BERSAMA HUJAN 09
(Tien KUmalasari)
Aisah terpaksa menghentikan sepeda motornya, karena wanita asing itu berdiri di tengah pintu masuk. Ia turun dari sepeda motor, dan melihat wanita itu melangkah agak minggir.
Wanita itu cantik, tapi wajahnya tampak pucat dan lelah.
“Mbak sedang mencari seseorang?” tanya Aisah ramah.
“Apakah ini rumahnya Romi?”
“Rumah Romi bukan di sini, itu Mbak, di sebelah, yang rumahnya bagus dan bertingkat,” jawab Aisah sambil menunjuk ke arah rumah Romi yang bersebelahan dengan rumahnya.
Wanita itu menatap ke arah samping. Memandangi rumah megah yang menjulang, karena bertingkat tiga.
“Mbak mau kesana?”
Wanita itu menatap ragu. Wajahnya yang pucat meredup. Lalu Aisah terkejut ketika tiba-tiba wanita itu menyandarkan tubuhnya ke pagar rumah.
“Mbak sakit?”
“Aku lelah, biarkan begini dulu, maaf mengganggu,” katanya lemah.
Tapi melihat wajah pucat itu tampak lemah, Aisah menarik tangannya, membawanya memasuki halaman rumahnya.
“Beristirahatlah di rumah saya dulu, takutnya Mbak nanti pingsan tiba-tiba,” kata Aisah sambil menuntun wanita itu, lalu mengajaknya duduk di teras.
Wanita lemah itu menurut, karena memang tak berdaya menolak.
Aisah mengambil sepeda motornya yang masih diparkir di tengah pagar, memasukkannya ke garasi di samping rumah, kemudian menghampiri wanita asing yang duduk lemah di kursi teras.
“Duduklah dulu, akan saya ambilkan minuman hangat,” katanya berlalu. Wanita itu bergeming. Menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Matanya menatap langit-langit rumah, dan berkaca-kaca.
Saat Aisah datang sambil membawa segelas minuman hangat, wanita itu mengangkat kepalanya.
“Minumlah hangat-hangat, agar lebih segar,” katanya sambil duduk di depan wanita itu.
Wanita itu meraih gelasnya, kemudian mencecapnya pelan. Setengah gelas dihabiskannya, baru kemudian dia meletakkan lagi gelasnya ke atas meja.
“Maaf,” desis wanita itu, pelan.
“Lebih baikan?”
Wanita itu mengangguk, dan Aisah lega karena wajah wanita itu tak sepucat tadi.
“Nama saya Kinanti,” katanya memperkenalkan diri.
“Oh ya, nama saya Aisah. Rumah Mbak di mana?”
“Saya tinggal di Sukoharjo.”
“Oh, jauh sekali.”
“Saya kost di kota ini, karena bekerja di sebuah rumah batik.”
“Kost nya di mana?”
“Dekat Pasar Klewer.”
“Saya tadi mendengar, Mbak menanyakan rumah Romi?”
Kinanti meraih lagi gelasnya, dan meminumnya beberapa teguk.
Aisah tak mendesak dengan pertanyaannya, dan berharap Kinanti mengatakan apa yang sebenarnya terjadi setelah merasa lebih tenang.
Kinanti menghela napas panjang, baru kemudian melanjutkan bicaranya.
“Mbak Aisah kenal sama Romi?”
“Kecuali bertetangga, dia teman kuliah saya.”
“Ooh.”
Lalu keadaan kembali senyap. Tampaknya Kinanti merasa berat mengeluarkan uneg-uneg yang dipendamnya.
“Kalau Mbak KInanti ingin menemui Romi, sekarang saja. Dia seperti saya, baru pulang dari kuliah.”
“Begitu ya?”
“Tapi maaf, saya tidak bisa mengantar Mbak pergi ke sana.”
Kinanti menatap wajah Aisah penuh selidik. Ada rasa tak senang ketika Aisah mengatakannya. Kinanti kemudian berpikir, bahwa sepertinya Romi tidak berhubungan baik dengan tetangganya, yang bahkan teman kuliahnya. Apakah Romi memang berperilaku buruk?
