Monday, October 23, 2023

BERSAMA HUJAN 23

 BERSAMA HUJAN  23

(Tien Kumalasari)

 

Andin sangat terkejut, dan menjadi salah tingkah. Ingin rasanya dia menghilang saja dari muka bumi sehingga tak usah merasa malu dihadapan Luki yang sekarang sudah berdiri dekat di tangga teras. Andin segera berdiri, sambil tanpa berpikir panjang menarik lengan baju dokter Faris, untuk memaksanya berdiri.

“Maaf, apakah saya mengganggu?” Luki pun bingung akan mengatakan apa, melihat adegan aneh yang diperlihatkan oleh pasangan laki-laki perempuan itu di teras.

“Mm … mma .. maaf, tidak apa-apa kok.”

“Saya kembali karena map kerja saya tertinggal di meja,” kata Luki sambil menunjuk ke arah meja, dimana map kerjanya tergeletak. Dokter Faris dan Andin menatap ke arah meja, dan melihat map berwarna merah yang pastinya sudah bersemayam di sana tanpa mereka sadari.

“Oh … ini, Mas?” dokter Faris meraih map tersebut lalu menyerahkannya kepada Luki, sambil tersenyum lucu. Luki menerimanya, sambil membalas senyuman laki-laki yang belum sempat berbincang dengannya sejak awal pertemuannya yang belum lama terjadi.

“Terima kasih. Saya permisi,” kata Luki sambil mengangguk, kemudian membalikkan badannya dan berlalu.

Dokter Faris menatap Andin yang wajahnya menjadi merah karena malu. Keduanya berpikir lucu. Entah apa yang dipikirkan tamu tadi ketika melihat adegan mereka yang seperti anak kecil bermain-main.

“Lucu sekali,” celetuknya.

“Memalukan,” Andin menyambut kesal. Ia menyesali sikap dokter Faris yang membuat keduanya jadi menanggung malu.

“Kenapa malu? Kita kan hanya  berhadapan sambil bertumpu di kedua lutut masing-masing, tidak melakukan hal yang memalukan."

“Memang tidak. Tapi saya kesal sama dokter,” gerutu Andin yang kemudian menuju ke arah pintu dan menguncinya. Dia memang sudah siap untuk berangkat ke kampus. Tapi dokter Faris masih tegak di tempatnya berdiri.

“Perjuangan aku sia-sia,” gerutunya juga.

“Perjuangan apa?”

“Aku menunggu kamu menjawabnya, sekarang buyar semuanya. Gara-gara dia. Siapa sih dia?”

“Ayo kita berangkat, saya terlambat nanti,” kata Andin yang mendahului turun dari teras. Dokter Faris mengikutinya. Diam-diam rasa cemburu masih membayanginya, dan menduga ada sebuah hubungan khusus diantara Andin dan laki-laki berkumis itu.

Ketika memboncengkan Andin saat berangkat itu, dokter Faris masih saja bertanya.

“Siapa sih dia?”

“Namanya Lukianto. Apa saya belum pernah mengatakannya pada dokter?”

“Aku lupa, apakah kamu pernah mengatakannya atau belum. Yang aku maksudkan adalah, hubungannya sama kamu.”

“Biasa saja,” jawabnya singkat, sebel juga dokter Faris kelihatan sangat ingin tahu tentang apapun yang menyangkut pribadinya.

“Hubungan cinta?” dokter Faris berterus terang.

“Saya mana pantas memiliki kecintaan?”

“Jangan begitu.”

“Itu benar.”

“Baiklah, kamu tetap berhutang sebuah jawaban untuk aku,” kata dokter Faris nekat.

“Apa?”

“Nanti aku akan menagihnya.”

“Ya Tuhan,” Andin mengeluh.

“Aku serius, jawabannya adalah nanti setelah kamu selesai.”

“Apa?”

“Maksudku setelah kamu selesai bekerja.”

Andin tak menjawab. Ia masih bingung dengan apa yang harus dikatakannya.

“Aku siap, seandainya kamu akan menolaknya. Setidaknya aku bisa menata hatiku untuk tidak lagi berharap,” kata-kata itu sedikit lemah, terdengar seperti berkata kepada dirinya sendiri. Dada Andin serasa tergores sembilu. Rasa iba menyeruak, tapi ia tak menjawab apapun, bahkan saat mereka sudah sampai di rumah sakit, lalu dokter Faris menyerahkan kemudi motor kepadanya.

