BERSAMA HUJAN 10
(Tien Kumalasari)
Kinanti terpaku di tempat duduknya. Romi berbicara sambil berdiri tanpa keinginan untuk mendekatinya. Wajahnya yang kusut bertambah kusut karena aura kemarahan melingkupinya.
“Romi, tapi anak yang aku kandung ini adalah anakmu. Benih yang kamu taburkan. Mana mungkin aku harus menanggungnya sendiri?”
“Lalu apa maksudmu? Apa kamu belum mendengar bahwa aku akan segera menikah?”
“Tapi janin di dalam rahimku ini butuh pengakuan, Romi. Dia punya ayah, yaitu kamu.”
“Persetan dengan janin itu. Kita melakukannya suka sama suka, bukan?”
“Romi,” isak Kinannti terdengar memilukan, tapi hal itu justru menambah kemarahan Romi semakin memuncak.
“Sebaiknya kamu gugurkan kandungan itu, aku akan memberi kamu sejumlah uang, berapapun yang kamu minta, asalkan kamu tidak mengganggu aku lagi.”
“Aku bukan butuh uang, aku butuh pengakuan kamu. Aku juga tidak akan menggugurkan janin tak berdosa ini.”
“Kamu itu bodoh, atau justru kelewat pintar? Kamu tetap menuntut aku bertanggung jawab, karena kamu menginginkan harta aku, bukan? Lebih dari yang akan aku berikan kepada kamu, pastinya. Iya kan?”
“Romi!! Kamu harus tahu, bahwa si miskin ini sama sekali tidak menginginkan harta kamu. Kamu cukup menikahi aku, setelah bayi ini lahir, kamu boleh menceraikan aku. Aku tak akan menuntut apapun.”
“Tidak! Apa kata calon istriku nanti kalau aku tiba-tiba menikahi wanita lain? Kamu mengerti lah Kinan, aku sudah mau menikah, dan jalan terbaik adalah kamu menggugurkan kandungan kamu,” kata Romi tanpa belas.
Tiba-tiba seorang wanita masih dengan mengenakan pakaian tidur, keluar dari pintu, menatap Romi dengan heran.
“Romi, siapa dia?”
Romi menoleh, dan menatap ibunya tak acuh.
“Wanita murahan ini ingin agar Romi menikahi dia.”
Mendengar Romi mengatakan dirinya wanita murahan, Kinanti segera berdiri. Air matanya masih mengambang di pelupuknya, tapi sepasang mata itu menatap Romi dengan penuh amarah.
“Aku bukan wanita murahan. Aku datang karena menuntut tanggung jawab kamu,” katanya agak keras.
“Apa? Apa maksudnya menuntut tanggung jawab?” bu Rosi menatap Romi dengan tajam.
“Mama, gadis ini mengaku hamil karena Romi. Sekarang dia minta agar Romi menikahinya.”
“Apa? Lalu apakah kamu pernah berhubungan dengan dia?”
“Mama, Romi adalah laki-laki. Kalau dia berusaha menggoda Romi dengan tingkahnya, bukan salah Romi kalau Romi bisa melakukannya. Ya kan Ma? Itu sebabnya Romi mengatakan bahwa dia wanita murahan,” kata Romi tanpa merasa berdosa.
Bu Rosi menatap Kinanti dengan sengit. Tentu dia marah mendengar Kinanti telah menggoda anaknya.
“Apa sekarang yang akan kamu katakan? Kamu yang menggoda anakku. Bukankah seorang wanita harus bisa menjaga kewanitaannya, kesuciannya? Kalau kamu membiarkan nafsu berkobar, dan kamu melayaninya, bukankah itu adalah karena salah kamu?”
“Saya tidak pernah menggoda dia. Dia yang menjebak saya. Malam-malam membawa saya ke sebuah tempat dan memaksa saya melayani dia.”