Beberapa saat lamanya keduanya terdiam. Aisah enggan mendesak dengan pertanyaannya, sedangkan Kinanti merasa berat mengatakannya.
Tapi karena Aisah akhirnya bosan menunggu, ia mengatakannya juga.
“Apakah Romi melakukan hal buruk sama Mbak Kinan?”
Kinanti mengerjapkan matanya yang berair, sehingga dua butir air mata melompat dari pelupuknya.
“Sangat buruk,” bisiknya pelan.
Aisah mulai menduga-duga. Apa Romi melakukan hal yang sama pada Kinanti, seperti yang dilakukannya pada Andin?
“Maukah Mbak Kinanti mengatakan semuanya, barangkali bisa mengurangi beban yang menggayuti perasaan?”
Hanya beberapa detik lamanya Kinanti terdiam. Ia menata letak duduknya agar lebih tegak.
“Romi sering belanja di toko batik tempat saya bekerja. Terkadang bersama ibunya juga.”
“Bu Rosi ?
“Ya, seperti itulah namanya, kalau tidak salah.”
Kinanti kembali meneguk minumannya yang tersisa, lalu Aisah bergegas mengambil gelasnya untuk mengisinya lagi.
“Tolong, air putih saja,” kata Kinanti.
Aisah mengangguk, kemudian keluar dengan membawa minuman botol berisi air putih.
“Terima kasih, saya merepotkan.”
“Tidak, saya senang bisa membantu. Hanya saja saya tidak ingin bertemu Romi.”
“Dia melakukan hal buruk pada mbak Aisah juga?”
“Bukan kepada saya, tapi sahabat saya.”
“Dulu dia begitu baik. Sering ke toko memborong pakaian, bersikap sangat manis, dan sering mengajak saya pergi keluar untuk hanya sekedar jalan-jalan dan makan.”
Aisah semakin bisa menebak, apa yang kemudian dilakukan Romi. Tak mungkin hanya sekedar jalan dan makan. Rasa bencinya kepada Romi semakin menjadi.
“Tapi kemudian dia merayu saya, dan merenggut kesucian saya,” lalu Kinanti terisak. Aisah menatapnya iba.
“Setelah itu dia tak pernah lagi datang. Lalu beberapa hari yang lalu saya menyadari bahwa saya telah hamil.”
Kinanti mengelus perutnya, dan Aisah baru tahu bahwa perut Kinanti agak membuncit.
“Hamil?”
“Itu sebabnya saya mau menemuinya. Soalnya saya akan diusir oleh orang tua saya, tidak diakui sebagai anak, apabila tidak bisa menemukan laki-laki yang membuat saya hamil. Kalau hari ini saya tidak bisa menemui Romi, maka saya tidak berani pulang,” tuturnya sedih.
“Ya ampun Mbak, trenyuh saya mendengar cerita itu. Memang ada baiknya mbak menemui dia sekarang. Saya kira dia sudah ada di rumah. Tapi sekali lagi saya minta maaf, karena tidak bisa mengantarkan MBak menemui dia.”
“Tidak apa-apa. Asalkan sudah jelas di situ rumahnya, saya akan ke sana.”
“Minumlah dulu. Tapi sedikit informasi untuk Mbak, dia akan menikah bulan depan,” kata Aisah masih dengan tatapan iba.
“Dia mau menikah?”
“Tapi Mbak tidak boleh berhenti hanya karena dia mau menikah. Dia harus bertanggung jawab.”
“Iya benar.”
Kinanti meneguk air putih dari dalam botol yang disediakan Aisah, kemudian berdiri. Ia harus cepat, sebelum hari gelap.
“Terima kasih telah memberi saya tumpangan walau hanya sebentar, Tadi saya hampir pingsan karena tidak makan sejak pagi gara-gara bertanya ke sana kemari menanyakan di mana rumahnya.
“Lhoh, kalau begitu berhentilah dulu, akan saya ambilkan makan.”