Andin tersenyum saat tangan sang dokter melambai, kemudian diapun berlalu, membiarkan seribu tanya mengganjal di kepala sang dokter ganteng. Laki-laki tanpa kumis yang punya berewok tipis, dan terkadang menggemaskan hati Andin saat menatapnya. Hatinya berkata cinta, tapi lisan mengatup seakan tanpa makna.

***

Luki sedang makan siang, ketika sang ayah, pak Istijab menelponnya.

“Apakah pekerjaanmu semuanya beres?”

“Hampir beres Pak, hari Minggu bisa dipastikan Luki akan pulang.”

“Syukurlah. Kamu sudah bertemu Andini?”

“Ya, sudah.”

“Bagaimana?”

“Baik-baik saja.”

“Kamu harus menceritakan semuanya. Walaupun cinta itu belum tumbuh di hati kamu, setidaknya kamu bisa menilai dan berharap, bahwa kelak dia akan menjadi istri yang baik dan bisa mendampingi kamu selamanya.”

Luki tersenyum, sambil mengunyah makanannya.

“Luki, kamu masih di situ?”

“Ya Pak.”

“Kenapa diam?”

“Luki sedang makan, dan sedang menelan makan siangnya.”

“Bagaimana tentang gadis itu? Bukankah dia cantik?”

“Cantik, kan Bapak sudah pernah menunjukkan fotonya pada Luki, dan Luki menjawabnya cantik?”

“Kamu seperti tidak tertarik. Bapak yakin dia gadis yang baik, karena bapak sangat mengenal orang tuanya sejak masih muda. Mereka orang-orang baik, yang pasti bisa mendidik anak gadisnya dengan baik pula.”

“Ya, semoga saja begitu.”

“Kelihatannya kamu tidak tertarik?”

“Luki baru dua kali bertemu. Hari Sabtu berencana mau jalan-jalan.”

“Bagus, pastinya saat ini kamu belum bisa fokus memperhatikan gadis itu, karena kesibukan kamu. Dan gadis itu masih kuliah juga kan? Bapak akan bersabar sampai dia selesai. Itu juga janji bapak pada Harsono, ayah Andin.”

“Bapak masih ingat Aisah?”

“Aisah yang mana ya?”

“Yang dulu sering Luki boncengin sepeda ke rumah.”

“O, gadis kecil hitam manis itu? Iya, bapak mengingatnya.”

“Dia teman Andin.”

“Kamu bertemu dia?”

“Ketika Luki ke rumah Andin, Aisah ada di sana. Mereka sahabatan sejak SMP.”

“O, bagus lah, pasti menyenangkan ketemu teman lama.”

“Dia sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, dan hampir menyelesaikan kuliahnya. Besok Sabtu kami akan jalan bersama. Luki, Andin dan juga Aisah.”

Pak Istijab terdiam. Ada nada aneh pada jawaban anak laki-lakinya. Ia mencurigai sesuatu, tentang gadis kecil bernama Aisah yang katanya sudah dewasa, dan cantik.”

“Pak, Luki selesaikan makan dulu ya, nanti Luki akan menelpon Bapak.”

“Baiklah, tapi ingatlah satu hal, bahwa bapak dan pak Harsono adalah sababat baik, dan sudah saling berjanji akan mengikat diri menjadi sebuah keluarga, melalui anak-anak kami.”

Pak Istijab menutup pembicaraan itu begitu saja, membuat Luki kemudian merenungi kata ayahnya sebelum menutup ponselnya.

“Bagaimana dengan laki-laki dengan berewok tipis yang ganteng dan seorang dokter?”

Luki melanjutkan makannya, sambil memikirkan pertemuan terakhir dengan klientnya, esok hari.

***

Aisah tidak ke kampus hari itu. Ia hampir menyelesaikan tugas akhir yang diembannya, dan merasa puas dengan hasil kerjanya.

Ia menyandarkan tubuhnya di kursi belajarnya, untuk melemaskan ototnya setelah sejak pagi menulis dan mengoreksi.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Luki.

“Ais, kamu masih sibuk? Lagi di kampus?”

“Tidak, aku di rumah. Baru istirahat.”

“Apa Andin sudah mengabari kamu?”

“Soal apa?”

“Soal kita akan jalan-jalan bersama itu.”