“Bohong! Perempuan bisa saja berdalih, dan selalu menyalahkan laki-laki. Tidak usah mendengarnya lagi, Ma. Romi sudah berusaha menghentikan niat perempuan ini dengan memberinya uang untuk menggugurkan kandungannya, atau entahlah mau dipergunakannya untuk apa, berarti Romi sudah punya niat baik. Tapi dia tetap ingin agar Romi menikahi dia. Apa Mama tahu, bahwa dia sebenarnya hanya menginginkan harta kita?”
Kinanti tak tahan lagi. Ia merasa usahanya akan sia-sia.
Ia membalikkan tubuhnya dengan sekuat tenaga menahan tangis. Ia tak sudi lagi meneteskan air mata yang paling-paling akan dikira ingin meluluhkan hati Romi.
Kinanti melangkah keluar dari gerbang dengan cepat.
Bu Rosi menatap Romi dengan marah.
“Kamu sungguh ceroboh. Bagaimana kalau dia melaporkan kamu ke polisi?”
“Mama, lapor ke polisi itu harus punya bukti. Tak ada bukti yang menunjukkan bahwa Romi memaksa dia.”
“Tapi kalau janin yang dikandungnya adalah benar anak kamu? Dia bisa melakukan tes DNA untuk menjatuhkan kamu.”
“Tes DNA itu mahal Ma, dia tak akan punya uang sebanyak itu. Lagi pula kalau dia bisa melakukannya, bukankah Mama punya banyak uang untuk membuat semuanya baik-baik saja dan Romi selamat dari hukuman?” kata Romi seenaknya.
Bu Rosi merengut. Pastilah dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan anaknya, tapi dia menampakkan wajah marah karena tidak suka pada kelakuan anaknya yang begitu bebas bergaul sampai melampaui batas kesusilaan. Seandainya bu Rosi tahu bahwa bukan hanya sekali itu Romi melakukannya...
“Ternyata benar, kalau Romi ingin segera dinikahkan, rupanya dia sudah tak tahan melakukan hal buruk itu,” gumamnya sambil masuk ke dalam rumah.
***
Kinanti sudah sampai di tepi jalan raya, baru kemudian ia merasa tak tahan lagi menahan derai air matanya.
Ia tak tahu harus melakukan apa. Masih terngiang di telinganya saat ayah tirinya menghardiknya dengan kasar, saat mengetahui hasil tes kehamilannya siang kemarin. Ia langsung mengusirnya, tak sudi mengakuinya sebagai anak.
“Kamu seret laki-laki itu kehadapanku, jangan kembali sebelum bisa membawanya.”
Perkataan yang tandas itu sangat menggores perasaannya. Dia kabur dari rumah ketika ayahnya membawa pentungan palang pintu dan siap dipukulkannya karena dia diam tak mau mengatakan siapa laki-laki yang menghamilinya.
Ia menatap arloji tangannya, lalu dia sadar bahwa satu jam lagi dia sudah harus berada di tempat kerja. Ia berharap tak ada seorangpun di tempat kerja sampai mengetahui kehamilannya, karena resiko yang didapatnya adalah bahwa dia akan dikeluarkan karena membawa nama buruk bagi perusahaan.
Ia mengusap air matanya, lalu sadar bahwa dia pergi dari rumah tanpa membawa selembar pakaianpun. Pakaian yang dipakainya adalah pakaian Aisah.
Kinanti membalikkan badannya dan bergegas kembali ke rumah Aisah. Tapi sebelum sampai di rumahnya, ia melihat Aisah menghampirinya.
“Mbak Kinanti mau ke mana? Saya menunggu diteras, dan entah bagaimana, sampai nggak tahu kalau mbak Kinan sudah keluar dari rumah itu.”
“Maaf, saya lupa.”
“Dompet mBak masih tertinggal di kamar,”
Kinanti tersenyum. Ia bersyukur, ketika pulang dari periksa ke dokter yang menyatakan bahwa dia hamil kemarin, dia masih membawa dompetnya di saku bajunya.