“Tidak usah Mbak, minuman tadi sudah sangat membantu. Permisi.”
Aisah mengantarkan Kinanti sampai ke pagar. Tapi tiba-tiba Aisah melihat sebuah mobil keluar dari halaman rumah Romi.
“Eh, itu, jangan-jangan dia Romi,” seru Aisah.
Tapi benar. Romi membawa mobilnya keluar halaman, dan ada seseorang di sampingnya. Elisa.
Tanpa menoleh ke arah Aisah, Romi memacu mobilnya pergi.
“Sayang sekali MBak Kinanti , Romi sudah pergi, tampaknya bersama calon istrinya.”
Kinanti mengeluh sedih. Ia tampak kebingungan.
“Bagaimana ini, aku harus bertemu dia. Tapi dia pergi.”
“Setelah ini, mbak Kinanti mau ke mana?”
“Saya kan sudah bilang bahwa saya tidak berani pulang ke rumah. Jadi saya akan menunggu di sini saja.”
“Mbak, kalau Mbak mau, ditunggu di rumah saya saja. Menemui dia bisa besok, pagi-pagi. Bagaimana?”
“Mana mungkin saya menginap di rumah Mbak Aisah, saya sudah cukup merepotkan. Biar saya menunggu di sini saja. Pasti dia akan pulang kan?”
“Kalau dia pergi, apalagi bersama tunangannya, pulangnya bisa larut malam.”
Kinanti tampak terdiam, bingung memikirkan apa yang harus dilakukannya.
“Mbak, ayo masuk ke rumah saja. Hari sudah semakin gelap.”
“Tapi …”
“Ayo Mbak, saya sendirian di rumah ini, karena ayah dan ibu saya berada di luar kota. Jadi mbak Kinanti tidak usah sungkan.”
“Kok saya jadi merepotkan Mbak Aisah.”
“Tidak repot, tadi Mbak juga belum makan, sama, saya juga belum, ayo kita masuk, dan makan bersama-sama,” kata Aisah sambil menarik tangan Kinanti.
Karena tak tahu apa yang akan dilakukannya, Kinanti menurut saja ketika Aisah menariknya ke dalam rumah. Aisah mengajaknya ke sebuah kamar kosong, yang tetap saja bersih walau tak ada yang menempati, karena bibik selalu rajin membersihkan seisi rumah.
“Tidurlah di sini, istirahat dulu. Saya akan ke belakang untuk meminta bibik agar menyiapkan makan untuk kita berdua.”
“Biar saya. bantu.”
“Jangan. Ada kamar mandi di dalam, mandilah. Saya ambilkan baju ganti milik saya. Saya kira badan kita sama, semoga tidak kebesaran,” kata Aisah sambil masuk ke kamarnya dan mengambil baju ganti, diserahkannya kepada Kinanti.
Kinanti menatapnya dengan air mata bercucuran.
“Mengapa Mbak menangis? Biarpun baru ketemu, kita sudah menjadi sahabat,” kata Aisah ramah.
Ia meninggalkan kamar itu setelah menyerahkan handuk kering. Meninggalkan Kinanti yang tertegun di dalam kamar itu. Sungguh dia tak berani pulang ke rumah. Ayahnya yang seorang ayah tiri berlaku kejam terhadapnya, apalagi setelah tahu bahwa Kinanti hamil dengan seorang laki-laki yang Kinanti belum berani mengatakannya. Kinanti memilih pergi dari rumah untuk menemui Romi. Tapi dia juga gelisah, tadi Aisah mengatakan bahwa Romi sudah mau menikah. Maukah dia menikahi dirinya? Kinanti hanya anak orang biasa. Jauh bedanya dengan Romi yang anak orang kaya. Mobilnya bagus, rumahnya sangat indah dan megah. Harapan untuk bisa membuat Romi menikahinya, sangatlah tipis. Bagaimana kalau dia menolak?
Pintu kamar terbuka, dan Aisah masuk dengan heran, karena Kinanti belum juga beranjak dari tempatnya berdiri, sejak dia meninggalkannya.