“Bukankah besok Minggu? Aku sudah hampir menyelesaikan tugas aku, hari Minggu sudah pasti bisa pergi dengan santai.”

“Aku memajukannya di hari Sabtu. Kamu tidak pernah mengangkat telpon aku.”

“Oh, iya, baru sadar kalau kamu menelpon aku berkali-kali. Aku sengaja mematikan ponsel aku saat belajar. Hei, apa tadi? Hari Sabtu?”

“Iya, aku ingin memajukannya di hari Sabtu, soalnya hari Minggu aku sudah harus pulang.”

“Andin sudah setuju?”

“Sudah, aku pikir dia sudah mengabari kamu.”

“Belum, dia tak pernah mau mengganggu aku, soalnya tahu bahwa aku sedang tak mau diganggu. Tapi baiklah, hari Sabtu aku sudah bisa menyelesaikan tugas akhirku.”

“Baiklah. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan sama kamu, tapi nggak enak kalau di telpon.”

“Nanti malam saja aku menelpon kamu.”

“Baiklah, setelah jam sembilan ya, soalnya aku masih ada pertemuan dengan seseorang malam nanti.”

“Baiklah.”

Aisah menutup ponselnya dan berharap bisa segera menyelesaikan tugasnya.

***

 Elisa tak peduli walau Romi mengacuhkannya. Ia melakukan apa yang diinginkannya. Pergi, jalan-jalan, belanja, atau kadang-kadang saja membantu pekerjaan rumah. Misalnya memasak bersama bibik, membersihkan kamar saat Romi tidak ada di rumah. Ia selalu berusaha menyapa Romi dengan baik, walau Romi tak pernah mengacuhkannya.

Bu Rosy sudah tidak mau lagi menegur Romi untuk bersikap baik kepada istrinya, karena sudah capek menasehatinya. Romi selalu berdalih bahwa yang dikandung Elisa bukan anaknya.

“Baiklah, buktikan nanti kalau anak itu lahir. Jangan menyiksa perasaan istri kamu dari tuduhan yang tidak mendasar,” itulah yang selalu dikatakan bu Rosi kepada anak laki-lakinya, karena sesungguhnya dia tak ingin rumah tangga anaknya hancur begitu saja.

Kandungan Elisa sudah semakin kelihatan membuncit, dan ketika bibik juga menegurnya, Elisa punya jawaban yang menurutnya masuk akal.

“Tubuhku kan kecil Bik, jadi lumrah saja kalau di awal aku mengandung, perutku sudah kelihatan membuncit.”

Bibik hanya mengiyakannya dan tidak pernah membantah, walau bibik punya pendapat yang berbeda. Tubuh yang kecil, justru tak gampang terlihat saat hamil, berbeda dengan wanita yang tubuhnya besar.

“Tapi non Elisa beruntung, karena saat mengandung, sama sekali tidak kelihatan seperti orang ngidam. Bayinya tidak begitu rewel, padahal pada awal kehamilan biasanya si calon ibu pasti sering mual dan muntah.”

“Iya Bik, beruntung anakku tidak rewel. Aku juga doyan makan apapun juga, tidak pernah mual apalagi muntah. Aku juga tidak ingin makan yang aneh-aneh.”

“Iya Non, bayi Non sangat baik, tidak rewel seperti bayi dalam kandungan pada umumnya.

“Romi belum pulang?” tanya bu Rosi pada suatu sore, ketika melihat Elisa duduk di depan televisi sendirian.

“Memangnya Romi selalu menemani aku? Enggak kan?” kata batin Elisa yang sudah kebal dengan sikap dingin suaminya. Bukankah baginya adalah bahwa anak dalam kandungannya punya status memiliki ayah? Bagaimana sikap Romi, sudah tidak lagi dipikirkannya.

“Anak itu sedang ngebut mengerjakan skripsinya, karenanya dia jarang pulang,” kata sang ibu mertua pada akhirnya, untuk menutupi tingkah anaknya yang membuatnya kesal juga.

“Iya Ma, biarkan saja. Elisa tahu, soalnya Romi ingin segera selesai dalam kuliahnya.”

“Syukurlah kalau kamu bisa mengerti. Kamu harus sabar ya Nak, memang Romi itu terkadang sulit dimengerti.”

“Iya Ma, Elisa bisa mengerti kok."

“Kapan kamu akan periksa kandungan?”

“Besok Ma.”