“Dan saya juga lupa karena masih memakai baju Mbak Aisah.”
“Kalau itu tidak apa-apa. Baju mbak sudah dicuci bibik, dan sudah dijemur,” kata Aisah sambil menggandeng tangan Kinanti.
“Bagaimana, tadi?” tanya Aisah, walau dia sebenarnya sudah tahu jawabnya, apalagi melihat mata Kinanti yang basah.
Kinanti menggelengkan kepalanya, dan lagi-lagi air matanya bercucuran.
Aisah menepuk sebelah tangannya, berusaha menenangkannya.
:Dia bukan laki-laki yang baik.”
Mereka sudah sampai di teras, dan duduk berdua di sana.
“Apa jawabnya?”
“Saya akan diberinya uang, untuk menggugurkan kandungan saya.”
“Dasar bukan manusia. Pastinya Mbak KInanti menolak kan?”
“Aku bukan bermaksud membunuh. Aku juga tidak ingin mendapatkan uangnya.”
“Lapor ke polisi saja?”
Kinanti menghela napas.
Dia orang kaya. Lapor ke polisi pun barangkali tak akan ada gunanya. Yang ada malah aku dicelakainya,” katanya sedih.
“Sekarang apa yang akan Mbak lakukan?”
“Entahlah, saya akan bekerja. Maksudnya, meneruskan bekerja di toko batik itu.”
“Baiklah. Untuk sementara Mbak harus tenang dulu, sambil bekerja, kemudian memikirkan apa yang akan Mbak kerjakan.”
Kinanti mengangguk.
“Sekarang lebih baik sarapan dulu.”
“Apakah saya boleh pinjam setrikaan?”
“Mbak Kinanti mau menyetrika?”
“Baju yang kata Mbak Aisah dicuci bibik, akan saya setrika karena itu juga baju kerja saya. Saya tak sempat mengambil baju-baju saya.”
“Mbak Kinanti juga tak ingin pulang dulu?”
“Tidak. Bapak sudah mengusir saya.”
“Baiklah, akan saya suruh bibik mensetrika baju Mbak, sementara kita sarapan dulu. Tapi belum sempat sarapan kan?”
“Tapi ….”
“Nanti saya antarkan Mbak ke tempat kerja, sekalian saya berangkat ke kampus.”
***
Andin sedang melayani ayahnya makan pagi, dan keduanya bersiap segera berangkat meninggalkan rumah. Yang satunya bekerja, satunya lagi ke kampus.
“Ini ca sayur paling enak yang aku makan,” kata pak Harsono yang selalu memuji masakan anak gadisnya setiap kali memakannya.
“Bapak bisa saja.”
“Mengapa kamu makan hanya sedikit?”
“Tadi di dapur sudah mencicipi banyak, jadi rasanya kekenyangan.”
“Mencicipi itu kan hanya sesendok, masa bisa kenyang.”
Andin tertawa.
“Sesendok, kalau berkali-kali juga lama-lama kenyang Pak.”
“O, bapak tahu, kamu sedang diet ya. Nggak mau makan banyak, supaya nggak gemuk? Iya kan? Biasanya gadis-gadis suka begitu.”
"Memangnya Bapak sudah mengenal berapa gadis, kok bisa tahu kebiasaannya?”
“Ya banyak. Bapak kan juga pernah sekolah. Mereka sering bilang begitu. Mengurangi porsi makan, supaya nggak gemuk. Memangnya kenapa kalau gadis itu gemuk?”
“Kalau gemuk … keberatan ngangkat tubuhnya,” canda Andin.
Pak Harsono tertawa.
“Tapi bapak senang, kamu itu tidak kegemukan, tapi juga tidak kekurusan. Bapak jadi ingat salah seorang teman bapak, yang ingin mengambil kamu sebagai menantu lhoh.”
Andin tersedak tiba-tiba.
“Hei, memangnya kenapa?”
