..
Salam hangat dan aduhai dr sukabumi
Alhamdulillah matursuwun Bu Tien semoga sehat dan semangat selalu. Aamiin π€²
ReplyDeleteWaduuh rupanya yang datang Luki. akan lebih seru bila dia. Makasih bunda salam sehat dari tasikmalaya
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bunda Tien cerbungnya..selamat malam dan salam sehat selalu unk bundaquππππΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah, BERSAMA HUJAN(BH)21 telah tayang , terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Siapa yg datang ya..Romi atau Luki. Pinisirin....
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien. Sehat sll.
Alhamdulillah Bersama Hujan 21 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah .
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ...semoga kita selalu sehat Aamiin
πΉπΉπΉπΉπΉ
Mas Dokter bnr2 nekat nih
ReplyDeleteTp namanya cinta hrs di perjuangkan
Harapanku moga jd sama Andin
Trus Luki biar sama Aisah aj, biarkan Kinanti menemukan kebahagiaan ntah nantinya ketemu jodohnya ma siapa
Pak Harsono kok jd batuk2 tuh flu aj deh mudah2an
Pagi2 mas Dokter udah dtg naik motor mau ngajakin sarapan
Eeh di tawarin sarapan Andin malah mau kebetulan tuh, bs ngicipi masakannya Andin
Hadeeh tiba2 ada yg dtg tuh siapa yah kira2
Lukianto kah atau siapa
Bikin penasaran bngt nih
Yuuk kita tunggu bsk aj deh
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Ntar hati dr. faris tertambat pada yg lain, nyesel lho Din...π
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...ππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteLuki atau Romi?
ReplyDeleteSmg dr. Faris tdk tergoyahkan sekalipun ada 2 pesaingnya?
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tienπ€π₯°
Salam sehat wal'afiat selalu
Aduhaiii ....aduhaiiii
Siapa yg drg gangu aja ,π€
Bu Tien ,,,bikin pena saran ,,krn andin blm cerita ttg lamaran dokter faris ,,,
Besok lg ,,,
Hamdallah.. Bersama Hujan 21 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteSampai kapan ya Andin dan Ayahnya pada memakai "Topeng kepura puraan, agar tdk menyinggung perasaan mereka".
Kasihan pak Harsono, yng sdh tua, yang hrs nya pikiran "semeleh". Tdk bisa memendam masalah terlalu lama, hati nya bisa tdk tenang, jantung nya bisa berdebar debar tak karuhan krn kepikiran masalah nya Andin.
Andin juga tdk usah berbelit belit krn rendah diri. Toh dr Faris sdh mengatakan cinta dan mau menerima apa ada nya. Pilihlah dr Faris sbg Imam dlm kehidupan mu, jangan memilih Luki, kamu tdk tahu historikal kehidupan dia selama ini.
Melalui dr Faris, jujurlah kamu kepada Ayahmu, agar dia tdk kepikiran terus lalu jadi sakit sakitan
Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dari Yk...
ReplyDeleteAyo semangat Pak dokter.... He he he..
ReplyDeleteMatur nuwun, Mbak Tien.
Salam sehat selalu nggih....
Waduh, nampaknya Luki ketgihan masakan Andin nih...mau numpang sarapan lagi. Wk wk wk...π Terima kasih, bu Tien...salam sehat.πππ
ReplyDeleteOh Luki datang...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Terima kasih bu Tien, tetap semangat !
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, aduhai