“Mama antar ya, mama yakin Romi tak akan mau mengantarkannya dengan alasan sedang ngebut menyelesaikan skripsinya.”

“Nggak usah Ma, Elisa sendiri saja. Elisa sudah punya dokter langganan. Ketika mama dan papa Elisa kembali, mereka sudah menyerahkan semuanya sama dia, jadi mereka lebih tenang, karena Elisa dalam pengawasan dokter yang mereka percaya.”

“Ya sudah, kalau begitu. Yang penting kamu dan bayi kamu sehat.”

“Iya Ma.”

Dan memang Elisa lebih suka periksa ke dokter yang ditunjuk orang tuanya, karena ia tak ingin keluarga Romi mengetahui berapa usia kandungan Elisa sebenarnya. Sang dokter sudah dipesan untuk tidak mengatakan perihal usia kandungan itu kepada keluarga Romi. Dan tenyata Romi dan keluarganya memang  tidak mau mengantarkan saat Elisa periksa, dengan alasan Elisa selalu ingin periksa sendiri.

***

Sore itu dokter Faris mendekati Andin, ketika belum ada pasien yang mendaftar.

“Apa bisa aku bantu?” katanya tiba-tiba.

“Tidak, kan biasanya Andin sama mbak Kinanti yang mengerjakannya.”

“Bukankah Kinanti bilang kalau dia akan terlambat sore ini?”

“Hanya terlambat, bukan tidak masuk, jadi saya bisa mengerjakannya sambil menunggu mbak Kinanti datang."

“Kamu harus ingat, bahwa kamu masih berhutang sama aku,” lagi-lagi dokter Faris mengingatkan perihal ‘hutang’ itu.

“Hei, aku serius,” sambung dokter Faris ketika melihat Andin hanya terdiam, dan selalu terdiam setiap kali diingatkan masalah itu.

“Sudah ada pasien datang, sebaiknya dokter bersiap untuk memulai praktek.”

Andin bersyukur dengan kedatangan pasien itu, karena dengan begitu dia bisa ‘mengusir’ dokter Faris dari dekatnya.

“Hari Sabtu aku akan mengajak kamu jalan-jalan,” katanya sambil masuk ke ruangan prakteknya. Tapi kata itu membuatnya terkejut. Hari Sabtu? Bukankah ia sudah berjanji akan menemani Luki jalan-jalan, dan itu akan bersama Aisah juga? Andin ingin menjawabnya, tapi pasien yang mendaftar sudah berdiri di depannya, sedangkan dokter Faris sudah menutup pintunya. Andin memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.

***

Ketika pulang,  seperti biasa Andin selalu mengantarkan Kinanti terlebih dulu, karena setiap pulang ke rumah, Andin selalu lewat di depan rumah kost Kinanti. Andin merasa lega karena dokter Faris tidak mengulang lagi pertanyaannya, atau membicarakan soal ajakannya pada hari Sabtu nanti.

Ketika sampai di halaman rumah, ia tak melihat ayahnya menunggu di teras seperti biasanya. Setelah memasukkan sepeda motor ke garasi, Andin langsung memasuki rumah. Ia tak melihat bayangan ayahnya, dan ketika sampai didekat kamar ayahnya, ia mendengar lagi ayahnya terbatuk-batuk. Andin terkesiap, ia segera membuka pintu kamar ayahnya, dan melihat ayahnya sedang duduk di tepi pembaringan sambil memegangi dadanya, dan terbatuk tak henti-hentinya.

“Bapak.” pekiknya khawatir.

Ia menghambur ke dekat ayahnya dan memeluknya erat. Betapa terkejutnya ketika ia merasakan badan ayahnya sangat panas.

“Bapak, mengapa begini. Harusnya tadi Bapak tidak usah masuk kerja dulu.”

Pak Harsono tak menjawab, karena batuk terus mengganggunya. Andin panik, ia mengambil obat gosok dan menggosok dada serta punggung ayahnya, berharap agar terasa hangat sehingga membuat batuknya reda. Tapi panas badan itu membuatnya panik. Hanya satu yang dipikirkannya sekarang, yaitu menelpon dokter Faris untuk minta tolong.

 ***

besok lagi ya.

60 comments:

  1. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’

      Alhamdulillah, senajan rada kasep..... BeHa_23
      sudah tayang.....