Andin meneguk minumannya, menghabiskan setengah gelas dari yang disediakannya.
“Kamu kenapa?”
“Tersedak, Pak. Memangnya apa?”
“Bapak tidak akan menikahkan kamu sekarang, kok kamu seperti orang ketakutan begitu? Ayo senyumlah.”
“Bapak ada-ada saja.”
“Kamu tahu, orang tua itu inginnya seperti itu. Menyekolahkan anak sampai selesai, setidaknya lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana, lalu setelah itu, menikahkan anak, dan berharap hidupnya bahagia. Hanya itu. Apa kamu tidak ingin memenuhi keinginan ayah kamu yang tinggal sekeping raga ini?”
Andin menatap ayahnya penuh haru. Ayahnya yang setengah tua, dan menganggap dirinya hanya sekeping raga. Air mata Andin merebak tiba-tiba. Keinginan sang ayah itu, mengapa membuatnya sakit?
“Kenapa kamu ini Ndin. Kamu menangis?”
“Andin takut, Pak.”
“Apa yang kamu takutkan?”
“Kalau sampai Andin tidak bisa memenuhi harapan Bapak.”
Pak Harsono tertawa lirih, ditatapnya wajah anaknya lekat-lekat.
“Kamu cantik seperti ibumu. Dulu ibumu itu menjadi kembang desa, dan menjadi rebutan diantara pemuda-pemuda sedesanya. Tapi ibumu memilih bapak ini, karena bapak kan ganteng, dan baik,” kata pak Harsono sambil menyendokkan suapan terakhirnya.
Mau tak mau Andin pun tersenyum. Siapa menyangkal bahwa ayahnya itu ganteng? Dan siapa pula menyangkal bahwa ayahnya sangat baik? Bagi Andin, orang terbaik di dunia ini adalah ayahnya. Yang menghorbankan hampir seluruh hidup dan kesenangannya, hanya demi anak gadisnya.
“Ya sudah, jangan hiraukan apa kata bapak. Bapak bilang bahwa bapak ini ganteng, kan hanya sama kamu, bukan sama orang lain. Nanti dikira sombong,” katanya sambil meletakkan sendok garpunya, kemudian mengambil tissue dan mengelap bibirnya.
“Bapak memang ganteng kok.”
“Bapak akan mencarikan kamu suami yang ganteng seperti bapak.”
Aduh, kenapa lagi-lagi bicara soal suami?
“Kamu kok seperti tidak suka, bapak ngomong begitu.”
“Habis, Andin tidak pernah memikirkan hidup berkeluarga.”
“Apa katamu? Kamu tidak boleh berkata begitu.”
“Andin akan merawat Bapak selamanya. Tidak memikirkan yang lain.”
“Tidak … tidak … bapak tidak setuju. Orang tua itu tidak akan pernah mau menjadi beban anaknya. Kalau kamu mengorbankan kehidupan kamu demi untuk melayani ayahmu ini, maka ayahmu lah yang akan merasa bersalah. Kamu harus hidup berkeluarga, dan bahagia. Itu keinginan bapak.”
Andin tidak menjawab. Pagi ini ayahnya bicara tentang hal yang membuatnya resah. Bersuami? Berkeluarga? Alangkah perih memikirkan keadaan dirinya.
Kemudian Andin berdiri dan membawa piring-piring kotor ke arah dapur. Ia selesai mencuci piring dan membersihkan meja makan, ketika mengantarkan ayahnya ke halaman.
***
Sore hari itu pasien tak begitu banyak. Jam tujuh sepertinya pasien sudah habis. Andin sedang merapikan mejanya, ketika tiba-tiba dokter Faris duduk di depannya.
“Kamu tampak lelah,” kata dokter Faris sambil menatap Andin. Tatapan iotu membuat Andin berdebar. Mengapa sih, mata teduh itu menatapnya seperti iyu?
“Ap … apa dok?”
“Kamu lelah?”