“Mbak Kinanti, kenapa tidak segera mandi? Mandilah, biar badan terasa lebih segar, saya menunggu di ruang makan ya.”
Kinanti mengangguk, melangkah pelan ke arah kamar mandi.
***
Aisah duduk di kursi makan. Andin sedang menelponnya. Hanya untuk mengatakan bahwa tadi sebenarnya mau makan gado-gado, tapi akhirnya memesan soto di kantin kampus.
Aisah tertawa geli.
“Kamu menelpon hanya untuk mengatakan itu?”
“Iya. Aku tuh lagi pengin makan gado-gado.”
“Ya sudah, besok kan masih ada waktu. Kamu masih di tempat praktek mas Faris?”
“Iya, ini masih sore. Pasien baru ada tiga yang mendaftar. Nanti kalau aku bisa pulang agak sorean, aku samperin kamu ya, kita cari gado-gado di dekat pasar.”
“Ya ampun, mana ada gado-gado saat malam?”
“Pokoknya nanti aku samperin kamu.”
“Ssssh, tunggu dulu, di rumah aku lagi ada tamu, mana mungkin aku tinggal bepergian?”
“Tamu siapa?”
“Seorang teman, sepantaran kita. Kasihan aku sama dia.”
“Memangnya kenapa sampai kamu merasa kasihan?”
“Ceritanya panjang. Kalau aku cerita, nanti kamu marah-marah karena ada hubungannya sama Romi.”
“Oh, tampaknya memang aku tidak akan suka. Tapi kenapa kamu merasa kasihan sama dia? Eh, dia cewek, atau cowok sih?”
“Gadis, cantik. Dia sedang mencari pertanggung jawaban.”
“Soal apa?”
“Dia hamil, sudah tiga bulan.”
“Apa?” Andin berteriak, sehingga harus meminta maaf kepada salah seorang pasien yang sedang mendaftar.
Tapi cerita yang hanya sekelumit itu sudah membuat Andin menemukan jawabannya. Tadi Aisah mengatakan bahwa ceritanya berhubungan dengan Romi. Lalu gadis yang entah siapa, yang sedang berada di rumah Aisah, sedang mengandung dan Aisah mengasihaninya.
Rupanya bedebah itu menyebar derita di mana-mana.
“Ya sudah, nanti saja, pasien sedang banyak nih.”
Andin menutup ponselnya, sementara Kinanti sudah masuk ke ruang makan dengan wajah lebih segar.
“Tuh, sudah cantik sekarang. Duduklah, ayo kita makan.”
Kinanti mengangguk. Seharian belum makan, membuat cacing-cacing di perutnya menggeliat membuat perutnya tak nyaman.
Aisah melayaninya makan dengan segala keramahan yang dimilikinya. Ia tahu Kinanti sedang berada dalam kegelisahan, dan pasti juga kesedihan. Aisah juga tak begitu yakin, besok setelah Kinanti menemuinya, kemudian Romi akan bersedia bertanggung jawab, walaupun dia sudah mau menikah. Rasanya tidak. Aisah sudah tahu bagaimana Romi. Romi yang kejam dan tidak berperasaan, mana mungkin hatinya akan tersentuh melihat perut Kinanti yang sudah mulai membuncit?”
***
Malam itu Andin urung mencari gado-gado dengan mengajak Aisah. Tampaknya ada yang lebih diperhatikan Aisah daripada menuruti kemauannya mencari gado-gado.
Aisah juga sibuk menemani Kinanti, dan berusaha menghiburnya agar bebannya berkurang, walau hanya sedikit.
Pagi-pagi sekali, dengan kembali mengenakan baju yang diberikan Aisah, Kinanti berjalan ke arah rumah Romi.
Seperti pernah dikatakannya, Aisah tak mau mengantarkan Kinanti menemui Romi, jadi gadis itu melangkah sendiri. Ia hanya mengantarkan ke pagar rumah Romi, sambil mengatakan kepada satpam yang menjaganya, bahwa gadis itu teman Romi, maka satpam itupun mengijinkannya masuk tanpa banyak bertanya lagi.