      Matur nuwun sanget, bu Tien.... Salam ADUHAI dan tetap sehat dan sehat selalu. Aamiin

      πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’πŸŒΉπŸ’

      Delete
  2. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~23 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  3. πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹
    Alhamdulillah
    "Bersama Hujan" 23
    sudah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai πŸŒΉπŸ¦‹
    πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹πŸ„πŸŽ‹

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kiranya Luki benar benar tertarik kepada teman kecilnya. Syukurlah, biar Andin dibawa jalan jalan mas dokter.
      Tapi tampaknya pak Harsono sakitnya tambah parah ya, biar nanti diobati dokter Faris.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
    2. Kalau Luki rasanya sudah bisa pindah ke lain hati, yang tidak bisa bergeming adalah pak Istijab.
      Dia tidak mau tahu tentang urusan anak muda apalagi masalah cinta.
      Yang dia tahu hanya satu yaitu *ingin menepati janji yang sudah terlanjur terucap* antara pak Istijab dengan pak Harsono.
      Lebih runyem lagi, ternyata pak Harsono tak tertolong, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya didepan dr. Faris dan masih meninggalkan *amanah yang harus ditaati oleh anak semata wayangnya*

      Lamaran dr Faris ke Andini belum dijawab, mau melamar ke pak Harsono keburu tiada.

      Puyeng ...puyeng ......

      Andininya hatinya miyar miyur Γ±gga tegas dan tidak punya kepastian.

      Luki masih ragu² mau mengenalkan Aisah ke bapaknya ......

      Sementara bapaknya keluarkan veto ....harus segera menikah dengan Andini.

      Romi ? .....yah biarin dapat Kinanti......

      Penasaran ......??..

      Tunggu lanjutannya ...!

      Delete
  5. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..sehat selalu

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat dari Yk.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.. matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BH 23 sudah tayang.
    Terimakasih Bu Tien , salam aduhai.

    ReplyDelete

  10. Alhamdullilah
    Bersama Hujan 23 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah, matur nuwun sampun tayang episode lanjutannya, salam sehat dan tetep semangat inggih mbakyuku Tienkumalasari sayang, wassalam dari Tanggamus, Lmpg

    ReplyDelete
  12. Sugeng daluuu mbak Tien.... Matur Nuwun sapaannya
    Semoga senantiasa sehat wal afiat... many splendored ideas..
    Salam Aduhai dr Surabaya πŸ™πŸ˜˜πŸ˜❤️

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  14. Akhirnya yg di tunggu datang.juga, terima kasih Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nunggunya sampai ngantuk yah bun
      Gpp deh ttp semangat
      Nungguin tayangnya

      Delete
  15. Mtr nwm Bu Tien, BH 23 sdh tyng.Salam seroja.

    ReplyDelete
  16. Alhamsulilah bh 23 ssh tayang terima kasih bu Tien... smf bu Tien sehat dan vahagia .salam hangat dan aduhai bun ..

    Andin jual mahal ..padahal mau juga tuh.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Bersama Hujan sdh hadir, t ksh bunda Tien....saya tunggu lanjutan kisah Andin...

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bu Tien ceritanya semakin seru. Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien πŸ₯°πŸ€—
    Salam sehat wal'afiat selalu

    Gemes bacanya ,, panggil rokter Faris ya , Din ,,😁 jinak2:merpati nih Andin
    Benci tp kangeen 🀣🀣🀭

    ReplyDelete
  20. Alhamdilillah yg di tunggu2 sudah datang, terimakasih bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah Terima kasih bu Tien, semoga sehat selalu...
    Pak Harsono nanti ditolong oleh dr Faris, dan melihat betapa cintanya sang dokter pada Andin. Tapi bagaimana dengan harapan pak Istijab, tentu sulit juga utk ditolak.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah. Suwun bu Tien. Salam sehat sll..

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, tetima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillaah dah d baca.
    Gitu dong Andin panggil saja dr faris ayah Andin simpati tuk jadi menantu.
    Makasih bunda tayangannya salam sehat selalu

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  28. Hamdallah.. Bersama Hujan 23 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Kasihan pak Harsono akhir nya sakit beneran krn memikirkan ( kepikiran ) anak nya s Andin.

    Benar apa yng di katakan dr Faris di episode sebelum nya bahwa Andin adalah gadis bodoh yang tdk ngerti perasaan orang lain.

    Nnt klu ada hal yng tdk di inginkan perihal sakit nya pak Harsono, baru Andin menyadari dan kecewa.