“Ti .. tidak,” tak urung Andin merasa gugup ketika membalas tatapan itu. Kemudian dia menundukkan wajahnya. Pura-pura membuka laci, dan merapikan apa saja yang ada di dalamnya, biarpun sejak awal memang sudah tampak rapi.
“Maukah menemani aku makan?”
“Ap … apa?”
“Aku lapar, bibik ijin hari ini karena anaknya di kampung sakit. Jadi aku harus makan di luar. Mau ya, sebentar, aku mengunci pintu-pintu dulu,” kata dokter Faris sambil berdiri, kemudian masuk ke dalam rumah. Andin bingung, dokter ganteng itu bahkan tidak menunggu jawabannya, apakah dia bersedia, atau tidak. Berarti mau tidak mau, harus mau, bukan?
Andin menunggu di kursinya setelah selesai beres-beres, ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Dari ayahnya.
“Andin, bapak belum pulang, barangkali nanti agak malam, karena sahabat bapak yang tadi bapak bicarakan tiba-tiba nyamperin ke kantor dan mengajak bapak ke rumahnya.”
Tanpa ba bi bu, langsung telpon ditutup. Tampaknya ayahnya sedang tergesa-gesa.
***
Besok lagi ya.
Yess
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bunda.
DeleteSmoga bunda sehat dlm lindungan Allah SWT. Salam SEROJA
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDelete🍏🍉🍐🍎🍉🍇🍓🥑
ReplyDeleteAlhamdulillah.....episode ke 10 Bersama Hujan, malam ini sudah tayang. Terima kasih bu Tien......
Selamat malam & sehat selalu ya......
🌼🌹🌼🌹🌼🌹🌼🌹
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah udah tayang, terima kasih bunda
ReplyDeleteMksh bunda
ReplyDeleteHamdallah.. Bersama Hujan 10 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteSelamat malam para Kadang Kinasih PCTK
Selamat berakhir pekan.
Salam sehat penuh semangat
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~10 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
𝑴𝒂𝒕𝒖𝒓 𝒏𝒖𝒘𝒖𝒏 𝑩𝒖 𝑻𝒊𝒆𝒏, 𝒎𝒖𝒈𝒊-𝒎𝒖𝒈𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒔𝒂𝒉 𝒑𝒊𝒏𝒂𝒓𝒊𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕. 𝑨𝒂𝒎𝒊𝒊𝒏 𝒀𝑹𝑨.
ReplyDelete🤲
Matur sembah nueun mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan 10..sdh tayang
Salam sehat selalu..🙏😍
Akhirnya ... tayangan malming datang. Matur nuwun bu Tien... smg ibu kondisi kesehatnya lbh prima.. aaamiin.
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Bersama Hujan 10 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga
alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulilah beha 10 sdh tayang ..terima kasih bu Tien, semoga ibu selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Allah SWT
ReplyDeleteRomi dasar laki laki busuk dan semoga mendalat balasan setimpal atas semua perbuatan buruknya. Kinanti dan andin adalah korban2nya mungkin masih banyak lagi diluaran sana yg belum melapor
Nah gitu, pdkt mas dokter dengan asistennya... jangan sampai keduluan ayah Andin menjodohkan si dia dengan pria pilihannya.
ReplyDeleteKasian Kinanti, tolong mbak Tien, beri dia nasib yang baik. Untuk si playboy beri dia 'pelajaran' agar jadi orang baik.
Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat, aamiin.
Setuju banget
DeleteAlhamdulillah.. terima kasih Mbu Tien.... makin asyiik terus ceritanya... sehat sellu bersama keluarga tercinta
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, BH 10 sdh tyng.Sehat selalu.
ReplyDeleteMasih deg2an...hamilkah Andin?