Kinanti duduk di teras, karena memang belum ada yang mempersilakannya. Agak lama Romi baru keluar, dan tampak baru bangun tidur. Ia berdiri tegak dipintu, melihat wanita yang sebenarnya sudah di kenalnya beberapa bulan yang lalu.
“Kamu? Mau apa kamu datang kemari?”
“Romi, aku hamil anakmu,” tanpa basa basi Kinanti mengatakannya.
***
Besok lagi ya.
Trmksh
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteMtnuwun mbk Tien
Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah BH 9 sdh tayang , matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembsh nuwun mbak Tien..semangat sehat..🙏🥰
Alhamdulilah Be Ha episode 09 sdh tayang Terima kasih bu Tien , smg bu tien selalu sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT, jangan capek capek ya bun .. salam hangat dan aduhai bundaku sayang
ReplyDeleteAlhamdulilah...dah hadir andin nya...suwun bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..... maturnuwun Bunda
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien sayang....salam sehat selalu.🙏😘😀
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bersama Hujan 09 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
💐🌸💐🌸💐🌸💐🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah
"Bersama Hujan" 09
sudah tayang.
Matur nuwun Bu Tien
Tetap sehat & smangats
selalu yaa Bu...
Salam Aduhai 🦋🌹
💐🌸💐🌸💐🌸💐🌸
Salam Aduhai....sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah BERSAMA HUJAN~09 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Ohhh.. ternyata ada orang lain lagi yang menjadi korban keganasan Romi.
ReplyDeleteJangan sampai Andin yang 'sekali-jadi' dengan Romi.
Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat, aamiin.
Romi tikus curut penebar bencana dan derita kemana mana .. Kinanti yang sabar ya... jangan jangan andin juga hamil....
ReplyDeleteKorban Romi antri menuntut
ReplyDeleteSemoga Andin sampai lulus tidak ada masalah.Maturnuwun Bunda salam SEROJA
Alhamdulilah...
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien. Andin sdh tayang..
Kasian Kinanti...mau ga ya Romi menikahinya?? yg udh jelas sdg mengandung anak Romi..
Bsk lg aah...
Salam hangat utk bunda..
Semoga bunda sehat selalu..
Aamiin...
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteRomi....menebar benih
ReplyDeleteBenih di colon istrinya, benih dr mana?
Nah lu Romi,bakal kena balasan dr sisa orang
Sehat slalu bu tien.tks cerbungnya.
ReplyDeleteTerima kasih Mbu Tien.... smoga cukup hanya Kinanti yg hamil... Andin jangan...he... tpi Gimana Mbu Tien yg akan sllu bikin pembaca gregetan dan terus penasaran menunggu part berikutnya,,,
ReplyDeletesehat sllu bersama keluarga tercinta mbu.....
Alhamdulillah...BH 09 dah tayang terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga...
ReplyDeleteAlhamdulillah ,
ReplyDeleteMalam -malam kenapa Andin kepingin Makan gado-gado.. Jangan-jangan Andin hamil???Terimakasih bunda Tien...
ReplyDeleteSemoga mb Tien sehat² , nasib para wanita Krn ulah Romi penebar dosa, smg Andin lolos dari kehamilan ...
ReplyDeleteBERSAMA HUJAN 09
ReplyDeleteUdah tayang nih
Romi kita tunggu aj deh msh adakah Kinanti yg lain
Bnr2 biadab laki2 satu ini
Di mana2 kok bikin perkara terhadap wanita
Sementara bgtu bodohnya kau kena tipu wanita murahan si SALOME ntah benih siapa yg tertanam di rahim Elisa
Kau hrs tanggung jawab pula
Rasain tuh biar di keroyok yah
Wah bikin penisirin bingitzs nih
Sabar deh kita tunggu bsk aj
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Alhamdulillah bu Tien sdh sehat. Smg sll diberikan kesehatan ya bu Tien. Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....salam sehat dari Yk...