    Maka ketahuilah ya Andin, pak Harsono sakit krn memikirkan kamu, krn kamu yang tdk mau berterus terang perihal keadaanmu skrng ini.

    Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta.

    ReplyDelete
  29. Kesempatan emas bagi Faris...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  30. Bunda Tien Luar biasaaaahhhh,,,
    Dalam karyanya Entah sudah berapa pasang sejoli ya yang sudah disatukan,,,

    Semoga ini juga
    Andin & Faris
    Luki & Ais
    Kinan & Romi
    Bisa bersatu di pelaminan,,,

    ReplyDelete
  31. Terima kasih bu Tien, moga sehat selalu,...

    ReplyDelete
  32. Andin mau dong sama dokter Faris, biar luki sama Aisya saja, Romi biar saja sama siapa..πŸ˜‰πŸ˜

    Matur nuwun bunda Tien...sehat selalu kagem bunda...πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
  33. Satu satunya harapan ya telp Faris lah, tinggal melek melekan bareng dirumah Andin.
    Sedikit penanganan sambil nunggu reaksi obat yang dibawakan.
    Jelas pak Harsono; keluhannya batuk batuk dan demam.
    Mungkin kelelahan.
    Memikirkan gimana nasib anaknya, mending diantar ke Rumkit saja dok. Masuk UGD kan ada dokter jaga; daripada ikutan lelah, nah sekalian tanya pak Harsono kalau sudah baikan, apakah Andin anaknya sudah bilang; soal jawaban yang menggantung, wis nganti ngatung malah ditunda tunda, bingung ya; kalau anak pak Istijab ditolak Andin, jadi nggak enak, menerima juga kayaknya takut, nanti kalau ada sesuatu yang kurang dari anaknya, nah itu yang menjadikan sakit; jadi kepikiran terus, gimana nanti gimana nanti nggak ketemu solusi.
    Siapa tahu Ais sama Luki cocok, dari pertama ketemu aja sudah asyik ngobrol; mblΓͺkΓͺtakΓͺt ndak mandeg mandeg gitu, terlihat mereka berdua sangat senang.
    Itu Luki kelihatannya cocok sama Ais.
    Apalagi waktu mau mbalèni ikan asin ketemu Faris lagi ngerayu minta jawaban; Luki kan cemburu, sampai kembali juga masih ada disana, ikut ikutan betah berlama-lama.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bersama hujan yang ke dua puluh tiga sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Damai Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  34. Andin...
    Knp dirimu alot skli utk menjawab pertanyaan dan pernyataan mas Dokter Faris

    Hadeeh knp gak lgsg saksek dasdes

    Jd senyum sndri lucu, ini seh mauku
    Gpp bunda ini kan sebuah harapan seh, tapi biar lbh panjang jd likaliku yg bikin kita penasaran

    Sementara Luki juga lgsg mau ngajak janjian halan-halan bertiga Aisah
    Doaku seh Andin cuma nemenin aj dan cintanya akan jatuh di Aisah

    Jadi Andin lgsg berpikir lagi untuk menerima cinta mas Dokter Faris

    Tuh sekarang bapaknya sakit batuk terus
    Hayooo siapa lagi kalau bukan Dokter Faris yg akan bantu menolong

    Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
    Tunggu besok lagi ya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  35. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...

    Semoga dr Faris dtg menolong Andin utk periksa kondisi ayahnya...
    Selanjutnya... semoga segera terjawab harapan dr Faris.. dan Andin tdk bs berkutik utk segera jadian dg majikannya

    Bsk lanjutannya lbh serruuu deh.. Aduhaii
    Terimakasih bunda Tien..
    Semoga bunda sehat dan bshagia selalu..
    Aamiin.. πŸ™πŸ™πŸ™πŸŒΉ

    ReplyDelete
  36. Terimakasih Bu Tien, salam sehat selalu.... πŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ

    ReplyDelete
  37. Terima kasih bunda..slm sehat sll y bundaπŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸŒΉ

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah Bersama Hujan 23 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  39. Nah, gitu dong Andin harusnya, mulai membuka diri, mau minta tolong pada dr.Faris...jangan jual mahal, kan perlu dia juga...πŸ˜€

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 21

      JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  21 (Tien Kumalasari)   Pak Wita terkejut. Dari kantor polisi? Bu Wita memperhatikan wajah suaminya yang t...