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteLelaki yang baik untuk wanita yang baik yaitu Andin dan Romi pasti menemui karmanya.Maturnuwun Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
BERSAMA HUJAN 10
ReplyDeleteKinanti...sabar yah tunggu suatu saat bs jd Romi akan Mencarimu
Stlh tau kl Romi di jebak Elisa SALOME
Bnr juga saran dari Aisah kau lbh baik lapor Polisi aj
Bu Rosi juga sptnya udah ketakutan andai Kinanti lapor polisi
Tp dasar Romi bejat bnr seh
Nah giliran Andin bingung blum tau bgmn kelanjutannya utk nurut bpknya
Sementara sptnya dr Faris udah mulai ada perhatian dgnnya
Pak Harsono baru bincang2 sama kawannya yg mau ajak besanan
Tunggu aj deh sabar
Horee ttp semangat
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Wah Andin mau dijodohkan sama putra temen ayahnya? Mau g y
ReplyDeleteAtau sama dokter Faris saja kali ya..😍😍
Matur nuwun bunda Tien, sehat selalu kagem bunda...
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga makin sehat...aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan sudah tayang...
ReplyDeleteTapi kok jadi cemas ya, jangan2 Andin juga...akibat perbuatan Romi.
Salam aduhai unt bu Tien K, semoga sehat selalu
Makasih bu Tien sudah tayang.semoga bu Tien sehat selalu..salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeletePak dokter sepertinya mulai pdkt
ReplyDeleteADUHAI...
Salam sehat selalu, Mbak Tien.
Alhamdulillah, matur nuwun. Sehat wal'afiat dan bahagaia selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteSampai diajak diner sama juragan yang perhatian pada karyawan nya, makan sedikit lagi.
ReplyDeleteFaris mulai curiga kesehatan karyawan nya.
Apakah Ais menceritakan masalah Kinanti, pada Andin.
Tentu khawatir itu ada, dan itu juga dijebak anak yang kata ibunya sudah melanggar tata susila itu.
Adakah laporan polisi masuk pengaduan tentang jebakan itu, dan menyuruh menggugurkan dengan sejumlah uang.
Kalau nggak ada pengaduan tentu melenggang membusungkan dada pandainya berkelit memutar balikan kenyataan menutupi kelakuan nya yang asusila.
Andaikan Faris yang mengadu kalau pacarnya dijebak Romi gimana? dan test dna Kinanti sekalian membuktikan memang pelaku nya Romi.
Bubar tuh perhelatan nikah, ada tetangga nya yang sudah tahu ada korban jebakan anak tak tahu aturan itu.
Butuh kebulatan tekad agar selesai cepat. Waduh kaya bacapres cari dukungan dan kebulatan tekad.
Orang pada ngandelin gede gedean doku saweran; lumayan usaha juga lagi seret.
Pada mikirnya asal jadi; punya kuasa, nanti bakal di gratisin ini itu, bukanya mikir gimana berkreasi, cara menambah pemasukan.
Jual tampang, gagah gagahan, huh mister rudhet; sukanya nyalahin orang. Ortunya kan kaya.
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke sepuluh sudah tayang
Sehat sehat ya Bu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah Bersama Hujan - 10 sdh hadir
ReplyDeleteTerima ksih Bunda Tien, swmoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam sehat dan hangat juga mbakyu... Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun "Bersama Hujan 10" nya Bu Tien… smg Bu Tien sehat dan semangat selalu. Aamiin 🤲
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDelete'Tanpa ba bi bu, langsung telpon ditutup. Tampaknya ayahnya sedang tergesa-gesa..........'
ReplyDeleteBgmn kabar Andin yaa??
ReplyDeleteSemoga bunda Tien sehat selalu.. 🙏🙏🌹
Semoga bunda tien selalu sehat agar bisa selalu menyenangkan banyak orang (para penggemar)
ReplyDeleteSemoga Andin nasibnya baik
ReplyDeleteDokter Faris menerima Andin dengan segala kekurangannya .
Bunda Tien semoga sehat dan terus berkarya dan menghibur para pecintanya , aamiin .