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, BH 9 sdh tyg. Ya ampun Romi....
ReplyDeleteJd teringat Mas Haryo, yg menebar benih dimana2.
Smg Andin tdk hamil, tp mlm2 kok pengin gado2....bikin deg2an. Aduhai....
Terima kasih bu Tien ... Bersama hujan ke 9 sdh tayang ... Smg sehat sll bu Tien & kelrg ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteLho..
ReplyDeleterupa rupa warnanya
Baru ketemu dua nich, harusnya ..
Parade drum band dong ..
Emang balonku, perusak iya ..
Tuh kan emang akan ada lagi, ngkali kelakuannya gitu.
Ruweté mr rudhet
Belum tahu ortunya, masa bodo mungkin.
Kan udah gede, nah kan.
Ngumpulin di rumah kali, biar penuh isi rumahnya.
Buka asrama aja sekalian, kalau kumpul kaya bkia; ramé, seumuran kalau dikumpulkan tinggal bikin paud. Tinggal panggil guru, jadi ketahuan kalau maen test dna mana yang asli apa yang palsu.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Waduuuh pak Nanang sênêngé nyanyi Balonku Ada Lima baru meletus satu, masih ada empat pak ......dijejerin trus test dna ketahuan balonnya Elisa RH negatif ......berarti bukan balonya Romi.
DeleteCeritanya nanti baru berhenti setelah Romi ketemu Yuli ya pak Nanang .......
Salam sehat....
Salam Aduhai....!
Hamdallah.. Bersama Hujan 09 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteTeka teki Prolog di awal cerbung...Bersama Hujan....Wanita hamil yng menuntut tanggung jawab pada seorang Pria, mungkin adalah Kinanti.
Romi ...s Playboy kampus ini memang hrs di kasih pelajaran..
Semoga para Kinanti yng sdh jadi korbannnya dan juga para Kinanti yang msh tersembunyi...he.. he....mau bersatu, melaporkan aksi moral bejat nya ke Polisi
Salam hangat nan mesra dari Jakarta
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun buTien
Salam sehat wal'afiat selalu,,,
Ternyata perempuan itu Kinanti ....tp bgm dg Andin ..wah makin panas n pena saran
Aduhaaaaiiii bu Tien🤗🥰
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah matursuwun Bu Tien, semiga sehat dan semangat selalu 😍
ReplyDeleteOalahternyata yg hamil itu Kinanti, atau jangan² Andin jg kq nyidam gado² ?
ReplyDelete( wah semoga ndak sampai lah Andin Hamil , ndak rela deh)..😂😂)
Matur nuwun bunda Tien, semoga bunda sehat selalu...🤲🙏🙏
Matursuwun bunda Tien...setiap episodenya selalu membuat penasaran😁 . Sehat selalu bunda ku... semoga Kinanti solusi yg terbaikmendapatkan
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan 09 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bshagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah...Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteWaahhh si Romi
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu, Mbak Tien.
ReplyDeleteMatur nuwun.
Kelihatannya Kinanti yang pingsan saat Romi mengatakan minggu depan akan menikah ( sesuai proloog awal ceritera )
ReplyDeleteUntung Andin lolos dari benih setan, sudah sebulan bekerja tetap aman² saja ......semoga 😫
Ayooo dr. Faris jadilah dewa penolong buat Andin .......tapi apa iya begitu mudah ceritanya ?
Tunggu dulu, semua tergantung pada pembuat cerita ibu Tien Kumalasari ......kita nantikan lanjutannya ....masih seru......!!!
Salam sehat.....
Salam aduhai....!
Ibu Tien, komen saya telat lagi nih...maaf...baru baca. Ada yg janggal sedikit di episode ini, kan diceritakan kalau Kinanti rumahnya di Sukoharjo, tapi kost di Solo, kenapa disebutkan tidak berani pulang ke rumah...sehingga lalu ditolong Aisah. Sebenarnya kan bisa pulang ke kost nya, juga untuk berganti baju kerjanya.
ReplyDelete